CHAPTER 1 : Part 1
Title:
Teardrops In The Rain [Part 1]
Author:
Monie Akakuro / @Jonghyunaaa
Rating:
PG-13
Genre:
Romance, Angst
Main Cast:
- Lee Jonghyun CNBLUE
- Yuki Yamamoto (OC)
- Member CNBLUE yang laen
Disclaimer:
Ini fanfictionnya Jonghyun pertama gw bikin serius! Hahaha karena sebelumnya bikin ff Jonghyun yang yadong! :p
Pengen bikin inii gara-gara baca info cnblue yang jaman belom debut kyknya susah bener, trus ama baca kisah nyata di detik dot com. Ya udah jadi digabung deh plus ditambah gara2 lagu Teardrops In The Rain ciptaannya Jonghyun yang liriknya makin aja imajinasi gw membuncah! ㅋㅋㅋㅋ
Note:
FF ini juga di post worpress gw Monie's World Tolong perhatiin Musim ama Tahun nya ya coz ini ceritanya gw bolak balik waktunya kkkkkk
***
Seoul, Winter 2013
“Annyeonghaseyo~ Shindong imnida~ kembali lagi di Shimshim Tapa Radio! Next song dari album terbaru CNBLUE buat menemani kalian malam ini! Crying Out!
🎶 Still I wake up alone. Sunshine in my eyes
Coffee keeps me warm
Look at me in the mirror. As the tears roll down
Laughing at myself
Just an empty heart. What else is in the life?
What’s gone wrong? I am not sure in my life
*
Crying out my life. Crying out like a crazy
I don’t know what I can see more. Nobody knows…”🎶
Jonghyun mendengar suara nya sendiri yang keluar dari radio di dalam mobil saat menuju Incheon Airport. Dia menghela nafas dan memandang keluar jendela. Hanya ada pemandangan gelap dan pantulan kaca wajah Minhyuk sedang menguap lebar yang duduk dibangku depan. Entah kenapa didalam rongga dada Jonghyun terasa seperti ada benda yang jatuh sangat dalam saat mendengar lirik ciptaannya sendiri.
“Menangislah kalau kau masih ingin mengingatnya..”
Jonghyun tersenyum pahit sambil terus memandang keluar jendela mendengar perkataan Yonghwa yang duduk disampingnya.
“Kau pikir aku masih cengeng seperti 5 tahun lalu?” Jawab Jonghyun kepalanya menoleh ke arah Yonghwa. Mata mereka saling beradu.
“Tentu saja.. Tangan siapa yang dulu sering merangkul bahu mu kalau kau sudah mulai memojokkan diri di kamar huh?” Ledek Yonghwa ekspresi wajahnya menahan senyum dibibirnya.
Jonghyun menarik sudut bibir kanannya tersenyum kecut. “Gomapta hyung, tapi aku sudah merelakannya..”
Kepala Jungshin menyembul dari bangku tengah menoleh kebelakang ingin gabung dengan percakapan kedua hyung nya. “Disaat kita mau berangkat ke Jepang, lagu baru kita diputar di radio, dan hyung ku yang macho ini mendadak menjadi mellow?? Yuki nuna disana pasti akan sedih melihat jika kau masih seperti ini..”
Ck! Jonghyun mendecakkan lidahnya dan tangannya menepak menenggelamkan kepala Jungshin yang menyembul tadi.
“Aahh hyung sakit!” Tangan Jungshin menepis tangan Jonghyun dari kepalanya.
“Kau jangan komentar..” Bukan karena Jungshin meledeknya mellow dia menjadi kejam seperti ini, tetapi mendengar nama itu lagi. Yuki. Yamamoto Yukiko…
Nama yang sangat ingin selalu didengar oleh Jonghyun. Nama yang tidak boleh terhapus dari otaknya. Dan karena nama itu lagu yang sedang di putar di radio ini bisa tercipta.
Jika Yonghwa tidak mengingatkan Jonghyun kalau sedikit lagi mereka akan tiba di airport, mungkin air di mata Jonghyun akan menetes. Buru2 dia mengusap wajahnya dan mengambil kacamata hitam dari dalam tas. Jonghyun tahu kalau ini sudah malam, tapi ia tidak perduli daripada fans dan media melihat mata kosongnya saat di airport nanti. Ini semua gara2 ulah lagu di radio Shindong hyung tadi perasaannya jadi kacau seperti ini. Dari semua lagu yang ada di album baru nya kenapa harus lagu ini fans memilih hingga mencapai 1st chart? Dan diputar disaat yang tidak tepat. Disaat ia akan berangkat mengadakan konser menuju negara matahari terbit dimana wanita itu dulu tinggal.
Salahkah aku bila terus mengingatmu Yukiko?
***
Tokyo, Autumn 2008
Aku, Lee Jonghyun.
Semua mata memandang ke arahku dan sesekali menganggukan kepala mereka mengikuti irama gitar yang sedang ku mainkan. Ku tambahkan alunan melodi lembut disela-sela suaraku. Refleks ku naikkan bibirku tersenyum saat pria yg berjarak 20 meter di hadapanku menjulurkan tangan kirinya memeluk pinggang pasangan wanitanya yg ada disampingnya. Wanita itu menoleh sebentar lalu mempererat tangan pria tersebut di pinggangnya dan kembali menganggukan kepalanya mengikuti alunan suara gitar ku. Sebuah pemandangan yg sangat indah bagiku. Dan sangat membuatku iri….
“Kono sekai de kagaiyaiteru
(This is shining in this world)
Kimi to boku no hanashi wo shitteiru
(Do u know the story of u and me)
Kawarazu soba ni itekuteru
(Unchangingly always by my side)
Kimi no kokoro ga hikarashiteiru.”
(Ur heart is making me shine..)
Hampir 20 orang membentuk lingkaran mengelilingi kami menikmati lagu ciptaan ku ini. Lagu yang membuat pasangan di hadapan ku tersenyum saat mendengarkannya. Dan lagu impian kosong ku.
“Hyung! kau mau makan apa malam ini?”
Kulihat jam tangan saat mendengar Minhyuk bertanya sambil teriak ke arahku saat pertunjukan kami telah selesai. Pukul 11 pm. waktu yang sangat larut untuk sebuah makan malam.
“Kalian saja, aku tidak lapar” jawabku sambil mengambil sarung gitar yang tergeletak di sebelah kaki Yonghwa hyung.
“Kau yakin?” Tanya Yonghwa hyung.
Aku mendongak menatap matanya. “Ya hyung bisakah kau tidak menginjak sarung gitarku?”
“Apa kau yakin tidak ingin makan malam?” Tanyanya sekali lagi.
Kudorong kaki hyung ku ini dari sarung gitarku yang berharga. Ku masukkan gitarku ke dalamnya sambil menahan lapar yang kurasakan sejak memakan 2 onigiri dan 1 buah pisang yang kubeli tadi di mini market 4 jam yang lalu.
“Aku masih kenyang..” Jawabku berbohong.
Yonghwa hyung yang sudah berdiri disamping menatap ku curiga.
“Aku benar2 masih kenyang hyung.. Sungguh” cepat2 kuyakinkan sebelum mulutnya membuka lebih lebar untuk menasehatiku seperti yang biasa dia lakukan.
“Nih bagianmu hyung” Jungshin menyerahkan uang yang baru saja dia hitung dari tempat bass nya yang tadi di gunakan untuk menampung uang yang di lemparkan para penonton.
Ya, kami adalah musisi jalanan yang mencari uang tambahan untuk menafkahi perut kami di negara tetangga. Karena uang dari agensi tidaklah cukup untuk kami berempat. Benar-benar sangat mengambil resiko saat datang kesini. Diajak oleh minor company untuk mengikuti berbagai kompetisi band-band indie di Korea ataupun di luar negeri, seperti di Jepang sekarang ini. Di otak kami hanya ada satu mimpi, mimpi yang sama dimiliki oleh setiap musisi yang memulai karirnya dari sangat bawah, yaitu ingin semua orang mendengarkan dan menyukai lagu-lagu yang kami ciptakan. Itu saja, kedengarannya sederhana. Tapi sangat sulit saat di lakukan.
“Kenapa bagian ku banyak sekali di banding kalian??” kutatap beberapa lembaran yen yang baru saja di berikan Jungshin di tanganku.
Yonghwa hyung berdiri di hadapanku. Sepertinya dia sudah selesai membereskan barang-barang nya, gitar kesayangannya sudah tergantung di bahu kanannya. “Ambil saja.. Lagu yang kau ciptakan tadi membuat banyak orang mendengarkan malam ini”
Benar juga yang dikatakan Yonghwa hyung. Baru malam ini saja penontonnya lebih banyak, dan ini malam ke 5 kita sudah membuat pertunjukan di Yoyogi Park.
“Tapi..” Suaraku menggantung saat melihat mereka sudah berkemas dan akan beranjak dari taman ini.
“Kau tidak akan ikut makan kan? Kalau begitu kita makan dulu.. Kaja!” Pertanda Yonghwa hyung tidak ingin membahas jatah uang yang dibagikan malam ini.
Aku menatap mereka berjalan menjauh. Dan kutatap lagi lembaran yen di tangan ku. Seperti nya ini lebih dari cukup untuk membayar hutang onigiri ku tadi.
Kubalikkan badan ku dan berlari kecil ke arah berlawanan. Semoga saja bibi itu belum menutup tokonya saat aku tiba disana.
Udara malam di Tokyo sudah agak dingin. Padahal ini baru memasuki awal musim gugur. Ku rapatkan resleting jaketku sampai menutupi leher. Ah ini sudah lebih hangat. Aku terus berjalan cepat sambil terus berharap mini market tadi belum menutup tokonya. Aku tidak suka berhutang seperti ini.
“Aaahh chotto matte kudasai!” Aku berteriak di ujung gang jalan saat melihat seorang wanita sudah menutup setengah rolling door tokonya. Ku kencangkan kaki ku sampai setengah berlari.
“Ini.. Hutang… onigiri ku tadi sore..” Suaraku terengah-engah sambil membungkuk menjulurkan tanganku memberikan selembar yen kepada wanita toko itu. Tubuhku tidak kuat lagi, letih sekali rasanya jalan terburu-buru seperti tadi.
Nafasku masih tersengal-sengal. Kucoba mengatur nafasku agar kembali normal lagi. Tapi… Kenapa tanganku masih menggantung di udara? Wanita di depanku tidak merespon uangku sama sekali?
Aku mendongak ingin melihat kenapa wanita itu diam saja?
Mwo??!! Aku sedikit kaget saat mendongak melihat Wanita toko itu sedang sibuk menutup resleting jaket tebal berwarna pink nya sampai menutupi wajah dan kepalanya! Apa yang dia lakukan??
“Kau! Mana uang yang ingin kau bayarkan?? Cepatlah!” Tangan wanita itu menadah ke sampingku. Mungkin maksutnya ingin ke arahku, tapi sepertinya ia tidak bisa melihat dengan tepat aku ada di sebelah mana kalau kepalanya tertutup seperti itu. Aku menarik tangan nya dan kujejalkan uangku ke genggamannya. “Ambil saja kembaliannya” ketusku.
Wanita itu langsung menarik tangannya dan berbalik. tapi aku bisa menebak apa yang akan terjadi dengannya..
“Ittai!!” Teriaknya.
Benar kan tebakkanku, dengan kepala tertutup seperti itu bagaimana bisa ia melihat rolling door yang sudah setengah tertutup?? Susah payah aku menahan tawa agar tidak meledak saat kulihat dia menabrak rolling doornya dengan kencang.
Wanita itu menggapai-gapai tangannya seperti orang buta meraih ujung rolling door dan sedikit membungkuk agar tubuhnya bisa masuk ke dalam toko.
“Yuki-chan! Kenapa kau masih diluar?? Cepatlah kau masuk!” Kudengar suara wanita agak lebih tua berteriak dari dalam toko sebelum wanita itu cepat-cepat menutup full pintunya.
Aku hanya speechless menyaksikan kelakuan wanita toko itu tadi. Mau tertawa tapi melihat gelagatnya sepertinya ia sangat ketakutan, dan suara wanita yang didalam sepertinya juga terdengar cemas sekali.
Memangnya ada apa? Aku melihat ke sekeliling. Apa sekarang sering terjadi tindak kejahatan di sekitar sini? Apa aku yang terlihat seperti seorang penjahat? Ah entahlah yang penting hutangku sudah terbayar.
Kruyuuukk.
Terdengar suara indah perutku bunyi dengan kencangnya saat aku membalikkan tubuhku untuk kembali berjalan pulang. Ternyata dia sudah tidak tahan lagi menahan lapar.
“Besok pagi saja ya kau kuberi makan, sekalian sarapan..” Kutepuk-tepuk perutku agar tenang. Lebih tepatnya menenangkan hatiku.
Kumasukkan kedua tanganku ke dalam saku. Angin dingin terus saja berhembus di udara sejak tadi. Kalau tidak cepat2 pulang aku pasti akan terkena flu. Kulangkahkan kaki ku dengan cepat kembali ke arah tempatku tinggal. Sambil terus mengingatkan otakku untuk segera pergi tidur saat sudah sampai dan jangan coba-coba memikirkan makanan lagi.
*****
Aaaaaaa. Wanita mini market tadi menjulurkan tangannya menyuapi onigiri ke arah mulutku. Aku langsung membuka mulutku lebar-lebar agar onigiri lezat itu bisa kulahap. Tapi mataku terpana melihat wajah wanita itu, wajahnya bersinar. Saking bersinarnya aku tidak bisa melihat jelas wajahnya seperti apa. Hanya seulas senyum bibirnya yang bisa kulihat. Senyum karena senang bisa memberiku onigiri lezatnya. Aku menggigit onigiri yang sudah sampai dimulutku dengan keras, dan mataku langsung terbuka saat mendengar jeritan seseorang.
“Aaaaahhh hyung!! Kenapa kau mengigit jempol kakikuuuu!!??” Suara Jungshin memenuhi ruangan kamar dan membuat semua terbangun karena teriakkannya.
Aku langsung terduduk di tempat tidur dan melihat Jungshin meniup-niupkan jempol kakinya sambil tiduran di depanku.
“Ya! Kau berisik sekali! Aku masih mengantuk!” Yonghwa hyung memukul kepala Jungshin yang berada tepat di hadapan wajahnya. Matanya masih terpejam. Lalu membalikkan badannya tidak ke arah Jungshin lagi melainkan ke arah Minhyuk disamping kirinya yang sudah mendengkur kembali.
“Kenapa kaki kau bisa berada di mulutku haaahh??” Aku menendang-nendang dengkul jungshin yang tidak terlipat di depanku. Anak ini benar-benar keterlaluan sekali.
“Posisi tidur mu hyung yang terbalik dengan kita! Kan kau sendiri yang mengatur kalau kau tidak mau tidur mengarah ke jendela. Kau lupa??” Jungshin masih meringis kesakitan tapi tetap tidak mau mengalah kalau dia salah.
Aku memperhatikan posisiku sekarang dengan mereka bertiga. Benar juga, hanya aku sendiri yang tertidur di pinggir tempat tidur dengan mengarah ke jendela. Terbalik dengan posisi mereka. Jungshin benar dan aku salah.
“Ah mian..” Aku mengucap maaf kepada Jungshin dan mengangkat tubuhku bangun dari tempat tidur besar kami. Hanya ada 1 tempat tidur di apartemen murah kami. Dan untungnya pemilik apartemen ini bermurah hati memberikan 1 tempat tidur yang besar saat melihat kami berempat datang waktu itu. Jadi uang untuk membeli masing-masing tempat tidur masih bisa tersimpan untuk makan kami. Dan aku harus mengatur tidur kami agar kita berempat bisa muat di 1 tempat tidur yang besar ini. Karena Yonghwa hyung takut kalau tidur menghadap jendela, aku tidak suka tertidur dengan cahaya dari luar, Minhyuk yang tidak ada masalah dengan jendela, dan Jungshin harus menerima apa adanya, jadi aku harus memutuskan kita tidur secara melintang tidak menghadap ke arah jendela. Dan kami semua sudah menyepakatinya. Tapi tadi malam aku benar-benar sudah tidak kuat saat bertemu dengan kasur. Langsung terlelap dan tidak tahu tadi malam kapan mereka bertiga kembali ke apartemen.
Kuseret lemas kakiku ke arah cermin di pojok ruangan. Memandangi wajahku didalam cermin sambil mengikat rambut ku yang panjang berantakan ini.
Lee Jonghyun.. Berantakan sekali wajah mu ini, pucat karena menahan lapar semalaman, pipi cekung, rambut tidak pernah kau potong, bagaimana kalau eomma melihat wajah anaknya yang sekarang ini? Mungkin dia akan pingsan karena kaget melihat anaknya sudah berubah menjadi tengkorak berambut gondrong.
Aku selalu merasa bersalah jika mengingat eomma. Mungkin aku egois memilih jalan seperti ini, tapi aku sangat menyukai dengan apa yang aku lakukan sekarang. Ya walaupun aku harus berusaha keras menahan lapar karena hasil uang harus kami bagi empat. Kuharap kau mengerti eomma. Semoga..
Kulirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 9 pagi. Waktu yang pas untuk pergi sarapan.
“Gembiralah, karena sebentar lagi kau akan kuberi makan..” Ujarku sambil mengusap-usap perut dan berjalan ke arah kamar mandi.
Udara di pagi hari tidak terlalu dingin seperti tadi malam. Aku menghentikan langkahku di taman dekat apartemen dan membuka jaketku karena kupikir aku akan kedinginan pagi ini. Tapi ternyata tidak, malah agak sedikit gerah. Tokyo.. Selain membuatku lapar, kau juga ingin membuat ku sakit karena cuaca yang tidak jelas ini huh? Batinku sedikit kesal.
Kulanjutkan lagi jalanku mencari tempat dimana aku akan sarapan pagi ini.
Tapi aku langsung teringat dengan mimpi tadi malam saat daun ginko berwarna coklat berguguran didepan wajahku. Daun keringnya mengingatkan ku pada rumput laut onigiri yang diberikan wanita mini market kemarin. Sepertinya aku sudah menemukan tempat dimana aku akan sarapan. Dan juga mau memastikan lagi kenapa tadi malam wanita itu kelakuannya begitu ketakutan seperti aku akan berbuat jahat padanya.
Kuputar badanku dan berlari ke arah jalan yang berlawanan dari arahku tadi.
Tidak seharusnya tadi aku berlari untuk mencapai mini market yang jaraknya tidak jauh dari apartemen. Dan hasilnya sekarang tubuhku kelelahan sebelum tiba di depan pintu mini market.
Aku menyenderkan tubuhku di tembok samping mini market sambil mengatur nafasku yang tersengal-sengal. Karena kelaparan tubuhku jadi cepat lelah seperti ini. Payah sekali.
Baru saja akan melangkahkan kakiku kembali, telingaku mendengar pekikkan suara seorang wanita dari arah atas kepalaku.
“awaaass!!”
Sangat terasa sakit sekali saat suatu benda yang agak sedikit berat terjatuh tepat diatas kepalaku. Tubuhku yang sedang kosong ini ditambah dengan kepala yang pusing sekali mendadak lemas seketika. Hanya pandangan gelap yang kulihat dan tubuhku merosot ke aspal jalanan. Aku tidak mengetahui apa yang terjadi denganku.
“Daijoubu?”
Aku merasakan ada tangan yang sedang menepuk-nepuk pipiku dengan pelan. Rasanya pusing sekali kepala ini sampai ingin membuka mata pun sangat sulit.
“Aduuh bagaimana ini?? Hey sadarlaahh…”
Tepukan di pipiku sedikit mengencang. Kudengar nada suara wanita pemilik tangan ini semakin khawatir.
Sepertinya aku ditidurkan di sofa. Dan aku tidak tahu ini ada dimana. Aku harus segera bangun, perintah ke otakku. Tapi tubuhku tidak menerima dengan baik sinyal perintah itu. Punggungku kembali mendarat ke sofa yang empuk ini. Tubuhku lemas dan kepalaku sangat pusing sekali.
“Heeyy sadarlaahh”
Kurasakan tangannya mengguncang-guncangkan lenganku dengan pelan.
“Apakah dia terluka sangat parah?” Gumamnya pelan. Nada suaranya terdengar khawatir.
Kucoba membuka mata, hanya pandangan gelap yang kulihat. Ya tuhan apa aku menjadi buta??
Mataku ku kerjapkan beberapa kali berharap ada setitik cahaya.
“Kau tidak apa-apa? Kumohon bangunlah..” Wanita ini menepuk pipiku semakin melembut. Tangannya hangat. Nyaman sekali berada di pipiku.
Apa yang kau pikirkan Lee Jonghyun?? Bukalah matamu untuk memeriksa apakah kau buta atau tidak? Jangan terbuai dengan sentuhan tangan wanita ini.
Kukerjapkan sekali lagi mataku sambil mengangkat punggungku bangun. Tuhan sudah menjawab kekhawatiranku. Kulihat cahaya putih saat aku membuka mata. Tapi sepertinya aku sedang bermimpi lagi. Melanjutkan mimpi yang tadi malam??
Wajah itu lagi yang ada di hadapanku sekarang. Tapi bibirnya tidak menampakan senyuman seperti tadi malam. Bibirnya sedang digigit oleh gigi2 kecil berwarna putih menandakan pemilik bibir itu sedang mencemaskan sesuatu.
“Hey kau sudah terbangun?”
Aku merasakan tangannya kembali menepuk pipiku.
Baru saja mulutku ingin menjawab tapi sepertinya perutku jauh lebih cepat menjawabnya.
Kruyuuukkk.
Rasanya aku ingin pingsan kembali dan tidak terbangun lagi. Suara perut ini sangat membuat ku malu. Jika saja mata ku sedang tidak menatap mata hitam dihadapanku mungkin aku masih bisa berpura2 aku belum bangun. Tapi ini aku sudah melihat wajah di depan ku sudah tersenyum geli setelah mendengar suara dari perut sialan ku ini.
“Maafkan aku..” Aku mencoba menegakkan punggungku tapi kepalaku masih terasa sakit sekali.
“Bukan kau yang meminta maaf! Tapi aku yang seharusnya meminta maaf..” Cepat2 wanita itu berkata sambil menyilangkan kedua tangan di depan wajahnya.
“Gara2 pot tanamanku terjatuh di atas kepalamu, kau jadi pingsan seperti ini.. Maafkan aku!”
Jadi pot sialan itu yang membuat kepalaku jadi benjol dan sakit seperti ini? Aku mengelus2 benjolan di atas kepalaku.
Deg!
“Maafkan aku.. Aku akan mengambilkan kompresan untuk kepalamu, tunggu sebentar” wanita itu melepaskan tangannya setelah mengusap-usap benjolan di kepalaku dengan lembut.
Aku mengusap benjolan dimana tangan wanita tadi berada di kepalaku. Benjolannya ada diatas, tapi kenapa yang berdenyut dengan keras ada disini? Tanganku turun dari kepala ke arah dadaku. Mengusapnya pelan berharap denyutan di dalamnya segera normal kembali.
“Tolong pegang kompresan ini..”
Aku langsung membuka mata saat ada benda dingin sudah ditaruh diatas kepalaku.
Wanita ini sudah duduk disamping ku. Aku mengikuti perintahnya memegangi kompresan biru berisi banyak es batu di tepat benjolan ku.
Aku mengamati wanita disampingku saat membuka kantong plastik putihnya. Baru kali ini aku melihatnya dengan jelas. Cantik. Hanya itu saja yang ada dipikiranku. Rambutnya yang hitam panjang membuat kulit wajahnya semakin putih seperti putih salju. Tapi wajahnya terlihat sangat pucat. Apakah dia sedang sakit?
“Ini makanlah.. Kau lapar kan?”
Aku bergeming mengamati wajahnya saat dia menjulurkan tangannya memberikan ku sebuah sandwich.
“Terima kasih..” Aku mengambil sandwich didepanku dan kompresan di kepalaku meluncur jatuh. Ah aku lupa aku harus memegang itu juga.
Wanita ini tertawa geli melihat ku. “Pegang kompresan mu dan bukalah mulutmu..”
Lagi-lagi aku menuruti perintahnya. Memberikan sandwich ke tangannya dan memegang kompresan ku kembali. Mulutku langsung terbuka saat tangannya mendekat untuk menyuapi sandwich nya.
Sama seperti di mimpiku tadi malam. Aku melirik ke arahnya. Dan bibirnya pun juga tersenyum.
“Boleh aku tahu namamu?” Tanya wanita itu dengan santai sambil membelah sandwichnya dan memberikan potongan kecilnya ke mulutku kembali.
“Jonghyun.. Lee Jonghyun” jawabku sambil mengunyah.
“Jonghyun? Kau orang korea?”
Aku mengangguk dan menerima suapan darinya lagi. “Kau?”
“Yamamoto Yukiko, panggil saja aku Yuki”
“Yuki? Kau salju??” Entah kenapa mulutku berkata seperti itu.
“Ya dan aku sangat membenci salju..” Jawab Yuki dengan cepat.
Ah lagi2 organ tubuhku tidak bisa ku kontrol dengan baik. Sepertinya dia sangat kecewa aku bertanya seperti itu. Karena suapannya yang terakhir sangat besar sekali sehingga dia menjejalkannya ke dalam mulutku.
Suasana jadi canggung setelah pertanyaan bodoh ku tadi. Setelah menyuapi ku Yuki membereskan plastiknya kembali dalam diam dan meninggalkan ku sendirian di kamar.
Aku memandangi kamar ini. Apakah ini kamar Yuki? Suasananya sangat pink sekali mencerminkan khas perempuan. Tapi ada yang aneh dari kamar ini. Tidak ada jendela. Hanya ada fentilasi udara yg kecil saja.
Walaupun kamar ini tertutup dengan rapat tapi aku merasa nyaman berada di kamar ini.
Pandanganku tertuju pada benda yang ada di pojok kamar. Sebuah gitar berwarna putih. Sebuah benda kesukaanku.
Kupaksakan tubuhku bangun untuk mengambil gitar itu. Hanya dengan sebuah gitar aku bisa melupakan semua hal. Seperti rasa sakitnya benjolan di kepalaku ini.
Agak tidak sopan sebetulnya aku memakai barang milik orang lain. Tapi aku hanya ingin melihat gitarnya sebentar saja. Sangat menggoda sekali.
Kubawa gitar itu dan duduk kembali ke sofa. Gitar ini sangat mulus sekali, seperti tidak pernah tersentuh.
Aku memetikan beberapa senar mencobanya. Benar saja, sepertinya ini gitar baru. Suaranya pun masih sumbang belum di stem ulang.
“Sedang apa kau dengan gitarku?”
Kulihat Yuki sudah kembali ke kamar dan pandangannya tidak suka sekali kalau aku memegang gitarnya.
Langsung kuletakkan gitarnya dibawah dekat kakiku. Yang empunya sudah datang. “Oh tidak.. Aku hanya ingin melihatnya karena ini ada di pojokkan kamar, apa ini gitar baru?”
“Bagaimana kau tahu kalau itu gitar baru? Berada di pojokkan dan mungkin sudah berdebu” dia berjalan mendekatiku dan memberikan botol air mineralnya ke arahku.
Kuterima botol air mineralnya dan langsung kuputar penutup botolnya terbuka. “Maaf tadi aku mencoba memetikkan senarnya, tapi ku dengar masih sumbang” aku meneguk airnya sambil menatap mata hitam yang ada di depanku.
“Dengan mendengar suara sumbang saja kau tahu kalau itu gitar baru?” Yuki bertanya dengan polosnya.
Hmph. Aku mendenguskan tawaku. Geli melihat reaksinya. Sepertinya dia tidak mengerti apa2 tentang gitar. Lucu sekali.
“Apakah gitar ini pemberian dari orang lain?”
Yuki mengerutkan dahinya mendengar pertanyaanku. “Bagaimana kau tahu juga??” Kagetnya lagi.
Aku hanya tersenyum menjawab pertanyaannya.
“Benarkan kau tidak membelinya sendiri?” Ujarku.
Yuki mengela nafasnya.
“Benar.. Aku tidak membeli sendiri gitar itu. Ayahku yang membelinya, sehari sebelum dia meninggalkan ku selamanya” jawabnya sedikit menunduk tidak melihat ke arah mataku lagi.
Kuratakan senyuman di bibirku saat melihat ekspresi Yuki agak sedikit sedih menjawab pertanyaanku.
“Maaf..” Ucapku memandangnya.
“Ah tidak apa..” Yuki mengangkat wajahnya dan memberikan sedikit senyuman ke arahku.
“Dulu ayahku selalu memainkan gitar untukku. Dia tahu aku suka sekali mendengar suara gitar. Tapi aku tidak pernah bisa memainkannya.” Ceritanya memberitahuku.
“Mau kuajarkan?”
Kulihat pipi putih pucat Yuki langsung berubah menjadi merah muda saat mendengar ucapanku yang tanpa dipikir ini.
“Kau mau mengajarkanku?” Jawabnya memandangku.
Aku mengangguk. Dan tersenyum melihat wajah Yuki yang berseri karena senang aku mau mengajarinya bermain gitar. Syukurlah dia tidak marah karena ucapan ku tadi.
**
“Kau mendapat pekerjaan!??”
Suara Yonghwa hyung kaget sekali saat aku menceritakan kalau aku bisa menambah uang makan jika aku bekerja.
“Eoh..” Aku mengangguk. Membenarkan bantal di kepalaku lalu mencoba mengetes beberapa kunci pada gitar yang ada di tanganku.
Seperti biasa, kami sedang bersantai tidak melakukan apa-apa di apartemen jika siang hari Yoyogi park sudah di penuhi oleh anak-anak muda Jepang.
“Kau kerja dimana hyung? Bagaimana bisa? Kita kan warga asing..” Tanya Jungshin sangsi sambil menggigit pisang nya lalu dia duduk diatas tempat tidur melipat kedua kakinya disamping Yonghwa hyung.
“Kerja di mini market tidak jauh dari sini..” Aku mendelik kearah keduanya.
“Di mini market?? Kau tidak behutang atau membuat keributan kan?? Sampai-sampai kau disuruh bekerja disana” curiga Yonghwa hyung matanya menatap tajam ke arahku.
“Tidak hyung, tidak…” Kuletakkan gitarku disamping dan duduk di sofa dengan benar. Aku harus menjelaskan dengan mereka.
“Sebetulnya, ya memang ada sedikit keributan..” Aku nyengir menatap keduanya. “Tapi aku yang jadi korban!” Cepat-cepat kuselesaikan melihat mata Yonghwa hyung sedikit melebar.
“Hyung korban?” Jungshin mengernyitkan keningnya masih tidak mengerti.
“Jadi.. Kemarin aku pingsan disana.. Gara-gara kepalaku tertimpa pot tanaman oleh anak pemilik mini market itu.. Kalian jangan tertawa!” Kulempar bantal yang kupakai tadi pada mereka berdua. Sepertinya mereka bahagia sekali mendengarnya.
“Kepala batu mu terkena pot?” Yonghwa hyung masih geli mentertawakan ku.
“Hahahaha! Aki tidak bisa membayangkan pasti sakit sekali” tidak ada yang lebih menyebalkan saat Jungshin mentertawakan ku dengan puas seperti ini.
“Jadi singkatnya Yuki-chan ingin meminta maaf, aku mau mengajarkan dia bermain gitar dan sebagai imbalan nya dia mengizinkan ku kerja disana supaya aku bisa makan..” Aku langsung menjelaskan inti dari kejadianku kemarin.
“Yuki-chan?”
“Anak pemilik toko itu..”
“Anak perempuan???”
“Seusiaku..”
“Cantik?”
Aku berpikir sebentar pada kata yang di lontarkan Yonghwa hyung. “Kalian pernah liatkan boneka-boneka kecil Jepang berponi memakai kimono? Seperti itu lah…”
“Aku ikut! Aku akan membantu mu bekerja”
“Aku juga!!”
Tiba-tiba badan mereka berdua duduk tegap menatap tajam ke arahku.
“Tidak!” tolakku langsung.
Mereka pasti hanya ingin melihat Yuki-chan saja. Tidak ku respon lagi rengekkan mereka berdua saat kubantu Minhyuk yang sudah datang membelikan ramen untuk kami bertiga.
Bersambung…
jangan lupa di komen ^^