CHAPTER 1 : My Love Is My Life, My Mental, My Suffering
Author POV
Seperti biasanya Eunji belum bangun dari tidurnya, meskipun matahari sudah memenuhi gorden kamarnya.
“Eunji!!! Ireonaaaaa!!!” Teriak Daehyun mulai memekakkan telinga Eunji.
“Kalau kau tidak bangun juga, sarapanmu akan aku makan juga!!” Ancam Daehyun mulai membuat Eunji membuka matanya.
~*~*~
“Oppa, cari cara lain buat bangunin aku kek. Kenapa juga harus sarapanku yang kena getahnya?” Kata Eunji setelah ia turun dari kamarnya.
“Harusnya kamu berterima kasih pada oppa mu ini karena masih mau mengurus gadis malas seperti kamu ini.” Kata Daehyun sambil menegaskan.
“Iya iya, oppa. Jeongmal Khamsahamnida.” Jawab Eunji dengan wajah cemberutnya.
Pagi ini lebih tenang dibandingkan pagi-pagi sebelumnya, karena hari ini adalah hari kelulusan Eunji dari SMA favorit sejagat raya ini. SMA Gangnam Style.
“Eunji aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!!!!”
Di sela-sela makan Eunji, terdengar teriakan dari luar rumah. Daehyun langsung membuka pintu dan memarahi seseorang yang teriak tadi.
“Ya!! Sungjae a!! Apa kamu tidak pernah diajari orangtua mu untuk jaga sopan santun di depan rumah orang hah?” Daehyun pun tidak dapat memendam rasa marahnya.
“Hehehe, Daehyun hyung. Jangan marah dong! Hari ini kan hari spesial ku sama Eunji.”
“Cuman lulus aja jangan dibuat hari spesial segala. Dasar! Eunji, cepat ganti baju dan bawa anak ini pergi jauh-jauh.”
“Iya iya..” Jawab Eunji.
Author POV END
Eunji POV
Aku pun bergegas ke kamar untuk segera ganti baju. Capek kalau harus denger teriakan Daehyun Oppa yang oktafnya udah kelewat batas garisnya.
”Ayo Sungjae! Oppa, Eunji berangkat dulu..”
“Hati-hati Eunji!”
Aku tak tahu harus bercerita seperti apa ke kalian, karena sejujurnya, orang yang ada di sebelahku adalah lelaki yang sangat aku cintai. Ceritanya sangat panjang kalau aku harus menceritakan mulai awal. Yang pasti, aku dan Sungjae adalah teman sejak aku masuk SMA. Aku tak tahu apakah perasaanku yang terpendam bisa tersampaikan ke Sungjae.
“Hei, Eunji! Kenapa lihatin aku sampai segitunya. Bengong lu ya.”
“Kata siapa? Aku cuman mikir aja. Apa kita bakalan tetep berteman sampai nanti di universitas.” Kataku keceplosan. Aku tahu dia takkan serius dengan pernyataanku. Tapi, mau gimana lagi, aku terlanjur mengucapkannya.
“Hem, aku rasa harusnya seperti itu Ji. Tapi, kenapa kamu tiba-tiba nanya gitu? Takut pisah sama aku ya? Hahaha”
“Hahaha, kata siapa? Ogah banget kalau aku bakalan takut pisah sama kamu Jae. Aku kan cuma asal ngomong aja. Eh malah dibawa serius. Hahaha”
“Hahaha, gitu dong. Eunji yang gw kenal tuh gak suka cemberut kayak tadi tuh.” Jawaban Sungjae hanya bisa membuat hatiku miris, kenapa bisa aku mengatakan perasaanku yang sesungguhnya itu hanya sebagai lelucon saja. Apa aku harus terus-terusan memendam perasaanku?
~*~*~
Sepulang dari kelulusan, aku dan Sungjae sudah janjian untuk pergi makan di tempat kesukaan kami. Tapi kenapa aku sama sekali tidak bisa melihat batang hidungnya. Katanya dia Cuma mau ke toilet.
“Eh, Ji. Nyari siapa?” tiba-tiba terdengar sapa dari belakang punggungku.
“Oh, Sanghyuk a. Oh nggak, cuman lagi nyari seseorang. Kamu lagi nunggu siapa?” tanyaku pada Sanghyuk hanya basa-basi.
“Oh, nggak nyari siapa-siapa. Cuma karena lihat kamu aja. Habisnya, kamu kelihatan sendirian, mungkin aja lagi butuh ngobrol. Lagipula kita kan bakal sama-sama jadi mahasiswa di tempat yang sama.”
“Oh ya? Maaf Sanghyuk, aku tak tahu kalau ternyata kamu juga keterima di sana.” Aku tak habis pikir, Sanghyuk yang sepintar itu sama-sama masuk universitas yang tak terkenal itu. Padahal aku masuk kesana karena Sungjae ingin masuk kesana.
“Sanghyuk, sepertinya aku harus pergi dulu deh. Duluan ya.” Sebelum Sanghyuk sempat menjawab, aku langsung pergi meninggalkannya. Aku harus cepat-cepat si Sungaje itu, kalau udah malem, aku bakalan disikat sama Daehyun oppa lagi.
Dari kejauhan aku melihat punggung Sungjae, saat aku hampir mendekatinya. Aku melihatnya bersama seorang gadis, tapi aku tak pernah melihatnya. Sepertinya, bukan siswi disini.
“Sungjae!!” saat aku meneriakkan nama Sungjae, gadis itu langsung pergi meninggalkan Sungjae.
“Siapa dia?” tanyaku penasaran.
“Oh itu, anak sekolah lain. Katanya suka sama aku.” Saat mendengar jawaban Sungjae, aku kaget bukan main, jantungku berdegup tak karuan.
“Hoi! Kenapa malah diem? Orang udah jawab, kasih pendapat kek.”
“Oh, eh, beneran Jae? Kamu bohong ya?”
“Emang sih, kamu juga nggak bakalan langsung percaya, aku juga kok. Aku kira dia dateng nyamperin aku buat nagih utangku.”
Aku tak tahu harus menjawab pernyataan Sungjae seperti apa. Aku hanya terdiam saja selama perjalanan pulang. Sungjae pun berkali-kali bertanya padaku kenapa aku membatalkan janji makan bareng dengannya, tapi aku tetap tak menggubris semua omongan yang ia lontarkan.
Eunji POV END
Author POV
Sudah seminggu sejak kelulusan Eunji, ia juga tidak pernah bertemu dengan Sungjae. Setiap kali Sungjae datang ke rumah, Eunji selalu menyuruh kakaknya untuk mengusir Sungjae pulang. SMS dan telepon pun tak pernah Eunji gubris.
Sekarang, Eunji sedang bingung dengan semua perasaannya. Dia tidak tahu harus berbuat apa lagi. Ia terlalu takut untuk menyatakan perasaannya kepada Sungjae, ia bingung.
“Eunji, ayo makan!” teriakan Daehyun mulai menggema di seluruh rumah. Karena perasaan Eunji yang tidak karuan, ia hanya bisa menuruti kakak satu-satunya.
“Ayo makan yang banyak. Oppa nggak tahu kamu punya masalah apa. Oppa juga nggak bakalan maksa kamu buat cerita ke Oppa. Tapi oppa nggak mau kalau adik tersayang oppa harus terus-terusan diem nggak jelas kayak gini. Lebih baik, hari ini kamu jalan-jalan sama ke taman kota. Mungkin hatimu bisa agak lega sedikit. Tapi oppa nggak maksa kok.” Tak tega untuk terus-terusan diam, Eunji pun menjawab semua kata kakaknya.
“Iya oppa, Eunji mau jalan-jalan setelah makan. Oppa nggak usah khawatir, Eunji nggak papa kok.”
Setelah selesai makan, Eunji pun segera bergegas pergi ke taman kota. Sedangkan Daehyun langsung pergi bekerja.
Author POV END
Eunji POV
Bagaimana kabar Sungjae ya? Apa dia pergi dengan gadis yang waktu itu. Apa dia bahagia dengan gadis itu? Hah! Sial! Kenapa aku terus-terusan mikirin Sungjae. Kalau emang aku mau ngelupain dia, harusnya aku bisa nggak mikirin dia.
Aku duduk di salah satu sudut taman kota, sekedar melihat kehidupan orang lain yang mungkin lebih baik dari aku. Ada seorang nenek yang bersama cucunya sedang main kejar-kejaran karena cucu nenek itu tak henti-hentinya berlari-larian. Saat kulihat sudut tama yang lain, aku melihat Sungjae. Sendirian? Tidak, dia sedang bersama dengan gadis waktu itu, kenapa? Kenapa? Pada saat-saat seperti ini dia muncul di hadapanku.
Aku pun berlari meninggalkan taman, meninggalkan pandangan yang hanya bisa membuat hatiku terluka. Tanpa mempedulikan berapa banyak orang yang telah kutabrak, aku tetap berlari, berlari meninggalkan sedikit demi sedikit perasaan sayangku kepada Sungjae. Tapi kenapa? Kenapa perasaanku tak selega seperti yang aku pikirkan. Kenapa hal ini harus terjadi padaku? Kenapa aku harus hidup?
Eunji POV END
Author POV
Malam pun tiba, Eunji terus-terusan mengurung di kamar. Membuat Daehyun semakin khawatir dengan keadaannya. Daehyun terus-terusan menggedor-gedor kamar Eunji, tapi sama sekali tidak Eunji gubris. Eunji tidak tahu bagaimana menghadapinya, dia terlalu takut untuk berada di sisi Sungjae. Dia takut akan membuat hidup Sungjae semakin susah jika dia ada bersamanya. Emosi dan mental Einji saat ini benar-benar down. Dia benar-benar tidak dapat mengontrolnya. Meskipun ia tahu bahwa mungkin hidupnya akan bahagia suatu saat nanti, tapi itu hanya perasaan sesaat, karena emosinya lah yang membuat Eunji tidak henti-hentinya merasa hidupnya sudah berakhir.
Daehyun pun menyerah, ia hanya bisa terduduk di depan pintu kamar adiknya. Ia hanya bisa menunggu adiknya untuk membukakan pintu kamarnya sendiri. Semalaman Daehyun tidak meninggalkan tempatnya, ia hanya bisa terus menunggu, menunggu adiknya membuka hatinya kepadanya.
~*~*~
Matahari sudah ada di atas kepala, tapi Eunji tidak juga membuka pintu kamarnya. Daehyun pun tak masuk kerja demi menunggu adiknya.
Klek, terdengar gagang pintu terbuka. Dan Daehyun pun langsung beranjak dari tempatnya duduk. Ia melihat adiknya dengan piluh, muka Eunji sudah dipenuhi lebam di bagian matanya. Masih penuh air mata di wajah Eunji. Daehyun pun langsung memeluk erat adiknya. Memeluk erat agar seluruh piluh adiknya dapat segera hilang, agar ia bisa melihat tawa adiknya lagi.
“Oppa, apa Eunji boleh meminta sesuatu pada oppa?” tanpa berpikir lagi, Daehyun langsung mengiyakan. Apapun permintaan adiknya dia akan berusaha untuk mengabulkannya.
“Aku ingin kita pindah, oppa. Eunji tidak mau lagi tinggal disini.”
~*~*~
3 tahun kemudian...
Eunji bergegas berangkat menuju kampusnya, dia sudah telat untuk mengikuti mata kuliah pertamanya. Tapi ia tetap segera bergegas karena ia tahu dosennya yang satu ini tidak akan memberikan nilai kepadanya jika ia tidak datang sendiri dihadapan dosennya.
BRAK, “Seongsaenim, Jeongseonghamnida.. saya telat.”
“Sudah telat, banting pintu, mau nilai berapa kamu?”
“Ayolah, Seongsaenim. Maafkan aku.”
“Yasudah, cepat pergi ke bangkumu! Kau mengganggu yang lain.”
Eunji dengan serius mengikuti mata kuliah ini, karena dia tak mau terlihat memalukan di hadapan dosennya. Karena dosennya ini adalah kekasihnya, Han Sanghyuk. Sanghyuk telah mencapai seluruh mata kuliahnya hanya dalam 1 tahun, sehingga sekarang ia menjadi dosen di kampus Eunji.
Author POV END
Eunji POV
Lama banget sih Sanghyuk ini. Kenapa juga aku harus nunggu dia. Harusnya dia yang nunggu aku, bukan aku yang nunggu dia.
“Eunji a!”
“Kamu lama banget sih, mau bikin aku nunggu berapa lama? Mata kuliahku udah habis dari sejam yang lalu.”
“iya iya, maafin aku. Aku harus dengerin ocehan dosen mata kuliah utamamu itu, katanya aku nggak boleh terus-terusan manjain kamu. Gimana coba?”
“Kok jadi aku yang disalahin?”
“iya iya, ayo berangkat! Kamu mau makan apa?”
Lama-lama aku merasa malu sama Sanghyuk karena selalu aku yang manja sama dia. Aku takut kalau nanti dia minta putus karena capek manjain aku. Tapi aku tahu kalau Sanghyuk bener-bener sayang sama aku, karena aku juga sayang banget sama dia.
Aku dan Sanghyuk pergi ke restoran favoritku. Tak sengaja, aku bertemu dengan temanku semasa SMA, meskipun Sanghyuk satu SMA denganku tapi dia tak begitu kenal banyak siswa-siswi yang tak aktif, karena Sanghyuk sendiri adalah Ketua OSIS di sekolah.
“Eunji!”
“Eh, Ilhoon. Kangen deh. Lama nggak ketemu ya. Gimana nih kabarmu?” Tanyaku.
“baik-baik aja Ji, kamu sekarang sama Ketua OSIS. Nggak nyangka ya. Hallo, ketua. Apa kabar?” Sanghyuk hanya tersenyum.
“Apa sih Hoon, kamu ngapain kesini?”
“Oh, lagi bungkusin pacarku makan nih. Hehehe, tapi lagi antri banget.”
“Kalau gitu nunggu disini aja dulu, sekalian kita ngobrol.” Tawarku.
Semakin lama aku, Sanghyuk dan Ilhoon pun membicarakan banyak hal. Tiba-tiba ia mengucapkan satu nama yang membuatku tersedak ketika melahap kueku. Sungjae.
“Eunji, kamu tahu nggak? Si Sungjae. Kabarnya dia udah ditinggal pacarnya loh.”
Melihatku yang tak biasa, Sanghyuk yang menjawab omongan Ilhoon.
“Ditinggal kenapa Hoon?” tanya Sanghyuk.
“Katanya pacarnya sakit, Hyuk. Malahan katanya, Sungjae nya sendiri sekarang yang masuk rumah sakit?” jawab Ilhoon.
“Rumah sakit? Dimana? Mungkin aku akan njenguk dia kalau ada waktu.” Sanghyuk tak berhenti menanyai Ilhoon.
“aku sendiri tak tahu Hyuk, katanya dirahasiain. Gak ada yang tahu. Penasaran sih. Tapi orangtuanya nggak mau buka mulut.”
Sanghyuk pun sadar bahwa pikiranku sudah diambang awan. Sanghyuk menghentikan pembicaraan dengan Ilhoon dan berpamitan duluan dengan alasan ada urusan.
Sanghyuk menggandengku menuju mobil, ia tidak mendudukanku di bangku depan, tapi di bangku belakang. Ia pun ikut duduk.
“Kamu masih kepikiran Sungjae, Ji?” aku hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala.
“tidak apa-apa Ji. Kalau kamu mau njenguk dia. Aku akan antar kamu.” Aku tetap menggeleng-gelengkan kepalaku, meskipun itu bukanlah perasaanku dari dalam.
Sanghyuk mengantarkan aku sampai rumah, tapi ia tidak langsung pulang. Melainkan mampir, katanya mau ngobrol dengan Daehyun Oppa.
“Kamu tidur aja di kamar. Kamu capek kan, aku mau minum-minum dulu dengan Daehyun hyung.” Aku menuruti Sanghyuk dan pergi ke kamar.
15 menit berlalu, samar-samar terdengar teriakan Daehyun oppa.
“Kamu gila Sanghyuk! Aku tidak akan mempertemukan adikku dengan lelaki seperti itu. Dia telah membuat Eunji seperti itu, apa kamu mau membuat adikku terluka lagi.”
Aku penasaran dengan obrolan Sanghyuk dan Daehyun Oppa, tapi suara-suara samar pun sudah tak dapat kudengar lagi.
~*~*~
Keesokan harinya, Sanghyuk mengajakkku jalan-jalan. Aku tak tahu dia akan mengajakku kemana.
Dia selalu menanyakan alamat di setiap ada orang yang jalan.
“Sanghyuk! Sebenarnya kamu mau mengajakku kemana? Ini sudah hampir larut malam.”
“Hahaha, maaf Ji. Aku ngajak kamu tuh buat nemenin aku nyari alamat. Tapi kayaknya nggak bakalan ketemu hari ini deh. Kita terusin besok aja ya. Sekarang kita pulang dulu ya.” Jawab Sanghyuk panjang lebar.
“Eh, kok gitu? Berarti kamu bohong dong kalau mau ngajak aku jalan-jalan. Dasar! Mau ditemenin berapa hari hah?”
“Hehehe, tuhkan nggak bisa ngambek. Ujung-ujungnya kamu pasti mau nemenin aku. Kamu nemenin aku cuma sampai aku ketemu alamatnya aja kok. Nggak tahu lagi deh kalau sampai 4-5 tahun lagi. Hahaha.”
“nggak lucu tahu, Hyuk.”
~*~*~
Sudah berhari-hari aku menemani Sanghyuk kemana-mana. Tapi tetap saja tak kunjung ketemu dengan alamat atau orang yang dia cari. Tiap kali aku tanya, dia mau nyari siapa, dia nggak pernah mau jawab pertanyaanku. Katanya aku nanti bakal tahu sendiri, kan bikin penasaran banget. Kalau aku udah mati duluan gara-gara penasaran gimana. Aku bakalan ngehantui Sanghyuk terus, hehehe.
Setelah 2 minggu mencari, akhirnya ada hasilnya juga. Ada orang yang bilang kalau dia tahu alamat yang ditunjuk Sanghyuk. Syukurlah nggak sampai 4-5 tahun. Sanghyuk pun langsung bergegas menuju tempat itu.
Setelah sampai, Sanghyuk tidak memperbolehkanku ikut dia. Padahal, 2 minggu ini aku udah bener-bener pengen tahu siapa yang Sanghyuk cari. Tapi tetep aja, dia tak menggubris permintaanku.
Hampir 20 menit Sanghyuk tak keluar-keluar dari dalam apartemen ini. Kenapa dia lama sekali sih. Masa’ aku harus nunggu dia 4-5 tahun buat keluar dari apartemen ini?
“Bah, kenapa bengong hah?” Kaget Sanghyuk ketika ia sudah ada di mobil bagian belakang.
“apa sih Hyuk! Kok aku malah dikagetin gini. Dasar! Udah mau aku tinggal tadi.”
“Eh? Emang bisa bawa mobilku? Lihat tuh, mobil bagian depan. Siapa coba yang ngerusakin.” Tantang Sanghyuk.
“Iya iya. Udah ayo pulang! Udah selesai kan urusannya?” Tanyaku.
“Belum tuh, 2 hari lagi kita pergi lagi. Jadi jangan lupa dandan yang cantik ya.”
“Apaan sih, nggak dandan juga udah cantik kok.” Tantangku balik.
“Ih, pede amat. Pacar siapa sih?” Ledek Sanghyuk, dan aku hanya bisa menepuki badannya saja.
Eunji POV END
Author POV
2 hari yang telah dijanjikan tiba. Eunji berdandan lebih cantik dari biasanya demi mendapat pujian dari Sanghyuk.
Ketika Sanghyuk datang menjemput. Ia memuji-muji kecantikan Eunji sehingga Eunji bertingkah tidak karuan.
“Diam! Jangan sok memuji aku lagi. Biasa aja kok.”
“Eh? Kata siapa? Hari ini Eunji ku cantik banget loh.”
“Iya deh iya, udah berangkat aja. Nanti nggak jadi lagi loh.” Jawab Eunji, tanpa ia sadari wajahnya telah memerah. Sanghyuk hanya bisa menatapnya. Entah apa yang ada di benaknya sekarang.
~*~*~
3 jam berlalu, Eunji mulai gelisah karena Sanghyuk tidak juga menunjukkan tanda-tanda tempat yang ia ingin kunjungi.
“Sanghyuk, kita mau kemana? Kenapa semakin ke gunung saja? Ini sudah hampir masuk hutan loh.” Tanya Eunji cemas.
“Eunji, aku emang ingin kesini. Habis ini pasti tempatnya kelihatan. Tuh, udah kelihatan gedungnya,” jawabnya.
“memangnya itu tempat apa? Kok nakutin?”
“Bukan apa-apa, nggak usah takut. Ayo turun!”
Eunji pun turun dari mobil, diikutinya Sanghyuk pergi. Dia pun merasa cemas, tempat ini hampir sama seperti rumah sakit, tapi entah kenapa suasananya benar-benar berbeda. Tempat apa ini? Di dalam benak Eunji terus-terusan terngiang pertanyaan itu.
Tak lama kemudian, Sanghyuk menghampiri seseorang yang sepertinya suster di tempat ini.
“Suster, saya Sanghyuk yang kemarin menelepon. Apa saya bisa bertemu dengannya sekarang?” Tanya Sanghyuk.
“Sebentar tuan Sanghyuk, saya lihat dulu keadaan dia.”
“Hei Sanghyuk! Dia siapa sih? Kenapa kamu tak jawab apa-apa.”
“Iya iya, sabar ya. Ini mau ketemu.”
Suster yang tadi pun datang kembali menghampiri Eunji dan Sanghyuk. Dia pun mengantarkan mereka ke tempat yang agak dalam. Ke sebuah ruangan, hampir-hampir ruangan itu seperti penjara saja. Eunji tak henti-hentinya bersembunyi di belakang Sanghyuk karena takut.
“Dia ada di dalam tuan. Silahkan masuk.”
“Ayo Eunji! Nggak usah takut.” Eunji pun mengikuti langkah Sanghyuk, tapi ia tetap tidak mau melihat sesuatu yang ada di dalam. Sanghyuk pun meyakinkan Eunji bahwa tidak ada apa-apa di dalam. Eunji pun pelan-pelan melihat ke dalam.
Author POV END
Eunji POV
Aku pelan-pelan mendongakkan kepalaku, betapa kagetnya aku. Seseorang yang ada di dalam ruangan seperti penjara ini adalah Sungjae. Entah kenapa aku langsung kembali bersembunyi di balik punggung Sanghyuk. Pura-pura tidak melihat apa yang telah kulihat tadi.
“Eunji. Kamu kenapa?”
“Sanghyuk, kenapa kamu membawaku ke tempat ini? Lagipula siapa dia?” aku terus-terusan berpura-pura tidak tahu. Tiba-tiba Sanghyuk memindahkan badannya sehingga aku bisa melihat keadaan Sungjae yang sebenarnya.
Entah apa yang telah merasuki diriku. Tiba-tiba saja air mataku berjatuhan tak karuan. Aku pun menagis. Menangis sejadi-jadinya melihat keadaan Sungjae. Apa yang telah terjadi padanya. Kenapa dia bisa sampai seperti ini. Apa yang telah membuatnya seperti ini. Banyak sekali pertanyaan yang berkecamuk di kepalaku. Tapi aku sama sekali tak bisa mengucapkan apapun. Di sampingku, Sanghyuk hanya memelukku tanpa berkata apapun, apa maksud Sanghyuk membawaku kesini. Kenapa dia? Apa aku terlihat seperti seseorang yang ingin bertemu dengan masa lalunya?
Tiba-tiba saja, Sungjae mendekatiku.
“Kenapa? Satit? Yang mana? Cupcupcup.. satit satit pergilah.” Aku semakin tak bisa menahan perasaanku, aku hanya bisa mendekati Sungjae, mendekati kisah cintaku dulu, dulu sekali.
Kudekati dia, kutatap matanya. “Eunji tak apa-apa Sungjae a. Maafkan Eunji karena telah meninggalkanmu. Aku tahu saat itu kamu sedang bahagia, tapi aku tak mau menerima kenyataan itu. Maafkan aku Sungjae a. Maafkan aku.” Air mataku tak henti-hentinya berjatuhan, saat kulihat seseorang di sampingku. Sanghyuk hanya bisa diam, entah dalam arti pa, aku tak tahu. Aku benar-benar tak tahu apa yang telah dipikirkan oleh Sanghyuk sampai-sampai membawaku kesini.
“Ji ngapain minta maap? Jae ndak malah, Jae ceneng bisa liat temen Jae bahagia cama cowok ganteng kayak ini.” Sungjae tak henti-hentinya mengucapkan kata-kata itu sambil menunjuk Sanghyuk.
Aku semakin merasa berdosa karena Sungjae sampai seperti ini. Mungkin dia marah kepadaku sampai-sampai dia tak henti-hentinya mengucap, aku merasa Sungjae sedang marah padaku. Sedang mencoba menyadarkanku bahwa aku adalah teman terbaiknya, bahwa dulu dia bahagia berada bersamaku. Aku tak tahu lagi apa yang harus kulakukan, kepalaku serasa mau pecah. Disisi lain aku sama sekali tak bisa melupakan Sungjae, tapi Sanghyuk berada di sisiku selama ini. Dia yang selalu menemaniku. Menghapus kesedihanku. Dialah yang membuatku merasa hidup ini masih akan lebih indah lagi. Otakku sudah tak dapat berpikir lagi. Aku seraya mau gila, aku sudah tak tahan bagaimana aku akan melanjutkan hidupku. Inikah yang dirasakan Sungjae ketika ia kehilangan pacar yang sangat ia sayangi. Dan tidak ada yang dapat menopang seluruh kesedihannya sehingga dia menjadi seperti ini. Bodohnya aku yang tidak mau merasakan bahagia bersama Sungjae. Manusia macam apa aku ini?
“Eunji, ayo kita keluar sebentar. Biarkan Sungjae beristirahat sebentar.”
Sanghyuk mengangkat badanku yang tadinya terduduk. Ia membawaku ke taman yang ada di rumah sakit ini.
“Maafkan aku jika kamu menjadi semakin sedih Ji. Aku tak bermaksud membuatmu bersedih. Aku hanya ingin kamu tahu bahwa kalian adalah sahabat terbaik yang pernah aku lihat selama ini. Aku tahu, kamu pasti marah padaku. Marah pada sikapku yang tidak sehati denganmu. Maafkan aku.” Aku hanya terdiam mendengar pernyataan Sanghyuk, aku benar-benar tak tahu harus berkata apa. Hingga terbesit di benakku untuk merawat Sungjae ketika aku bersama Sanghyuk nanti.
“Sanghyuk, maafkan aku. Apakah aku boleh meminta sesuatu padamu?” tanyaku sambil tetap menahan air mataku.
“Aku akan selalu menerima semua permintaanmu Ji. Katakanlah.” Kata-kata Sanghyuk semakin membuatku tak tega mengatakan ini, tapi hanya ini yang bisa aku lakukan untuk Sungjae.
“Apakah kita boleh merawat Sungjae?” pertanyaan itupun keluar dari mulutku. Aku takut menatap Sanghyuk. Aku terlalu takut melihat wajah terlukanya. Tapi Sanghyuk sama sekali tidak menjawabku, sehingga aku memberanikan diri untuk melihatnya. Aku melihat, melihat wajah tersenyumnya yang paling indah. Paling indah dari saat dimana aku selalu bersamanya.
~*~*~
Sudah 3 bulan sejak kejadian itu, kejadian dimana Sanghyuk membawaku pergi menemui Sungjae. Sekarang Sungjae ada di rumahku. Rumah yang hanya berisi aku, Sanghyuk dan Sungjae. Ya, aku telah dilamar Sanghyuk, dan aku pun menerima lamaran itu. Aku tak bisa mengatakan bahwa hidupku bahagia, aku tak bisa mengatakan Sanghyuk maupun Sungjae bahagia. Yang aku tahu, sekarang aku merasa bahwa hidupku memang ditakdirkan seperti ini.
Hari ini aku harus mengantarkan Sungjae ke rumah sakit untuk check up. Seharusnya seminggu sekali aku harus membawa Sungjae ke rumah sakit, tapi Sungjae tetap tidak mau beranjak dari sofa kesayangannya.
Tetapi karena akhir-akhir ini dia terlihat sakit dan badannya panas, aku harus mengantarkannya. Sanghyuk juga sibuk kerja, jadi aku harus mengantarkannya sendirian.
Sesampainya di rumah sakit, aku bergegas memeriksakannya. Sungjae pun diperiksa, mulai dari darahnya, organ dalamnya dan tulangnya. Ketika pemeriksaan sudah selesai, aku langsung menuju dokter yang mengurus Sungjae.
“Dok, bagaimana keadaan Sungjae?”
“Nona Eunji, apa Sungjae akhir-akhir memperlihatkan gejala-gejala yang aneh?”
“Aneh yang seperti apa dok?” aku semakin bingung dengan maksud dokter.
“Mungkin seperti dia tidak nafsu makan dan selalu memuntahkan makanannya kembali?”
“Bagaimana dokter bisa tahu?”
“Sebelumnya saya minta maaf nona Eunji. Saat ini Sungjae sudah menderita Kanker lambung stadium 3. Saya tahu bahwa ini sudah terlambat. Tetapi, alangkah baiknya jika Sungjae dirawat dan diterapi dirumah sakit.” Betapa kagetnya aku mendengar pernyataan dokter. Aku hanya bisa terdiam. Aku hanya bisa melihat wajah Sungjae. Dan aku pun bergegas pulang.
Saat di rumah, aku pergi menemui Sanghyuk di ruang kerjanya. Aku langsung memeluknya dan menangis. Aku pun lupa dengan Sungjae. Sebelum menanyaiku, Sanghyuk pergi dan mengantar Sungjae ke kamarnya dan menyuruhnya pergi tidur.
“Ada apa Ji?” tanya Sanghyuk ketika kembali.
“Sanghyuk, kenapa hal ini terjadi padaku? Kenapa harus kehidupanku? Ketika aku telah dipertemukan dengan Sungjae, kenapa harus dipisahkan lagi? Kenapa aku tak memperhatikan Sungjae dengan baik, sampai-sampai dia kena kanker lambung? Kenapa Sanghyuk a?” aku tak henti-hentinya menangis meraung-raung. Wajah Sanghyuk pun berubah menjadi kaget. Ia benar-benar tak percaya bahwa Sungjae terkena kanker lambung.
“Tenanglah Eunji, tenanglah. Di balik semua ini pasti ada hikmahnya. Yang penting kita bisa bersabar.” Aku hanya bisa tenang, aku tak mau menyusahkan Sanghyuk yang telah menyanyangku sampai sekarang ini.
~*~*~
5 bulan aku sudah merawat Sungjae, badannya semakin kurus, wajahnya semakin pucat. Aku tak tega untuk melihat keadaannya ini. Tapi karena Sungjae selalu tersenyum padaku. Selalu memberikanku semangat. Aku tidak bisa menyerah semudah ini. Kalau Sungjae berusaha untuk hidup, aku pun harus berusaha untuk bersamanya.
Perasaan ini hampir sama ketika aku memilih pergi menjauh dari Sungjae. Tapi sekarang berbeda, aku tidak mau berpisah dengan Sungjae. Aku akan menjaga Sungjae. Aku ingin ia segera sembuh, aku tidak ingin lagi perasaan ini dikuasai oleh emosi yang berlebihan sehingga mentalku akan terus-terusan merusak masa depanku.
Malam pun tiba, Sanghyuk yang telah pulang dari kerjanya menemuiku yang sedang menemani Sungjae. Dia juga membawa makanan kesukaanku, aku pun makan dengan lahap bersama Sanghyuk. Banyak yang aku tanyakan padanya, bagaimana pekerjaanya. Apa dia makan teratur? Aku tidak mau kalau suamiku akan sakit juga karena keegoisanku untuk merawat Sunjae.
Semakin lama aku semakin tak bisa menahan kantukku. Tanpa sadar aku sudah tertidur di pundak Sanghyuk. Pundak yang sangat hangat, yang selalu menopangku. Yang selalu menjagaku.
~*~*~
“Suster, ambilkan yang itu.”
“baik dokter.”
Samar-samar aku mendengar suara dokter dan suster. Ketika aku membuka mata, aku melihat punggung Sanghyuk, ia terlihat sedang kebingungan. Kenapa? Ada apa dengannya? Ketika aku benar-benar sudah tersadar, aku melihat Sungjae dikelilingi oleh dokter dan suster. Apa yang telah terjadi?
Aku berkali-kali bertanya pada Sanghyuk. Tapi, ia hanya terdiam. Aku tahu, dia tidak bisa menjawab apa-apa. Tapi aku semakin tidak paham jika semua orang diam saja.
Dokter berkali-kali mengambil peralatannya untuk membuat Sungjae tersadar. Suster pun tak henti-hentinya bergerak kesana kemari untuk mengambil darah serta memeriksa suhu badan Sungjae. Tapi Sungjae tetap saja tak mau bergerak. Aku berdiri menghampirinya, tapi dokter tidak memperbolehkanku. Aku memaksa, aku ingin melihat Sungjae, aku ingin melihat keadaanya. Aku ingin memberinya kekuatan. Sanghyuk memegangi pundakku, mencegahku mengganggu dokter. Bukan karena Sanghyuk tidak memperbolehkanku melihat Sungjae, dia hanya tidak aku terluka. Tapi aku terus-terusan tak peduli. Kulihat Sungjae, kulihat dia sedang tersenyum. Tapi, ia langsung menutup mata. Sungjae bangunlah, tunjukkan pada Sanghyuk bahwa kau sangat baik-baik saja.
Semakin lama keadaan Sungjae tidak semakin baik. Ketika garis panjang terpampang di hadapanku, aku hanya bisa terdiam. Aku hanya bisa menangis sejadi-jadinya. Kenapa Sungjae sudah diambil kembali? Kenapa? Kenapa? Kenapa? Aku melihat Sanghyuk memelukku dengan air mata yang berjatuhan. Aku tahu, bukan aku saja yang bersedih. Tapi kenapa tetap saja Sungjae kau ambil, tuhan? Kenapa?
Ya Tuhan, kau tahu berapa lama aku merasakan derita. Tapi kenapa kau tak pernah memberikanku imbalan yang pantas. Imbalan yang harusnya kudapat. Apa kau ingin aku gila, apa kau ingin aku terus-terusan menderita. Apa masih kurang kau menyiksaku. Apa masih ada yang ingin kau ambil. Apa masih kurang kesabaranku padamu?
~*~*~
Sudah 2 hari sejak kepergian Sungjae, saat ini aku bersama Sanghyuk berada di makam Sungjae, tapi aku tidak mau terlalu meratapi kepergiaannya. Disini masih ada Sanghyuk yang harus aku bahagiakan. Aku tidak mau hidupku berhenti saat ini. Aku tahu Tuhan sayang padaku, dia akan selalu memberikan cobaan pada hambanya yang ia sayangi. Ia tidak akan memberikan siksa jika nanti ia takkan memberi imbalan. Pasti Tuhan telah menjanjikan sesuatu padaku untuk masa depanku nanti. Untuk masa dimana aku akan disayangi banyak orang, dimana aku akan semakin bisa menghargai arti persahabatan yang takkan hilang meski terpisah waktu, tempat maupun dimensi yang berbeda.
Saat ini hanya Sanghyuk lah satu-satunya nyawaku. Aku tidak mau dia melihatku meratapi sesuatu yang sudah berlalu. Daehyun oppa pun tidak akan pernah lagi aku berikan piluh. Jika saat ini aku telah menjadi seorang tante, Maka nanti aku akan menjadi ibu untuk anak-anak Sanghyuk. Aku akan memberikan segenap kehidupanku untuk suami dan anak-anakku kelak. Sungjae, kaulah yang telah memberikanku kebahagiaan. Terima kasih, aku tidak akan pernah melupakanmu, karena kaulah belahan jiwa yang telah memberiku kekuatan. Aku dan Sanghyuk akan memberikan segenap cinta kami untuk anak-anak kami kelak. Terima kasih, kaulah yang membuatku mengerti arti kehidupanku ini. TERIMA KASIH.