CHAPTER 1 : Prologue
Seorang gadis yang berumur 20 tahun melangkahkan kaki yang memakai sneakers biru laut dengan corak bintang putihnya. Ia bergerak mendekat ke tas ranselnya yang berada di pojok ruangan yang dikelilingi kaca.
Sreeett… ia membuka resleting tas dan mengambil sebuah handuk kecil. Tentu saja untuk membasuh peluh yang mengalir di keningnya sehabis kegiatannya tadi. Kemudian ia sampirkan handuk itu di pundak kananya, tangannya mulai meraih sebuah botol minum di dalam tas dan langsung meneguknya. Tangan satunya kini sibuk merogoh sisi depan ranselnya.
Hap! Ia mengeluarkan tangan yang dari tadi sibuk mencari sesuatu dan kini ada ponsel putih di tangannya.
“Haaaah, percuma aku mengharapkan ia menghubungiku. Sebenarnya kekasihnya itu aku atau gitar eoh?”Gerutunya.
Ck! ia mendecak kesal mengingat betapa tak perduliannya kekasihnya itu. Ia memasukkan semua barang-barang yang tadi ia keluarkan ke dalam tas, memakai tasnya dan beranjak. Ia berjalan mendekati pintu.
Satu….
Dua…….
Tiga………..
Ceklek, ia membuka pintu.
“Omooo……”Teriaknya terkejut saat mendapati beberapa orang jatuh tersungkur di depan pintu.
“Eh… Annyeong Rakhel”Sapa salah satu dari mereka.
“APA YANG KALIAN LAKUKAN DISINI EOH? MENGINTIPKU LAGI?”Teriak gadis yang dipanggil Rakhel itu.
“An…ani… tadi sebenarnya kami juga ingin latihan dance. Benar kan?”Ucap seorang lagi.
“Iya, itu benar”
“I..iya i.ya”Setuju yang lain.
Gadis itu menghembuskan napas.
“Jangan coba-coba mengintipku latihan lagi atau kalian kuadukan ke Kepala Jurusan Seni Tari”Ancam gadis itu lalu ia berjalan.
Tapi, baru beberapa langkah ia berhenti dan berbalik.
“Satu lagi, namaku Park Ra Chel, Ra….chel dan bukan Ra…khel. Ingat itu”Ucapnya.
Lalu ia kini benar-benar meninggalkan beberapa lelaki yang masih menatap kearahnya dengan pandangan terpesona.
“Neoumu Yeoppo”Gumam salah satu lelaki.
“Tak salah ia mendapatkan julukan Sang Dewi Tari”Gumam yang lain.
“Tapi kenapa ia harus berkencan dengan lelaki seperti es itu? Bahkan dia kelihatan tak mencintai Ra Chel”Ucap yang satunya lagi.
“Entahlah, tapi mereka sama-sama populer. Kajja! Kita harus segera masuk kelas selanjutnya”Balas yang satunya”
Mereka yang terdiri dari 5 lelaki itu mulai meninggalkan tempat itu. Dimana terdapat pintu yang bertuliskan “Studio Tari”.
************
Gadis lainnya sedang duduk di kursi rias dengan bibir yang tampak melengkung kebawah karena kesal. Ia tak sendiri, ada seorang wanita mengenakan pakaian seperti Maid sedang menyisir rambut cokelatnya yang panjang.
“Puteri Ri, jangan terus cemberut seperti itu”Ucap Wanita itu.
“Bagaimana aku tak cemberut jika hari ini aku DIPAKSA bertemu dengan orang yang akan dijodohkan denganku”Jawab gadis yang dipanggil Puteri Ri.
Ia meremas gaun Puterinya dengan amat kesal sampai tersisa bercak kekusutan hasil kharyanya.
“Sabar Puteri, mungkin memang ini yang terbaik. Mengingat Raja tidak mempunyai anak laki-laki yang bisa menggantikannya menjadi Raja”Balas Wanita itu yang kini sudah duduk bersimpuh dihadapan sang Puteri yang kini menghadapnya.
Tes… satu titik air mata mengalir dari mata indahnya.
“Tapi aku tak mau menikah dengan orang yang bukan pilihanku dan tidak aku cintai. Siapa itu Pangeran Ed yang bahkan belum pernah bertemu denganku”Ucapnya sedih.
“Saya ralat Puteri, bukan tidak tapi belum kau cintai. Maka dari itu diadakan jamuan makan malam yang akan mempertemukanmu dengan Pangeran. Kudengar Pangeran Ed itu tampan dan romantis. Jadi, sebagai Dayang pribadimu, saya sedih jika Puteri harus sedih seperti ini. Semangatlah. Ini demi kebaikan Kerajaan Anyelir, Puteri”Jawab Dayang itu.
“Ah, sudahlah. Sebaiknya aku bermain pedang saja untuk menghilangkan rasa kesalku”Balas Puteri Ri lalu berdiri.
“Tapi Puteri?”
“Makan malam juga masih 3 jam lagi. Masih lama. Sudahlah”Jawab Puteri Ri lalu meninggalkan kamarnya.
Dayang itu hanya bisa menggelengkan kepala.
Puteri Ri berjalan menyusuri anak tangga. Beberapa pengawal yang berjaga dan Dayang istana yang memberi hormat padanya. Ia berjalan dengan sedemikian risihnya karena harus menggunakan sepatu kaca berwarna pink. Oh tidak! Itu sama sekali bukan gaya seorang Puteri Ri yang lebih menyukai Boots atau ankle boots.
Ia keluar istana dan berjalan kearah kiri istana. Dari tempatnya, sudah terlihat sebuah bangunan sedang dengan dua pintu yang berjajar. Ia berjalan mendekati salah satu pintu itu. Hingga kakinya berhenti di tepat di salah satu pintu berwarna cokelat. Ia segera memegang kenop pintu hendak membuka. Namun, entah kenapa suara hatinya menyuruhnya untuk memandang pintu sebelahnya yang berwarna biru dongker.
Kenapa Ayah selalu melarangku memasuki ruangan itu? Apa termasuk salah satu ruangan Pribadinya? Tapi aku tak pernah melihatnya kemari. Batin Puteri Ri.
Tapi kemudian ia mengangkat kedua bahunya dan membuka pintu yang ada dihadapannya dan masuk ke dalam. Di dalam, terdapat banyak sekali barang-barangnya. Dari alat memanah, sepatu-sepatu boots, perlengkapan berburu, dan beberapa pedang. Apakah itu semua barang-barang seorang Puteri?