CHAPTER 1 : 1. Sebuah Kedai
Awalnya alis kananku terangkat naik, tak lama diikuti dahi yang berkerut, dan puncaknya kepalaku mendadak pusing. Entah karena kelelahan atau gara-gara membaca laporan keuangan yang aku pegang. Atau justru kombinasi keduanya yang membuat aku semakin yakin bahwa aku tidak cocok untuk urusan bisnis. Meskipun tak mudeng-mudeng amat di bidang itu, untuk sekedar membaca laporan keuangan dan rugi laba aku masih bisa. Seolah membaca cerita pendek yang berakhir tragis, begitulah yang aku rasakan begitu menyimpulkan bahwa Coffee Scent mengalami kerugian. Walaupun kerugiannya tak terlalu banyak, tetap saja rugi adalah rugi. Hal ini menimbulkan perasaan tak enak seolah kau baru saja kecopetan.
Coffee Scent itu adalah nama sebuah kedai kopi yang dimiliki kakak laki-lakiku. Coffee Scent adalah obsesinya selama dia hidup, pengabdiannya pada kopi. Aku ingat betul sewaktu dia membawaku ke tempat ini pertama kali. Dengan bangga dia memperkenalkan Coffee Scent layaknya calon istri yang ideal, berceloteh hal-hal yang berkenaan dengan bisnis coffee shop yang profitable karena terletak di dekat universitas. Itu yang terjadi empat tahun lalu, saat aku masih duduk di bangku kuliah dan hanya bisa manggut-manggut mendengar rencana bisnisnya. Dan kini, Shin Goeun yaitu saya sendiri, memegang baton kepemilikan Coffee Scent untuk sementara waktu karena si kakak sedang memenuhi obsesinya yang lain. Aku yakin sekarang dia sedang bersantai di hammock dan menikmati sinar matahari di Pantai Pattaya. Sedangkan disini, aku harus bercokol dengan kedai yang ia titipkan dalam terjangan badai salju yang menerpa Seoul seperti sore ini.
"Boss, ada yang mencari anda." Sebuah suara memanggilku, dan aku mengernyit begitu mendengar julukan baruku. Boss.
Aku mendongak dan menemukan pemuda pemilik suara rendah yang tadi memanggilku. Memori otakku mengenalnya sebagai Seungyeol, seorang part timer di Coffee Scent.
"Siapa?" Tanyaku sebelum beranjak dari sofa.
"Seorang perempuan, cantik." Jawab pemuda tinggi ini, sempat terlihat olehku ada sebersit senyum sesaat setelah dia menyebut kata cantik.
"Oke, terima kasih Seungyeol-ssi."
Pemuda ini beranjak pergi, tapi ragu, lalu dia berbalik lagi.
"Nama saya Chanyeol bukan Seungyeol." Ucapnya begitu jelas, seakan sedang menjelaskan pada anak kecil bahwa apel dan jeruk adalah buah yang berbeda.
Aku mengangguk pelan, mukaku pasti sudah merah padam menahan malu lalu muncul senyum yang aneh di wajahku. Perkara mengingat nama adalah sesuatu yang tidak gampang dari dulu. Perlu beberapa kali bertemu untuk langsung bisa mengenali seseorang dengan namanya yang benar. Tapi aku percaya hal seperti ini akan sembuh sendiri. Sering aku bertanya-tanya sendiri, kapan itu terjadi?
Sesaat setelah aku mengikuti Chanyeol, aku dipertemukan dengan seorang perempuan berbalut jaket tebal berwarna cokelat tua. Perempuan ini tersenyum begitu melihatku, aku pun ikut tersenyum. Tapi tak ada yang tahu bahwa senyumku ini lebih karena menyadari betapa payahnya aku mengingat nama. Termasuk nama perempuan ini yang kukenal sebagai salah teman kakakku yang berprofesi sebagai reporter.
Setelah berbincang sebentar di salah satu meja di kedai ini barulah aku ingat kalau namanya adalah Choi Sooyoung. Rupanya unnie yang satu ini bermaksud meminta ijin untuk meminjam salah satu sudut di kedai ini untuk urusan pekerjaannya. Justru ini yang tak biasa karena setahuku unnie ini datang ke Coffee Scent biasanya untuk melihat wajah kakakku.
"Bisa ya? Besok siang sekitar jam makan siang aku pinjam tempatnya sebentar." Wajah itu merajuk.
"Iya, bisa. Nanti biar aku persiapkan tempatnya." Jawabku tanpa pikir panjang.
"Gomawo, kamu baik sekali." Sooyoung unnie tiba-tiba mengulurkan tangan, mencubit pipiku yang tak bersalah.
"Omong-omong siapa yang mau diwawancarai?" Tanyaku sambil meringis menahan sakit.
"Seorang photographer muda, dia sedang naik daun akhir-akhir ini. Oh ya, kapan kakakmu pulang? Masih lama?"
"Hari minggu ini, mungkin." Jawabku tak semangat. Reaksi berbeda ditunjukkan oleh Sooyoung unnie, raut wajahnya langsung begitu cerah seolah ada lampu sorot yang memancar dari arahnya.
Begitu Sooyoung unnie meninggalkan tempat ini, aku segera memberitahukan pada karyawan dan barista di Coffee Scent bahwasanya besok akan ada kejadian yang tak pernah terjadi di kedai kecil ini. Coffee Scent menjadi lokasi wawancara teman-teman!
to be continued ...
Heloo, this is the author,,
Thank you for reading this story ,,
Please do comment, see you next chapter.
~_~ Dee_Panda