CHAPTER 2 : Started From Here
Zodiac for today
Sagittarius
Career :
You'll get some surprise money
Health :
Using a scarf can avoid you from cold
Love :
Just give a bright smile at him, and you'll gonna get much love.
-Seoul, South Korea.
"Irene!"
Sebuah teriakan yang berasal dari luar diikuti dengan suara ketukan pintu kamar yang cukup keras membuat seorang gadis yang baru saja selesai mandi kini mendengus kesal. Sambil berusaha mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk, ia pun berjalan kearah pintu.
"Nde , Eomma !!" Sahutnya kesal saat membuka pintu tersebut. Dihadapannya kini tampak seorang wanita paruh baya yang hanya dapat menghela nafas panjang saat mendengarkan keluhan anak gadis semata wayangnya itu.
"Kau ini! Kalau eomma tidak membangunkanmu, kau pasti terlambat. Ujung-ujungnya eomma lagi yang disalahkan." Tutur sang Mama.
Mendengar itu membuat Irene ikut menghela nafas pelan. Bagaimanapun juga apa yang dikatakan oleh mamanya itu memang benar.
"Gwencana . Aku sudah bangun daritadi! Cuma terlambat saja menjawab panggilan eomma, soalnya tadi aku sedang dikamar mandi. Jadi tidak kedengaran."
Sang mama kini mengangguk paham. "Ya sudah, cepat siap-siap! Setelah itu turun kebawah. Eomma dengan Ray tunggu kamu di ruang makan."
"Oke, mom!" Sahut Irene tersenyum lebar seraya menaruh 4 jari sekaligus disamping dahinya hingga membentuk gerakan hormat.
"Oh iya!" Mamanya yang sebelumnya hendak melangkah pergi dari sana mendadak berhenti. "Ini buat kamu." Katanya seraya memberikan sebuah amplop kecil berwarna cokelat pada Irene.
"Apa ini?" Tanya Irene seraya membuka amplop tersebut perlahan sebelum akhirnya membelalakkan matanya terkejut. Isi amplop tersebut ternyata adalah beberapa lembar uang.
"Kemarin eomma habis terima hasil bulan pertama pembukaan kafe. Berhubung ide pembukaan kafe itu berasal dari kamu, jadi eomma pikir tidak ada salahnya kalau dikasih sebagian hasilnya ke kamu." Tutur mama-nya.
Irene sendiri langsung memeluk wanita dihadapannya itu. Tampak wajahnya yang tersenyum lebar disana.
"Jeongmal gomawoyo , eomma! Aku senang sekali!" Serunya semangat membuat sang Mama memgelus rambutnya pelan.
"Iya sayang, sama-sama." Ucapnya kemudian melepaskan pelukan mereka.
"Kamu bisa menggunakan sebagian uang itu buat persiapan kita ke Jepang nanti."
"Nde!!" Sahut Irene tersenyum.
Mamanya sendiri juga ikut tersenyum melihat anaknya itu. Detik berikutnya ia pun melangkah pergi meninggalkan tempat tersebut. Membiarkan Irene yang tampak berpikir sesaat sebelum akhirnya menutup pintu kamarnya kembali.
--Career. Passed.
Matahari pagi yang cerah menyinari bangunan sebuah sekolah. Tampak beberapa siswa maupun siswi berjalan masuk melewati pintu pagar SMA Hanryul. Sebagian dari mereka tampak berjalan sambil mengobrol satu sama lain. Sedangkan sebagian lainnya terlihat mulai berlari kecil menuju ke kelas mereka masing-masing. Salah seorang diantaranya adalah Claurience. Gadis yang biasa dipanggil Irene itu tampak berjalan santai dengan headset yang terpasang di telinganya. Sambil melantunkan lagu ia terus berjalan ke depan, tanpa menyadari panggilan seseorang dari belakangnya.
"Tunggu!" Seru gadis itu saat berhasil meraih pundak orang yang dipanggilnya sejak tadi. Ia pun segera mengatur nafasnya saat melihat Irene akhirnya berbalik memandangnya.
"Jieun?" Ucap Irene santai. "Kenapa kau? Habis balapan?"
Mendengar itu membuat Jieun mengangkat wajahnya kemudian menatap kesal kearah sahabatnya itu. "Iya! Barusan aku habis balapan sama orang tuli!" Semprotnya
Irene sendiri kini terkikik mendengarnya. "Mianhae . Tadi aku sedang dengar lagu." Terangnya. Jieun sendiri hanya menghela nafasnya singkat.
"Kau sakit, yah?" Tanya Jieun tiba-tiba membuat Irene mengernyitkan dahi
"Hah?! Tidak. Memangnya kenapa?"
Jieun memegang scarf yang dikenakan oleh sahabatnya itu.
"Untuk apa kau pake scarf ke sekolah di cuaca cerah?"
Mendengar hal itu membuat Irene seketika tersenyum.
"Oh ini..." Ucapnya seraya memperbaiki posisi scarf nya yang sebenarnya tidak berantakan. "Ini karna horoscope sagitarius hari ini bilang kalau aku harus memakai scarf supaya tidak kena flu."
"Lagi dan lagi. Kau ini kenapa terlalu percaya dengan ramalan?! Horoscope itu..."
"Aigooo! Cukup. Kau sudah mengatakan hal itu berkali-kali padaku." Sela Irene sebelum Jieun sempat melanjutkan kalimatnya. "Kalau tidak percaya ya sudah, tidak apa-apa. Tapi please, jangan memaksaku untuk berhenti mempercayai ramalan."
Apa yang dikatakan Irene barusan berhasil membuat Jieun mengalah. Ia sadar jika dirinya terus melanjutkan perbincangan mengenai hal ini lebih lama lagi, yang ada mereka berdua akan berakhir bertengkar satu sama lain. Seperti yang terjadi setahun yang lalu. Dimana keduanya memilih untuk tidak menyapa satu sama lain.
Hal itu terjadi saat Irene mulai membahas soal horoscope. Ramalan yang sebelumnya hanya untuk bacaan hiburan perlahan-lahan seolah menjadi kebutuhan bagi seorang Claurience. Jieun yang awalnya masih membiarkan Irene yang mulai mencocokkan apa yang terjadi pada keseharian mereka. Akhirnya mulai tidak setuju saat menyadari sahabatnya itu ternyata mengikuti apa yang tertulis dalam ramalan tersebut. Namun saat dirinya berusaha memperingatkan Irene, yang terjadi keduanya justru berakhir dengan pertengkaran. Butuh waktu seminggu sebelum mereka kembali berbaikan satu sama lain. Bagi orang lain seminggu mungkin adalah waktu yang singkat. Namun itulah kenyataannya.
Kenyataan bahwa keduanya tidak dapat bermusuhan terlalu lama. Itu karna keduanya sudah bersahabat semenjak mereka bertemu di SMP. Mereka sebelumnya bertetangga sebelah, namun setelah kecelakaan yang merenggut nyawa kedua orang tua Jieun membuat gadis itu terpaksa pindah dari sana. Meskipun begitu mereka masih tetap dapat bertemu di sekolah.
Walaupun Jieun harus bekerja keras ia demi menghidupi kedua adiknya yang masih kecil bahkan kadang mengalami hal sulit ia sama sekali tidak pernah menunjukkannya pada Irene. Itu karna ia tidak ingin membuat sahabatnya itu merasa khawatir.
"Morning, ladies!!"
Sebuah panggilan membuat Irene maupun Jieun menoleh bersamaan. Dihadapan mereka kini sedang berdiri seorang pemuda yang mengenakan sweater hitam putih sambil tersenyum.
"Jungkook." Ucap Jieun datar
Berbeda dengan respon sahabatnya itu, Irene justru tersenyum lebar kearah pemuda yang tidak lain adalah kekasihnya.
"Pagi!" Sahutnya bersemangat
"Kalian lama sekali. Aku bahkan harus berjalan kesini dulu." Tutur pemuda bernama Jungkook itu.
"Siapa juga yang menyuruhmu datang kesini." Gumam Jieun pelan. Namun baik Jungkook maupun Irene masih bisa mendengarnya dengan jelas. Mendengar hal itu membuat Irene sedikit kesal.
"Jieun-ah, kau ini..."
"Sayang, sudahlah. Tidak apa-apa." Sela Jungkook sebelum Irene sempat melanjutkan kalimatnya. "Mungkin dia sedang bad mood hari ini. Lagipula aku juga baik-baik saja."
Melihat Irene yang masih sedikit kesal membuat Jungkook kembali menghela nafas.
"Ayolah, jangan cemberut seperti itu. Nanti cantiknya hilang loh!" Kali ini ucapan pemuda itu tampaknya berhasil membuat kekasihnya itu mengalah dan akhirnya tersenyum kecil. "Begini kan lebih bagus. Lebih baik sekarang kita masuk kelas, soalnya sebentar lagi bel berbunyi. Ayo!" Tuturnya
Irene sendiri akhirnya hanya mengangguk pelan kemudian berjalan mengikuti Jungkook menuju ke kelas. Membiarkan Jieun yang mengikut dari belakang. Jujur saja ia selalu merasa heran dengan sikap sahabatnya itu. Padahal sebelumnya Jieun biasa-biasa saja dan bahkan mendukung hubungannya dan Jungkook. Tapi akhir-akhir ini sikapnya justru berubah menjadi acuh dan malah terkesan kurang menyukai kekasihnya itu.
"Kau serius ingin ke Jepang?"
Jungkook menatap datar kearah Irene yang tampak sibuk menikmati es krim miliknya. Keduanya kini sedang berada di sebuah kafe. Mereka memang biasa ke tempat itu setelah pulang sekolah.
"Iya." Irene mengangguk. "Aku, eomma dan Ray akan berangkat bersama-sama."
"Berapa lama? Kalian kesana hanya untuk menghabiskan liburan sekolah?" Tanya Jungkook lagi
Kali ini Irene menghentikan kegiatannya lalu menoleh kearah pemuda itu.
"Seminggu. Sebenarnya bukan cuma untuk liburan saja, tapi juga sekalian berkunjung ke rumah Clara ahjumma Kau tau, kan? Kakak pertama dari ibuku. Yang dulu kuceritakan menikah dengan orang Jepang kemudian tinggal disana." Terangnya
Jungkook sendiri tampak tidak berkomentar dan hanya menjawabnya dengan deheman pelan. Ia memang tidak terlalu peduli dengan hal tersebut.
"Kau sudah memberitahu Jieun?" Mendengar pertanyaan Jungkook membuat Irene mengangguk cepat.
"Sudah."
"Irene-ah. Aku boleh bertanya sesuatu?"
"Apa itu?"
Jungkook tampak sedikit ragu. "Emm~Jieun, dia...sudah punya kekasih?"
Irene menatap pemuda itu heran. Tidak biasanya Jungkook menanyakan hal seperti ini padanya. Apalagi menyangkut tentang sahabatnya.
"Belum. Memangnya kenapa? Suka?"
Jawaban Irene sontak membuat Jungkook membelalakkan matanya terkejut.
"Hah?! Kau ini bicara apa?!" Sahut pemuda itu cepat. Irene sendiri kini terkekeh pelan.
"Bercanda. Kenapa sampai kaget begitu?"
"Aku hanya tidak ingin kalau kau berpikir yang tidak-tidak." Tutur Jungkook
"Arassseo. Aku percaya padamu."
Jungkook memandang lega kearah kekasihnya itu. Ia bersyukur bisa mendapatkan seorang gadis seperti Irene. Seseorang yang selalu percaya dan ada untuk mendukungnya. Meskipun begitu harus ia akui ada sesuatu yang janggal di pikirannya.
"Terima kasih banyak." Seru seorang gadis seraya tersenyum saat memberikan sisa kembalian uang pada Jungkook yang tampak baru saja membeli sebuah mie ramyun seperti biasa di Minimarket.
Setelah menemukan kursi yang telah disediakan ia pun duduk sambil membuka makanan yang hampir tiap hari ia konsumsi itu.
"Aack! Panas!!" Pekiknya saat mencoba memasukkan mie kedalam mulutnya.
"Waah~bahkan untuk sebuah mie instan seseorang masih harus menunggu terlebih dulu." Gumamnya kesal.
Alasan pemuda itu selalu memilih makan mie instan bukan karna ia sama sekali tidak memiliki uang untuk membeli makanan yang lebih baik. Melainkan karna dirinya sendiri yang tidak ingin makan di rumahnya.
Jeon Jungkook. Anak dari dua orang pengusaha yang cukup terkenal. Ayahnya adalah seorang pengusaha hotel dan apartemen sedangkan ibunya sendiri adalah pemilik usaha salon yang telah memiliki cabang bahkan di beberapa negara.
Namun sayangnya kehebatan itu pula yang berhasil menjadikannya anak yang bisa dibilang kurang mendapat perhatian. Kedua orang tuanya sangat jarang berada di rumah dan seringkali harus keluar negeri. Meskipun keduanya sering memberikan uang saku yang terbilang berlebihan pada anak semata wayang mereka itu, namun Jungkook sama sekali tidak begitu senang akan hal itu. Yang ia inginkan hanyalah kebersamaan. Hanya itu.
Setelah cukup lama menunggu dengan memandangi langit malam, ia pun kembali memasukkan mie kedalam mulutnya dan kali ini akhirnya berhasil menikmati mie ramyun miliknya. Namun baru saja berniat kembali memakannya kegiatannya mendadak terlalihkan pada seberang jalan. Sosok yang dikenalnya tampak berjalan memasuki sebuah bangunan.
Jieun berjalan menelusuri ruangan yang tampak bising tersebut. Di tangannya terdapat sebuah nampan yang berisi bermacam-macam pesanan minuman yang harus diantarkannya ke beberapa orang. Tempat tersebut tidak lain adalah sebuah diskotik.
Demi menghidupi adik-adiknya, gadis itu terpaksa harus bekerja keras. Siang hari setelah pulang sekolah ia harus bekerja di salah satu Minimarket. Dan malam yang seharusnya ia gunakan untuk beristirahat justru harus dihabiskannya bekerja di Diskotik sebagai seorang pelayan. Meskipun ia tau pekerjaan ini tidaklah begitu baik dimata orang lain karna selain harus menggunakan pakaian minim ia juga harus selalu berurusan dengan beberapa pria. Namun semua itu terpaksa harus dilakukannya demi kehidupan mereka.
"Ini pesanan anda." Kata Jieun saat menyediakan minuman yang dibawanya keatas meja. Orang-orang yang kebanyakan pria di depannya tersebut tampak tidak peduli. Namun saat gadis itu tengah ingin menaruh gelas minuman terakhir, pria didekatnya tiba-tiba saja sengaja menyentuh paha Jieun hingga sontak membuatnya terkejut dan tanpa sengaja menumpahkan minuman dan mengenai baju salah seorang tamu.
"Apa yang baru saja lakukan?!!" Bentak pria tersebut kesal sambil menepis bagian kemejanya yang basah
"Saya benar-benar minta maaf. Saya tidak sengaja." Sahutnya cepat seraya berkali-kali menundukkan kepalanya. Ia sudah tau hal-hal semacam ini adalah salah satu resiko saat dirinya bekerja disana, itulah sebabnya ia hanya mampu menahannya.
"Apa kau tau berapa harga kemeja ini?! Dasar bodoh. Kenapa diam saja hah?!" Umpat pria itu lagi. Kali ini ia tiba-tiba saja menyiramkan minuman ke wajah Jieun hingga membuat gadis itu terkejut seketika.
"Dasar! Bahkan jika kau menjual dirimu, kau tidak akan bisa membelinya tau!" Mendengar perkataan pria itu kali ini membuat Jieun menatapnya tajam. "Apa?! Berani sekali kau menatapku seperti..."
Buggh!
Belum sempat pria itu menyelesaikan kalimatnya, sebuah pukulan sudah lebih dulu mendarat di pipi kanannya hingga membuatnya seketika jatuh tersungkur diatas meja dan membuatnya berantakan.
Pria itu tampak sempoyongan bangkit dari tempatnya. Tangannya memegangi sudut bibirnya yang mengeluarkan darah. "Anak brengsek! Apa-apaan kau ini?!" Bentaknya pada pemuda yang baru saja memukulnya tersebut yang rupanya tidak lain adalah Jungkook.
"Ah, bagaimana ini? Sepertinya aku harus mengeluarkan banyak uang karna telah memukulmu." Kata Jungkook santai
Pria itu sendiri menatapnya tak percaya. "Apa?"
Jungkook lalu mengeluarkan beberapa lembar uang dari dalam dompetnya kemudian melemparkannya ke pria tersebut. "Ini untuk biaya ganti rugi kemeja hebat-mu itu." Ucapnya kemudian kembali melemparkan selembar cek bertuliskan 10 juta won. "Dan ini untuk biaya pengobatan wajahmu." Katanya lagi. "Ah, dan juga...." Ia lalu berjalan mendekati pria tersebut.
"Ini untukmu." Tuturnya seraya memberikan sebuah cek kosong. "Kau boleh menuliskan beberapa pun disana sebagai biaya pemakaman-mu, jika berminat." Katanya tersenyum seraya menatap tajam mata pria dihadapannya itu yang kini tampak ketakutan.
Jungkook yang kesal akhirnya berjalan mendekati Jieun dan seketika menarik tangan gadis itu dan membawanya keluar dari tempat tersebut.
"Lepaskan aku!" Teriak Jieun sambil melepaskan tangannya dari genggaman Jungkook
Pemuda itu sendiri tampak begitu kesal melihatnya. "Ada apa denganmu? Di depanku dan Irene kau terlihat seolah begitu tangguh. Tapi didepan mereka kau seperti orang bodoh yang tidak dapat membela dirimu sendiri. Apa kau bodoh..?"
"Itu benar!!" Sela Jieun membuat Jungkook seketika menatapnya terkejut.
"Aku memang bodoh! Terima kasih karna sudah menghamburkan uangmu untuk membelaku. Kau memang hebat! Sekarang kau pasti merasa bangga karna sudah berhasil memamerkannya. Lalu apa maumu?!" Tuturnya dingin
Jungkook sendiri tidak langsung menjawab dan hanya menghela nafas panjang. "Benar. Aku memang hebat. Menghamburkan uang adalah kelebihanku." Balasnya kesal
Jieun sendiri tampak tertawa kesal. "Benar. Kalau begitu masalah selesai." Serunya kemudian berniat pergi dari sana namun Jungkook lebih dulu menahannya.
"Selesai apa maksudmu? Lalu bagaimana dengan uang yang sudah ku-hamburkan untuk menolongmu?" Tanyanya
Mendengar itu membuat Jieun memandangnya heran. "Apa?! Memangnya siapa yang memintamu menolongku?!"
"Ah, jadi begitu" Jungkook tersenyum. "Aku baru tau kalau kau ternyata tipe orang yang tidak tau berterima kasih."
"Apa maumu sebenarnya?!" Jieun semakin menatap pemuda dihadapannya itu kesal
"Aku ingin kau membayarnya."
Jieun tertawa seolah tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Jungkook.
"Kau bodoh? Uang darimana?! Apa aku harus membayarnya dengan tubuhku?"
"Tentu saja. Memangnya ada cara lain?" Sahut Jongkook santai sedangkan Jieun sendiri sudah lebih dulu melongo mendengarnya.
"Kau harus bekerja selama sebulan dirumahku." Terangnya lagi
"Jangan bercanda. Kau kan sudah memiliki banyak pengurus rumah." Jieun memandangnya bingung
Tiba-tiba saja Jungkook mengeluarkan hp miliknya kemudian menelpon seseorang.
"Oh, Bongsun ahjumma. Aku ingin mulai besok kau cuti sementara selama sebulan." Ucapnya kemudian menutup sambungan telepon
"Kau sudah gila?!" Tanya Jieun semakin tidak mengerti dengan sikap pemuda dihadapannya itu
"Besok pagi jam 8 kau sudah harus ada di rumahku. Memasak, membersihkan rumah dan..." Kalimat Jungkook sesaat terhenti kemudian tersenyum kecil. "Cukup itu saja." Ucapnya mengakhiri kemudian masuk kedalam sedan merah miliknya tanpa memperdulikan panggilan Jieun dibelakangnya.
Selama beberapa detik ia mengamati sosok Jieun dari kaca spion sebelum akhirnya kembali tersenyum dan melajukan mobilnya meninggalkan tempat tersebut.
-Segalanya dimulai dari saat ini.
Pagi hari ini di kota Seoul tampaknya cukup sepi. Mungkin karna matahari belum menampakkan dirinya. Meskipun begitu ada seseorang yang sudah menampakkan dirinya lebih dulu dan kini tengah berdiri di depan sebuah pintu rumah besar.
Jieun menatap layar hp miliknya. Disana terdapat beberapa angka yang tidak lain adalah sandi untuk membuka pintu rumah tersebut. SMS yang semalam dikirimkan oleh Jungkook padanya.
"Aissh! Kenapa juga aku harus mengikuti keinginannya." Desisnya lalu berniat pergi dari sana namun mendadak menghentikan langkahnya
"Tidak. Kau adalah gadis yang tau cara berterima kasih. Nam Jieun." Ucapnya pada dirinya sendiri lalu kembali berbalik menghadap pintu. Cukup lama ia menatapnya sebelum akhirnya menghela nafas panjang lalu menekan beberapa tombol angka pada mesin yang terdapat di pintu tersebut hingga akhirnya terbuka.
Perlahan Jieun melangkahkan kakinya masuk kedalam rumah. Wajahnya tampak kagum saat menyadari betapa besarnya rumah tempatnya menginjakkan kaki saat ini. Rumah tersebut tidak hanya luas tapi juga benar-benar mewah. Hal-hal yang biasanya hanya dapat ia temukan dalam drama kini ia sendiri telah mengalaminya.
"Permisi."
Panggilan seseorang membuat Jieun sedikit terkejut hingga berbalik dan mendapati seorang pria paruh baya sedang berdiri dibelakangnya sambil tersenyum.
"Apa mungkin anda ini, nona Jieun?"Tanyanya
Jieun sendiri mengangguk sopan. "Nde."
"Izinkan saya memperkenalkan diri. Nama saya Hansik. Saya adalah kepala pengurus dirumah ini. Jika kelak anda butuh bantuan atau hal lainnya, silahkan beritahu pada saya." Tuturnya pada Jieun
"Nde. Mohon bimbingannya." Sahut gadis itu sopan
Jieun kini kembali berjalan lebih dalam menjelajahi seisi rumah tersebut sampai akhirnya menemukan dapur. Hal pertama yang dilakukannya adalah membuka kulkas. Selama beberapa saat ia terdiam sebelum akhirnya mulai mengeluarkan satu per satu makanan yang terdapat di dalam sana.
"Apa yang ingin anda lakukan?" Tanya Hansik membuat Jieun tersenyum
"Ah, maaf. Apa boleh aku mengatur ulang posisi makanan dan minuman dalam kulkas ini? Aku hanya ingin mengatur sesuai jenisnya."
Hansik tersenyum sambil mengangguk. "Tentu saja. Silahkan. Apa anda ingin saya membantu?"
Jieun menggeleng cepat. "Tidak usah, ahjussi. Aku bisa melakukannya." Sahutnya membuat Hansik mengangguk paham. "Oh iya! Orang itu..." Ia menghentikan kalimatnya sesaat. "Maksudku, Jungkook-si. Apa yang biasa pengurus rumah sebelumnya masak untuk sarapannya."
Hansik tampak berpikir sesaat. "Entahlah. Tapi saya rasa tuan muda akan senang dengan masakan apapun yang akan anda buat. Selama itu adalah masakan rumah."
Jieun mengangguk pelan. "Ah, dan juga..." Ia memandang ke sekeliling sesaat. "Maaf, tapi apa semua orang sudah pergi bekerja? Rumah ini tampaknya sepi sekali."
"Tuan dan Nyonya Jung memang sangat jarang pulang ke rumah. Nyonya sedang berada diluar negeri untuk pembukaan salon miliknya, sedangkan Tuan sendiri memang lebih sering menginap di salah satu hotel miliknya agar lebih mudah mengurus perusahaan." Tutur Hansik
Jieun sendiri tidak mengatakan apa-apa. Ternyata kisah dalam drama dimana orang kaya seringkali hanya sibuk dengan urusan mereka bisa terjadi dalam kehidupan nyata. Atau mungkin cerita tersebut memang dibuat berdasarkan kenyataan yang telah terjadi.
Setelah bergelut cukup lama di dapur, Jieun pun akhirnya selesai memasak.
"Done." Ucapnya lega setelah selesai menyediakan makanan diatas meja makan
Gadis itu kemudian melirik jam tangannya.
"Sudah hampir jam 9 tapi belum ada tanda-tanda kehidupan darinya." Gumam Jieun pada dirinya sendiri yang tidak lain sedang menyinggung Jungkook yang belum juga terbangun dari tidurnya. "Apa dia memang selalu seperti ini?" Tanyanya pada Hansik yang berdiri tidak jauh dari sana
"Nde. Tuan muda biasanya memang harus dibangunkan terlebih dulu Bongsun setiap pagi." Jawabnya seraya mengangguk
"Aigoo, dasar anak manja." Cibir Jieun sebelum akhirnya tersadar sesuatu dan seketika membulatkan matanya
"Huh?! Aku tidak harus membangunkan dia, kan? Ayolah ahjussi, kau tidak mungkin tega melakukannya padaku." Tanyanya sambil memohon pada Hansik dan berharap pria itu dapat membantunya.
"Maafkan saya, tapi ini adalah salah satu tugas pengurus dirumah ini."
Mendengar jawaban Hansik membuat kaki gadis itu terasa lemah. Kenapa juga ia harus berurusan dengan pemuda macam Jung Jongkook.
"Yaa! Jeon Jungkook! Cepat bangun!"
Ini adalah kali ke-5 Jieun berteriak di depan kamar Jungkook sambil mengetuk pintunya namun tidak juga ada respon dari dalam. Hal ini membuat gadis itu frustasi dan akhirnya memberanikan diri masuk kedalam kamar yang memang tidak dikunci itu.
Jieun melangkahkan kakinya perlahan. Kamar yang cukup luas itu sesaat menyita perhatiannya sebelum akhirnya pandangannya tertuju pada sosok yang masih berbaring diatas tempat tidur.
Gadis itu berjalan menuju jendela besar kemudian membuka gorden untuk membiarkan cahaya matahari masuk namun seketika terkagum saat menyadari bahwa ia dapat melihat hamparan taman luas di belakang rumah tersebut.
Setelah membuka jendela dan puas menghirup udara segar, ia pun kembali berbalik dan berjalan mendekati tempat tidur.
"Wajahnya bisa kelihatan polos juga jika sedang tidur seperti ini." Ucapnya sambil tersenyum kecil saat mengamati Jungkook.
"Yaa, cepatlah bangun! Aku sudah lelah berteriak sejak tadi." Ancamnya seolah-olah pemuda itu dapat mendengarnya.
"Yaa! Jeon Jungkook!! Aku tau kau bisa mendengarku!" Serunya lagi. Karna masih tidak ada respon dari Jungkook membuatnya akhirnya kehilangan kesabaran dan langsung menarik selimut pemuda itu dan menyadari kalau pemuda itu tidak memakai baju dan hanya memakai celana pendek.
"Aah, berisik sekali. Pagi-pagi begini, Yaa! Apa yang kau lakukan disini?!!" Jungkook yang sebelumnya menggeliat mendadak berteriak karna terkejut melihat sosok Jieun yang berada dalam kamarnya. Ia pun spontan menarik selimut untuk kembali menutupi tubuhnya.
"Kau ini perempuan bukan?! Berani sekali masuk kamar laki-laki." Pekiknya namun Jieun tampak tidak peduli.
Jieun sendiri tampak menghela nafas kesal. "Aissh! Yaa! Kalau kau bisa bangun sejak tadi aku juga tidak harus masuk kesini, tau! Salah sendiri tidur seperti orang mati." Balas Jieun kesal.
Jungkook sendiri tidak membalas.
"Terserahlah. Yang penting tugasku sudah selesai membangunkanmu. Aku sudah menyiapkan sarapan jadi cepat bangun dan makan sebelum itu dingin." Tutur Jieun lagi kemudian berniat pergi dari sana namun Jungkook mendadak menarik tangannya hingga jatuh duduk di tempat tidur
"Aku tidak menyangka kalau kau serius datang kesini." Ucapnya takjub
"Apa aku harus pulang dan berhenti datang mulai sekarang?!" Tanya Jieun dingin namun membuat pemuda itu sedikit terkejut.
"Dan juga, sampai kapan kau akan menahanku?" Tanyanya lagi membuat Jungkook melihat kearah tangannya yang masih menggenggam lengan gadis itu sebelum akhirnya melepaskannya.
"Maaf. Aku hanya terlalu senang." Ungkapnya jujur namun membuat Jieun menatapnya heran. "Aku senang melihat ada orang lain yang bisa membangunkanku di pagi hari selain Bongsun ahjumma."
"Bagaimana dengan Irene?" Pertanyaan Jieun membuat Jungkook tertawa kecil.
"Bagaimana mungkin dia bisa membangunkan orang lain jika dia sendiri masih sulit membangunkan dirinya."
Mengingat kenyataan yang satu itu membuat keduanya tertawa bersamaan.
"Bagaimanapun juga, terima kasih karna telah menepati janjimu."
Jieun menaikkan salah satu alisnya. "Sejak kapan aku berjanji padamu? Bukankah kau yang memaksaku melakukan ini?"
"Ah, benar juga. Mianhae." Kata Jungkook yang baru tersadar dan seketika merasa bersalah
Melihat sikap pemuda itu membuat Jieun tersenyum kecil.
"Aku ini gadis yang tau berterima kasih. Jadi tidak apa-apa."
"Kau masih tetap akan berada dirumah ini kan? Kau tidak akan pulang sekarang, kan?!" Tanya Jungkook terlihat khawatir
Jieun menatapnya cukup lama kemudian tersenyum sambil mendesis.
"Issh! Tentu saja! Aku tidak mungkin membiarkanmu memakan masakanku seorang diri." Jawaban gadis itu membuat Jungkook seketika tersenyum senang.
"Ayo cepat bangun! Aku sudah lapar, tau! Kutunggu diruang makan." Kata Jieun lagi kemudian berjalan keluar dari kamar meninggalkan Jungkook yang masih tidak bisa menghentikan raut senang di wajahnya.
It's started from here.-
#To Be Cont.