CHAPTER 1 : Bimiliya Sarangi: Satang?
Aku duduk di ayunan di sebuah taman dekat sekolah. Sendirian. Sambil terus menunduk. Aku takut pulang. Nilai ujianku nggak bagus. Kalau nanti aku dimarahi ibu gimana?
Aku terus mendorong ayunan menggunakan kakiku sambil terus memandang ke tanah. Memikirkan apa yang salah sehingga nilaiku tiba-tiba nggak bagus. Memikirkan kata-kata yang akan keluar dari mulut ibu ketika mengetahui nilaiku nggak bagus. Dan memikirkan hukuman apa yang pantas bagi diriku sendiri agar ujian selanjutnya nilaiku menjadi bagus lagi.
“Hey,” tanpa aku sadari sedari tadi ada seseorang yang sudah duduk di ayunan sebelah.
Aku menoleh. Menatapnya yang juga sedang menatapku. Ia menjulurkan tangannya sambil tersenyum.
“Namaku Jaebeom.”
***
Handphoneku berdering. Pasti telepon dari Kevin, pacarku. Dia selalu meneleponku setiap pagi untuk membangunkanku. Aku hanya menjawab sekenanya karena masih setengah sadar. Yang penting dia tau kalau aku sudah bangun akibat alarm pagiku itu. Kemudian aku melihat ada notifikasi line. Sepagi ini? Siapa?
Aku membuka line dan cukup kaget ketika melihat pesan itu dari siapa. Sebenernya ini nggak bisa dibilang cukup kaget karena mataku langsung terbuka lebar saat melihatnya. Aku SANGAT KAGET! Pesan tersebut dari Jaebeom. Iya, Jaebeom. JB GOT7. Bukan, ini bukan pesan dari akun official artis bohongan itu. INI PESAN LANGSUNG DARI JAEBEOM!
Morning^^
Begitu isi pesannya.
Iya, cuma begitu.
Tapi rasanya... bikin aku langsung lompat dari kasur. Nari-nari nggak jelas sambil loncat-loncat. Pengennya sih sambil teriak juga, tapi ini masih terlalu pagi dan aku bisa dimarahi sama ibu kost kalau teriak-teriak. Hehehe.
Aku balas apa ya kira-kira? Aku harus balas apa?
Morning too :)
Huh hah huh hah. Jantungku sudah olahraga pagi-pagi begini. Rasanya jantungku mau copot kaya habis lari marathon 500 meter. Padahal aku cuma bales chatnya Jaebeom. Gimana kalau nanti ketemu lagi?
***
Setiap kali aku nonton konser GOT7, pada saat konser itu berakhir, aku selalu menunggu. Menunggu sampai arena sepi, sampai arena kosong. Menunggu sampai hanya tinggal aku yang tersisa bersama beberapa petugas yang membereskan arena. Menunggu sampai aku diusir oleh petugas, bahkan sampai petugas pun bosan mengusirku.
Hari ini juga sama. Setelah menontonmu tadi, aku diam. Berdiri. Menatap panggung yang sudah kosong. Sekarang sebagian sudah dibereskan. Tadi kamu ada diatasnya, diatas situ. Kamu menyanyi, kamu menari, kamu melompat-lompat. Mataku masih dapat melihat bayanganmu disitu. Berputar-putar dengan jelas dikepalaku. Tersenyum pada semua orang disini, termasuk padaku. Melambaikan tangan pada semua orang yang meneriaki namamu, termasuk padaku. Tapi aku bisa apa. Kamu tidak ingat aku. Aku hanya IGOT7 dimatamu. Aku bukan aku.
“Jeogiyo4. Ini sudah selesai. Kamu sedang menunggu seseorang?” seorang petugas menegurku. Menghamburkan semua lamunanku tentang kamu.
Aku menggeleng ragu. Aku memang menunggu seseorang, tapi dia tidak tau aku sedang menunggunya. “anieyo, ahjussi5.”
“Kalau begitu silahkan pulang. Ini sudah larut.”
“Araseo. Jwisonghabnida6.” aku membungkuk memberi salam, lalu berbalik untuk pulang. Akhirnya aku melangkahkan kakiku keluar arena. Aku berjalan sambil terus menunduk, sesekali menoleh ke arah arena, ke arah panggung, lalu aku menunduk lagi. Begitu terus sampai aku keluar dari Universitas Hwajung Korea.
“Changkamhan7!” sebuah mobil van hitam berhenti tepat disebelahku ketika baru keluar dari parkiran Universitas Hwajung Korea. Seseorang yang berteriak tadi membuka pintu mobil lalu menarikku masuk ke dalamnya sebelum pintu mobil itu tertutup kembali.
Aku kaget. Sedikit berteriak. Sebelum akhirnya suaraku tercekat. Sama sekali nggak bisa keluar. Dan sama sekali nggak percaya sama mataku sendiri. Untuk pertama kalinya.
“Gwencanha8?” seseorang dari bangku belakang menanyakan keadaanku. Aku menoleh ke arah suara. Aku makin kaget. Makin nggak percaya sama apa yang sedang mataku lihat.
Aku tidak menanggapi pertanyaannya, lebih tepatnya tidak bisa. Wajahku berpaling lagi ke depan. Lalu aku meunduk. Menyadari bahwa tanganku masih di genggam oleh seseorang yang menarik tanganku tadi.
“Jaebeom-i?”
***
“Namaku Jaebeom.”
Aku menghentikan ayunanku. Menatapnya tetapi tidak menghiraukan tangannya yang sejak tadi ia julurkan untuk bersalaman denganku.
Dia masih disitu. Masih menjulurkan tangannya. Masih menunggu uluran tanganku. Masih menungguku menyebutkan namaku. Masih tersenyum. Senyumannya lembut dan tulus. Senyuman yang membuat matanya hanya tinggal segaris.
Tiba-tiba jantungku berdegup kencang, seperti melompat-lompat kegirangan. Dengan sedikit salah tingkah aku menerima uluran tangannya. “Kirana,” kataku.
Aku menarik lagi tanganku sebelum genggaman itu terlalu kuat. Memegang pipiku yang mendadak memanas. Memeganginya dengan kedua tanganku.
Dia beranjak dari ayunannya, lalu berdiri dihadapanku sambil mengeluarkan sesuatu dari sakunya dan menyodorkannya padaku.
“Satang9?”
***
“Woy, Ran! Jangan ngelamun aja. Udah jam 5 lebih nih. Pulang yuk?”
Jantungku hampir copot gara-gara Adin yang tiba-tiba menepuk pundakku. Membuyarkan lamunanku. Mengajakku pulang karena kami kost di gedung yang sama. Rutinitas harianku ketika jam kerja sudah selesai.
Aku mengiyakan ajakan Adin dan membereskan barang-barang di meja kerjaku. Kemudian aku berjalan menuju lobby mengikuti Adin sambil mengecek handphoneku. Tidak ada notifikasi dari Jaebeom. Sejak pesannya tadi pagi.
Seharian ini moodku naik turun. Tiba-tiba senang karena ingat pesan dari Jaebeom tadi pagi. Tiba-tiba sedih karena saat membuka handphone masih belum ada balasan lagi darinya. Mungkin dia sibuk. Mungkin belum sempat membuka handphone lagi. Mungkin dibalas nanti saat jam makan malam. Atau mungkin tidak akan dibalas lagi?
Aku berpamitan dengan Adin ketika sampai didepan kamar kostku, lalu aku masuk dan mengunci pintu. Aku segera berganti baju dan menonton TV. Belum ada balasan dari Jaebeom. Kemudian aku makan malam. Belum ada balasan dari Jaebeom. Sampai akhirnya aku kembali menonton TV sambil malas-malasan. Masih belum ada balasan dari Jaebeom.
Sampai akhirnya handphoneku berbunyi pada pukul 9 malam. Aku buru-buru memegang handphoneku dan membuka pesan. Ternyata dari Kevin, pacarku, menyuruhku untuk cepat tidur agar besok tidak terlambat bangun pagi.
Baiklah. Aku akan tidur. Jaebeom mungkin sibuk. Mungkin belum sempat punya waktu luang untuk membalas pesanku. Mungkin besok dia balas.
Aku mematikan lampu kamarku dan menarik selimut, ketika handphoneku berbunyi lagi, tanda notifikasi masuk. Aku membuka pesan dengan malas. Paling juga dari official akun mie aceh seberang kantor yang menawarkan diskon menarik untuk makan siang besok.
Sudah tidur?
Mataku yang tadinya sudah hampir terpejam mendadak terbuka lebar. Rasa kantuk yang tadi sudah menyerang seketika langsung hilang. Jaebeom?
Belum.
Dahaengida^^10
Wae yo11?
Aniya. Geunyang... bogoshiposeo.12
***
“Jaebeom-i?”
Aku menarik tanganku, kemudian memegangi kedua pipiku dengan salah tingkah. Pasti pipiku sudah memerah.
Dia langsung tersenyum ketika aku memanggil namanya tadi. Masih senyum yang sama, senyum yang membuat matanya hanya tinggal segaris.
“Ah!” tiba-tiba saja dia mencari sesuatu di dalam tasnya. “Chajatta13,” sedetik kemudian ia menemukan yang sejak tadi dicarinya didalam tas. Lalu memberikannya padaku sambil lagi-lagi memamerkan senyumnya itu.
“Satang?”
“Oooohhhh,” semuanya langsung berseru. Iya, semuanya. Aku menoleh ke segala arah dan menemukan bahwa semua mata sedang tertuju padaku. Literally, semua mata. Manajer-nim14 di balik kemudi sedang membalikkan badannya menghadapku yang duduk tepat di kursi belakang kemudi. Jaebeom yang duduk disebelahku juga menatapku sambil masih memegangi permen itu. Jackson duduk tepat dibelakangku dengan Bambam dan Yugyeom di kursi sampingnya. Di kursi paling belakang ada Youngjae, Mark, dan Jinyoung.
“Nuna annyeong15.” Yugyeom menyapaku sambil tersenyum geli saat mataku bertemu dengan miliknya.
“Ya! Yugyeom-a!”16 Jinyoung menyekapnya dari belakang. Lalu yang lain ikut menyalahkan Yugyeom dan mencubitnya. Bercandanya mereka.
Jaebeom juga ikut bercanda sebelum akhirnya kembali lagi padaku. Menawarkan permen itu lagi padaku.
“Satang-i, kamu nggak ingat?”
“Aaakkkk!” Jackson berteriak kegirangan sedetik setelah Jaebeom menyelesaikan kalimatnya, “I’m out17!”
“I’m 2 out.”
“3 out!”
“4 out.”
“I’m 5 out.”
“6 out.”
Semuanya tertawa sambil bersembunyi dibalik kursi. Tentunya sambil masih mengintip “kami”.
“Yaaa, yederaa18,” Jaebeom berseru. Membuat teman-temannya itu menghentikan tawanya yang memenuhi van ini. Walaupun mereka masih tetap antusias mendengar jawabanku.
Aku tersenyum pada Jaebeom, tidak semanis senyumannya, namun setulus yang aku bisa, “tentu saja ingat.”
“Choo choo choo choo19!” seru Yugyeom.
Kali ini Jaebeom tidak menghiraukan mereka yang mulai ribut lagi, tertawa lagi, bercanda lagi. Kemudian ia memintaku mengeluarkan handphoneku. Dia mengambilnya lalu men-scan kode line-ku.
“Untuk sangat terlambat mengenalimu, mianhae20.”
***
Aniya. Geunyang... bogoshiposeo.
Aku berteriak dalam hati. Hanya dalam hati, karena ini sudah lewat dari pukul 9 malam Waktu Indonesia bagian Barat.
Aku menendang selimutku yang tadi baru kutarik, menyalakan kembali lampu kamarku, lalu memeriksa pipiku di cermin. Seperti yang sudah kuduga, pipiku langsung menunjukkan warnanya, memerah lagi.
Aku membalas pesannya. Membalasnya lagi. Membalasnya lagi, lagi, dan lagi. Sampai akhirnya malam itu kami chatting hingga mataku mulai lelah. Sekitar pukul 11 malam Waktu Indonesia bagian Barat dan pukul 1 pagi keesokan harinya waktu Korea Selatan. Kami akhirnya memutuskan untuk tidur.
Jalja21.
Katanya malam itu, mengakhiri chatting kami.
Setelah hari itu, aku dan Jaebeom sering bertukar kabar, walaupun tidak setiap hari. Karena ia mulai disibukkan dengan comebacknya Flight Log: Turbulence.
Sampai detik ini, tidak ada yang tahu kalau aku dan Jaebeom punya masa lalu, sering chatting dan bertukar kabar, dan mungkin memiliki perasaan yang sama. Tidak ada yang tahu, termasuk pacarku, Kevin.
Pernah suatu hari Jaebeom mengajakku ke Thailand. Katanya ia ada jadwal disana. Lalu? Aku harus menungguinya sampai schedule-nya kosong? Jalan-jalan sendirian di negara orang yang bahasanya tidak aku mengerti. Lagi pula Jaebeom mengajakku terlalu mendadak. Mana bisa juga aku cuti dadakan.
Tahun baru kemana?
Kemana? Aku mau kemana ya tahun baru ini? Kenapa dia bertanya padaku? Atau Jaebeom mau mengajakku tahun baru bersama? Membayangkannya saja sudah membuatku senyum-senyum sendiri.
Datanglah ke Korea. Aku ada jadwal libur.
Begitu pesan dari Jaebeom selanjutnya setelah ku bilang belum ada rencana tahun baru kemanapun.
Aku berpikir sebentar. Datanglah ke Korea? Dia mengundangku? Jinjja22? Ke Korea? Malam tahun baru?
Pipiku tiba-tiba memanas, lagi, membayangkan aku disambut oleh Jaebeom saat datang ke Korea. Menghabiskan malam tahun baru bersama. Dengan salju disekeliling kami dan kembang api yang indah bersautan memenuhi langit di atas kami.
Aku tidak buru-buru mengiyakan pada Jaebeom. Aku bilang mau lihat jadwal kerjaku dulu. Kalau memungkinkan, aku akan ke Korea. Namun jika tidak memungkinkan... akan kubuat jadi mungkin. Hehehe.
***
Aku akhirnya memaksakan dan memberanikan diri untuk terbang ke Korea. Sendirian. Walaupun pacarku tidak mengizinkan, bahkan kami sempat bertengkar dulu beberapa hari sampai akhirnya dia tidak mau mengantarku ke bandara saat aku berangkat tadi. Tapi akhirnya sekarang aku disini. Jauh diatas awan. Termenung didalam pesawat. Membayangkan bagaimana saat aku sampai di Korea nanti.
***
“Satang?”
Aku menjulurkan tanganku, hendak mengambil permen yang ditawarkannya. Tapi ia menahanku, membukakan bungkus permen loli tersebut, lalu memasukkannya ke mulutku.
Aku memegang stik permen itu dan menatap Jaebeom lagi. Dia tersenyum lagi. Kemudian dia mengambil satu permen lagi dari sakunya, membukanya, dan memakannya.
Sedetik kemudian aku menangis. Entah kenapa. Aku hanya ingin menangis.
Jaebeom tidak panik. Dengan tenang ia memegang tanganku, menarikku sampai aku berdiri dari ayunan dan membawaku untuk duduk di bangku taman.
Aku menceritakan masalahku pada Jaebeom. Ku bilang aku takut ibuku marah dan menghukumku kalau tau nilai ujianku tidak bagus. Dia tertawa. Katanya aku masih seperti anak kecil. Dia pikir aku menangis karena seorang laku-laki. Tapi kemudian ia menenangkanku. Katanya ia juga pernah mendapatkan nilai yang tidak memuaskan. Dia berkata jujur pada ibunya, lalu berjanji untuk belajar lebih giat sampai akhirnya nilainya jadi bagus. Dia juga bilang, permen selalu bisa membuat sedihnya hilang. Makanya ia memberikanku permen, agar sedihku juga ikut hilang dan memiliki keberanian untuk jujur pada ibu tentang nilaiku.
Sejak hari itu kami sering bertemu, ditaman itu, dan Jaebeom selalu membawakan permen untukku. Kami mengerjakan tugas sekolah bersama. Makan bersama. Main bersama. Menghabiskan waktu bersama-sama.
Saat itu aku hanya memiliki Jaebeom. Seorang teman yang mengerti keadaanku. Mengerti ucapanku meskipun bahasa Koreaku masih belum fasih. Dia mau mengajarkanku pelajaran bahasa Korea yang masih sulit ku pahami. Ia juga mengajarkanku menulis hangul agar lancar. Kadang kami bersenggolan karena Jaebeom itu left-handed.
Kami juga merayakan ulang tahunku bersama di taman itu. Ulang tahun ke 13. Ulang tahun terbaik sepanjang hidupku. Jaebeom membawakanku sup rumput laut. Budaya korea yang harus memakan sup rumput laut di hari kelahirannya. Katanya ia memaksa ibunya untuk membuatkannya sup rumput laut itu, tapi ia tidak menjawab ketika ibunya bertanya kenapa ia sangat ingin dibuatkan sup rumput laut itu. Ia membawanya diam-diam ke taman untuk dimakan bersamaku.
Kami semakin dekat dan semakin sering bertemu di taman itu setiap pulang sekolah. Sampai akhirnya hari pembagian raport datang. Setelah mengambil nilai bersama ibuku, aku datang ke taman. Menunggu Jaebeom seperti biasa. Bermain ayunan sampai tidak terasa satu jam sudah berlalu. Jaebeom masih belum datang. Aku masih bermain ayunan sampai hujan turun dari langit setengah jam kemudian. Jaebeom belum juga datang. Aku menunggunya di bawah perosotan sambil berteduh. Sampai setengah jam lagi, Jaebeom belum juga terlihat. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk pulang. Tanpa berpamitan dengan Jaebeom.
***
Akhirnya aku sampai di Korea setelah 7 jam perjalanan diatas awan. Aku menyalakan handphoneku setelah mengambil koperku di bagasi dan membeli kartu korea di bandara.
Aku sedang dalam perjalanan menjemputmu. Nanti ku kabari kalau sudah sampai.
Itu pesan darinya setengah jam yang lalu. Belum ada pesan lagi darinya. Mungkin ia masih di jalan.
Aku duduk menunggu. Membuka galeri handphoneku. Empat bulan yang lalu, waktu Jaebeom menarikku ke dalam van hitam itu, aku tidak sempat berfoto dengan personil GOT7. Hanya ada foto-foto saat mereka konser di Universitas Hwajung. Beberapa foto yang kuambil dengan handphoneku. Itu pun gambarnya gelap dan tidak jelas. Kali ini aku harus menyempatkan diri untuk berfoto bersama GOT7, terutama Jaebeom. Meskipun foto itu tidak bisa ku pamerkan di social media, tapi aku bisa melihatnya setiap malam untuk ku kenang.
Aku sudah sampai. Mobilku agak jauh dari pintu masuk ya.
Aku tersenyum begitu melihat pesan dari Jaebeom setelah setengah jam menunggu sambil membuka galeri handphoneku tadi.
Aku keluar sambil menarik koperku. Melihat sekelilingku. Mencari mobil yang Jaebeom maksud. Setelah menemukannya, aku segera berjalan kesana. Aku berjalan pelan, namun jantungku sudah seperti orang yang berlari karena dikejar anjing. Deg deg deg. Bahkan aku bisa mendengar suara jantungku sendiri saking kencangnya.
Dengan tangan sedikit gemetar, aku membuka pintu mobil itu. Aku disambut oleh senyuman Jaebeom, “annyeong.”
Aku tersenyum balik. Aku memasukkan koperku ke bagasi mobil. Jaebeom tidak bisa membantuku karena takut kami diikuti oleh fansnya nanti. Aku masuk ke dalam mobil dan duduk di samping kemudi, di samping Jaebeom yang mengemudikan sendiri mobil itu. Mobil yang dipinjamnya dari manajer-nim.
Jaebeom memelukku tepat setelah aku menutup pintu mobil. Ia tersenyum lagi padaku, “bangawo23.” katanya sambil terus tersenyum. Ia memasangkan seat belt padaku, “kaja24!”
“Mau kemana?” tanyaku.
Senyumnya sedikit menghilang, “aku ada latihan jam 10 untuk acara nanti malam.”
Oh. Jadi hari ini dia sibuk ya. Seharian ya? Bahkan latihan dari pagi? Acaranya sampai malam ya? Berarti hari ini aku harus berjalan-jalan sendirian ya? Tapi kenapa dia menyempatkan diri untuk menjemputku?
“Sudah sarapan? Tadi aku membuatkanmu kimbab sebelum menjemputmu.”
“Jinjja? Dimana kimbabnya?” aku mencari kotak bekal yang dimaksud Jaebeom di bangku belakang. Aku menemukannya. Kotak makan berwarna kuning. Aku membukanya dan seketika perutku berbunyi.
“Gomawo25, Jaebeom-a,” aku memakannya dengan lahap sambil sesekali menyuapinya yang sedang menyetir. Enak.
“Jaebeom-a, ini benar buatan kamu? Neomu mashiseo26,” pujiku. Dia hanya tersenyum malu. Aku tidak berbohong. Kimbab buatannya memang enak. Ku dengar ia memang pintar memasak. Mungkin itu gen dari ibunya. Aku masih ingat sup rumput laut buatan ibunya yang ia bawa untuk merayakan ulang tahunku 10 tahun yang lalu.
Setelah aku menghabiskan sarapanku yang dibuatkan oleh Jaebeom, aku mengajaknya mengobrol. Kami mengobrol sepanjang perjalanan menuju rumah host ku. Sesekali kami menyanyi lagu yang ada di radio. Sesekali juga ia memutarkan lagu baru GOT7 di album Flight Log: Turbulence, lalu menyanyikannya untukku.
***
Hari ini Jaebeom bilang mau menjemputku jam 4 sore. Katanya ia tidak ada jadwal untuk hari ini. Dan sekarang aku sedang bersiap-siap. Mencari baju terbaik yang bisa kupakai, tetapi tetap akan tertutup oleh coat-ku. Memakai make up dan berdandan secantik mungkin, tetapi nanti tertutup oleh kupluk dan syalku.
Ketika Jaebeom tiba di depan rumah hostku, ia segera mengabariku. Akupun segera turun dan menghampirinya. Aku tersenyum ketika menemukan mobil yang kemarin pagi menjemputku di bandara. Aku membuka pintu mobil dan langsung memasukinya. Hari ini juga ia menyetir sendiri lagi.
“Chan27!” ia memberikan sebuah kotak berukuran cukup besar ke pangkuanku. Kotak itu berwarna silver dengan pita kecil berwarna pink pada tutupnya yang membuatnya terlihat cantik.
“Ige mwoeyo28?” tanyaku sambil terus tersenyum. Menebak-nebak apa isi didalam kotak itu.
“Coba buka.”
Aku membuka kotak tersebut dan senyumku langsung mengembang begitu melihat isinya. Tebak apa isinya? Kotak tersebut berisi satu paket kupluk, syal, dan sarung tangan. Ketiganya terbuat dari bahan yang sama dan juga memiliki warna yang sama. Warnanya hitam elegan dengan bahan sedikit berbulu dan lembut saat kupegang.
“Chan!” ia menunjukkan satu paket lagi yang sama persis dengan yang ia berikan padaku.
Ia membuka kupluk, syal, dan sarung tangan yang sedang kupakai dan menggantikannya dengan yang baru Ia berikan. Ia juga memakai kupluk, syal, dan sarung tangan yang sama persis itu.
“Nah. Kaja!”
Dia mulai menjalankan mobilnya. Entah kemana. Kemanapun aku tak peduli. Asal bersama Jaebeom, aku sudah senang.
Kami mengobrol sepanjang jalan sampai akhirnya kami sampai di kawasan namsan tower. Namsan tower? Apa jaebeom tidak salah membawaku ke tempat ramai seperti ini?
“Yakin kesini?” tanyaku ragu.
Jaebeom mengangguk mantap. Ternyata ia sudah membawa rambut palsu yang akan dipakainya sehingga para fans tidak dapat mengenalinya. Setelah memakai rambut palsu itu, dia memakai lagi kupluknya. Memakai kacamata hitam, juga masker hitam. Syalnya pun dia pakai sampai menutupi setengah kepalanya.
Setelah yakin samarannya cukup bagus, Jaebeom mengajakku keluar. Kami berjalan kaki sampai ke puncak. Disepanjang jalan kami terus berpegangan tangan, sesekali kami berfoto bersama. Setelah sampai puncak, Jaebeom membeli gembok dan menulis nama kami disitu sebelum menggantungkan gembok itu di pagar. Kami juga berfoto dengan gembok yang sudah ia gantungkan.
Setelah lelah berfoto dan langit mulai gelap, Jaebeom mengajakku makan. Dia menggandeng tanganku lagi, turun menuju tempat parkir mobil.
“Aku ingin sekali makan ramyeon dan pergi ke sungai Han saat kencan.”
Kencan? KENCAN?
Tanpa menghiraukan isi pikiranku yang terlalu kaget karena dia bilang kami sedang kencan, Jaebeom menjalankan mobilnya menuju sungai Han.
Sepanjang jalan menuju sungai Han Jaebeom banyak bercerita. Sementara aku banyak diam. Sibuk membenahi perasaanku. Menata lagi perasaanku. Mengaturnya agar tidak terlalu kentara di hadapan Jaebeom.
Kami sampai di area sungai Han dan menemukan 7 Eleven di dekat situ. Jaebeom menyuruhku duduk di bangku luar, lalu membelikanku ramyeon, menyeduhnya, dan membawakannya padaku.
Kami menyantap ramyeon dengan lahap. Entah kenapa rasanya sangat enak. Mungkin karena udara yang dingin, mungkin karena lelah menaiki dan menuruni tangga di kawasan namsan tower, atau mungkin karena makan bersama Jaebeom.
Jaebeom mengajakku duduk di bangku yang menghadap langsung ke sungai Han. Kami berada didekat banpo bridge. Melihat air mancur berwarna-warni di sepanjang jembatan yang membelah sungai Han tersebut.
Jaebeom memulai percakapan. Bertanya tentang sesuatu yang membuatnya penasaran sejak 10 tahun yang lalu. Kenapa aku tidak pernah muncul lagi di taman?
Aku menjelaskan sesuatu yang terjadi 10 tahun yang lalu. Hari dimana aku akhirnya pergi tanpa berpamitan dengan Jaebeom. Ayahku dipindah kerja lagi ke Indonesia. Hari itu, ketika aku menunggunya, aku berencana akan berpamitan. Aku akan bilang bahwa aku akan pindah ke Indonesia lagi dan mungkin akan sulit untuk kembali ke Korea. Tapi hari itu dia tidak datang.
“Aku datang. Tapi kamu tidak ada. Aku terus menunggu sampai langit gelap. Kamu tidak ada. Bahkan sampai setahun setelah itu, setiap hari aku masih datang ke taman, membawakan permen untukmu, siapa tau kamu akan datang. Tapi kamu tetap tidak datang.”
Tiba-tiba aku merasa sesak. Rasanya sulit untuk bernapas dengan normal. Tanganku mulai gemetaran. Tidak percaya dengan apa yang dikatakan Jaebeom barusan.
“Setelah setahun aku berhenti menunggumu. Aku kira kamu melupakanku.”
Air mataku mendesak ingin keluar. Aku terlalu tidak percaya dengan apa yang baru saja kudengar. Aku harus menahannya. Aku harus bisa menahannya.
Jaebeom menerima telepon setelah itu. Kemudian Ia mengajakku pulang. Sepanjang perjalanan menuju rumah hostku, kami tidak banyak bicara. Kami sibuk dengan pikiran masing-masing. Menyadari ada sesuatu yang janggal 10 tahun yang lalu. Beratus-ratus pertanyaan muncul dikepalaku. Mungkin juga sama dengan Jaebeom.
“Besok aku ada schedule sampai malam. Nanti ku jemput tengah malam setelah schedule-ku selesai.”
***
Aku menunggu Jaebeom sambil menonton acaranya yang ditayangkan live di TV nasional. Sudah hampir tengah malam. Acaranya memang berakhir tepat setelah peringatan tahun baru. Berarti Jaebeom akan menjemputku sekitar satu jam lagi, atau mungkin lebih. Tidak ada merayakan tahun baru seperti yang sudah kubayangkan sebelumnya. Dengan salju disekeliling kami dan kembang api memenuhi langit diatas kami.
00.01
Happy New Year.
Aku merayakannya sendirian. Dikamar. Sambil masih menunggu kabar dari Jaebeom. Sampai akhirnya aku ketiduran.
“Aku sudah di depan rumah hostmu.”
Telepon darinya membangunkanku. Aku yang masih terhuyung langsung memakai coatku, syalku, kuplukku, dan sarung tanganku. Aku mengambil tas dan segera turun menemui Jaebeom yang sudah menjemputku.
Jaebeom membawaku ke dormnya. Katanya personil yang lain sudah menunggu di rooftop dorm untuk barbecue party.
“Nuna annyeong,” lagi-lagi Yugyeom yang paling bersemangat menyapaku.
“Annyeong, Yugyeom-a,” sapaku balik.
Lalu personil lain bergantian menyapaku. Mengucapkan selamat tahun baru. Beberapa juga menggodaku karena katanya Jaebeom banyak membuat lagu setelah bertemu lagi denganku. Aku hanya tersenyum malu menanggapinya, walaupun sesungguhnya aku sudah berteriak kegirangan dalam hati.
Kami menghasilkan banyak foto. Sambil makan gogi29, sambil bercanda, sambil memainkan suatu game, dan sambil mendengarkan mereka bernyanyi dan menari. Aku sungguh tidak menyesal memutuskan untuk merayakan tahun baru disini.
Jaebeom akhirnya memiliki kesempatan untuk duduk disebelahku setelah sejak tadi banyak yang mengajakku mengobrol.
“Kamu bilang kamu kira aku melupakamu. Aku tidak melupakanmu. Aku tidak pernah melupakanmu.”
“Aku juga. Aku berhenti menunggumu di taman, bukan berarti aku melupakanmu. Aku terus mencarimu.”
“Aku terus memikirkanmu. Terus memikirkan bagaimana caranya aku bisa pergi ke Korea untuk menemui kamu.”
“Aku mencari cara agar kita bisa bertemu.”
Aku dan Jaebeom terdiam. Sama-sama masih memikirkan sesuatu yang seharusnya kami ketahui sejak lama. Terdiam ditengah keributan bercandaan GOT7.
“Aku berharap kamu mengenalku pada saat aku debut.”
“Aku menemukan kamu. Aku langsung menyadari kalau itu benar-benar kamu. Dan aku terus mengikuti perkembanganmu. Sampai akhirnya aku memberanikan diri untuk sebisa mungkin menonton konsermu dan datang pada fan meetingmu di beberapa negara,” Aku terdiam sebentar, menarik napas dalam sebelum melanjutkan lagi kalimatku, “aku berharap kamu menemukan aku ditengah ribuan fans lainnya.”
“Dan akhirnya aku menemukan kamu. Walaupun sangat terlambat. Mianhae.”
Lagi-lagi kami berdua terdiam. Entah harus senang atau sedih yang kurasakan. Menyadari bahwa cinta diam-diamku selama sepuluh tahun memiliki perasaan yang sama. Sama-sama mencari, sama-sama minta ditemukan, sama-sama menunggu lama, dan sama-sama menemukan.
“Johahaeyo30,” kataku akhirnya. “Neomu johahaeyo, Jaebeom-a.”
Jaebeom hanya diam. Menatapku sebentar. Kemudian hendak berbicara namun ku potong sebelum Ia sempat mengatakan apa-apa, “tapi aku memiliki pacar.”
Jaebeom tertegun. Ekspresinya menunjukkan keterkejutannya mendengar pengakuanku yang bodoh ini.
Semuanya ikut terdiam. Lalu salah tingkah menyadari ada sesuatu diantara kami. Mereka memerhatikan kami. Yang juga hanya terdiam. Hening. Tidak ada kata-kata lagi sampai akhirnya Jaebeom berdiri, lalu berlalu meninggalkan kami semua.
Air mataku mulai menetes. Seluruh tubuhku gemetaran. Kamu bodoh, Kirana. Sangat bodoh. Aku terus memarahi diriku sendiri di dalam hati.
“Uljima31, Kirana. Aku akan mengantarmu pulang,” Jinyoung akhirnya menenangkanku dan mengantarku pulang ke rumah hostku sekitar pukul 4 pagi.
***
Sejak hari itu Jaebeom tidak pernah membalas pesanku. Sisa 3 hari ku di Korea kuhabiskan sendirian. Sesekali Jinyoung menanyakan kabarku. Yugyeom juga sempat mengajakku makan bersama walaupun akhirnya ku tolak.
Sesampainya di Indonesia aku putus dengan pacarku. Tidak ada alasan apa-apa. Hanya ingin putus. Dia pun memang sudah kesal padaku sejak aku memutuskan untuk terbang ke Korea untuk merayakan malam tahun baru.
Aku bodoh. Aku merasa bodoh. Tapi aku tidak ingin membohongi Jaebeom. Aku tidak ingin menyakitinya meskipun kurasa aku sudah menyakitinya.
Seiap hari aku hanya bisa melihatnya dari foto-foto saat aku di Korea kemarin. Foto saat kami jalan-jalan di kawasan namsan tower. Walaupun wajahnya tertutup rambut palsu, kacamata dan masker hitam, dan juga syalnya, namun aku tetap senang. Foto-foto dengan personil GOT7 lainnya juga saat kami merayakan tahun baru di rooftop dorm mereka. Setidaknya aku sempat berfoto dan ada yang bisa kukenang.
Sesekali aku mengirim pesan pada Jaebeom walaupun aku tau dia tidak menghiraukanku lagi. Aku menyesal. Aku sangat menyesal sudah membuatnya syok dengan kata-kata bodohku.
Aku ingin mengatakan padanya kalau aku tak bermaksud berbohong padanya. Aku ingin meminta maaf. Aku ingin bertemu lagi dengannya.
***
18 Februari 2017.
Hari ini adalah kesempatan terakhirku untuk memastikan perasaanku sendiri, juga untuk meminta maaf pada Jaebeom.
Aku datang ke fan meeting GOT7 Flight Log: Turbulence di Jakarta. Duduk di seat berwarna pink. Tanpa atribut GOT7 seperti orang lainnya. Dengan ekspresi wajah yang jauh berbeda dari IGOT7 disekelilingku.
Jantungku berdegup sangat kencang begitu acara dimulai. Ada Jaebeom disitu. Menyanyi, menari, dan sesekali menemukan mataku. Namun tidak menghiraukanku. Padahal personil lainnya ketika matanya bertemu denganku mereka tersenyum. Walaupun mereka tetap menyamarkannya agar tidak ketahuan bahwa mereka mengenalku.
Jamkkanman barabwa neomu eosaek hajima
Don’t worry mami wonhaneunde soljikhaejyeo bwa
Cheoeum bol ttaebuteo algo itjanha
Hwaksini deulgireul barae geugeotman
Tanpa aku sadari Jaebeom terus menatapku sejak awal lagu ini dimulai. Tatapannya lurus padaku. Wajah sedihnya tampak menghayati lagu ini. Aku baru ingat bahwa Jaebeom yang menulis lirik lagu ini.
Ni pone baegyengi nae sajinigireul
Heojeonhan nae son maju jabajugireul
Danji neo hana maneun geot jung ni mam hana
You know you know I’m all about you
Akupun terus menatapnya. Dengan tatapan yang sama sedihnya.
Nan uriga deo gakkawojige
Neol deo kkwak ana tteoreojil su eopge
Seoro jom deo gakkawojigil
Ireon nae maeumi neoege dakireul barae
Air mataku menetes saat gilirannya menyanyi.
Little more Little more I want you baby
Little more Little more han georeum deo
Little more Little more I want you baby
Little more Little more han georeum deo
geokjeong an haedo dwae niga gabyeopge boneun ge
Forget it hwolssin deo nae mameun jinjihandeutae
hanbeon bogo jinagal su itjiman
No hangsang yeope dugo bogosipeo nan
nae oseul gollajul sarami neoigil
i gireul georeul ttae nae yeopjariigil
danji neo hana maneun geot jung ni mam hana
You know you know I’m all about you
nan uriga deo gakkawojige
neol deo kkwak ana tteoreojil su eopge
seoro jom deo gakkawojigil
ireon nae maeumi neoege dakireul barae
gyesok gabogo sipeun geol neowa na duriman
(duriman~ yeah yeah yeah~)
modeun geol haebogo sipeo neowa na duriseo
meorissogi neoro gadeukhae jigeum ango sipeo
nan uriga deo gakkawojige
neol deo kkwak ana tteoreojil su eopge
seoro jom deo gakkawojigil
ireon nae maeumi neoege dakireul barae
Little more Little more I want you baby
Little more Little more han georeum deo
Little more Little more I want you baby
Little more Little more han georeum deo32
Aku dan Jaebeom saling bertatapan sampai lagunya selesai. Tidak ada yang menyadari kami. Tidak ada yang menyadari rasa sakit kami saat mendengar lagu ini. Tidak ada juga yang menyadari perasaan kami saat ini. Hanya aku dan Jaebeom yang mengerti bahwa komunikasi tak selalu memerlukan kata-kata.
Jaebeom kembali lagi seperti biasa saat lagunya sudah selesai. Dia menyanyi seperti biasa. Dan juga bercanda seperti biasa. Sampai akhirnya acara fan meeting ini berakhir.
Aku masih duduk ketika seluruh IGOT7 dalam ruangan ini mulai mengantri untuk keluar dari ballroom. Aku masih duduk saat seluruh IGOT7 sudah keluar dari ruangan ini. Aku masih duduk ketika seluruh staf masuk untuk membereskan ballroom ini. Aku masih duduk. Aku masih disini. Menunggu kamu.
Seluruh staf tiba-tiba keluar dari ballroom ini. Kosong. Hanya ada aku disini. Sendirian. Masih menunggu.
Tiba-tiba Jaebeom keluar dari backstage. Berjalan menuruni panggung. Berjalan sampai kehadapanku. Mengeluarkan sesuatu dari balik badannya dan menawarkannya padaku sambil tersenyum.
“Satang?”
*****
1 1, 2 strike, jika aku kehilanganmu maka permainan berakhir. Lirik lagu GOT7 – Home Run.
2 Tenang saja, aku melihat hatimu datang ke arahku. Lirik lagu GOT7 – Home Run.
3 Mulai sekarang, kamu gadisku (pacarku). Lirik lagu GOT7 – Home Run.
4 Sapaan untuk memanggil seseorang seperti hey, woy, yang disitu. Bahasa yang digunakan adalah formal.
5 Tidak, Pak.
6 Iya. Aku minta maaf. Dengan bahasa yang formal.
7 Tunggu.
8 Tidak apa-apa?
9 Permen.
10 Syukurlah.
11 Kenapa.
12 Nggak apa-apa. Hanya saja... aku merindukanmu.
13 Aku menemukannya.
14 -nim untuk memanggil orang agar lebih sopan. Contoh lainnya seperti hyeong-nim artinya kakak laki-laki ketika yang memanggilnya juga laki-laki.
15 Hallo, Kak. Nuna adalah panggilan untuk kakak perempuan ketika yang memanggilnya laki-laki.
16 ‘Ya’ biasa dipakai untuk memanggil orang dengan bahasa yang informal.
17 Permainan GOT7. Biasanya dimulai oleh Jackson.
18 Hey, kalian (anak-anak).
19 Kata-kata yang sering diucapkan oleh Yugyeom.
20 Aku minta maaf. Bahasa informal.
21 Selamat tidur.
22 Benarkah? Like Really?
23 Senang bertemu denganmu.
24 Ayo berangkat.
25 Terimakasih. Bahasa informal.
26 Sangat enak.
27 Tada. Biasanya untuk memberi kejutan.
28 Ini apa?
29 Daging.
30 Aku menyukaimu.
31 Jangan menangis.
32 Lirik lagu GOT7 – Prove It.