DREAMERS.ID - Mulai akhir tahun 2016 hingga awal 2017, Ibu Kota DKI Jakarta diwarnai oleh aksi-aksi ormas dengan agenda bela Islam. Aksi-aksi tersebut awalnya dipicu oleh tuntutan proses hukum untuk Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang menista agama.
Karena aksi-aksi tersebut bisa memicu konflik, kepolisian pun harus mengerahkan personil yang tidak sedikit. Tentu menyita tenaga dan biaya yang besar. Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri, Komisaris Jenderal Polisi Ari Dono Sukmanto mengatakan jika salah satu aksi berjilid itu menghabiskan dana yang tidak sedikit.
Hal itu diakui Ari jika Polri mengedepankan pencegahan daripada pemulihan konflik. "Lebih baik mencegah daripada harus bertindak, karena biayanya tinggi sekali. Seperti 212, itu satu tahun anggaran sudah habis di depan," ujar Ari melansir Viva.co.id, Selasa (29/8).
Baca juga: Karena Aksi Ini Munajat 212 Dituding Berunsur Politik Hingga Diselidiki Bawaslu
Dalam aksi-aksi tersebut, kepolisian mengerahkan kekuatan maksimal serta melakukan penanganan khusus. Bahkan meminta bantuan kepolisian yang bertetangga dengan Kota Jakarta. Menurut Ari, ada seni tersendiri dalam mengelola keamanan dan ketertiban."Ada seni dalam mengelola keamanan ketertiban masyarakat (Kamtibmas). Kalau dilepas Jakarta akan jadi salju, putih semua," kata mantan Kapolda Banten ini. "Itulah seni, kemampuan intel untuk mendeteksi itu sangat penting. Untuk kita bisa memetakan daerah tugas dengan berbagai potensi yang akan kita hadapi,"
Ari juga menjelaskan, kepolisian melakukan pendekatan kepada kelompok yang berpotensi melakukan konflik. Terutama cara persuasif dengan memebri pemahaman terhadap kelompok tersebut jika ada ancaman hukum jika melakukan hal anarkis.
(rei)