Ketergantungan pada energi minyak, perlahan-lahan mulai ditinggalkan pemerintah Indonesia. Bahkan saat ini Indonesia bersiap mengurangi karbondioksida (CO2) dengan mengembangkan energi terbaru melalui proyek Wind Hybrid Power Generation (WhyPGen), atau pembangkit listrik tenaga angin.
Proyek yang didanai Global Environment Facility (GEF) ini bertujuan mendorong komersialisasi pembangkit listrik hybrid berbasis energi angin.
“Indonesia saat ini sudah beralih dari pengekspor bahan bakar minyak (BBM) menjadi pengimpor BBM," kata Kepala BPPT Marzan A Iskandar di sela acara penandatanganan MoU WHyPGen dengan beberapa mitra, di Kantor Badan Penerapan dan Pengkajian Teknologi (BPPT).
“Oleh karena itu, perlu dikembangkan sumber tenaga barukan yang tentunya juga ramah lingkungan, salah satunya adalah energi angin,” terangnya.
Baca juga: Ada Wanita dan Satu Pendatang Baru, Ini Daftar Terbaru Orang Terkaya Indonesia Versi Forbes
Tak hanya itu, ia juga menambahkan target proyek dari 2012 hingga 2015 ini mampu menghasilkan energi sebesar 18,115 gigawatt per jam. Selain itu, mampu mengurangi gas buang Co2 sebesar 16.050 metrik ton.“Berdasarkan hitungan BPPT, potensi angin di Indonesia mencapai 9,3 GWh, namun pemanfaatannya belum maksimal dan kebijakan pemerintah belum ada yang mendukung penggunaan energi angin,” tutur Marzan.
Saat ini, proyek WHyPGen sedang memperbaharui pembuatan peta lokasi potensi angin di Indonesia. Data yang ada saat ini masih belum secara detail mengukur potensi angin di setiap wilayah. Proyek WHyPGen juga membuat kajian-kajian mulai dari potensi angin, teknologi yang digunakan, tarif penjualan energi angin.
Potensi energi angin yang sudah dipetakan oleh WHyPGen ada delapan titik, di daerah Nusa Tenggara Timur, Banten, Yogyakarta, Jawa Barat dan Bali. Di NTT, potensi energi yang dihasilkan sebesar 50 MW, di Banten 100 MW, dan di Jawa Barat 100 MW.