CHAPTER 2 : SHIM YI LIN’S STORY
Aku mengandung bayinya... seseorang yang bahkan aku tidak tau kehidupannya. Aku tidak mengenalnya sama sekali. Aku membencinya. Dia sangat menjijikkan. Aku ingin membunuhnya beserta bayi ini, jika bisa. Tapi jiwaku menolaknya. Karna dia, aku dan Seung Hyun oppa berpisah. Setiap aku mengingat kejadian itu, aku seperti ingin gila. Kepalaku sangat amat sakit mengingat semua itu.
Flashback...
Aku keluar dari apartemen Tabi oppa, dia mengantarku keluar. Tabi oppa, lelaki yang sudah ku kenal sejak aku kecil. Tapi kami berpisah karna aku meminta orangtua ku pindah tugas ke luar negeri. Kami pernah kehilangan kontak, namun Tabi oppa selalu mencariku. Aku juga tidak mengerti kenapa kami bertemu lagi. Sekarang aku sering ke apartemen nya membantu nya menyiapkan dan beres beres. Aku memasak untuknya, aku mencuci pakaiannya. Dia sangat ingin menikahiku, hanya saja usia ku masih terlalu muda. Aku baru berusia 21 tahun. Aku tidak berani mengambil keputusan untuk menikah muda. Tabi oppa tetap memahami ku. Dia berniat menunggu ku sampai aku siap menikah dengannya. Aku senang sekali mendengar hal itu.
Aku bertemu Mino. Song Min Ho, sepupu Tabi oppa. Dia di perkenalkan padaku oleh oppa saat kami berpapasan pagi di depan gedung apartemen Tabi oppa. Dia cukup tampan menurutku.
Suatu ketika, aku ke apartemen oppa, dan ternyata oppa belum kembali dari kantornya. Aku disuruh menunggu di apartemen Mino. Aku masuk, dikenalkan kepada Ibu dan Adik perempuan Mino. Mereka mengira bahwa aku adalah kekasih Mino. Namun Mino langsung menjelaskan aku adalah kekasih Tabi oppa. Kami duduk berdua di ruang tamu. Mino memandangi aku, aku sedikit risih. Lalu dia melangkah entah kemana, aku tidak perduli. Ku lihat sekeliling rumahnya, ada banyak foto, foto keluarga nya, ada satu foto nya bersama Tabi oppa. Tampan. Mereka berdua sangat tampan. Song Min Ho, sepertinya aku mengingat sesuatu tentangnya di masa lalu. apa aku pernah bertemu dengannya sebelum ini? Ahh... aku tidak bisa mengingatnya jelas...
Mino datang membawa minuman. Aku tersenyum seraya menghargai kedatangannya. Dia mengajakku berbicara banyak, menanyakan kehidupan sehari hariku. Aku menjawab semuanya. Setidaknya dia tidak membosankan. Dia meminta sns dan nomor teleponku, awalnya aku heran untuk apa, tapi aku memberikan kepadanya. Kemudian Tabi oppa datang, tapi ku lihat raut wajahnya sedikit kesal memandang Mino. Aku tidak tau mengapa dia datang tanpa senyum. Aku hanya berpikir mungkin dia lelah karna pekerjaan nya di kantor, karna tidak biasanya dia pulang terlambat dan menitipkan aku pada tetangganya. Dia mengajakku keluar dan mengucapkan terimakasih kepada Mino karna menjagaku.
Kami memasuki apartemen oppa. Aku mengambil tasnya, mengambil jaketnya, dia pun duduk di sofa. Ku ambilkan air hangat, untuknya. Setelah itu aku memasak, membereskan segalanya. Aku seperti pembantu, tapi dia selalu mengatakan, calon istrinya harus selalu menjadi pengurusnya sampai mati. Aku melihatnya memejamkan mata, seperti mengingat sesuatu yang menyakitkan. Aku menghampirinya, memegang wajahnya, dia terkejut. Aku bertanya mengapa dia seperti itu, namun dia hanya tersenyum tak menjawab. Aku mencoba mengerti, aku kembali ke dapur. Aku memasak lagi. Tanpa ku ketahui, Tabi oppa datang, memelukku dari belakang. Mencoba menggodaku. Aku menolaknya, dan dia menggigit telingaku, ya, seperti biasa, dia tidak akan berhenti menggangguku hingga aku menciumnya. Aku berbalik badan, lalu mencium keningnya sebentar, kemudian kembali lagi memasak. Aku berfikir dia akan berhenti, ternyata tidak. Dia tetap menggangguku. Aku menyuruh oppa mandi, agar dia merasa segar, dengan terpaksa dia menuruti aku. Aku hanya tersenyum melihat tingkahnya.
Setelah semua beres, aku menyiapkan makanan di meja makan. Tabi oppa tidak kembali. Aku sungkan masuk ke kamarnya. Tidak diperbolehkan seorang perempuan memasuki kamar laki laki sembarangan, walaupun aku tau itu peraturan zaman dahulu kala, dan di jaman ini tidak akan ada yang mengikuti peraturan itu. Aku menunggu, setengah jam lebih. Apa mungkin dia tertidur? Aku penasaran dan menelpon nya. Walaupun kami berjarak beberapa meter,tapi aku tetap meneleponnya. Tak ada yang menjawab. Lalu dengan keberanian penuh aku mencoba memasuki kamarnya, aku mengetuk tapi tidak ada jawaban juga. Aku membuka pintu yang tidak terkunci itu, kamar nya kosong. Lalu kemana oppa pergi?
Aku masuk perlahan, tiba-tiba aku di peluk olehnya dari belakang. Aku sangat terkejut, dia tertawa terbahak bahak. Dia hanya memakai celana pendek biasa, tanpa memakai baju. Astaga, bisa kurasakan darahku mengalir kencang, ketika dia mencoba mencium leherku, tanpa ku sadari tangannya sudah melingkar diperutku. Aku terdiam, dia tau aku tidak pernah seperti ini sebelumnya, berkali kali aku menolaknya. Tapi pelukannya semakin kencang, nafasnya tidak terkendali. Aku menahan tubuhku, aku merinding. Dia membalikkan tubuhku kearahnya, mencium bibirku penuh keinginan. Aku tidak bisa melepasnya, tapi aku juga tidak bisa menolaknya, sudah sangat lama dia menginginkan aku tapi aku tidak pernah mengizinkannya, 1 tahun dia menahan dirinya. Aku takut, karna aku tidak biasa. Akhirnya kami memulai nya, dia menciumku lembut, aku membalasnya.
Ku dengar handphone nya berdering di tempat tidur, aku langsung melepasnya, aku malu dengan kejadian ini. Aku menyuruhnya mengangkat teleponnya, lalu aku melarikan diri ke luar menuju dapur, aku tidak tau kenapa, jantungku berdetak sangat kencang sekali. Sangat amat tidak terkendali. Perasaan ini baru untukku
[**]
Ulangtahun oppa malam ini, aku mencari gaun dan hadiah untuknya. Aku ingin berdandan secantik mungkin di hadapannya. Aku membelikannya sebuah jam tangan, dia tidak akan suka memakai ini tapi setidaknya dia akan mengingatku jika melihat jam ini, dan tidak akan terlambat menjemputku. Pestanya diadakan di hotel mewah, aku yakin dia mengundang seluruh temannya dari kantor dan daerah tinggalnya dulu.
Aku memasuki hotel itu sendiri, aku bilang agar oppa tidak usah menjemputku supaya dia bisa tetap ada disana. Ramai sekali, aku susah menemukannya. Ku lihat Mino ada disana, tapi aku mengabaikannya. Ada yang menarik tanganku, ternyata Tabi oppa. Dia memandangku serius. Dia tersenyum, mengatakan aku sangat amat cantik malam ini. Aku tersipu. Akhirnya acara dimulai. Berjalan dengan baik. Oppa menggandengku, mengenalkanku kepada beberapa temannya. Aku melihat seorang wanita seksi dari jauh, aku risih. Dia seperti sedang menatap aku dan Tabi oppa, tapi aku tidak tau pasti. Lalu mendadak oppa menyuruhku bergabung dengan teman-temanku.
Satu jam berlalu, oppa tidak kembali. Para undangan yang datang sudah pulang. Tinggal beberapa orang. Aku mencarinya, tapi belum menemukannya. Apa mungkin dia tertidur? Aku memutuskan pergi ke kamarnya. Dia memesan 2 kamar di hotel ini, untuk aku dan untuknya. Awalnya dia hanya berniat memesan 1, tapi aku tidak mungkin tinggal bersamanya 1 malaman. Aku menyusuri lantai hotel, aku sedikit lelah. Pintu kamar oppa terbuka. Aku masuk begitu saja, perlahan lahan, sepi, seperti tidak ada orang. Aku mulai melihat ke arah kamar mandi, yang pintunya sedikit terbuka. Aku terkejut. Jantungku berteriak, aku merasa sesuatu memukul keras hatiku. Aku melihat oppa berciuman dengan seseorang, wanita seksi yang ku lihat di pesta tadi, hampir seperti oppa menolaknya tapi dia tetap memaksa oppa menciumnya, wanita itu menarik tangan oppa dan meletakkan tangan oppa pada bagian tubuhnya. Tanpa ku sadari air mataku jatuh, aku menutup mulutku supaya tidak terdengar oleh mereka. Kakiku ngilu, tidak bisa kulangkahkan. Hati dan otakku lumpuh. Aku sangat sakit melihat ini semua. Tiba-tiba seseorang menarik tanganku, membawaku keluar dari kamar itu. Aku menangis sejadi jadinya. Aku tidak sanggup.
Ternyata Mino, dia membawaku kekamarnya. Aku tidak berbicara apapun padanya. Aku duduk di tempat tidurnya, aku tidak bisa berpikir jernih. Aku menangis. Tidak ku sangka, Mino datang, menghempaskan aku ke tempat tidurnya dengan kasar, dia menciumku dengan paksa, aku menamparnya. Tapi tidak ada reaksi darinya, dia berlanjut menciumku. Aku menendang kakinya, aku sekuat tenaga menolaknya, mendorongnya, tapi tenaganya lebih kuat dariku. Dia menarik pakaianku, aku menjerit berharap seseorang mendengar dan menolongku. Aku kehilangan tenaga, aku berusaha terus mendorongnya, melepaskannya. Tiba tiba aku merasa sangat sakit, dia memaksaku. Aku menjerit, merasa jijik dengan semua ini. Aku membencinya, sangat amat teramat sangat membencinya, aku ingin membunuhnya.
Aku ingin membunuhnya, aku sangat ingin membunuhnya. Kenapa aku mengikutinya? Kenapa aku bisa menjadi seperti ini? Kenapa keadaan sangat menjijikkan seperti ini? Aku menarik selimut untuk menutupi tubuhku, mencoba membuka kamar hotel, tapi tidak menemukan kuncinya. Aku melihat handphone ku, ada 120 panggilan tidak terjawab, Tabi oppa. Aku bingung harus bagaimana. Aku menjawab teleponnya, dan menangis, dia terdengar khawatir, sangat khawatir. Aku tidak memberitahunya keberadaanku, aku mengatakan bahwa aku ingin mati saja sekarang. Lalu ku putus teleponnya. Bagaimana jika dia tau aku tidak suci lagi? Bagaimana jika dia tau? Selama ini aku selalu menolaknya. Tidak pernah membayangkan perasaannya atas semua yang terjadi. Aku ingn bunuh diri sekarang. Aku masuk ke kamar mandi, segera membasahi diriku, dingin, tapi air ini serasa menusuk tajam seluruh tubuhku, aku hanya bisa menangis, aku tidak bisa keluar. Aku terduduk, merenungkan betapa aku sangat ingin musnah dari dunia ini.
Mino terlihat memasuki kamar mandi, mungkin dia mencariku. Aku tidak ingin melihat bajingan itu. Dia amat menjijikkan. Aku menutupi wajahkku. Dia berdiri, memandangi aku menangis. Tiba-tiba terdengar langkah seseorang memasuki kamar. Aku tidak membuka mataku. Tapi aku mendengar suara pukulan keras. Aku terkejut. Aku memberanikan diri membuka mataku. Ternyata Tabi oppa, memukul Mino sekeras dan sekuat tenaganya. Mino babak belur dibuat nya, tapi oppa tidak berhenti. Aku berdoa dalam hati, supaya Tabi oppa membunuh Mino saat ini juga. Aku teringat wanita seksi itu, ah, kepalaku sangat sakit sekarang. Mino tidak melakukan perlawanan terhadap Tabi oppa, aku harap dia mati. Tabi oppa berhenti memukulnya, dia ke arahku. Membuka jaketnya dan memberikannya kepadaku. Aku tetap menangis. Aku tidak ingin disentuh oleh siapapun saat ini. Bahkan secuil pun aku tidak mau. Tabi oppa memohon aku untuk bangun. Dia membawa pakaian, aku bahkan tidak tau kenapa dia mempersiapkan pakaian untukku. Aku melihat ke arah Mino yang tergeletak di lantai, aku tidak tau kondisinya sekarang bagaimana. Mino menatap kami berdua. Tabi oppa menyeretnya keluar kamar mandi, menyuruhku berpakaian. Aku tidak tau mengapa semua ini terjadi padaku.