CHAPTER 1 : My One Sided Love
Mark POV
-1-
Cakrawala terbentang. Burung-burung berterbangan, menghiasi langit biru. Awan putih berarak dengan indahnya. Tapi aku, sendirian. Duduk di ayunan sekolahku, menggenggam sebatang permen loli dan menikmatinya. Semua orang bergandengan bersama temannya. Aku tidak peduli. Aku--tidak butuh teman. Hingga seorang gadis kecil menghampiriku dan mengulurkan tangannya.
"Hai, mengapa kamu sendirian? Aku Myoui Mina. Kamu bisa memanggilku Mina, aku berasal dari Jepang! Senang bertemu denganmu," ujarnya dengan senyum lebar yang hampir mencapai matanya.
Manis, pikirku. Aku menggenggam tangannya erat.
"Kamu seperti permen loli."
"Huh?" jawabnya dengan raut kebingungan. Aku hanya tersenyum kecil.
"Mark." Ia kembali tersenyum dan menggoyang-goyangkan tanganku. Tanganku terasa hangat karena perlakuannya. Tak berapa lama ia menarik dan menggenggam tanganku lalu mengajakku masuk ke sekolah.
Aku tersenyum.
-370-
"Mark, apa kita sekelas?" tanyanya dengan mata penuh harap. Aku yang lebih tinggi berusaha melihat pada papan pengumuman yang ramai oleh murid-murid. Aku tidak suka kebisingan, tapi aku akan melakukannya kali ini demi Mina. Oh, apa ini namanya cinta? Sepertinya aku terlalu dini untuk menyadarinya. Aku berusaha mencari namaku dan nama Mina di kelas yang sama. Tapi ternyata tidak, bu guru tidak memasukkan kami di kelas yang sama lagi. Aku berhenti berjinjit dan menoleh pada Mina yang masih menatapku dengan mata penuh harap. Aku tersenyum kecut dan menggeleng. Seketika mata indahnya berubah jadi sendu, senyumnya hilang dan terlihatlah cemberut seorang gadis kecil yang sangat lucu.
"Mina mau satu kelas dengan Mark...." Mina menunduk dalam-dalam sambil menggenggam tanganku erat. Aku mengusap-usap rambut Mina berusaha menenangkannya.
"Nanti Mark akan main terus dengan Mina walau tidak sekelas.." aku menatap matanya yang sudah berkaca-kaca.
"Tidak, tidak. Mina tidak boleh menangis ya? Mark janji tidak akan melupakan Mina," aku mengusap air matanya yang sudah tumpah.
"Janji ya Mark? Tidak akan melupakan Mina? Akan tetap main sama Mina?" Mina menyodorkan jari kelingkingnya kepadaku. Aku menyambutnya dengan jari kelingkingku dan kami bertaut.
"Janji."
Aku bukan pengumbar janji palsu.
-730-
"Mark, ayo masuk ke SD yang sama!" lagi, gadis manis itu menggenggam tanganku dan menggoyangkannya. Ia selalu berbuat seperti itu di kala meminta padaku. Aku terpaku menatap dirinya. Mengapa manis sekali? Rasanya gulali yang ada di tangannya kalah manis dengan dirinya.
"Mark...?" gadis itu menyodorkan gulalinya padaku dan langsung kulahap hingga tersisa setengah. Ia merengut lucu dan aku mengacak rambutnya.
"Iya, kita masuk ke SD yang sama."
Aku tentu tak mau jauh darimu.
-1485-
"Bu Guru, Mina mana?" aku mencari-cari Mina di kelasnya. Kami memang tidak sekelas lagi. Tapi kami selalu pulang bersama naik bus. Biasanya Mina akan menungguku di kelas bersama bu guru. Tapi kali ini, Bu Guru sendirian tanpa Mina.
"Tadi, Mina sudah pergi keluar. Bu Guru kira ia bersama kamu," aku tercengang. Apa Mina pulang duluan? Tapi mengapa dia tidak bilang dulu kepadaku? Aku tidak mau pulang dengan siapapun selain Mina!
"Yasudah, ayo Ibu antar ke halte bus. Tidak usah cemberut ya Mark? Nanti Ibu tegur Mina." aku menggeleng-gelengkan kepala. Pasti Mina hanya pergi ke toilet, pikirku.
"Mark tunggu disini saja Bu," aku duduk di salah satu kursi. Bu Guru menggelengkan kepalanya dan menarik tanganku.
"Mark, Ibu sudah mau mengunci kelas. Ayo pulang, pasti Mina belum jauh dari sekolah." akhirnya aku menurut dan mengikuti langkah Bu Guru.
Sesampainya di gerbang, aku melihat anak kecil sedang ditarik-tarik oleh om-om yang berwajah jahat. Aku menyipitkan mataku dan menyadari bahwa itu Mina. Mina memegang sebatang permen lolinya erat-erat dan hendak menangis. Aku menarik lengan baju Bu Guru.
"Bu, itu Mina," segera aku berlari menuju Mina dan memeluknya.
"Mark, Mina takut," Mina terisak di pelukanku. Om-om tersebut tersenyum manis dan mengusak rambutku.
"Namamu Mark? Nama yang bagus." ia tersenyum miring. Aku mulai ketakutan. Apa dia berniat jahat? Aku menggenggam tangan Mina dan menyembunyikannya di belakang badanku. Bu Guru kemana? Mengapa tidak menyelamatkan kami?
"Oh, Mark mau melindungi gadis kecil ini?" om tersebut mendekat lagi. Kakiku bergetar. Tidak-tidak, aku harus melindungi Mina.
"Iya, Mark tidak mau Mina terluka!" aku mencoba menatap garang om itu. Om itu terkekeh pelan dan meraih tangan Mina.
"Om cuma mau pinjam Mina-nya, Mina gadis yang baik kan?" aku mengangguk.
"Tapi om juga baik kalau tidak mengambil Mina dari tangan Mark!" aku menghempas tangan om itu dari tangan Mina. Mina terisak lagi di belakangku. Om tersebut terkejut dan berniat mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Aku mulai bergetar ketakutan. Apa dia akan mengeluarkan pistol? Atau senjata tajam untuk membunuhku dan mengambil Mina? Ah, aku tidak peduli. Yang penting Mina selamat!
"Mark mau om belikan mainan?" om tersebut perlahan mengeluarkan tangannya dari sakunya.
"Tidak, Mark hanya mau Mina!" aku berusaha terlihat berani.
"Yakin Mark tidak mau mainan?" aku menggeleng kuat-kuat. Oh tidak, om itu makin mendekat padaku dan mengeluarkan tangannya dari sakunya. Sebuah--
"Oh, ada yang berniat membunuh anak kecil?" terdengar suara Bu Guru dari belakangku. Om itu memasukkan kembali tangannya ke sakunya. Aku langsung bergegas mendorong Mina menuju pelukan Bu Guru.
"Bu Guru, Mina mau dibawa tadi," Mina terisak lagi. Aku menepuk-nepuk kepala Mina. Aku menoleh dan mendapati om itu sudah pergi beserta motor besarnya. Aku menghela nafas lega.
"Sudah Mina, om nya sudah pergi," ujarku. Bu Guru menggandengku dan Mina.
"Ayo, Ibu antar pulang saja," aku mengangguk dan memberikan sebatang permen loli yang selalu kusimpan di tasku. Mina mengusap air matanya sambil menerima permen dariku.
"Mina jangan menangis lagi ne?" Mina mengangguk pelan. Aku menggenggam erat tangan Mina.
Aku tidak mau kehilangan Mina.
-2930-
Sekarang tahun terakhir aku dan Mina di SD. Kami sudah memutuskan akan masuk ke SMP yang sama, yaitu Chungdam High School. Sebenarnya hanya Mina yang menginginkan masuk ke situ, aku hanya selalu mengikuti Mina. Aku menyukai Mina.
"Mark, hari ini hari yang membahagiakan," tentu saja, menggenggam tanganmu adalah hal paling membahagiakan.
"Mark, kita akan terus bersama-sama kan?" tentu saja, aku tidak akan pernah melepasmu. Mina menggenggam erat tanganku dan berlari riang menuju aula tempat wisuda.
Mina yang pintar mendapat peringkat 1 seangkatan, sedangkan aku hanya menjadi nomor 5. Tapi itu sudah cukup, setidaknya melihat Mina bahagia, aku pun turut merasakannya.
Sore hari, aku mengantar Mina pulang ke rumahnya. Aku mengeluarkan sekotak kecil coklat dari sakuku dan memberikannya pada Mina.
"Selamat ulang tahun, Mina. Mark tidak lupa kok!" aku mulai tersenyum lebar. Mina menerimanya dengan mata berkaca-kaca. Mina memelukku erat, bersama dengan tenggelamnya matahari di barat.
Selamat menempuh umur baru, Mina.
-3575-
"Mark, mau ikut ke kantin?" aku menggeleng. Mina sekarang sudah beranjak dewasa, bukan Mina yang dulu lagi. Ia kini menggaet seorang pemuda tampan blasteran dari kelas lain bernama Jackson Wang. Mina telah berpacaran dengan Jackson selama setahun--ya, dari tahun pertama ia menginjakkan kaki di SMP. Aku tidak mau mencari pacar, aku hanya mau Mina.
"Mark, mengapa kau selalu sendiri? Apa tidak ada yang mengisi hatimu?" tanya Jackson. Kami menjadi dekat sejak Mina berpacaran dengannya. Jackson tahu aku bersahabat dekat dengan Mina, maka itu setiap ada masalah ia pasti mencariku.
Tapi aku tahu satu fakta--Jackson tidak sebaik kelihatannya. Aku mencari biodatanya dan kelakuannya semasa SD dan seluk-beluk dirinya. Tidak, tidak, ia bukan untuk Mina. Ia jahat. Tapi aku hanya dapat menutup mulut karena melihat Mina bahagia bersama Jackson. Aku hanya bisa mendoakan yang terbaik.
"Mark?" aku tersadar. Aku hanya tersenyum kecil dan menggeleng.
"Tidak, aku tidak apa-apa sendiri. Kalian pergi saja berdua." senyuman palsuku, apa ada yang menyadarinya?
Mina mengangguk dan menggandeng lengan Jackson. Jackson mengusap rambut Mina dan mereka bergegas hilang dari pandanganku. Aku menghela nafas dan mengusap wajahku.
Aku tidak sanggup berpura-pura lebih lama.
4274-
Aku menutup buku tulisku. Aku selesai mengerjakan tugas hari ini. Aku menghela nafas dan menjatuhkan badan pada kasurku. Aku menatap langi-langit kamar. Aku menoleh ke tembok dan mendapati beberapa foto tergantung disana.
Fotoku, foto keluargaku, dan foto--
Aku meraih foto terakhir dan memeluknya erat-erat. Aku kembali menjatuhkan badan pada kasurku. Aku merasakan mataku berat, dan aku terpejam. Memeluk foto terakhir. Fotoku dan Mina.
Keesokan harinya, aku terlambat ke sekolah. Aku masuk secara diam-diam melewati gerbang belakang. Aku meloncat masuk bersama beberapa murid nakal lainnya. Tidak, tidak. Bukan aku ingin menjadi nakal, aku hanya ingin masuk sekolah supaya aku dapat melihat Mina, gadis kecil yang kini tumbuh menjadi primadona sekolah.
Aku dan Mina telah memasuki tahun kedua di SMA. Kami kembali ditempatkan di satu kelas. Tapi Mina, sudah mendapatkawn yang baru lagi. Aku tidak tahu siapa dia. Tapi yang pasti dia adalah kakak kelas berandalan yang melakukan pencitraan di depan Mina. Aku tidak pernah menyukai kakak kelas itu. Terkecuali dia membahagiakan Mina, tapi bahkan Mina menangis tiap minggu dikarenakan dirinya. Apa dia tidak punya hati?
Aku masuk kelas dengan terengah-engah. Untungnya, tidak ada guru yang sedang mengajar. Aku bersegera masuk dan menaruh tasku di bangkuku, di samping bangku Mina. Mina sedang terduduk sendiri, menatap kosong ke depan. Aku menaruh tanganku di kening Mina. Tidak, tidak panas. Lantas mengapa Mina bengong seperti itu?
Mina tampaknya menyadari apa yang kulakukan. Ia mendongakkan kepalanya dengan mata yang sembab. Sebentar, sembab? Mina menangis?
"Mina?" aku mencoba menghapus air mata Mina. Mina menggeleng-gelengkan kepalanya. Aku kebingungan. Ada apa dengan Mina? Aku menarik tangan Mina dan membawanya ke atap sekolah.
Sesampainya di atap, Mina langsung memelukku erat. Aku yang kebingungan hanya membeku. Apa kakak kelas sialan itu sudah menyakiti Mina?
"Mark, Yugyeom-- Yugyeom," Mina meracau sambil mengalirkan air matanya deras. Aku hanya mengusap rambutnya.
"Apa yang kakak kelas sialan itu lakukan?"
"Yugyeom--selingkuh." Mina kembali terisak dan memelukku lebih erat. Aku hanya terpaku dan berusaha menenangkan Mina.
Lihat, lihat. Ada aku.
-4750-
Hari kelulusan. Tahun terakhir di SMA. SMAku mengadakan sebuah acara klasik, yaitu prom night. Aku tidak pernah tertarik untuk mengikuti acara itu. Aku tidak pernah mengajak perempuan, siapapun itu untuk mengikuti acara semacam itu. Aku yakin Mina akan diajak oleh banyak laki-laki seperti biasanya. Dan aku, hanya datang mengikuti formalitas acara sendirian. Yah, aku memang tidak terlalu membaur dengan yang lainnya, kecuali Mina dan mantan-mantannya.
Satu jam sebelum prom, Mina menghubungiku. Ia bertanya mengenai temanku saat di prom. Aku berkata sejujurnya. Aku akan sendirian dari awal hingga acara selesai. Mina menggerutu. Ia selalu kesal karena aku tidak berusaha mencari perempuan.
Aku menutup telepon Mina dengan paksa. Aku tidak pernah menyukai cara Mina memaksaku untuk mencari perempuan. Aku orang yang setia. Tentu saja aku akan tetap memegang janji. Janji yang mungkin, ia sudah lupakan.
Aku masih akan menunggunya.
-6210-
Waktu berjalan begitu cepat. Tidak terasa aku telah mencapai tahun terakhir pada kuliahku. Aku dan Mina masuk ke dalam universitas yang sama, tapi jurusan kami berbeda. Mina mengambil jurusan seni, sedangkan aku mengambil jurusan ekonomi.
Tadinya, kami selalu pulang bersama. Tapi semenjak ada seseorang yang mendampingi Mina, aku mengalah. Aku hanya mengawasi setiap gerak-geriknya. Aku tidak mau Mina terluka lagi, lagi dan lagi. Cukup dahulu. Tidak lagi sekarang.
Ah, itu dia Mina bersama pacarnya. Mina melambaikan tangannya dan menarik tangan pacarnya dan berlari ke arahku. Aku balas melambaikan tangan singkat dan menunggu.
"Mark, mau ikut nonton bersama? Aku yang belikan tiketnya!" Mina memandang penuh harap padaku. Tidak, tidak. Aku tidak mau mengganggu kebahagiaan Mina. Aku menggeleng. Mina mengerutkan dahi.
"Setiap kuajak menonton, kamu tidak pernah mau. Ada apa sebenarnya Mark? Apa kamu sudah ada janji dengan yang lain?" Mina memberondongku dengan pertanyaan-pertanyaan memuakkan. Apa ia tidak sadar alasanku tidak ingin ikut pada acara mereka? Aku hanya menggeleng pelan.
"Tidak, aku tidak punya janji dengan siapapun." Kali ini pacar Mina yang mengerutkan dahi. Aku tidak mengenalnya. Aku juga tidak merasa perlu mengenalnya. Apa gunanya untukku? Ia hanya wujud penyampaian rasa sayangku pada Mina. Ah, biarkan aku tetap menyayanginya.
"Hei Mark, apa kamu tidak memiliki ketertarikan dengan seorang perempuan pun? Atau jangan-jangan...." pacar Mina kali ini lucu. Apa dia kira aku gay? Tentu saja tidak. Aku masih mau bersama Mina.
"Tentu saja tidak. Aku masih dan akan terus menunggu seseorang," Mina terlihat kaget.
"Mark? Apa kamu punya pacar di luar sana? Mengapa tidak pernah memberitahuku? Oh Mark sekarang bermain rahasia ya..." Mina cemberut. Oh, mengapa begitu lucu? Andai sekarang tak berbeda dengan dahulu, maka sudah dipastikan pipi Mina memerah karena cubitanku. Ia begitu lucu!
"Mark?" aku tersadar. Aku menggeleng lagi.
"Tidak tidak, sudah sana pergi saja. Aku mau belajar." aku bergegas meninggalkan tempat itu, tanpa memerdulikan tatapan bingung dari Mina dan pacarnya. Huh, mereka cocok.
Aku masih menunggu seseorang, yaitu kamu.
-6940-
2 tahun berlalu. Aku kini tinggal sendiri. Aku bekerja sebagai seorang karyawan di sebuah perusahaan ternama. Gajiku memang tidak besar, tapi aku yakin masih cukup untuk membahagiakan orang yang tetap kucintai dari dulu, hingga sekarang.
Aku menatap dan tersenyum manis pada kotak merah kecil yang tergenggam di tanganku. Aku membuka kotak itu perlahan dan tersematlah sebuah cincin perak berhiaskan huruf M.
Aku akan melamar Mina. Aku sudah bertekad malam ini juga. Hari ini akan digelar sebuah acara prom kecil-kecilan untuk beberapa karyawan baru di perusahaanku, termasuk aku dan Mina. Aku sudah memastikan Mina akan datang.
Aku menutup kotak itu dan menyimpannya di sakuku. Aku kembali mematut diri di cermin, dan merapikan rambutku yang sempat berantakan. Aku sudah terlihat tampan, bukan? Mina pasti menerimaku.
Sesampainya di acara, aku bergegas mencari Mina. Ia sedang dikelilingi oleh beberapa teman perempuannya dan sedang bercanda. Tuhan, tawa indahnya sebentar lagi kumiliki. Aku segera berlari pelan menuju Mina.
"Mina, aku mau--" aku baru saja hendak meraih tangan Mina yang tergeletak di atas meja, juga meraih kotak cincin yang berada di sakuku. Tapi semua itu tidak jadi kulakukan karena seorang karyawan baru lain, yah, ia cukup dekat dengan Mina, sedang berdiri di atas panggung dan berdehem.
"Aku, Im Jaebum atau yang biasa kalian panggil JB, akan melakukan sebuah hal tidak terduga, terutama pada pemeran utama." seketika suasana riuh. Apa yang akan dilakukannya? Aku turut bertanya-tanya dalam pikiranku.
Jaebum--aku tidak terbiasa memanggilnya JB-- mengambil sebuah gitar dan mulai memetiknya, menyanyikan sebuah lagu.
It’s a beautiful night,
We’re looking for something dumb to do.
Hey baby,
I think I wanna marry you.
Is it the look in your eyes,
Or is it this dancing juice?
Who cares baby,
I think I wanna marry you.
It’s a beautiful night,
We’re looking for something dumb to do.
Hey Myoui,
I think I wanna marry you.
Is it the look in your eyes,
Or is it this dancing juice?
Who cares Mina,
I think I wanna marry you.
Aku dan Mina terkaget. Jaebum turun dari atas panggung dan meraih tangan Mina yang belum sempat kuraih. Jaebum berlutut di depan Mina, membuka sebuah kotak merah bersemat cincin emas berinisial JM. Mina tampak terpaku, begitu juga aku yang masih terkejut akan apa yang dilakukan Jaebum.
"Myoui Mina, would you marry me?" Mina tampak terharu dan menutup mulutnya. Aku terpaku. Jaebum jelas akan Mina terima. Tapi, tapi--
Bagaimana denganku?
Apa aku harus menunggu lagi, lagi dan lagi? Tidak, tidak, kumohon Mina, katakan tidak. Kau menyayangiku bukan? Kau telah berjanji padaku bukan? Mina, kumohon.
Aku berusaha memecah keheningan dengan dehaman. Tapi Mina malah menangis haru dan memeluk Jaebum erat--seperti yang dulu, dulu, ia lakukan padaku.
"You don't accept any rejection, do you?" aku terpaku. Mina menerima Jaebum? Mina melupakan janjinya? Apa hanya aku yang jatuh cinta? Apa hanya aku yang mengingat janji palsu bocah TK? Apa aku yang terlalu buta dan tuli?
Apa Mina yang terlalu tega meninggalkanku, atau aku yang terlalu bodoh untuk bertahan?
-7300-
Setahun setelah hancurnya hatiku, undangan datang ke rumahku. Undangan itu berhias cantik, dengan nama Jaebum dan Mina tertera disana. Aku mengeluarkan kartu masuk dari tempatnya, dan mengambil spidol bertinta perak, seperti warna nama Jaebum di undangan ini. Perlahan aku mencoret nama Jaebum, dan menulis sambil menahan air mata.
M-a-r-k
Mark dan Mina, bukankah kami lebih cocok? Mengapa semua orang mendukung Jaebum Mina? Apa mereka tidak ada yang menyadari perjuanganku mencintai Mina? Untuk selalu ada di sisinya, selalu ada menemani keluh kesahnya dan berjanji tidak akan pernah meninggalkannya.
Aku tersenyum pahit. Janji palsu bocah TK yang dulu aku remehkan, justru kini kujunjung tinggi. Aku, mencintai gadis kecil yang telah tumbuh menjadi wanita muda. Ia kini akan menikah. Dan aku? Aku tidak pernah mencintai wanita manapun selain dirinya. Ialah cinta pertamaku, dan juga, cinta terakhirku.
Aku bersiap-siap berangkat menuju pernikahan Jaebum dan Mina. Myoui Mina akan terlihat sangat cantik, pikirku. Ia bertumbuh, tapi tetap manis seperti pertama aku bertemu. Aku mulai mengembangkan senyum palsuku, lagi. Saatnya berpura-pura.
Aku memasuki gereja. Jaebum dan Mina sudah berada di atas altar, bergandengan sambil tersenyum hangat satu sama lain. Aku mengambil kameraku dan memotret mereka. Tidak, aku hanya memotret Mina. Mina tampak anggun dengan gaun putih yang panjangnya menyapu lantai. Riasan wajahnya natural. Rambutnya tergerai alami dengan hiasan mahkota bunga di atasnya. Tuhan, mengapa dia tidak Kau jadikan milikku saja?
Aku berjalan menuju piano. Aku akan bermain piano mengiringi acara pernikahan Mina. Aku melambaikan tangan pada Mina, yang dibalas dengan senyum manis. Aku terpaku, mengapa senyum itu tidak lagi kumiliki?
Acara akan dimulai, dan aku mulai memainkan lagu-lagu romantis. Demi kebahagiaan Mina, aku akan melakukan apa saja. Meski aku harus terluka, yang terpenting adalah senyum di wajahnya.
Acara akhirnya selesai. Jari-jariku mulai kesemutan dan aku bangun untuk menemui Mina dan memberi selamat.
"Maaf Mina, aku sedikit terlambat." Mina yang sedang bercanda bersama Jaebum menoleh.
"Ah, Mark! Tidak apa-apa, yang terpenting kamu datang." Jaebum memberikan senyuman kecil padaku yang hanya kubalas dengan tatapan mata. Aku dan Mina pun mengobrol ringan disertai tawa. Akhirnya, tawanya bisa kumiliki beberapa saat. Aku berhenti saat tangan Jaebum melingkari pinggang Mina. Aku mulai berjalan mundur.
"Myoui Mina, oh, atau harus kupanggil Im Mina? Selamat atas pernikahanmu, doakan aku cepat menyusul ya," aku berusaha memberikan senyum palsuku sebaik mungkin. Mina hanya tertawa dan mengangguk.
"Jangan lupa undang aku!" aku berjalan pergi diikuti dengan lambaian tangan Mina. Aku hanya menoleh dan tersenyum kecil. Aku kembali duduk di depan piano dan mulai memainkan lagu. Lagu penyanyi terkenal Taeyang, Wedding Dress.
Seketika semua perhatian tamu undangan tertuju padaku. Mereka menikmati permainanku, tapi apa mereka tahu ini ditujukan untuk peran utama pernikahan hari ini? Jaebum menatapku dari kejauhan, sedangkan Mina memejamkan mata menikmati permainan pianoku yang memukau suasana. Aku menyelesaikan permainan ini dengan cepat. Semua tamu bertepuk tangan. Aku hanya tersenyum kecil dan berlari pelan ke luar gereja.
Aku terduduk di bangku taman, sendirian. Aku menatap bunga, rumput, dan awan. Aku teringat masa lalu, disaat hanya ada aku bertiga; aku, Mina, dan kebahagiaan. Aku memejamkan mataku. Tanpa sadar tanganku terangkat mencoba meraih langit. Aku membuka mataku perlahan. Aku mengusap angin, mengibaratkan sebagai Mina yang bahkan tak sanggup kugapai. Aku menurunkan tanganku, dan ternyata di depanku Mina dan Jaebum keluar dari pintu gereja.
"Mark, ternyata kamu disini? Ayo masuk, banyak tamu yang ingin mendengar permainan pianomu lagi," ujar Mina antusias. Aku tersenyum kecut dan mengangguk. Aku berdiri dan mengikuti langkah Mina dan Jaebum yang mendahuluiku. Aku tersenyum sekali lagi, menarik nafas dan membuangnya perlahan.
20 tahun aku mencintai, 20 tahun aku terluka. Dan kalimat itu masih sama.
Kau--putriku, meski aku tak pernah menjadi pangeranmu.
END
p.s : kalau ada yg bingung tentang angka-angkanya, itu buat nunjukin hari.