CHAPTER 2 : Aconite Day
Title : Love Story in School
Author : Minami Maretha
Genre : AU, School Life, Soft Romance, Angst
Rated : General
Length : Chapter
Casts :
*Choi So Yeon – OC
*Ryu Nana – OC
*EXO’s Suho
*B.A.P’s Youngjae
*BTS’s Jungkook
Disclaimer : Minami Maretha © 2014. All casts of this fan fiction belong to themselves. But, this story is mine.
HAPPY READING!!!
Sudah hari Kamis. Itu berarti sudah tiga hari Nana menjadi bagian dari Asian Pasific International Senior High School. Dan hari ini gadis itu memutuskan untuk berkeliling sekolah, selagi belum ada jam pelajaran lagi.
Langkah kaki-kakinya menuju ruang studio musik. Ia membuka pintu dan sedikit terkejut saat ternyata sudah ada dua laki-laki–yang sepertinya satu tingkat dengannya–tengah asyik bercanda sambil sesekali memainkan alat musik yang masing-masing mereka pegang. Candaan keduanya otomatis terhenti melihat Nana yang berdiri mematung di pintu.
“Eunghh, boleh aku ikut bergabung?” tanya Nana hati-hati dan sedikit berharap bisa bergabung bersama dua pemuda ini.
“Silakan. Silakan.” Satu lelaki berambut hitam mempersilahkan Nana untuk masuk, sementara lelaki lain sibuk memainkan stik drum di tangannya.
Tanpa sungkan, gadis bermarga Ryu itu masuk dan langsung mengambil alat musik bass. Kening dua lelaki itu berkerut seketika.
“Kau bisa bermain bass?” tanya pemuda di balik alat musik drum.
“Ne, begitulah,” Nana menjawab sambil tersenyum. “Tidak keberatan ‘kan jika aku ikut serta dalam permainan musik kalian yang tadi sempat tertunda?”
Dua siswa laki-laki yang sepertinya masih satu tingkat dengan Nana itu saling pandang, namun salah satu dari mereka akhirnya mengangguk kepala.
“Geurrae, kita lanjutkan permainan yang tadi saja.” Laki-laki berambut hitam akhirnya bersuara. “Kau tahu lagu C.N.Blue – Love Light?”
Nana mengangguk lagi. “Ye, itu lagu favoritku.”
“Kalau begitu mainkan.”
Lagu milik band FNC Entertainment itu mulai mengalun. Nana yang notabene fans C.N.Blue tentu saja tahu nada-nada apa saja dalam lagu ini. Ditambah lagi sang gadis yang mahir dalam memainkan alat musik bass, bisa dipastikan Nana menikmati setiap alunan yang tercipta dari mereka bertiga.
“Akhh!” Lagu belum selesai, Nana menghentikan permainan bassnya. Ia merasakan perih yang amat sangat di jari tengahnya.
“Gwaechanayo?” siswa laki-laki yang tadi memainkan gitar langsung menghampiri Nana yang langsung tersenyum kaku–menahan sakit.
“Ti-Tidak apa-apa. Hanya sedikit terluka.” gadis itu berusaha meyakinkan bahwa ia baik-baik saja. Tapi tidak semudah itu. Mata sang lelaki bisa menangkap luka goresan di jari tengah Nana.
“Kau terluka.” Laki-laki yang belum pernah Nana kenal itu berkata lagi. “Min Hyuk-ah, kau punya plester?”
Pemuda lain yang dipanggil Min Hyuk mengangguk, lantas mengulurkan plester. “Mungkin ini akan sedikit membantu.”
Ada rasa enggan di hati Nana tatkala lelaki tampan di depannya menempelkan plester berwarna coklat pada jarinya. Tapi ia tidak bisa mengelak karena rasa sakit membuatnya tak berkutik.
Dan kini pandangan Nana tak beralih pada laki-laki berambut hitam ini. Nana tak berhenti mengagumi setiap lekuk wajah tampan di depannya. Oke, mungkin ini terdengar gila, tapi itulah yang ia rasakan.
“Selesai.” Ucapan sang pemuda membuat Nana tersentak dari lamunannya. Gadis itu tersenyum kikuk.
“Go-Gomawo.”
Senyum di bibir laki-laki itu mengembang. “Sama-sama. Lain kali berhati-hatilah.”
Nana mengangguk–entah sudah ke berapa kalinya–sambil bergumam tanda mengiyakan.
“Aku Youngjae. Yoo Youngjae. Kelas 10 Adonis.” Lelaki ini akhirnya memperkenalkan diri dan namanya Youngjae. “Dan dia Kang Min Hyuk. Satu tingkat dan satu asrama denganku, kau?”
Min Hyuk hanya tersenyum tipis saat Youngjae juga memperkenalkan dirinya. Dan lagi-lagi kepala Nana mengangguk.
“Ak-Aku Nana. Ryu Nana. Kelas 10 Cinnamon.” Baik Youngjae dan Min Hyuk sama-sama menganggukkan kepalanya.
“Aku lapar. Youngjae-ya, temani aku makan di Primrose Café mau tidak?” Suara Min Hyuk tiba-tiba terdengar membuat Youngjae dan Nana menoleh.
“Baiklah, kebetulan aku juga lapar,” sahut Youngjae dan kini pandangannya tertuju pada Nana. “Nana-ya, mau ikut bersama kami ke Primrose Café?
“Eum . . . Boleh. Geurrae, kajja kita ke sana.”
****
[Next Day]
Kelas Matematika hari ini sudah mulai. Tentu saja karena gurunya baru saja memasuki kelas. Beruntung karena ruangan kelas lumayan luas dan menampung seluruh siswa semua tingkat karena tahun ini kelas Matematika digabung.
“Selamat pagi. Saya Ahn Sung Mi dan saya guru Matematika kalian. Mungkin bagi kalian yang sudah menginjak kelas 11 dan 12 pasti tidak akan asing dengan saya, tapi saya memperkenalkan diri bagi semua siswa kelas 10. Kuucapkan selamat datang di Asia Pasific International High School.”
Sung Mi tampak menebar senyum ke seluruh penjuru kelas. “Baiklah sebagai permulaan, saya akan menulis beberapa soal. Bukan soal yang sulit, hanya soal teka-teki. Soal yang menuntut kalian bisa berpikir logis tanpa menghapus unsur matematika di dalamnya. Sekarang keluarkan buku dan alat tulis kalian.”
Semua siswa tampak menurut dan siap dengan masing-masing pulpen di tangan mereka. Bersiap untuk menulis soal yang akan diberikan guru perempuan mereka.
Latihan Soal 1, Jum’at 2 Agustus 2013
1. Menurutmu, samakah berat 1 ton baja dengan 1 ton kertas tisu? Jelaskan!
2. Orang eskimo tinggal di daerah Kutub, tapi mengapa mereka tidak bisa memburu penguin? Jelaskan!
3. Jika kalian terjebak di ruangan yang gelap, kalian diberi tiga pilihan untuk menyalakan sesuatu. Lilin, obor dan lentera. Sementara, kalian hanya mempunyai satu batang korek api, mana yang kalian akan nyalakan? Berikan alasannya!
4. Sebuah kereta uap berjalan ke arah Barat. Kemanakah arah asap yang dikeluarkan kereta tersebut?
5. Bulan apa yang hanya memiliki tanggal 29 dan tanggal tersebut hanya diperingati empat tahun sekali?
Sung Mi berbalik setelah mencatat soal di papan tulis. “Bagaimana? Mudah bukan?” Wanita tersebut meletakkan spidol di meja guru.
“Selesai menulis, langsung kerjakan di sini. Saya tunggu.”
****
[Next Day]
“Semuanya harap menuju sumber suara. Dan pastikan barang bawaan kalian tidak ada yang tertinggal di dalam bus.” Suara Kris–ketua asrama Adonis laki-laki terdengar nyaring begitu rombongan sekolah mereka sampai di tempat tujuan–Pantai Haeundae.
“Sudah lengkap semuanya? Pastikan teman satu asrama kalian ada di samping kalian.” Kris tampak memerintah lagi dan terlihat semua hoobaenya saling memeriksa teman satu asramanya masing-masing.
“Jika sudah selesai, simpan barang bawaan kalian di tenda yang sudah disiapkan. Satu tenda terdiri dari lima orang. Ingat! Tidak ada anak laki-laki yang satu tenda dengan anak perempuan begitu juga sebaliknya. Yang penting satu tenda lima orang, boleh berbeda asrama. Ada yang ingin ditanyakan?”
Hampir semua siswa dihadapan Kris menggelengkan kepalanya. “Geurrae, silakan pilih tenda kalian masing-masing. Tenda untuk siswa laki-laki di sebelah sana dan tenda untuk siswa perempuan sebelah sana. Masing-masing ketua asrama akan membimbing kalian. Selamat siang semuanya.”
****
[Night]
Para siswa laki-laki mulai mengumpulkan kayu bakar, sementara siswa perempuan mulai menyiapkan alat panggangan beserta bahan-bahan yang akan dibuat barbeque, sebagian lagi menata meja-meja, sisanya mendirikan tenda agar tidak kehujanan.
Api unggun mulai dinyalakan. “Semuanya harap kemari. Acara sebentar lagi akan segera dimulai,” Kris berujar sedikit keras dan tak lama semua murid datang mendekat.
“Duduk dan bentuk lingkaran mengelilingi api unggun.” Semua siswa menurut untuk duduk di atas pasir, tak terkecuali para ketua asrama.
“Baiklah acara dimulai dari perkenalan terlebih dulu. Saya sendiri Wu Yi Fan atau kalian bisa memanggilku Kris. Dan saya ketua asrama laki-laki Adonis.” Kris mengulum senyum di bibirnya dan tampak semua murid yang mengeliling api unggun mengangguk mengerti.
“Baiklah giliranmu, Hye Bi.” Kris mempersilahkan seorang gadis di sampingnya untuk memperkenalkan diri.
“Geurrae, Park Hye Bi imnida. Sebagian dari kalian mungkin tidak asing denganku karena aku ketua asrama Adonis perempuan. Salam kenal.” Hye Bi menatap satu per satu murid yang datang. Tidak semua murid bisa hadir, beberapa dari mereka ada kepentingan sendiri.
“Sekarang giliran Kyung Soo. Silahkan.” Hye Bi memundurkan beberapa langkahnya saat Kyung Soo maju ke depan.
“Namaku Do Kyung Soo, ketua asrama laki-laki Cinnamon. Siswa penghuni Cinnamon pasti tahu aku.” Kyung Soo menampilkan senyum terbaiknya pada seluruh siswa, terutama untuk seorang gadis berambut coklat yang juga tengah tersenyum padanya.
“Oke, giliranmu Meizhu-ya.” Mendengar namanya dipanggil, Meizhu maju beberapa langkah.
Meizhu tersenyum terlebih dahulu sebelum bersuara. “Wo shi Zheng Meizhu. Pasti kalian bisa menebaknya saya bukan dari Korea, tapi tenang saya bisa berbahasa Korea. Kalian bisa memanggilku Meizhu atau Mi Joo. Dan tahun ini saya menjabat sebagai ketua asrama perempuan Cinnamon. Senang berkenalan dengan kalian semua.”
“Tao, giliranmu sekarang.” Meizhu memanggil laki-laki di sampingnya untuk mengenalkan diri pada seluruh siswa.
“Sama seperti Meizhu, aku juga bukan dari Korea. Wo shi Huang Zi Tao dan aku ketua asrama laki-laki Lotus.” Tao tersenyum. “Giliranmu, Nona Jung.”
Ji Hyun mendelik sebal ke arah Tao tapi tak ayal tersenyum manis. “Joneun Jung Ji Hyun imnida, ketua asrama perempuan Lotus. Bangapseumnida.”
“Kau sekarang, Pendek,” bisik Ji Hyun sedikit meledek pemuda di sampingnya yang langsung melotot tajam.
“Habis ini kau mati, Sipit,” Suho berbisik tajam tepat di telinga Ji Hyun. Ya, semua ketua asrama tahu dua manusia itu tidak pernah akur. Tidak akan pernah keluar kata damai dari mulut mereka berdua. Entah karena apa mereka begitu. Musuh bebuyutan dari sekolah dasar. Itu kata keduanya.
“Joneun Kim Joon Myeon imnida. Kalian bisa memanggilku Suho. Aku ketua asrama laki-laki Primrose. Salam kenal semuanya.” Suho mundur seketika saat ketua asrama terakhir maju memperkenalkan dirinya.
“Dan terakhir aku, Shin Sung Hwa. Aku ketua asrama perempuan Primrose.” gadis berambut coklat kemerahan bernama Sung Hwa itu menarik sudut bibirnya membentuk senyuman manis.
“Baiklah, karena para ketua sudah memperkenalkan dirinya, sekarang para siswa mulai mengenalkan diri. Mulai dari kau.” Telunjuk Kris mengarah ke arah seorang gadis yang nyaris terjungkal karena kaget.
“Aku? Ah! Baiklah.” gadis yang ditunjuk Kris berdiri. “Choi Seul Ra imnida, kelas 11 Adonis. Bangapseumnida.” Seul Ra kembali duduk, berganti dengan gadis di sebelahnya yang akan memperkenalkan diri.
“Naneun Park Rin Young imnida kelas 12 Cinnamon.” Rin Young–nama gadis yang tengah memperkenalkan diri–tersenyum manis. Membuat seorang lelaki sedikit terhipnotis melihat senyuman itu.
Lagi-lagi tanpa aba-aba, seorang gadis di sebelah Rin Young berdiri dari tempat duduknya. “Aku Choi Hyu Ri, kelas 10 Primrose. Salam kenal semuanya.”
“Ryu Nana imnida, kelas 10 Cinnamon.” Nana berdiri dan memperkenalkan diri. Tepat setelah itu, lelaki di samping Nana memperkenalkan diri. Kim Jong In namanya. Setelah itu Song Soo Yoo, Oh Sehun, Jung Hye Woo, Kim Min Seok, Park Chan Yeol, Hwang Na Eun, Luhan, Jeon Jungkook, Zhang Yixing, Kim Jong Dae, Byun Baekhyun, Kang Rae Yoo, Lee Sin Yae dan Kang Min Hyuk. Sampai akhirnya acara perkenalan sampai ke seorang lelaki yang berdiri.
“Joneun Yoo Youngjae imnida kelas 10, Adonis. Salam kenal.” Youngjae beranjak kembali duduk dan terakhir seorang gadis manis berdiri.
“So Yeon. Choi So Yeon imnida, kelas 11 Primrose. Bangapseumnida.” Nana turut tersenyum sambil mengangguk saat So Yeon memperkenalkan dirinya, dan tanpa sengaja pandangan Nana bertumpu pada tatapan terpesona seorang lelaki di samping So Yeon. Sedari tadi manik mata Nana memperhatikan mereka berdua yang tampak sudah akrab. Mungkin ada kedekatan tersendiri.
“Geurrae, karena semuanya sudah memperkenalkan diri, kita mulai saja acara barbequenya. Tao, Kyung Soo, Suho siapkan alat panggangannya. Sedangkan untuk semua ketua perempuan, siapkan daging dan bahan lain. Semuanya bantu para ketua!” Kris memerintah lagi dan semua murid langsung sigap membantu.
****
Nana memperhatikan sekeliling. Sepertinya semua teman tampak saling berbau satu sama lain. Dan bisa dibilang hanya ia yang diam di sana sambil mengemut tulang sisa barbeque. Kebiasaan sang gadis dari kecil kalau sedang makan daging. Menurutnya tulang sangat enak untuk diemut seperti lolipop. Aneh? Ya memang tapi itulah kelakuan Nana yang sulit dihilangkan.
“Baiklah semuanya harap kemari.” Nana yang mendengar pengumuman itu langsung menoleh. Ternyata sang ketua asrama Adonis–Kris.
“Sambil makan daging barbeque bagaimana kalau ditambah sedikit hiburan?” Kris memposisikan gitar yang ia bawa di pangkuannya.
“Kalau begitu, bagaimana kalau ketua asrama perempuan Cinnamon menyanyi untuk kita?” Semua mata langsung menuju seseorang yang tengah minum–namun terhenti. Kening Meizhu langsung mengernyit dan seketika gadis ini langsung meluncurkan tatapan tajam ke arah Kris.
“Ayolah, Meizhu-ya semua ingin mendengar suaramu. Aku tahu suaramu bagus dan sudah banyak yang mengakui itu,” bujuk Kris dan semua orang di sana masih menunggu reaksi Meizhu.
Meizhu menyimpan gelas yang dipegangnya di meja terlebih dulu, ia mendengus keras-keras sambil terus menatap tajam Kris seolah-olah ingin membunuh lelaki tersebut detik ini juga. Lantas gadis ini berjalan ke depan dan duduk di samping Kris–setelah mengambil mic terlebih dahulu tadi.
Gadis berdarah China itu mengambil napas dalam-dalam sebelum ia mulai bernyanyi. Meizhu hanya berharap semoga yang mendengar suaranya tidak akan pingsan.
Sigyel bomyeo soksagineun bimildeul
ganjeolhan nae mamsok iyagi
jigeum nae moseubeul haechyeodo joha
nareul jae chokhamyeon halsurok joha
nae ireum bulleojwo
Son teumsaero bichineun nae mam deulkilkka duryeowo
gaseumi mak beokcha seoreowo
jogeumman kkok chamgo nal gidaryeojwo
neorang narangeun jigeum andwoeji
sigyereul deo bochaego sipjiman
nega itdeon mirae-e seo
nae ireumeul bulleojwo
Naega meonjeo yeotbogo on sigandeul
Neowa naega hamkkeyeosseotji
Narang norajuneun geudaega joha
Naega mureobomyeon geudaedo joha
Nae ireumi mwoya
Son teumsaero bichineun nae mam deuljkilkka duryeowo
Gaseumi mak beokcha sareowo
Jogeumman kkok chamgo nal gidaryeojwo
Neorang narangeun jigeum andwoeji
Sigyeoreul deo bochaego sipjiman
Nega itdeon mirae-eseo
Nae ireumeul bulleojwo
Nun kkambakhamyeon eoreuni doel geoeyo
Nal arabogetjyo geudaen gieokhagetjyo
Geurae gimyeohaetdeon ai
Son teumsaero bichineun ne moseub cham johda
Sonkkeuteuro dollimyeo sigyetbaneura dallyeobwa
Jogeumman deo ppalli narabwa
Du nuneul kkok gamgo mabeobeul geonda
Neorang narangeun jogeum namatji
Myeok nal myeoksiljin moreugetjiman
Nega isseul mirae-eseo
Hoksi naega hemandameyon
Neoreul arabol su itge
Nae ireumeul bulleojwo
[IU – You and I]
Tepuk tangan riuh langsung terdengar begitu Meizhu menyelesaikan nyanyiannya. Suara gadis ini memang terkenal bagus jadi jangan heran kalau Meizhu sering diundang untuk mengisi acara-acara.
“Baiklah selanjutnya yang akan bernyanyi kau.” Telunjuk Kris mengarah pada seorang gadis yang masih asyik mengemut tulang daging seolah-olah seperti permen yang tidak mau lepas dari mulutnya.
“Aku?”
“Iya kau siapa lagi? Tadi sepanjang acara bakar-bakar daging aku mendengarmu bernyanyi. Cepatlah kemari dan bernyanyi sebelum aku yang menyeretmu ke sini.” Terdengar seperti ancaman tapi bagi Nana memang seperti itu. Jadi ia mau tak mau melangkahkan kakinya ke depan lalu duduk di samping Kris.
Banyak pasang mata yang kini tengah menatap Nana dan itu membuat nyali gadis itu ciut. Semoga mereka yang tengah menyaksikan penampilan Nana malam ini membawa penyumbat telinga.
Geudaeraseo gaseumi ttwineungeollyo dareun sarameun andwaeyo
Hwabune muljudeut geudaeui sarangeun nal saragage haejuneungeollyo
Geudaeraseo naega useulsu itjyo dareun sarameun halsuga eobtjyo
Pokpungsoge nameun deungbul hanacheoreom geudaen naege gijeogieotjyo
Saranghae cheonbeoneul haedo tto haejugo sipeun mal
Nae simjangeul ttwige haejuneun mal
Geudaereul mannasseume naneun jeongmal haengbokhan saram
Nuneul tteumyeon kkumiljido mollayo jakku buranhaejineyo
Nae sarangingeollyo nae unmyeongingeollyo naneun geudael nochilsu eobtjyo
Saranghae cheonbeoneul haedo tto haejugo sipeun mal
Nae simjangeul ttwige haejuneun mal
Apeuji anke nal jikyeojuneun gomaun mal
Cham gamsahae jichin harue son jabajul sarami
Baro geudaeran saramingeollyo
Geudaereul mannasseume naneun jeongmal haengbokhan saram
Geudael jikilgeyo nan geudaereul mideoyo geudae saranghaeyo
Saranghae cheonbeoneul haedo tto haejugo sipeun mal
Seulpeun naldo oeropdeon naldo ijen eobseulgeoyeyo
Ojik naegen dan hansaram geudae
Baro nae ape inneun geudaega naege watjanhayo
Uri saranghagiro haeyo
[Co Ed School – I Love You A Thousand Times]
Nana tertegun saat ia lirik terakhir selesai dinyanyikan. Riuh tepuk tangan langsung menyambut indra pendengarannya, membuat gadis berambut coklat itu tersenyum malu-malu.
“Suaramu lumayan, Nana-ssi. Kalau begitu, aku menunjukmu untuk mengisi acara di malam Aconite besok,” Kris berujar enteng sambil tersenyum.
“MWOYA? Omona! Sunbae yang benar saja?” Oke dua kali gadis bermarga Ryu ini terkena serangan jantung. Tapi sepertinya ucapan kakak kelasnya itu sama sekali bukan gurauan.
“Geurrae, karena sudah malam sebaiknya kembali ke tenda masing-masing. Tapi sebelum itu bereskan semua peralatan ini dulu.” Kris berdiri dari tempat duduknya, meninggalkan Nana yang masih mematung. Harusnya ia tidak datang ke sini
****
[Next Day]
[Night]
Dress pink simple dengan dua tali penopang di bagian bahunya, rambut coklat yang dikuncir dua dan ikatannya sedikit menurun ke bawah, dan sepatu heels biru bertali-tali membuat penampilan Nana kali ini semakin cantik. Sebagai pemanis, satu jepit pita berwarna merah muda berukuran sedang disematkan di rambut kanannya.
Oke, butuh setengah jam Nana menata penampilannya. Itu karena gadis ini tidak terbiasa berpenampilan feminim seperti sekarang. Ia berharap tidak ada yang berkomentar aneh-aneh.
“Selamat Datang. Saya Kim Suho pembawa acara malam ini.” Dengan tuxedo hitamnya, Suho mulai menebar senyum pada seluruh siswa yang mulai datang satu per satu dari atas panggung.
“Baiklah silahkan masuk berpasangan. Mulai dari kalian.” Suho menunjuk Nana dan Youngjae yang berdiri berdampingan di depan pintu ballroom.
“Apa?” Sontak keduanya menoleh dan mengumamkan kata tadi bersamaan. Lagi kening mereka mengernyit berbarengan dan sama-sama tersenyum kikuk.
“Masuklah, aku akan menyusul di belakang,” ujar Youngjae pelan yang langsung disambut anggukkan Nana. Gadis bermarga Ryu itu perlahan melangkahkan kakinya memasuki ballroom yang mulai ramai didatangi satu per satu murid. Semua tampak cantik dengan dress pilihannya dan gagah dengan tuxedo.
Nana berhenti lalu menoleh ke belakang, Youngjae yang tepat di belakangnya langsung ikut berhenti. “Wae geurrae? Ada masalah?”
“Aniyo, hanya saja . . . .” Nana menggantungkan ucapannya sambil melihat penampilan berbeda lelaki ini dari atas sampai bawah. “Lupakan.”
Dahi Youngjae berkerut, walau sebenarnya ia penasaran mengapa Nana menatapnya seperti tadi tapi ia berusaha menahan rasa penasarannya itu.
“Baiklah, kau mulai aneh sekarang.”
“Terserah kau saja, aku ambil makanan dulu. Aku lapar.”
****
So Yeon memasuki area ballroom ragu. Ia melihat sekeliling. Masih belum ada yang sadar keberadaannya.
Syukurlah, semoga tidak ada yang melihatku seperti ini, batinnya sambil menghela napas lega. Tentu saja. Hei! Ini untuk pertama kalinya So Yeon berpenampilan seperti ini. Dress soft pink dengan tali pinggang dan heels berwarna senada. Gadis ini memang pecinta merah muda, jadi maklum saja.
Rambut panjang coklatnya dibuat sedikit curly, make up tipis membuat So Yeon tetap terlihat cantik. Matanya menatap ke sekeliling, semua tampak saling berbaur hanya dia yang diam di dekat pintu tanpa tahu seseorang memperhatikannya dengan seksama. Kagum mungkin.
“Hei, aku tidak pernah melihatmu, siapa namamu?” Suara seseorang bertanya membuat So Yeon menoleh. Ia mendengus begitu tahu siapa yang melempar pertanyaan itu.
“Bagus sekali pertanyaanmu itu, Suho-ya.” So Yeon melipat kedua tangannya di depan dada. “Kau tidak mengalami amnesia ‘kan selama menjadi MC acara ini?”
Suho–sosok yang dipanggil So Yeon–tertawa. “Tentu saja tidak, aku hanya memastikan penglihatanku masih bagus. Ternyata itu kau. Cantik juga.”
“Bilang saja aneh, tak perlu pakai memuji segala.” So Yeon memalingkan wajahnya ke arah lain. Pujian yang dilontarkan Suho menurutnya gurauan dan ia kebal dengan semua itu.
“Hei! Aku serius, kenapa kau jadi pemarah begini?” Tangan Suho langsung mengambil makanan yang lewat di depannya.
“YA! Itu makananku!” protes seseorang yang sadar makanannya diambil.
“Aku hanya mengambil satu, lagipula makanan yang kau bawa di nampan itu masih banyak.” Suho mengambil satu makanan kecil lagi lalu memakannnya.
“Aish, dasar Sunbae setengah normal!” gerutu sang gadis langsung melangkahkan kakinya meninggalkan Suho. Kalau tidak salah, gadis itu namanya Nana. Dan ia tengah berjalan menuju salah satu lelaki yang sudah menunggunya.
“Hei, So Yeon-ah mereka cocok . . . .” Ucapan Suho terhenti saat sosok di sampingnya sudah tidak ada lagi. Manik hitam Suho mulai berpencar ke segala arah dan menemukan sosok dengan gaun merah muda berjalan di area bibir pantai.
“Ck! Gadis itu.”
****
Mata Nana seketika berbinar melihat pemandangan di depannya. Semua makanan di hadapannya ini mengundang selera, kini ia bingung harus mengambil yang mana dulu.
Tangannya mengambil satu nampan berukuran besar lalu mulai menaruh beberapa makanan kecil di atasnya. Sesekali Nana menyuap makanan yang di tangannya ke dalam mulut. Di meja ini banyak makanan kesukaannya salah satunya chocolate cake berukuran mini ini.
Di sekitar bibir Nana mulai ternodai coklat dan gadis tersebut tidak peduli. Cara makan sang gadis yang seperti anak kecil membuat siapa saja yang melihatnya pasti akan tertawa. Tak terkecuali seorang lelaki yang berdiri tak jauh dari Nana sambil memegang minuman. Bahkan lelaki ini tak bisa menahan senyumnya melihat tingkah Nana.
“Hei kau!” Nana seketika menoleh saat merasa dirinya terpanggil, ia mengedikkan kepalanya imut.
“Aku?”
Lelaki berkulit putih memakai tuxedo hitam itu mengangguk. “Ne, kau. Banyak coklat di bibirmu.”
“Jinjja? Dimana?”
Telunjuk sang lelaki menunjuk dua sudut bibirnya sendiri, otomatis Nana mengusap sudut bibirnya sendiri.
“Sudah?”
Lelaki tersebut menggeleng, lantas ia berinisiatif membersihkan sudut bibir Nana yang masih ternoda coklat. Mata Nana sedikit membulat saat telunjuk lelaki ini menyapu lembut sudut bibirnya, seketika sang gadis lupa caranya bernapas.
Sang pemuda ikut tertegun, ia merasa terhipnotis oleh kecantikkan Nana. Bahkan ia belum menurunkan tangannya dari wajah gadis bermarga Ryu itu.
Nana mengalihkan pandangannya, membuat lelaki itu tersadar. “Maaf. Sudah bersih sekarang.”
“Ka-Kamsahamnida.”
“Tidak masalah. Lain kali makannya hati-hati.” Sudut bibir pemuda tersebut terangkat naik, membentuk senyuman manis. Teramat manis menurut Nana.
“Aku pergi dulu.” Nana masih belum sadar lelaki di hadapannya sudah pergi, ia masih berusaha mencerna dengan baik apa yang baru saja terjadi.
Matanya mengerjap karena dikagetkan dengan suara dentuman musik keras milik salah satu pengisi acara malam ini, dan baru tersadar dirinya masih berdiri mematung di depan stand makanan.
Ugh! Tak mungkin aku langsung menyukainya.
****
“Kau ini kenapa hmm? Keluar ballroom sendirian dengan pakaian minim seperti ini.” Suho menyampirkan jas hitamnya di bahu So Yeon yang berdiri diam menatap laut.
“Pakaian ini tak seberapa minim,” ralat So Yeon masih terus menatap gulungan ombak yang tak berhenti datang silih berganti.
“Tapi tetap saja terbuka dan angin malam sangat dingin, bagaimana kalau sepulang acara ini kau sakit?”
So Yeon mengernyit lantas tertawa pelan menatap Suho. “Hei, sejak kapan kau perhatian padaku?”
“Setiap gadis cantik butuh perhatian seorang lelaki tampan.”
“Kau pikir aku cantik?”
“Tentu saja. Apalagi dengan penampilanmu seperti ini.”
So Yeon melirik aneh Suho dan gadis ini tak bisa menahan diri untuk tersenyum. “Oke kau mulai membuatku takut sekarang.”
“Aku serius, So Yeon-ah. Kau pikir sifatku yang kadang sedikit gila ini tidak tahu kapan harus serius hmm?”
“Aku eum... percaya. Hanya sedikit ragu tadi.”
Kemudian hening. Hanya terdengar gulungan ombak, hembusan angin malam dan dentuman musik dari dalam ballroom.
“So Yeon-ah,” panggil Suho memecah kesunyian.
“Ne?”
“Kau punya cita-cita?”
So Yeon mengangguk. “Tentu saja. Cita-cita terpendam jadi penyanyi, terdengar biasa tapi itu cita-citaku.” Tangan gadis tersebut terlipat di depan dada. “Kau sendiri? Apa cita-citamu?”
“Dokter,” sahut Suho ringan sambil melonggarkan dasinya, So Yeon yang mendengar itu sedikit tertawa.
“Bukankah kau lemah dalam pelajaran Bahasa Inggris? Kenapa nekat mau jadi dokter?”
“Memang benar, tapi aku akan berusaha.”
So Yeon tersenyum meremehkan. “Aku tidak yakin kau bisa.”
Suho hanya tersenyum dan tiba-tiba sebuah ide terlintas di kepalanya. “Ayo kita taruhan. Kalau aku jadi dokter, kau––”
“Yak! Aish . . . Mana ada dokter yang Bahasa Inggrisnya tidak lancar? Ayo! Siapa takut! Aku yakin aku menang,” So Yeon berujar penuh percaya diri.
Lagi-lagi Suho tersenyum, kali ini senyumannya mengandung satu arti. “Oke, kalau begitu kalau aku menang kau harus . . . .” lelaki itu menghentikan ucapannya sejenak. “Menikah denganku.”
So Yeon terhenyak. Ucapan terakhir Suho terdengar pelan tapi masih bisa ditangkap oleh gadis ini, ia menoleh menatap Suho yang juga dengan tengah memandangnya sambil tersenyum.
“Apa?”
To Be Continued