CHAPTER 1 : First Case
FIRST CASE
Tokyo. 12.30 pm
Seorang wanita berjalan kearah jendela apartement mewahnya. Ia menyibak gordyn merah tebal yang tergantung di jendela kaca besarnya. Ia tak benar-benar membukanya, hanya melirikkan kedua matanya yang tajam kearah jalan yang berjarak 25 lantai dari ruangannya.
Matanya terbuka lebar begitu menemukan sesuatu yang janggal di bawah sana. Sebuah mobil Dodge Viper hitam tepakir tepat di bawah ruangannya. Meski berjarak 50 meter berada di bawahnya, ia yakin betul, seseorang berpakaian serba hitam tengah berdiri tak tak jauh dari mobil itu.
Keberadaan orang itu membuatnya terkejut bukan kepalang. Segera diraihnya teropong dari dalam laci mejanya lalu membidiknya kearah bangunan tinggi yang terletak di depan apartemen miliknya. Disusurinya tiap lantai mulai ujung satu hingga ujung yang lainnya. Namun, tiba-tiba tangannya terhenti, matanya membulat saat teropong membidik atap bangunan tersebut. Seseorang tengah membidik kearahnya dengan sebuah senapan ditangannya.
Spontan ia tiarap, namun disaat yang bersamaan, peluru perak itu telah terlebih dulu dilecutkan dan menembus kaca besar kamarnya, membuat suara 'Prangg!!!' Bertepatan dengan retaknya kaca jendela hingga terburai dan tak sengaja berhamburan mengiris sikunya, mengeluarkan darah segar yang mengucur.
“ Arghh!!” Dia meringis kesakitan bersamaan dengan mengucurnya darah dari sikunya. Tanpa aba-aba lagi, disahutnya kacamata, coat panjang, dompet serta kunci mobil miliknya. Ia berdiri dan langsung berlari keluar dari ruangan.
Sambil terus berlari menyusuri koridor, tangannya masih menahan darah disikunya.
“ Sial! Disini sudah tidak aman lagi!!” umpatnya tak henti berlari.
***
Tiga Minggu Kemudian
Kota Tokyo selalu padat seperti biasanya. Jalan-jalan besar dipenuhi dengan kendaraan-kendaraan pribadi maupun umum yang melintas. Juga, orang-orang yang berjalan diatas trotoar dengan derap langkah yang seirama. Bahkan, di jalan, tak hanya kendaraan yang melintas, Sebagian orang berdiri ditepi jalan, menanti lampu lalu lintas berganti. Mereka ingin menyebrang , bergantian dengan kendaraan-kendaraan lainnya yang juga melaju di jalan utama.
Gambaran suasana tersebut, mengisyraratkan betapa sibuknya orang-orang ini.
Sementara itu, di tempat yang berbeda, Suara pengumuman terdengar hingga seluruh sudut stasiun, menginformasikan tentang jadwal kedatangan kereta selanjutnya. Dan tak sampai lima menit ular besi yang ditunggu-tunggu itu perlahan berhenti, siap mengangkut penumpang yang telah lama menunggu.
Beberapa penumpang segera turun dari kereta. Tampak diantara gerombolan orang-orang disana, seorang pria berkemeja abu-abu dengan lengan tergulung hingga sesiku, turun dari sana. Ia melepas kacamata hitamnya lalu memandang berkeliling, menemukan seseorang ditengah keramaian stasiun.
Senyumnya tersungging begitu melihat sesosok wanita yang berdiri tak jauh darinya. Irene Arizawa, Wanita keturunan Inggris dan Jepang itu segera menutup koran pagi yang sedari tadi dibacanya lantas melambai, memanggilnya.
“ Apa sudah lama menunggu?” tanya Pria itu tanpa menatap begitu berdiri disampingnya. Jarak mereka tidak terlalu dekat, sekitar 1 meter terpisah. Tampak sekali kerahasiaan diantara mereka. Keduanya sengaja menggunakan bahasa korea agar tak ada seorang pun yang berniat menguping pembicaraan.
“ Hei, Kim Myungsoo. Kau sudah menemukannya?”
“ Ya. Tapi nihil.”
Wanita menaikkan alisnya, tampak bingung meski tak menoleh. “ Maksudmu?”
“ Dia kabur.”
Ia menoleh spontan, menatapnya terkejut. “ Mworago (Apa katamu)!?”
“ Ya,” jawab Myungsoo pendek. Ia memasukkan kedua tangannya ke saku celana lalu kembali berjalan melewati Irene begitu saja, tepat saat ia melewatinya, pria itu kembali berkata, “ Kita harus bicara. Empat mata.”
“ Kafe seperti biasanya, jam 8 malam…” lanjutnya kembali sebelum menghilang, berbaur ditengah kerumunan.
***
Alunan musik klasik menggema di seluruh ruangan kafe, terdengar sangat indah dan berkelas. Semua alat musik yang dimainkan, menghasilkan suara yang harmonis dan juga selaras, berbaur menjadi suatu irama musik yang menggambarkan keindahan. Pengunjung yang menikmati makan malam mereka pun ikut terbuai dengan alunan musiknya.
Myungsoo duduk tak jauh dari panggung, tempat dimana beberapa orang tersebut menghipnotis hampir seluruh penonton. Ia merapatkan topi hitam yang hampir menutupi separuh wajahnya sambil terus memperhatikan ke sekeliling. Memastikan bahwa tiada seorang pun yang menurutnya mencurigakan.
“ Mengapa ingin bertemu disini?”
Myungsoo menoleh. Melihat kearah wanita yang kini sudah duduk dihadapannya.
Irene, begitu ia biasa memanggilnya.
Wanita ini unik. Sangat unik, meski penampilannya persis seperti orang kantoran biasa, namun siapa sangka dia adalah mata-mata professional yang hebat dalam ilmu bela diri karate. Misi penyamarannya pun bisa diacungi jempol. Salah satu anggota terbaik yang dimiliki.
“ Kau tahu kan aku tidak suka ada tikus yang menguping…”
Wanita itu tersenyum tipis. “ Lalu, apa kau sudah memastikan itu disini?”
“ Tentu saja.”
Irena menyilangkan kakinya. Menatap tajam pria dihadapannya dari balik kacamatanya.
“ Jadi apa yang ingin kau katakan?”
Myungsoo meletakkan beberapa lembar foto di meja. Dengan seksama, Irene memandangi foto demi foto tersebut dengan mata terbuka lebar.
“ I-ini kan—“
Pria itu mengangguk. “ Benar. Ini rekaman CCTV dari apartement tempat orang itu menginap. Dia keluar dengan tergesa dan memegang erat lengannya. Kau pasti tahu apa yang terjadi dengannya, kan?”
“ Apa mereka sudah tahu keberadaan wanita itu?”
“ Ya.” Myungsoo mengangguk lagi lalu kembali menderetkan beberapa kertas di depan Irene.
“ Lihat paspor dan daftar penumpang pesawat tujuan Korea Selatan ini. Identitas ini adalah identitas milik Daniela Park, pemegang saham terbesar di Han Group. Sejak sekitar 6 bulan yang lalu keberadaannya tidak diketahui saat dia berlibur di Inggris. Namun secara ajaib, tepat di hari ketika wanita itu pergi dari apartemennya, dia menelepon asisten pribadinya dan meminta untuk mengirimkan uang kedalam rekeningnya untuk melakukan operasi plastik dan memutuskan pulang ke Korea secepatnya dari Jepang.” jelas Myungsoo.
Disandarkan punggunya pada kursi sambil berpikir keras, “ Kau mencium sesuatu yang aneh, kan? ” ujarnya kembali.
Wanita di depannya mendongak dan kemudian mengambil kertas berisi catatan deretan nama penumpang di depannya.
“ Kau berpikir ini ada kemungkinan penculikan? Begitu?”
“ Aku belum bisa memastikannya apakah ini penculikan atau tidak sebelum aku menemukan Daniela yang asli. Masih ada yang perlu kuselidiki lagi.”
"Apa ini bukan suatu kebetulan saja?” Irene berkata ragu. “ Kau tahu banyak bukti yang kurang kuat disini. Bagaimana bisa dia mendapatkan identitas Daniela itu?”
“ Menurut informasi dari hotel, sebelum menghilang Daniela sempat mengatakan bahwa temannya dari Korea akan datang menemuinya. Pada saat itulah dia terlihat untuk terakhir kalinya.”
Irene hanya diam mendengarkan. Untuk sesaat ia berpikir dengan sel otaknya. Logikanya mencoba mencari tahu kebenaran yang mungkin benar-benar terjadi dari kemungkinan-kemungikan yang baru saja didengarkannya.
Tak lama kemudian, ia kembali mendongak.
“ Masih ada yang membuatku ragu. Kau tahu kan, menyamar sebagai orang lain dalam keluarganya sendiri dapat dengan mudah terbongkar kapan saja. Kalau aku, lebih baik aku memutuskan untuk kabur lagi daripada pulang ke rumah.”
Myungsoo menarik senyum tipis. “ Kau memang teliti, Irene.” pujinya sambil merogoh tas hitam miliknya dan mengeluarkan sebuah file tebal dari sana. “ Tapi, semua itu bisa kau dapatkan dari sana.”
Untuk kesekian kalinya, Irena menuruti perkataan Myungsoo. Ia membuka halaman demi halaman file yang dijilid menjadi satu. Sesekali ia mengerutkan dahinya lalu kembali membaca beberapa data yang menarik baginya. Namun, dari ekspresi wajahnya, tak dapat dipungkiri, keraguan itu masih tetap ada.
“ Sudah ku katakan, kan. Tak mudah memerankan orang meskipun mereka kem—“
Seketika, tangan Irene berhenti untuk membaliknya lagi. Matanya terpaku pada satu muka halaman di depannya. Dibacanya berkali-kali hingga dirinya benar-benar mengerti dan bisa mengkaitkan semuanya di otaknya.
“ T-tunggu, ini semua—“
Perlahan ia mendongak, menatap Myungsoo yang tersenyum puas.
“ Bagaimana? Kau masih meragukanku lagi?” ucap pria itu bangga. Segera dibereskan semua kertas yang berceceran di meja dan memasukkan kembali kedalam tasnya. Begitu selesai, ia langsung berdiri dari duduknya.
“ Baiklah, Ayo terbang ke Seoul sekarang!” katanya semangat, siap untuk berburu.
*** To Be Continue***