CHAPTER 1 : Prolog
Tempat duduk yang nyaman dengan fasilitas yang serba ada dan pelayanan yang ramah dari sang pramugari membuatku merasa nyaman dan betah berlama-lama di dalam kapal terbang, tetapi suara gemuruh kapal terbang yang sedang menabrak awan seketika membuat kupingku berdenging dan aku pun terbangun dari tidur pulasku. Aku langsung melihat kearah arloji kecil di tanganku yang menunjukkan jam tepat berada di pukul 7 malam. Tidak lama setelah itu pramugari mengumumkan bahwa kapal terbang kami akan mendarat di bandara International Incheon.
“Huft, akhirnya… setelah sekian lama.” Kataku. Aku pun bersiap-siap untuk turun.
Sesampainya di bandara aku langsung mengabari ayahku kalau aku sudah sampai di Negeri Gingseng tempat kami tinggal. Aku pun menulis pesan singkat untuknya.
“Dad, aku sudah sampai. Kapan kau akan menjemputku?”
Selagi aku menunggu balasan dari ayahku aku mengambil koper bawaanku dan duduk di ruang tunggu. Aku menunggu balasan darinya yang tak kunjung memberikan respon, aku memainkan ponselku, lalu mengambil earphoneku dan mendengarkan lagu untuk menghilangkan kebosanan. Perasaan kesal yang menyelimutiku bercampur aduk dengan lelah yang sekarang aku rasakan, dan membuatku semakin kehilangan mood.
“Lagi-lagi dia sibuk dengan pekerjaannya dan tidak memikirkan putrinya yang baru saja datang jauh dari Indonesia. Ah… sudahlah aku akan tetap menunggunya 15 menit lagi.”
Sudah hampir satu jam aku menunggunya di bandara, dan perasaan kesalku begitu merasukiku sampai akhirnya aku memutuskan untuk pergi dengan mengendarai taxi. Beberapa menit kemudian setelah aku melangkahkan kaki tiba-tiba ponselku berdering, ternyata yang menelponku adalah Jinyoung oppa.
“Kamu dimana? Ayah memberitahu ku kalau kau sudah berada di bandara.” Katanya dengan nafas yang terengah-engah.
“Aku sedang menuju pintu keluar bandara, apakah ayah memberitahumu untuk menjemputku di bandara? Ayolah sudah hampir satu jam aku lumutan duduk di kursi dan menunggu balasan dari ayah.”
“Turunlah aku berada di dekat escalator.”
Aku pun mengikuti perintahnya menuju escalator di dekat pintu keluar bandara, terlihat wajah tampan yang sedang cemas memandangi escalator datang menjemputku, hal itu membuat perasaan kesalku berubah menjadi kasihan padanya, aku pun melambaikan tangan dan menghampirinya.
Aku memandang dengan tatapan tajam kearahnya dan berkata, “Kemana saja kau? Aku sudah mati kebosanan menunggu jemputan selama satu jam.”
“Hehe… mian naui aleumdaun yeodongsaengi-ah (sambil mencubit pipiku), oppa mu ini tadi ketiduran menunggu kedatanganmu.”
“Tidak usah menggodaku (melepaskan tangannya dari pipiku), tetap saja aku masih kesal pada ayah, dia selalu sibuk dengan Boyband dan Girlband asuhannya itu dan tidak memperdulikan putri kandungnya ini.” Sambil memasang muka manyun.
“Sebenarnya ayah sangat merindukanmu, kamu berlibur ketempat paman dan bibi yang jauh di Indonesia sana sangat lama, dan begitulah ayah mengisi kesehariannya dengan mengurus Boyband dan Girlband asuhannya itu. Kau harus mengerti perasaan ayah yang sangat merindukanmu lebih dari aku yang merindukanmu.”
“Omo… kau mulai lagi. Ok kali ini aku memaafkan kalian berdua.” Dengan terpaksa aku berbicara seperti itu untuk menghentikannya berceramah panjang lebar.
“Kaja… aku sudah menyiapkan makan malam untukmu dirumah.”
Aku dan Jinyoung oppa pun berjalan menuju mobil, ia membawakan koperku dan merangkulku menuju mobil. Sesampainya di depan mobil, ia menaruh koperku dibagian bagasi lalu membukakan pintu depan untukku, dan kami berdua langsung berangkat menuju rumah kami. Di dalam mobil aku hanya memandanginya dan berfikir, betapa beruntungnya aku lahir dan menjadi salah satu anggota dari keluarga Park, iya… nama ayah dan oppa yang sedang duduk mengendarai mobil di sampingku ini adalah Park Jinyoung, mereka berdua memiliki nama yang sama, tidak heran aku selalu memberikan mereka julukan DoubleJYP. Tidak hanya nama mereka yang sama, tetapi cara berfikir dan kasih sayang mereka kepadaku juga sama besarnya. Tetapi kini kami hanya tinggal bertiga saja di rumah kami, ibuku baru saja meninggal 2 tahun lalu, dan kini kami bertiga harus mencoba hidup tanpanya walau kadang aku sangat merindukan sosok ibu, tetapi oppaku cukup hebat ia mampu menggantikan posisi ibu untuk memasak di rumah, ia tidak hanya tampan dan ramah, ia juga pandai menyanyi, memasak, dan berakting, tentu saja ia pandai berakting pasalnya sudah ada beberapa drama yang sudah ia bintangi, dan betapa beruntungnya perempuan yang akan menjadi pacarnya kelak.
“Huft… kalau saja kau bukan oppa kandungku, mungkin aku akan jatuh cinta padamu.” Aku berkata di dalam hati.
Menurut teman-temanku aku sangat beruntung bisa menjadi seorang adik dari Jinyoung oppa, yang notabenenya ia sangat sempurna, mahir dalam segala hal dan tentu saja berparas tampan. Tetapi apalah dayaku yang biasa-biasa saja ini, terkadang teman-teman dekatku selalu mengolok-olokku dan berkata aku tidak cocok berada dalam keluarga Park, tetapi takdir berkata lain dan aku terlahir menjadi salah satu anggota keluarga Park, iya... Park adalah marga dikeluarga kami, ayah dan oppaku bernama Park Jinyoung dan aku bernama Park Youngji.