CHAPTER 1 : One Last Chance
Jaebum duduk termenung diatas kasurnya. Berpikir keras. Hanya menatapi ruangan hampa didepannya.
Apakah aku melakukan hal yang benar?
Apa yang akan terjadi?
Seharusnya aku tidak melakukan itu!
Apa yang telah kamu pikirkan Jae?
Kelakuan mu sangatlah bodoh!
Hal - hal ini melintasi kepalanya. Berulang – ulang. Beberapa saat yang lalu, Sohye mengakhiri hubungannya dengan Jaebum. Dengan alasan Jaebum yang berubah. Dan herannya, ia menerimanya begitu saja. Tetapi, setelah memikirkannya lagi, ia sadar bahwa keputusannya sangatlah bodoh dan menyesali perbuatannya.
“Argh!” Ia meledak tiba – tiba, melonjak berdiri. Menyesali keluaknya. Dengan buru buru, ia mengambil kunci mobil dan telfon genggamnya dan pergi meninggalkan apartemennya menuju ke apartemennya Sohye.
Dalam perjalanannya, ia menelefon Sohye berulang kali, dan berulang ulang kali pun hasilnya tetap sama. ‘Nomor yang anda hubungi tidak mengangkat, cobalah beberapa saat lagi.’
“Ayolah Sohye! Angkat telefonnya!” Lagi lagi, voicemail kembali menjawab.
“UGH!” Teriaknya frustasi, melempar telefon genggamnya ke kursi penumpang. Lalu ia mengebut ke apartemennya Sohye.
Sesampainya disana, ia berlari menuju pintunya, menggedor gedor sambil berteriak.
“Sohye! Sohye! Tolong buka pintunya! Aku minta maaf Sohye! Aku sangatlah bodoh! Sohye!!”
Namun, tidak ada jawaban.
“Sohye! Aku tau kamu ada di dalem! Please Sohye! Aku mohon!”
Ia terus mengetuk, dan mengetuk.
Detik menjadi menit. Menit menjadi jam. Tak terasa ia sudah di depan apartemennya Sohye selama sejam lebih. Mengetuk. Memohon. Lagi, dan lagi. Keputusasaan jelas dalam nadanya.
Sedikit yang ia tahu, Sohye sedang duduk di sisi lain pintu, menangis.
Apa yang telah kulakukan, Jaebum?
Kenapa kamu seperti ini?
Apa maksudnya Jae?
Tadi kamu baik-baik saja dengan semua ini.. Dan sekarang?
Apa yang harus kulakukan?
Tiba tiba, Jaebum mendengar sebuah suara.
“Permisi?” Ia mendongak keatas dan didepannya berdiri seorang bapak bapak. Melihat ini, Jaebum langsung berdiri.
“Ahm.. Saya manager gedung ini dan saya menerima keluhan – keluhan atas hentakan menganggu. Tolong dihentikan karena menggangu orang lain.” Lanjutnya
“Ah! Maaf pak!” kata Jaebum sambil menunduk dengan sopan.
“Terima kasih.” Balas bapak tersebut dengan senyum yang ramah sebelum ia berjalan pergi.
"Sohye.. Kumohon.. Aku terlalu mencintai mu untuk melepaskan mu.." Ia berkata dengan pelan, kepala tersender pada pintu dan tangan lunglainya terjatuh di sisinya.
"Jae.. Tolong pulang.. Ini ngga guna.." kata Sohye dengan lemah.
"Ngga! Aku minta maaf Sohye! Aku- kelakuan ku tidak bisa aku jelaskan tapi aku akan berubah Sohye! Aku minta maaf--"
"Jae! Berhentilah meminta maaf!" Kata Sohye, menaikan nadanya "Please! Itu tidak akan mengubah apa apa! Please aku mohon! Pulanglah!"
"Aku akan membetulkan ini semua! Aku akan--"
"Sudahlah Jae!" Hentak Sohye seraya ia mulai menangis. Dengan pelan dan lemas, ia mulai berbicara lagi. "Selama berbulan-bulan aku mencoba untuk sabar sama kamu, perubahan sifatmu. Mencoba untuk berpikir, "mungkin dia cuman lelah.." tapi sekarang aku lelah.. Lelah berjuang untuk kita.."
"Tapi aku janji a--"
"Janji apalagi Jae?! Waktu itu kamu juga janji!" Serunya. "Janji untuk membuatku bahagia. Janji akan selalu ada disisi ku. Menjadi seseorang yang bisa kucurahkan kekesalan dan kesenanganku.. Berbagi hal-hal bersama.. Apa kamu ingat itu Jae? " katanya dengan nada penuh kekecewaan. "Paling tidak, melihat sifatmu sekarang ini.."
Mendengar ini, Jaebum menjadi hening.
"Jadi kumohon.. Pulang lah. Jika kamu memang mencintaiku, beri aku waktu.. Aku lelah dengan semua ini.."
Tidak ada jawaban..
"Baiklah.." kata Jaebum tiba-tiba. "Jika itu yang kamu mau.. Aku akan memberikan kamu waktu.."
Mendengar ini Sohye menghela nafasnya.
"Tetapi."
"Aku akan selalu mencintai mu."
"Selalu."
-----
"JAEBUM HYUNG!"
"APA YANG LO LAKUIN SAMA SOHYE?! KENAPA DIA GITU?!" Seru Jackson seraya mendobrak pintu apartemennya Jaebum. Ia menemukan Jaebum di kamarnya, tergeletak tak bernyawa. Kamarnya gelap. Barang berserakan dimana mana.
Jackson adalah sahabatnya Sohye. Sahabat dekat. Mereka bertemu melalui Jaebum. Ia memperkenalkan Sohye kepada Jackson dua atau tiga tahun yang lalu, sebelum Sohye dan Jaebum berkencan, dan mereka langsung cocok dengan satu sama lain. Seakan mereka sudah kenal sejak lama.
"Hyung!" Ia menarik bantal bantal dan selimut yang terletak di atasnya Jaebum.
Tetapi Jaebum tidak bergerak.
"Hyung! Please! Kasih tau gue!"
"Gue ga ngelakuin apa apa Jacks.." Jae bergumam. "Itu yang terjadi, kesalahan yang gue lakuin."
Jackson terdiam, berpikir.
"Kalo aja, gue engga sebodoh itu.." ia tertawa sedih. Tawaan sedih yang berubah menjadi isakan.
"Dia mutusin gue Jacks."
Mendengar ini, Jackson tercengang.
"Dan gue engga nge-stop dia. Gue- Gue engga memperjuangkan hubungan kita." Katanya, belum bergerak sama sekali, mengingat kembali hal hal yang telah terjadi.
Ia diam sejenak.
"Bodoh.. Gue tau.. Awalnya gue pikir, 'Ah.. Ini buat yang terbaik.'"
"Tapi.."
"Ternyata, gue engga bisa ngelakuin ini.." Tawanya, berpikir betapa konyol idenya itu. "Gue engga bisa ngelepasin dia.. Akhirnya, gue buru buru ke tempat dia.. Trus gw mohon mohon ke dia, untuk maafin gue.."
"Tapi engga guna.."
"Dan.."
"Semuanya sudah terlambat."
-----
Aku merindukan mu
Aku harap kamu sehat
Jangan lupa makan
Aku akan selalu mencintai mu
Dari hari ke hari, Sohye selalu menerima pesan pesan seperti ini. Minimal 1 sehari. Setiap kali ia baca pun ia bercucuran air mata, sedikit demi sedikit.
Seringkali ia ingin menjawabnya, "Aku masih mencintaimu juga.." tetapi ia mengehentikan dirinya sendiri.
Di sisi lain, kondisi Jaebum tidak jauh lebih baik. Ia jarang makan, tidak pernah keluar rumah, selalu menghabiskan waktunya dikamar. Bahkan tidak mandi, badan tak bernyawanya tergeletak dikasurnya.
"Jaebum!" Terdengar gedoran dari pintu depan. "Jaebum! Buka pintu ini!"
Tidak ada jawaban.
"Woy! Jaebum! Bukain woy!"
Tetap saja.
"Im Jae Bum! Buka pintunya ga! Atoga gw ancurin ni pintu!" Teriaknya lagi.
Tiba tiba ia menerima notifikasi KakaoTalk. Dari... Jaebum?
"Maaf nih Mark-hyung.."
"Tapi.."
"Apakah kau bodoh?"
"Coba buka pintunya dulu.."
"Gadikunci.. idiot.."
Meihat ini, ia mengangkat alisnya dengan heran, mematikan ponselnya dan membuka pintunya. Benar saja, terbuka pintunya.
"Tsk.. Bodoh.." Ia bergumam pada dirinya sendiri, seraya memasuki rumahnya Jaebum, menutup pintunya.
"Jaebum-ah!" Serunya selagi memasuki kamarnya Jaebum.
Didalam sangatlah gelap. Tirainya tertutup. Barang berceceran. Baunya sangatlah busuk. Seperti seseorang meninggal didalam- sesuatu memang mati. Keinginannya untuk hidup. Hilang entah kemana.
Diatas kasur, terihat sebuah bongkahan selimut dan bantal. Dibawahnya, tergeletak seorang Jaebum yang sangat tak bernyawa, dengan ponselnya terletak disebelah kepalanya.
"Ayolah Jae! Bangun! Lu engga bisa gini terus!" Kata Mark sambil ke jendelanya, dengan perlahan dan hati hati, lalu membuka tirainya.
Terbatuk batuk, ia mengatakan. "Biarin."
"AGH!" Mark berteriak frustasi.
Ia mencoba segala cara untuk membuat Jaebum setidaknya keluar dari kamar. Tetapi. Engga guna. Ia masih terbaring di kasur.
"Baiklah!" Seru Mark dengan putus asa. "Terserah lu mau ngapain!"
"Tapi gw bakal bawa dokter kesini."
Mendengar ini Jaebum, mata Jaebum terbelalak. Ia berteriak kebantal yang ada di atas mukanya.
"Engga! Ngapain lu panggil dokter?!" Batuk batuk setelahnya.
"Lu keliatan sakit! Engga. Emang sakit! Muka lu pucet! Suara ga jelas! Demam!Batuk melulu! Ditambah lagi lu keliatan kurus banget."
Jaebum hanya menggerutu.
Dalam situasi ini Mark bisa bisa menjadi gila karena kelakuan Jaebum.
"Bodo amat Jae!" Teriaknya.
"Terserah lu mau ngapain! Tapi. Gue bakal tinggal disini. Ntar kalo lu kenapa kenapa kan repot."
Jaebum bergumam "serah lo"
Mark menggelengkan kepala dan menghela nafasnya. "Tch.. Ya.. Bagus. Trus aja. Sampe lo mati aja disini." Gerutu Mark seraya berjalan keluar.
------
Selama berhari hari hal hal ini berlangsung. Sampai suatu hari, ia mendapat balasan.
Melihat ini, Jaebum melonjak dan melihat balasannya.
'Uh maaf.. Ini.. Siapa ya?' - Sohye
'Sohye! Aku kangen berbicara dengan mu!'
'Anda.. Siapa?' -Sohye
'Maksudmu apa? Aku Jaebum!'
'Jadi... Siapa?' -Sohye
Membaca ini, Jaebum bingung. Perasaannya bercampur aduk. 'Apa yang terjadi?'
'Aku.. Jaebum..'
'Ya.. Aku tahu itu..'
'Tapi kamu siapa?'
'Aku tidak mengenali seorang Jaebum?'
'Mengapa kamu mengirimi pesan seperti ini?' -Sohye
'Ada yang salah.' Pikir Jaebum
'Ah!'
'Apakah kamu Jaebum teman SD ku?' -Sohye
'Apa dia bener bener gainget gue? Lelucon macem apa ini?'
'Ah.. Bukan..'
'Kita ketemu di tempat kerjamu..'
'Eh?'
'Hmm..'
'Oh! Kamu yang memperkenalkan ku dengan Jackson tahun lalu!'-Sohye
'Ah.. Iya..'
'Tahun lalu? Aku yakin terjadi sesuatu. Apa yang harus kulakukan?Ah! Benar!'
Ia menelefon Jackson. Pada deringan ke-4, telfonnya terangkat.
"Jacks!"
"Hyung! Lo hidup!" Tawanya.
Jaebum mengabaikan perkataannya.
"Hey! Apa sesuatu terjadi sama Sohye?"
Suara Jackson yang penuh semangat dan ceria menjadi pelan.
"Bagaimana lo tau, hyung?"
"A-Apa? Apa yang ter-terjadi?" Jaebum tergagap.
"Dia.. Dia terlibat dalam kecelakaan.. Sekarang dia udah sadar.. Tapi.. Tapi dia kehilangan ingatannya.."
Mendengar ini, Jaebum membeku di tempat.
"Hyung? Hyung?"
"Ah.. Ya.. Makasih Jackson-ah.." lalu ia langsung menutup telfonnya.
Engga ingat.. Apa yang akan gue lakuin sekarang.. Akan menghabiskan banyak waktu untuk melakukan semuanya lagi. Membuat dia ingat aja bakal lama banget.. Dan.. waktu lagi ga disisi gue..
'Haruskah gue.. Nyerah?'
------
Mengetahui bahwa Sohye tidak ingat dia.. Ia sangatlah putus asa.. Melanjutkan hidupnya terpencil di kamarnya. Mungkin.. Jika saja ia berusaha sedikit. Memiliki sedikit harapan. Mungkin saja, semuanya akan baik baik saja. Menjadi seperti dulu lagi..
Tapi.
Ia bahkan tidak mencoba.
Selalu mengatakan.
'Ini untuk yang terbaik.'
-----
Pada sebuah pagi yang cerah, Sohye sedang melakukan rutinitas paginya sambil mendengarkan lagu dan ikut bernyanyi. Lalu, terdengar sebuah lagu, yang entah kenapa familiar untuknya, padahal, ia tidak pernah mendengarnya. Ia berhenti dan menyimak lagunya. Sesampainya di chorus. Ia teringat semua. Lagunya memicu semua memori dia untuk kembali.
'Ini.. Ini adalah lagu yang di buat Jaebum untuk ku..' Pikirnya seraya jatuh menangis terisak isak.
Beberapa saat kemudia, ia berdiri dan bergesa gesa menuju ke tempatnya Jaebum.
-----
"Jaebum-ah!" Seru Mark, membuka pintu kamarnya.
Mark telah tinggal dengan Jaebum selama beberapa bulan. Mencoba sebaiknya agar Jaebum tidak apa apa.
"Jae?" Ia mendekati Jaebum dan menguncang badannya. "Jae? Bangun Jae.."
Tetap tidak ada respons.
Memutar balikkan badannya, ia melihat Jaebum, lebih pucat dari biasanya. Temperatur tubuhnya pun tidak normal.
"Jae?!" Mark panik melihat kondisi Jaebum seperti itu. Ia dengan cepat menelfon rumah sakit.
Tidak lama setelah itu, ambulance datang untuk menjemput mereka. Hanya beberapa saat setelah mereka pergi, sampailah Sohye di apartmentnya Jaebum. Tetapi. Tidak ada siapa siapa disana. Melihat ini, ia menelfon Jackson.
"Hey Jacks?"
"Sohye-ah! Apa kabar?" Ucap Jackson ceria.
"Baik! Uh.. Apakah kamu tau Jaebum dimana?"
"Oh.. Uh.. Ia.. Di.. Rumahsakit.."
"Huh? Mengapa?"
"Ia.. Pingsan tadi pagi.."
"Ah.." Sohye terdiam. 'Apakah ini.. Gara gara aku?' Pikirnya.
"Sohye?"
"Ah! Ya! Kamu tau rumah sakit dimana engga?"
"Tau.. Mau aku anterin?"
"Oh! Boleh! Jemput aku di apartmentnya Jaebum yah!"
"Okay! Sampai jumpa!"
"Bye!"
----
Terbaring di meja operasi, yang Jaebum lihat hanyalah sinar putih. Ia merasakan ajalnya semakin mendekat, tetapi mencoba untuk melawannya. Karena apa yang ia dengar Mark katakan, saat sedang di dorong ke ruang operasi.
'Lo harus kuat Jae! Lawan ini semua! Jackson bilang kalo Sohye nyari lo! Kayaknya dia inget sama lo? Jadi lo harus kuat Jae!'
Kalimat itu terus menerus mengulang dia kepalanya.
'Ya Tuhan! Tolong beri aku kesempatan sekali lagi! Kesempatan menghabiskan waktu akhir ku dengan Sohye!' Ia terus berpikiran itu.
----
Beberapa waktu kemudian, Jackson sampai dan mereka berdua pergi ke rumah sakit. Dalam perjalanan, tidak seperti biasanya, mereka tidak berbicara banyak, dua duanya hilang dalam pikirannya masing masing. Sesampainya di rumah sakit, mereka buru buru ke meja resepsionis untuk menanyakan keberadaan Jaebum.
"Ah ya! Dia ada di lantai 7! Ruang nomor 468.."
"Terima Kasih" Kata mereka berdua bersamaan, dan langsung menuju kamarnya Jaebum.
Saat mereka masuk, mereka melihat Jaebum terbaring tak sadarkan diri di kasurnya dan Mark duduk di sampingnya.
"Jacks! Sohye!" Serunya.
"Hey hyung!"
"Hello!"
Serunya bersamaan.
Mereka mengobrol dan menghabiskan waktu bersama, berharap bahwa Jaebum akan bangun secepatnya. Tidak terasa sudah malam, Jackson dan Mark pulang sementara Sohye memutuskan untuk menemani Jaebum.
Hari berikutnya, Sohye terbangun karena tangan Jaebum yang bergerak di samping kepalanya.
Melihat matanya Jaebum membuka, Sohye berkata dengan senang "Ah! Akhirnya kamu bangun! Aku akan panggilkan dokter!"
Dokternya datang dan meminta Sohye untuk menunggu didepan sementara ia mengecek Jaebum. Diluar ia mengirim pesan kepada Mark dan Jackson bahwa Jaebum sudah sadar.
Sohye : Mark! Jackson! Jaebum sudah sadar!
Mark: Wah! Tidak kusangka ia akan bangun..
Sohye: O-O
Jackson: HYUNG! SsHH
Mark: Hehe.. Gue bercanda.
Jackson: ( ._.)
Mark: Ayo kita kunjungi dia nanti!
Jackson: Baiklah.. Bertahanlah Jaebum hyung..
Mark: -.-
Sohye: Kalian ini kenapa?
Jackson: Ah! Engga kok! Gue duluan ya gengs! Daah!
Mark: Gue juga.. Bye!
---
Setelah mengecek kondisi Jaebum, ia pergi meninggalkan Sohye. Sohye dan Jaebum mengobrol selama berjam jam. Membetulkan semua hal bermasalah. Dan semua kembali normal. Setidaknya, hampir semua.
"Sepulang dari sini.. Kita nonton yuk Jae!"
"Baiklah.." Jaebum berkata lemas.
'Coba aja.. Kamu tau Sohye.. Maafkan aku..'
"Kenapa kamu terdengar sangat lemas?" Tanya Sohye
"Ah tidak.. Aku hanya.. Lelah.." Jaebum bersenyum sedih. Mengetahui ini mungkin kali terakhirnya melihat Sohye.
"Tidurlah Jaebum!" Seru Sohye. "Aku akan berada disini saat kamu bangun!" Sohye bersenyum hangat.
"Okey.." Dan dengan itu, Jaebum tertidur.
'Maafkan aku Sohye..'
'Aku tidak bisa memberi tahumu..'
'Bahwa sebenarnya aku sakit parah..'
'Aku berubah agar kamu memutuskan ku, dan bisa melanjutkan hidup..'
'Tetapi ternyata.. Itu sangatlah bodoh. Aku menyesal..'
'Maafkan aku..'
-kkeut-