CHAPTER 1 : Oneshoot - Not Just A Fan
NOT JUST A FAN
Oneshoot (3700+) | Surealism, School, Slight! Horror Slight! Phsyco | PG-13
Note : Hanya fiktif, segala perilaku yang buruk jangan ditiru. Cast milik Tuhan dan yang berhak. Cerita dan poster hanya milik saya
Summary : Aku berteriak untuknya, juga merampas untuknya
Just a fan?
.
No
.
She’s more
.
More than fan
.
More
“Jadi kau bisa menjelaskan benda apa ini?”
Sohyun tercengang hebat. “Jadi itu nyata?”
Suara riuh remaja wanita membendung udara yang mengalir siang itu. Berpuluh-puluh siswi yang hampir seluruhnya remaja wanita menyesaki halaman sebuah stasiun televisi swasta. Di tangan mereka kertas warna-warni dengan tulisan nama idola dan kata-kata mutiara mereka menggelayut manja sambil sesekali mereka rentangkan bersama-sama. “Apple Head! Apple Head! Apple Head!”teriak mereka berirama.
Si empu, lima orang pria, ah bukan mereka masih remaja, diantaranya Kim Junmyeon pemimpin mereka, Byun Baekhyun, Kim Jongin, Oh Sehun, dan Xiao Luhan malaikat yang dilahirkan di China, itu kata mereka. Melangkah menaiki tangga menuju gedung stasiun tv. Mereka semua melambai pada riuh siswa remaja itu, terkadang mereka juga membentuk love sign hingga fans mereka hampir ambruk.
Ditengah kerumunan itu, Sohyun ikut ambil bagian. Kali ini setelah pelajaran terakhir selesai ia langsung bergegas menuju gedung tv swasta, padahal saat itu a harus berlatih piano dengan gurunya. Ah, Apple Head lebih menyenangkan. Ia masih mengenakan seragam, di angkatnya sebuah kertas yang bertuliskan “Apple Head will take the Lead” motto idola mereka. Sesekali ia berjingkat agar sang idola melihatnya sekilas. “yya, aku tak melihat Kim Jongin.” Seru seseorang disamping Sohyun. Sohyun sontak menoleh, gadis dengan rambut keriting itu tak lagi mengangkat spanduknya. Ia sibuk dengan ponselnya. Mencari sesuatu rupanya. “Disini ditulis mereka akan tampil berlima, tapi aku hanya melihat empat.” Katanya lagi pada seseorang yang ada disamping, si teman hanya mengangguk setuju.
Sohyun mengelap keringatnya sebelum ikut bagian dalam perkumpulan itu. Setelah gadis berambut keriting itu berkoar tentang tidak adanya Jongin, disekelilingnya mulai terbentuk lingkaran. “Ada apa?” “Mengapa dia tidak datang?” bisik mereka. “Apa yang sebenarnya terjadi?” sergah Sohyun pada Soyeon teman sekelasnya. “Aku tidak tahu.”
.
Setelah berembuk mencari siasat akhirnya sebagian dari mereka masuk ke studio siaran, sisanya lagi mencari tahu apa yang terjadi. Jangan heran jika fans di negara itu sangat protektif. Apapun akan mereka lakukan demi sang idola, bahkan pun mereka rela menghabiskan uang sakunya hanya untuk membeli beberapa album idola, semua itu untuk siapa. Setelah menimang-nimang, akhirnya Sohyun mengambil keputusan. “Aku akan ikut ke studio.” Lalu mereka berdua berjalan beriringan menuju lokasi siaran.
.
Beberapa grup telah menunjukkan penampilannya diantaranya Router Mario –grup yang baru memulai debutnya satu bulan yang lalu menyanyikan lagu mereka ‘There’s No Different’, grup wanita Aloha yang menyanyikan lagu baru mereka yang berjudul ‘Aloha’ juga, lalu disusul penampilan duo legendaries Beat The Vol yang menyanyikan lagu ‘The Rapper’ lagu paling diminati beberapa minggu ini, setelah itu disusul beberapa nama terkenal lainnya. Hampir penghujung acara Apple Head tak memperlihatkan batang hidungnya. Di barisan paling depan, segerombolan gadis-gadis dengan seragam sekolah yang masih melekat merasa khawatir. Memang idola mereka akhir-akhir ini tengah naik daun karena comeback mereka, sehingga mereka harus rela menunggu hingga show hampir habis untuk meunggu idolanya tampil. Tetapi kali ini tersisa hanya dua penampilan lagi, satu diantaranya adalah grup senior ‘BORN’ yang akan tampil, penampil selanjutnya masih dirahasiakan.
Apa itu Apple Head?
Mungkin bukan
Atau mungkin iya
Akhirnya yang ditunggupun datang. Apple Head memasuki panggung dengan sedikit terburu-buru. Mereka menempati posisi masing-masing. Baekhyun dan Junmyeon disisi kiri, Luhan serta Sehun disisi kanan, serta Jongin berada di tengah. Tunggu. Bukan, Sehun lah yang ada di tengah. Eh? Apa maksudmu? Itu bukan posisinya dan sekarang Jongin belum ada di posisinya. “Jadi dia tidak datang?” bisik Soyeon ditelinga Sohyun, ia menurunkan banner nya dengan sedikit kecewa. Setelah lampu benar-benar dipadamkan, dengungan-dengungan yang berasal dari deretan Sohyun semakin memuncak. Yang mereka debatkan sama, dimana Jongin berada?
“Aku tak suka gelap Soyeon-a” pekik Sohyun. Ia menggandeng siku Soyeon erat, ditariknya tubuh ramping itu mendekat. Soyeon hanya merintih kecil karena Sohyun yang menariknya terlalu keras. Selepas itu mereka bergandengan tangan. Dingin.. “Soyeon-a tanganmu dingin sekali.” Komentar Sohyun tatkala mendapati tangan karib nya itu terasa dingin seperti logam, ah iya itu memang logam.
Lampu tiba-tiba menerang, awalnya remang-remang sebelum akhirnya terang secara normal. Sohyun hampir berteriak saat menyadari tangan Soyeon berubah menjadi kenop pintu, juga tubuhnya yang berubah seperti daun pintu. Ah bukan, rasa-rasanya dia bukan Soyeon, dia memang pintu.
Sejenak Sohyun menanggalkan teriakannya dalam tenggorokan. Ditariknya kenop itu hingga ruangan dibelakangnya menampakkan diri. Ruangan yang penuh dengan kosmetik, cermin dengan lampu-lampu yang menyala terang ditepinya juga beberapa kostum yang rapi tergantung di sebuah lemari kaca menyapa indra penglihatnya. “Ini aneh.”
Sayup-sayup terdengar derap kaki yang melaju mendekati ruangan yang kali ini Sohyun pijak. Karena ia sudah terlanjur berada di ruangan itu, ia memutuskan untuk bersembunyi. Lemari dengan tumpukan kostum itu menjadi pilihannya. Ia menutupi seluruh tubuhnya dengan kostum, kali ini ia sungguh beruntung memiliki tubuh kecil dan kurus. Persembunyiannya berhasil.
“Cepat kemari. Kalian harus cepat-cepat didandani.” Seru seorang wanita dengan langkah terburu-buru. Sepertinya ia diikuti beberapa orang sehingga langkah kakinya terlihat sangat sering. “Baiklah.” Salah satu orang yang mengikutinya sepertinya menjawab. Beberapa sekon kemudian daun pintu itu berderit dan terbuka, menampilkan beberapa sosok manusia yang sedang terburu-buru. “Kau, kau, kau, kau dan kau duduk disana. Dan Jongin kau disini.” Pinta wanita itu lagi. Tunggu sebentar, Jongin? Apa Sohyun tak salah dengar? Ia menyibak beberapa anak rambutnya yang tergurai menutupi telinga. Di dengarnya suara itu lagi, namun wanita itu tak bersuara lagi. Hanya beberapa dentingan kosmetik yang berbenturan sesekali terdengar. “Aku harus melihatnya.” Akhirnya Sohyun tak sabar, disibaknya kostum biru beludru yang menutupi wajahnya. Lamat-lamat sosok laki-laki ditangkap oleh penglihatnya. Kulitnya agak hitam “Astaga Kim jongin.” Sohyun hampir berteriak, buru-buru ia menutup mulutnya dan menyibak kostum biru beludru itu lagi. Si pria berkulit hitam itu celingukan, merasa ada seseorang yang menyebutkan namanya. “Apa kau dengar?”
Beberapa menit kemudian, beberapa orang itu meninggalkan kursinya. Beberapa kali pintu berderit dan ruangan menjadi sangat sepi. Tunggu sebentar, ada yang menerima telepon. “Yeoboseyo.” Itu suara berat milik Jongin.
“…”
“Benarkah?”
“…”
“Suruh dia masuk.”
“…”
“Iya. Benar-benar tak masalah.”
Lalu bunyi tut panjang terdengar. Beberapa kali Jongin menekan-nekan tombol yang ada di ponselnya, beberapa tawa kecil sesekali juga terdengar.
Lalu beberapa menit kemudian, pintu berderit dan terbuka lagi. “Oppa Oppa Oppa…” seru seseorang itu yang ternyata seorang gadis. Alih-alih penasaran, Sohyun menyibak kostum biru beludru itu lagi. Menampakkan seorang gadis yang memakai seragam yang mirip dengan miliknya, membawa beberapa tas yang sepertinya penuh dengan beberapa barang. “Oppa, aku datang sebagai perwakilan fansclub. Minum ini sebelum kau tampil.” Gadis itu berujar sambil menyerahkan tas kecil berisi beberapa botol kecil vitamin.
“Benarkah? Apa member lain juga dapat?”
“Tidak hanya Oppa.” Tawa renyah Jongin kemudian membendung udara. Ia meminum satu botol vitamin itu dengan satu tegukan. Ia meraba tenggorokannya, “Sangat segar. Aku akan sangat bertenaga.” Namun tawa Jongin tak lagi renyah. Ia meraba tenggorokannya lagi, kali ini bukan rasa segar yang ia rasakan, tetapi sesuatu yang terasa membendung jalan nafasnya. Ia seperti tercekik. Mata Sohyun membulat sempurna, yang ia kagetkan si gadis itu tak bergerak sama sekali. Melihat Jongin yang kesakitan, ia malah… malah… menyeringai.
“Apakah vitamin itu membuatmu segar, Oppa?”
.
Sohyun jatuh terjungkal tatkala mata gadis itu hampir mempergokinya. Ia menutup mata, sebagian dari tubuhnya limbung. Akhirnya, ia tersungkur.
“Sohyun.”
“Sohyun. Kau tak apa?” Mata Sohyun lalu terbuka. Samar-samar ia bisa melihat wajah Soyeon agak khawatir. Sohyun lalu berdiri, membenarkan letak tubuhnya. “Tadi, apa yang terjadi denganku?” Mendengarkan pertanyaan Sohyun yang agak janggal, Soyeon mengernyit. “Tadi kau terpejam seperti tertidur lalu kau, jatuh.”
“Sasaeng.. Sasaeng.” Lalu lampu panggung benar-benar menyala. Alunan music mulai mengiang dan Apple Head memimpin suasana.
.
Malamnya, mata Sohyun terasa jengah memandang halaman-halaman buku tugasnya yang terlampau banyak untuk dikerjakan. Ia menutup bukunya lalu terdiam. Lampu kamarnya sudah mati sejak beberapa menit yang lalu, kini ia terdiam dan benar-benar diam. “Kejadian hari ini sangat aneh.”
Ia memperagakan bagaimana ia membuka pintu lalu bersembunyi di lemari kostum. Menggaruk kepala, ia sangat sangsi akan peristiwa ini. Ia yakin benar saat itu ia sedang berada di studio televisi bersama Soyeon, bahkan ia menggenggam tanganya. Tetapi tangannya berubah dingin lalu Sohyun berpindah. Siapa yang bisa menjelaskannya?
Sohyun menyisir rambutnya pelan, sesuatu tertinggal di tanganya. “Bulu biru?”
.
Pagi itu ia berjalan santai menuju sekolahnya. Tinggal satu blok saja maka gedung sekolahnya terlihat. Ia masih menyimpan bulu biru yang tidak sengaja tersangkut dirambutnya. Ia rasa bulu itu adalah salah satu hiasan yang melekat pada kostum di lemari itu. Jadi peristiwa itu nyata. Ah, sepertinya bukan, ia sangat yakin saat itu ia berada di studio siaran.
“Kenapa satu blok terasa jauh sekali.” Ia memegangi perutnya yang mulai terasa lapar. Memang hari ini ia berangkat lebih pagi, jadi ia tak sempat memakan roti mentega sarapannya. Kini ia harus merasakan akibatnya. Berjalan sendirian dengan perut kelaparan di pagi buta.
Mobil dengan cat merah melintas didepan Sohyun, agak terburu-buru. Setelah tiba diujung jalan, mobil itu berhenti. Sohyun terkesiap, jarang sekali ia melihat mobil semewah itu melintasi blok sekolahnya. Biasanya ia hanya menjumpai mobil-mobil seperti itu di dekat satasiun tv atau di jalan-jalan besar Seoul. Beberapa penumpangnya turun, seseorang yang bermuka sangar keluar dengan wajah penuh amarah. Satunya lagi, seseorang berambut keriting keluar dengan raut wajah yang sama. Di tangan kirinya, Sohyun bisa melihat sebuah belati kecil yang mengkilat diterpa cahaya pagi. Yang lebih terkejutnya lagi, lelaki berambut keriting itu menyeret seseorang berambut cokelat. Postur tubuhnya agak lebih kecil dari dua orang tadi, namun kulitnya lebih cerah. Dari cara seorang itu menyeretnya sepertinya orang yang berpostur lebih pendek itu mempunyai banyak kesalahan. Sambil mengacungkan belatinya, ia menjambak rambut seseorang yang bertubuh kecil itu. Ia mengerang “Hentikan.” Seseorang bertubuh kecil itu mencoba membela diri. Orang yang berambut keriting itu malah terbahak, dibantu dengan temannya ia menghantamkan tubuh orang bertubuh kecil itu ke mobil. Ia berteriak lalu belati kecil itu bersarang di perutnya. Seseorang yang bertubuh kecil itu lagi-lagi mengerang, ia menggeleng kesana-kemari menahan rasa sakit. “Astaga Baekhyun!” Sohyun menjerit.
.
Tepukan seseorang dipundaknya membuat Sohyun terkesiap. Ia memandang seseorang itu. Nam Bora, teman sekelasnya tampak bingung melihat Sohyun yang sedikit acak-acakan. “Kau tak mau masuk?” ia menunjuk ruang kelas yang ada didepannya dengan pandangan mata. Lalu tanpa menunggu Sohyun melangkah, ia melenggang menuju ruang kelas sendirian. Sohyun terlihat sangat bingung. Jari nya menunjuk-nunjuk kelas dengan sangsi “Ini aneh.”
Pelajaran Sejarah kali ini terasa lebih cepat dari biasanya. Pelajaran mengenai bagaimana Dinasti Joseon mengalami kejayaan dan kemunduran sebenarnya adalah materi yang paling menarik yang perlu disimak, namun di kepala Sohyun hanya rentetan peristiwa tadi pagi yang memenuhinya. Ia membayangkan bagaimana dua orang itu menjambak seseorang dan menusukkan belati di perutnya. Dan bagaimana seseorang itu menjerit dan kesakitan. Dan bagaimana seseorang itu bisa memiripkan wajahnya dengan Byun Baekhyun, main vocal Apple Head yang dikenalnya. Itu adalah peristiwa sangsi yang dialaminya.
“Sohyun-a, hari ini kau mau ikut kami?” Soyeon menghampiri Sohyun. Disampingnya Jina dan Song Hi tampak antusias. Mereka juga pengagum Apple Head, jadi kau tak perlu tanya lagi untuk apa mereka menghampiri Sohyun. “Kali ini dimana?” tanya Sohyun sembari memasukkan beberapa bukunya ke dalam tas. “Sepertinya di LNC tv. Aku rasa mereka juga membagikan beberapa foto secara gratis. Kau tak mau ikut Sohyun-a?”
Hampir Sohyun meng-iyakan ajakan Soyeon sebelum ia mendapati ada sebuah benda janggal yang ada di dalam tasnya. Matanya mebulat, belati kecil yang ia lihat tadi pagi tiba-tiba terselip diantara buku-buku yang ada di tas nya. Ia mendorong belati itu agak dalam, agar ketiga orang yang beridiri di hadapannya itu tak merasa keterkejutan yang sama atau bahkan melebihi Sohyun. “Kurasa tidak. Hari ini aku ada les piano.” Sohyun coba beralasan. Jina yang mengetahui jadwal piano Sohyun dengan baik, menggeleng. “Tidak. Seharusnya kau datang di hari Sabtu. Ini masih hari Rabu.”
“Tidak. Guru Cha menghubungiku tadi pagi. Aku harus datang.” Setelah mendengar alasan Sohyun, ketiga siswi itu lalu pergi. Mereka memang mengidolakan seseorang, tetapi urusan pribadi jauh melebihi segalanya, setidaknya itu prinsip mereka.
Sohyun yang masih tak bisa menjelaskan keterkejutannya. Mengambil belati itu lagi, beberapa kali ia menggeleng. “Tidak. Ini bukan yang tadi pagi.” Namun semakin terkejutnya ia saat melihat permukaan belati itu yang terlapisi darah kering. Meskipun tak banyak setidaknya ada beberapa noda yang mampu menjelaskan pada pelihatnya bahwa itu noda darah. Sohyun meneguk ludah. Napasnya terasa sesak. “Peristiwa itu tak seperti nyata. Lalu ini Apa?”
.
Setelah makan semangkuk nasi dan kimchi lobak, Sohyun bergegas meninggalkan sekolah. Disana-sini masih terlihat beberapa siswa yang masih sibuk dengan urusannya masing-masing. Termasuk juga Sohyun, ia juga sibuk memikirkan urusannya sendiri. Ia berniat untuk mengunjungi jalan itu lagi, berharap dapat menemukan jejak meskipun cuma bekas ban mobil.
Ia berjalan sekitar satu kilometer, namun jalan itu. Jalan yang ia lewati tadi pagi tak terlihat juga. Seingatnya, saat itu ia sedang berjalan sekitar satu blok dari sekolah, dan itu tak sampai satu kilometer. Ia terus berjalan, menyusuri beberapa belokan itu tanpa ada tanda-tanda sebuah jalan dengan tembok di ujung jalan. Ya Tuhan! Ia baru menyadari, tidak ada ujung jalan yang seperti itu. Rutenya menuju sekolah sama sekali tak ada ujung jalan, hanya beberapa belokan yang masih tersambung dengan jalan yang lain. Tidak ada tembok ujung jalan disini, tidak ada jalan buntu.
Lalu dimana?
.
Setelah menyadari hal yang seharusnya Sohyun sadari lebih awal, ia lebih memilih berbalik arah. Ia berlari, semakin kencang dan kencang. “Aku tak ingin tersesat lagi.”
Ia terus berlari hingga gedung ber cat abu-abu itu menampakkan diri. “PIANO ART” tertulis besar diatasnya. Saat Sohyun berjalan mendekat, pintu kaca gedung itu terbuka secara otomatis. Setelah memasukinya Sohyun berjalan normal. Ia sedikit sesak mengatur napasnya yang naik turun, berlari sejauh 2 km tanpa henti bukanlah pilihan yang baik bagi seorang gadis yang tak menyukai olah raga. Lalu ia berjalan menuju lift disamping pintu utama.
Ia menekan sebuah tombol, namun pintu tak kunjung terbuka. Sohyun menekannya lagi beberapa kali, namun nihil, tak ada reaksi. Matanya menangkap gambar anak tangga disamping lift. “Assa! Naik tangga darurat.”
Menaiki anak tangga satu persatu hingga ia tiba di lantai dua, yang seharsnya adalah kelas pianonya. Ia menggeser pintu disamping tangga itu. Dilemparnya tas sekolahnya sembarangan, bunyi bum keras lalu meyadarkannya. “Hmm. Lantainya kayu.”
Sejak kapan ia memiliki kelas piano dengan lantai kayu? Bukannya lantai marmer biasa?
Juga, mana ada kelas piano yang memiliki kaca besar khas ruang latihan menari?
Sohyun melihat bayangannya sekilas. Ia kembali bingung, ditatapnya pintu dimana ia masuk untuk pertama kali. Ia tak salah, ia sering menaiki tangga darurat lalu dengan asal menggeser pintu yang ada di sebelah tangga itu, tetapi ia tak pernah salah. Tak seperti saat ini, biasanya piano YAMAHA hitamnya selalu menyambut dengan ramah, juga gurunya yang rajin melantunkan nada-nada indah disampingnya. Hari ini tidak ada, piano, gurunya dan hari-hari menyenagkannya.
Derapan kaki membawa Sohyun kembali ke alam nyata. Karena yakin peristiwa ini akan terjadi hampir sama dengan yang lalu-lalu . ia bersembunyi. Kali ini di belakang beberapa speaker-speaker besar seukuran tinggi badannya. Ia berjongkok, sebisa mungkin menyembunyikan diri. “Tidak lagi.”
Suara derapan itu semakin keras hingga pintu itu tiba-tiba bergeser. Beberapa orang, sepertinya ada tiga memasuki ruangan dengan agak lesu. Sohyun bisa mendengar orang-orang itu terbatuk pelan, mendengar suara laki-laki mata Sohyun terpejam. Menyimak. “Astaga! Oh Sehun.”
Sohyun dengan sekuat tenaga mencoba mengintip dari celah speaker di depannya. Lamat-lamat sosok lelaki yang ia tebak Oh Sehun itu terlihat. Rambutnya terlihat pirang dengan potongan lebih tipis di sisi-sisi sampingnya. Orang itu terlihat menggerak-gerakkan kakinya untuk peregangan. “Apa kau yakin hari ini kita akan berlatih dengan tenang?” seorang disampinganya bertanya dengan nada lemas. Sohyun juga hampir mengucapkan astaga-nya. Dia Junmyeon, pemimpin Apple Head.
Ditanya, Sehun tak merespon. Ia tetap melakukan peregangan. Malah, ia menjauhi Junmyeon. Ia beralih menuju dinding. Ia mengangkat satu kakinya, ia tumpukan pada dinding. Peregangan kaki. “Hyung, peristiwa Jongin dan Baekhyun tak boleh mengganggu latihan kita.” Sahut suara orang yang berbeda lagi. Apa kau berani bertaruh bahwa Sohyun sudah mengatakan astaga-nya yang ke-empat? Itu Luhan, malaikat keturunan China Apple Head.
Ah, bukan. Bukan Luhan saja yang membuat Sohyun mengucapkan astaga-nya yang ke-empat. Tetapi kata-kata Luhan lah yang membuat gadis itu hampir berteriak. Luhan mengatakan “Hyung, peristiwa Jongin dan Baekhyun tak boleh mengganggu latihan kita.” Ada apa dengan Jongin dan Baekhyun?
Getar ponselnya hampir mencuri astaga Sohyun yang kelima. Ia merogoh sakunya, ponselnya berkedip dua kali. ‘1 Pesan Belum Dibaca’. Ia menekan tombol berwarna merah bergambar amplop di bawah tulisan itu. Nama ‘Soyeon’ tercetak di kolom pengirim. “Astaga!” kali ini astaga-nya benar-benar tercuri. Matanya membulat semakin lebar “Sohyun-a, Kau tak tahu bagaimana sedihnya aku. Baekhyun tak datang dalam siaran.”
“Tunggu Hyung, ini tas siapa?”
.
Entah bagaimana caranya Sohyun bisa pulang ke rumahnya sendiri. Ia sedang berbaring di ranjangnya. Tidur dengan posisi tengkurap, seragamnya masih melekat. Kaokan burung membangunkannya, sore hari. Ia mengucek matanya. Tak perlu ditanya lagi, ada beribu pertanyaan yang hinggap di kepalanya. “Astaga!” ia bangkit. Melihat sepatunya yang masih melekat serta seragam yang masih rapi, Sohyun patut curiga. Bagaimana ia bisa tidur nyenyak diatas ranjang sedangkan sepuluh menit yang lalu ia berada di tempat les pianonya, ah bukan itu ruang latihan. Ruang latihan Apple Head, idolanya.
Ternyata, ia masih menggenggam ponselnya. Kebetulan. Ia memeriksa ‘Kotak Masuk’ pesan. Dan benar, pesan dari Soyeon yang mengabarkan ketidak hadiran Baekhyun sudah ada disana. Sudah terbaca? Jadi benar bahwa Sohyun membacanya saat ada di ruang latihan itu?
“Sohyunie, cepat turun dan makan malam. Kau tampak tergesa sejak pulang sekolah tadi..” seru ibunya di depan pintu. “Iya aku akan turun.” Ia berjalan mendekati pintu. Dan tas sekolahnya, sudah tergantung rapi seperti biasa.
.
Suara sirine polisi dan ambulans terdengar sahut-sahutan memekakkan telinga. Di depannya sebuah jurang dengan pembatas besi yang telah rusak menganga mengerikan. Beberapa polisi tampak sibuk berkoar-koar pada rekan dan pembantunya. Sisanya lagi sibuk menelpon, dan entah menelpon siapa. Mobil ambulans sudah siaga, tetapi dalamnya masih kosong. Alat medis juga masih terlihat baru. Belum terpakai.
Sohyun mendekat, ia masih mengenakan sepatu kets dan seragam yang sama. Ia melewati beberapa ambulans dan mobil polisi. Semakin dekat menuju jurang itu. Orang-orang disekelilingnya tampak sangsi. Mana mungkin ada siswi yang tersasar di tempat seperti ini. Sohyun memberanikan diri menengok ke bawah jurang itu, sangat dalam. Dirinya atau bahkan orang lain tak sanggup menjamin bahwa orang yang jatuh ke jurang itu akan selamat, atau bahkan kritis sekalipun. “Emm, permisi. Boleh aku tahu, ada peristiwa apa disini?”
Seorang bertubuh gemuk dengan seragam polisi menoleh. Ia mendengar pertanyaan Sohyun yang terlihat lemah. “Ada seseorang yang sedang mengemudi, ah bukan tetapi dua orang. Dan mereka menerjang pembatas kemudian ya seperti itulah.” Polisi itu terlihat maklum atas pertanyaan Sohyun. Mungkin ia menganggap Sohyun adalah salah satu dari keluarga orang yang jatuh itu. Wajar kan jika ia terasa lemas. Atau malah tidak wajar saat ia berada disitu lebih lama. “Lalu siapa korbannya?”
Polisi gendut itu kemudian menautkan alisnya, heran. Mungkin persepsinya bahwa gadis ini adalah salah satu keluarganya mungkin salah. “Seseorang yang sangat terkenal. Aku rasa ia sedang digandrungi para remaja. Dia anggota sebuah grup, namanya… Ah aku lupa.” Kemudian polisi itu membuka beberapa map kecilnya. Ia membuka sebuah kartu identitas. “Namanya, emm bagaimana membacanya. Sepertinya dia bukan Warga Negara Korea. Xiao Luhan. Aku lupa nama grupnya.” Tenggorokan yang berada di leher Sohyun terasa tercekik. “Apple Head.” Polisi itu lalu mengangguk saat Sohyun menambahkan.
Sohyun terasa limbung, berat badannya serasa pindah di kaki. Ia tak bisa berjalan. Kaki-kakinya terasa merapat. “Oh”ia merintih sambil memegangi kepalanya.
.
“Sohyun-a? Apa kau mau ikut?” Sohyun terjaga. Suara Soyeon yang duduk disampingnya menunggu untuk menjawab. Dan lagi, ia berada di alamnya sendiri −alam nyata-nya tanpa ada sebab yang jelas. Ia menatap Soyeon, sibuk mengepang rambutnya. “Kemana?”
Soyeon merasa tersentak. “Apa kau lupa kebasaan kita?” ia sudah selesai bermain-main dengan rambutnya. Kini ia menatap Sohyun serius. Ternyata ajakan Soyeon didengar dua rekannya yang lain, Jina dan Song Hi. Dua gadis itu juga mendekati Sohyun. “Sudah beberapa kali kau tak bersama kami. Kau tahu banyak kejadian aneh yang menimpa uri Oppa.” Soyeon merasa dirinya sedikit membentak, ia menoleh kearah Jina dan Song Hi beberapa kali, kedua gadis itu hanya menggeleng.
“Bukan begitu, aku hanya belum bisa. Aku punya jadwal yang tabrakan.” Jawaban yang disodorkan Sohyun terasa kurang memuaskan bagi Soyeon dan kawan-kawannya. Bibir ketiga rekannya itu mengerucut, kecewa dan marah. “Kau yakin?” sahut Jina kemudian.
“Lalu bagaimana dengan kejadian aneh itu? Apa kau juga tidak tahu? Ah bukan, apa kau tidak ingin tahu? Kau tidak menanyakannya sama sekali pada kami.” Sohyun merasa ludahnya semakin kering. Mana mungkin ia bisa tidak tahu peristiwa yang sebenarnya telah ia ketahui, bahkan sebelum teman-temannya itu tahu. “Bukan begitu. Aku hanya belum sem−“ kata-katanya terpotong saat Soyeon tiba-tiba membendung pembelaannya. “Atau kau sekarang menjadi sasaeng? Sok peduli pada mereka kemudian menjatuhkan mereka dengan cara yang keji?”
“Hwang Soyeon! Kau ngomong apa?” Sohyun sangat sangat sangat tidak menyangka, sahabat karib yang selalu bersamanya saat membahas Apple Head menuduhnya sebagai sasaeng. Sasaeng?
“Lalu apa yang membuatmu tak mau ikut dengan kami, juga hari ini?” Song Hi yang sedari tadi diam akhirnya angkat bicara. Ia menautkan tangan-tangannya diatas meja, ditatapnya Sohyun lebih intens. Sohyun terasa sesak, dadanya naik turun. Menimpa amarah dari temanmu saat kau merasa ada yang aneh dalam hidupmu, Oh itu sangat tidak mengenakkan. “Dengar. Bukannya aku tak mau bersama kalian melihat siaran. Aku masih ingin meneriakkan nama Apple Head. Tetapi aku tidak ingin datang. Aku tak sanggup menerima kabar jatuhnya Luhan ke jurang. Kau tahu mungkin saja dia tidak sel−“ ucapannya terhenti. Ia tak sadar telah mengatakan rangkuman peristiwa yang baru menimpanya. Sekuat tenaga ia merengkuh tangan untuk menutup mulut. Tetapi, nasi telah menjadi bubur, bahkan mungkin telah basi. Sohyun telah mengatakannya dan temannya, tak mungkin tak percaya. Ketiga rekannya tampak terkejut dan kecewa. “Oh jadi kau penyebab semuanya?”
“Jadi kau bisa menjelaskan benda apa ini?”
Sohyun tercengang hebat saat Soyeon mengacungkan sebuah belati kecil dan bulu beludru biru. Ia tak berniat membunuh Sohyun, ia hanya butuh penjelasan. Hanya penjelasan dan kepastian. “Kami mendengar saat Jongin tercekik ada seseorang yang meneriakkan namanya, namun tak ada. Kostum beludru biru yang ada di lemari seperti telah ditarik-tarik seseorang sehingga kostumnya robek. Kemudian saat Baekhyun diculik, ia melihat seorang gadis memberikan belati pada seseorang yang menculiknya. Lalu saat ketiga member lainnya berada di ruang latihan, mereka melihat tas sekolah berwarna krem. Kau tak punya tas lain selain warna krem, kesukaanmu. Untung saja mereka tak harus meninggalkan kami. Dan kali ini kau mengatakan bahwa Luhan kami jatuh ke jurang. Apa maksudnya ini?”
Dunia sedikti lengang, lalu menggila. Ini nyata atau hanya delusi. Atau mimpi buruk? Seseorang tolong bangunkan Sohyun dari mimpi buruknya. Ia nampak tak tahan.
“Jadi itu nyata? Tidak, aku hanya bermimpi kan?”
Sayangnya
tidak
.
Seorang gadis dengan gaun pendek hitam menatap sebuah cermin dengan senyuman puas. Beberapa kali ia membenahi gaunnya agar terlihat rapi. Bibirnya dipoles dengan lipstick merah namun tipis, masih menampakkan sisi keremajaannya. Lalu ia moleh kearah meja riasnya, belati dan bulu kostum beludru biru. “Bagaimana permainanku? Apa kalian menyukainya? Daripada meneriakkan nama kalian hingga tenggorokanku memar, bukankah lebih baik jika aku merampas kalian. Agar kalian tak bernyanyi lagi? Agar orang-orang tak meneriakkan nama kalian lagi? Sasaeng? Aku sendiri bingung menentukannya.” Dengan seringai lebih lebar lagi –Sohyun. Yang mungkin Hwang Sohyun yang lain, tersenyum dengan senyuman yang susah diartikan.
Atau mungkin Sohyun yang sebenarnya
.
Not just a fan
fin−
Please give me some comments, critics, like or anything. Gomawoyo