CHAPTER 2 : It's War
Cast: Yang Seungho (Mblaq) as Bae Hyunsoo I Park Gyuri (KARA) I Cheondung (Thunder) as Bae Hyun-sik I Jung Byunghee (G.O Mblaq) I Song Jieun (SECRET) as Bae Hyuna I Mir (Mblaq) as Bae Hyunwoo I CAMEO : Jung Joori as Jang Nana I Kim Taewoo as Park Donghwa
Disclaimer : Tulisan ini murni ide gila dari otakku. Akhir-akhir ini sering nonton film horror+fantasy, entah kenapa tiba-tiba muncul ide buat bikin FF ini J FF ini juga hasil perenungan, setelah berkali-kali mendengar dentingan piano “Sad Memories”. Author penggila Harry Potter, jadi inspirasi terbesar juga muncul dari novel karya J.K Rowling itu J Jangan sekali-kali menjiplak FF ini. If you copy or share my FF, take out with full credit.. FF INI SUDAH PERNAH DIPOSTING DI WP PRIBADI SAYA, https://ffmblaq.wordpress.com/
“Cerita ini hanya fiktif belaka.”
Author POV
Sorotan cahaya hijau menyambar dari jendela besar yang menutupi dinding kanan sebuah ruangan. Cahaya itu melebar lalu menyebar mengitari yeoja dengan baju pengantin menghias tubuhnya. Wajahnya yang semula tersenyum kini luntur sudah. Tubuhnya terjerat, hingga ia terjungkal dari bangku pianonya. Tubuhnya terjerembab ke lantai marmer yang begitu dingin. Tulang pipinya membentur permukaan lantai yang keras. Ia meringis, menghalau rasa sakit yang melanda sekitar pipi dan dadanya. Dengan jelas, pantulan cahaya hijau itu terlihat olehnya dari permukaan lantai marmer.
Jang Nana membekap mulutnya dengan kedua tangannya. Jeritan kecil menguar dari mulutnya yang mungil. Di sampingnya, Park Donghwa bangkit dari kursinya. Ia menatap putrinya dengan mulut melongo. Byunghee, dengan wujud burung hantunya, yang sedang bertengger di jendela tinggi ruangan itu melotot melihat Gyuri terjungkal dari bangku. Ia melebarkan sayapnya lalu terbang turun dari jendela itu.
Suasana mencekam meliputi ruangan yang penuh berisi puluhan penyihir itu. Semua orang terdiam, tak satu pun yang mampu mengadu pita suara mereka. Wajah ngeri meliputi setiap tatapan yang menancap ke tengah ruangan berlapis lantai marmer itu. Lantai itu terlihat berkilauan, membuatnya semakin mencolok di tengah gelapnya malam. Tatapan membeku mengarah pada objek yang sama, Gyuri, yang terbaring miring dengan cahaya hijau melilit tubuhnya.
Seorang namja menatapnya dengan tampang geram. Hyunsoo menghela napas, mencoba mengendalikan emosinya. Secepat kilat, sesuatu menohok dadanya dengan keras. Tangan kirinya memegang dadanya seraya bernapas dengan susah payah.
Ahh, kenapa jadi begini? Apa efek kutukan itu malah berbalik ke arahku?
Hyunsoo mengusap keringat dingin yang tiba-tiba membanjiri tengkuk dan keningnya.
Waktunya tinggal sedikit lagi, tapi kenapa, batinnya sembari meringis kesakitan. Lingkaran hitam yang menghiasi mata lebarnya kini kian membiru. Ia nampak seperti mayat hidup. Dengan susah payah, ia menahan beban tubuhnya dengan kedua kakinya yang gemetaran tiada henti. Berulangkali ia memejamkan matanya, mencoba menahan rasa sakit yang menyergap tubuhnya. Sekarang, tubuhnya basah kuyup oleh keringat. Sungguh tidak sesuai dengan udara dingin yang menyelimuti ruangan itu.
“Gyuri-yah...” pekik Hyunsoo, berjalan dengan sempoyongan ke arah Gyuri. Tapi ia tidak bisa mendekati piano juga yeoja itu. Selubung tipis mengelilingi Gyuri dan pianonya. Selubung itu menghalangi Hyunsoo untuk melangkah lebih dekat ke yeoja yang sudah menjadi istrinya itu.
Semua penyihir yang menghadiri pesta pernikahan kini mulai terlihat panik.
“Hyunsoo-yah... Tolong aku... ” sengal Gyuri. Semakin lama, dadanya semakin terasa sesak.
Hyunsoo menelan ludah, mencoba mengendalikan rasa sakit yang menyerang bagian dadanya. Ia mengelap keringat yang membanjiri mukanya dengan lengan bajunya. Dengan susah payah, ia berkonsentrasi, mencari cara menangkal rasa sakit yang tak tertahankan itu.
“J-j-jebal...” erang Gyuri, berusaha menggerakkan badannya. Tapi saat ia menggerakkan badannya, jalinan cahaya itu justru menjeratnya semakin erat. Erangan Gyuri semakin membuat Hyunsoo susah berkonsentrasi.
“Agassi?!!” teriak Byunghee, sudah menjadi manusia lagi. Ia hendak menerobos selubung itu, tapi sial. Ia justru terpelanting hingga menubruk segerombolan orang di tengah ruangan itu. Segerombolan orang itu ambruk dan suara gaduh mulai memenuhi ruangan.
“B-b-byunghee..” seru Gyuri, mencoba melirik ke arah Byunghee berada. Tapi ia tak dapat menemukannya.
“Gyuri-yah?? Gyuri-yah...” jerit Jang Nana, setelah sadar dari kagetnya. Ia berjalan ke depan diikuti Park Donghwa.
“Gyuri?” panggil Park Donghwa seperti orang linglung.
Byunghee bangkit dari lantai, membetulkan jubahnya lalu menghilang. Tahu-tahu ia sudah berada di samping Park Donghwa.
“Sonsengnim?” ucap Byunghee, melipat lengan bajunya.
Park Donghwa menatap Byunghee penuh makna.
“Lindungi Gyuri sampai akhir..” desisnya, parau.
Byunghee menatap Park Donghwa, tidak mengerti.
“Ne?” tanyanya, seperti orang dungu.
“Lindungi Gyuri. Jika sesuatu terjadi padaku, lindungi dia sampai akhir..” bisiknya, menatap ke selubung itu.
Byunghee merinding mendengar perkataan Park Donghwa. Gaya bicara gurunya janggal, seakan ia akan segera pergi dari dunia ini.
“Sonsengnim..”
Park Donghwa menggelengkan kepalanya.
“Geuman.. Ayo kita selamatkan dia..” potongnya lalu mengambil posisi.
Byunghee menghela napas, lalu mengangguk. Ia dan Park Donghwa berdiri berdekatan. Mereka mulai sibuk dengan tangan mereka, mengerahkan segala macam mantra yang mereka kuasai untuk membebaskan Gyuri. Satu demi satu kilatan cahaya biru terang menyentuh selubung itu lalu lenyap. Sia-sia saja. Mantra apapun hanya akan menyentuh permukaaan selubung tipis itu dan musnah. Tidak melukai selubung itu apalagi menghancurkannya. Terbukti, selubung itu tetap kokoh mengurung Gyuri.
Tak ada satu orang pun yang bisa menangkal sihir gelap level tinggi, apalagi sihir kamuflase semacam itu. Sihir hitam itu akan membuatmu merasa sesak dan terkurung, apalagi ditambah dengan untaian cahaya hijau khas sihir hitam. Sihir semacam itu akan sulit dipatahkan, kecuali oleh seseorang dengan kemampuan sihir putih level sangat tinggi. Bahkan Gyuri yang dijuluki Dewi Sihir Putih perlu berjuang jika ingin melenyapkannya. Akan tetapi, sihir hitam spesialisasi kamuflase itu bisa dilumpuhkan oleh sihir hitam level tinggi dengan mudah. Satu-satunya keluarga yang menguasai sihir hitam tak lain dan tak bukan, Keluarga Bae semata.
Park Donghwa mulai terisak. Mulutnya komat-kamit, menguarkan berbagai macam mantra sihir putih yang ia bisa. Tetapi, semua itu sia-sia saja. Ia jatuh terduduk, terlalu tertekan karena tidak bisa menolong putri semata wayangnya. Byunghee menggeram, jengkel dengan dirinya sendiri. Ia mencoba berpikir, mencari mantra sihir yang bisa menolong Gyuri. Tiba-tiba...
BUSH
Asap kehijau-hijauan memenuhi ruangan itu. Beberapa penyihir terlihat sibuk terbatuk-batuk karena bau asap itu yang menyengat. Seorang namja dengan jubah hijau dan kepala berhias rambut pink muncul di depan selubung tipis yang mengurung Gyuri. Ia berbalik, menatap setiap orang. Gerak-geriknya begitu menyiratkan bahwa ia sedang mencari seseorang. Matanya berhenti bergerak kemudian melotot ketika melihat sosok Hyunsoo yang masih ngos-ngosan sambil memegangi dadanya. Bae Hyun-sik menyeringai melihat keadaan Hyunsoo yang sudah sekarat itu. Ia tahu, kekuatan Hyunsoo akan melemah jika ia tidak mendapat energi sihir putih yang dimiliki Gyuri. Hanya tinggal hitungan jam saja, Hyunsoo akan membusuk seperti mayat.
Hyun-sik menyelinap dengan mudahnya melewati selubung itu. Ia berdiri di samping Gyuri yang terbaring miring di lantai marmer yang dingin.
Semua penyihir kaget, termasuk Byunghee, Park Donghwa dan Jang Nana, melihat kemunculan Bae Hyun-sik. Pikiran-pikiran buruk mulai menghinggapi otak mereka.
“Solma...?”
“... yang melakukan ini semua adalah Bae Hyun-sik?”
“Maldo andwae!!”
“Hajiman..“
Penyihir-penyihir itu mulai berbisik satu sama lain. Mereka saling berbagi pikiran-pikiran yang ‘tidak masuk akal’.
“Maldo andwae..” bisik Byunghee, terus menggelengkan kepalanya. “Pasti ada yang tidak beres..”
“Omo..” celetuk Jang Nana. ”Solma..??” Jang Nana tidak mampu melanjutkan kata-katanya. Sedangkan Park Donghwa menatap Hyun-sik dan Hyunsoo secara bergantian.
“Apa aku mengganggu pesta pernikahanmu, Gyuri-yah?” tanya Hyun-sik, berjongkok di samping Gyuri.
Gyuri menatap wajah pucat Hyun-sik, kaget.
“Hyun-sik?” tanyanya, tercekat. “Eotteohke..”
Namja itu ganti menatap Hyunsoo yang mulai bernapas dengan susah payah. Ia bertingkah seakan tidak mendengar apa yang Gyuri katakan.
“Ah, Hyung, kenapa kau sama sekali tidak mengundang keluargamu, eoh?” teriaknya kalem dengan senyum tersungging di bibir tipisnya.
Hyunsoo hanya menatap dongsaeng-nya, garang. bahkan ia tak punya kekuatan untuk sekedar berbicara satu kata pun.
“K-k-kenapa kau melakukan ini kepadaku, Hyun-sik-ah?” tanya Gyuri, sengau.
Bae Hyun-sik kembali menatap Gyuri yang ketakutan.
“Mian.. Aku hanya ingin melindungimu, Gyuri-yah.. Mianhe..” lirih Hyun-sik dengan tatapan pilu. Ia menghela napas lalu sejenak memejamkan matanya.
Gyuri tertawa mengejek.
“M-mwo?” sergahnya. “Melindungiku?
“Eoh..” jawab Hyun-sik lalu bangkit berdiri.
“Mworago?” lengking Gyuri dengan suara nyaring. Hyun-sik menoleh ke arah Gyuri. ”Kau membuatku seperti ini, dan kau bilang kau melindungiku?”
“Sikkeuro!!” gertak Hyun-sik sembari menutup pelupuk matanya. “Oh, jebal!! Kalau kau banyak bicara, semuanya akan sia-sia saja. Jebal.. Jangan membuatku berubah pikiran.”
Gyuri menatap wajah Hyun-sik dalam-dalam. Emosinya agak mencair.
“A-a-apa maksudmu?” tanyanya, tidak mengerti.
“Menjauh dari Gyuri, Hyun-sik!!” seru Hyunsoo, tersengal. Akhirnya ia bisa mengeluarkan suara. “Kau tidak ada urusan dengannya. Bukankah kau ke sini untuk mencariku?”
Hyun-sik tertawa sumbang. Kemampuan membual Hyunsoo memang tidak ada tandingannya, batinnya. Bahkan dalam keadaan seperti itu pun, ia masih punya tenaga untuk membual? Ciih..
“Mworago? Dalam keadaan sekarat pun, kau masih berpura-pura baik? Aish, jinjja!!” ejek Hyun-sik.
Hyunsoo menggeram. Ia maju selangkah, memejamkan matanya. Mulutnya komat-kamit, menguarkan berjubel-jubel mantra sihir hitam yang mulai mengelilingi selubung itu. Asap hitam bergumul dengan selubung itu dan..
DUARRRR
Selubung itu pecah. Cahaya hijau menyilaukan mata muncul setelah selubung itu hancur. Setiap orang menutup mata mereka, menghalau silauan cahaya itu. Cahaya itu pun memudar.
Hyun-sik menatap sekitar dengan bingung.
“Mwo???” murkanya. “Bagaimana bisa ia mengeluarkan mantra sihir hitam dalam keadaan seperti itu? Maldo andwae!!” Ia mencari hyung-nya, tapi tidak menemukannya. Dalam sepersekian detik, orang yang ia cari sudah ada si depannya.
Hyunsoo tersenyum licik. Ia merogohkan tangannya ke saku bajunya lalu menarik botol kecil berisi cairan hijau. Hyun-sik melenguh saat melihat Ramuan Dewa ada di tangan Hyunsoo. Cairan itu yang membuat tenaganya pulih kembali. Tapi khasiat ramuan itu hanya bertahan sebentar pada tubuh Hyunsoo yang sudah penuh liat-liat sihir hitam.
“Keuraeyo? Siapa bilang, Hyun-sik ah?” ucap Hyunsoo mulai melantur, setelah memasukkan Ramuan Dewa ke saku bajunya. “Kau pikir siapa yang akan menjadi pemimpin Keluarga Bae? Apakah kau tahu bahwa Abonim telah memilihku? Ia mengajariku semua sihir hitam level tinggi, karena aku telah dipilihnya sebagai pemimpin keluarga Bae!! Apa kau tidak tahu?? Bahkan Hyunwoo dan Hyuna juga tahu.. Mana mungkin Keluarga Bae dipimpin oleh namja kekanak-kanakan sepertimu?”
“Mworago?” kata Hyun-sik dengan suara tenang. Ia sama sekali tidak terpancing dengan omong kosong Hyunsoo. “Apa kau mencuri cairan itu dari Hyuna Noona? Dasar licik!!”
Pertanyaan dongsaeng-nya itu membuat Hyunsoo membeku di tempatnya berdiri.
“Jangan berbicara hal yang tidak penting” gumam Hyunsoo, dengan rahang mengatup.
“Apa katamu? Tidak penting? Menurutku itu penting” bisik Hyun-sik dengan mata melotot.
“Pantas saja, persediaan Ramuan Dewa di Rumah Hyuna Noona sering hilang entah kemana. Jadi kau yang mencurinya??” jelas Hyun-sik, lantang.
Gyuri menatap Hyunsoo, meminta penjelasan.
“Ramuan Dewa?” tanyanya, sambil berpikir.
“Mworago??!!” teriak Hyunsoo, kalap. “Kau ingin meracuni pikiran Gyuri dan orang-orang yang ada disini??”
Hyun-sik tersenyum kecut.
“Sudahlah, Hyung..” katanya terdengar lelah. “Hentikan semua ini.”
“Jangan sentuh Gyuri!!” larang Hyunsoo, mengabaikan apa yang dikatakan Hyun-sik. “Ayo kita bertanding! Kau menginginkan posisi sebagai pemimpin keluarga Bae bukan??”
Bae Hyun-sik kembali tertawa sumbang. Ia tidak habis pikir, Hyunsoo masih saja berpura-pura berjiwa malaikat.
“Kenapa kau tidak menghentikan drama ini, Hyung?” tanya Hyun-sik, mundur, untuk menjadi tameng bagi Gyuri.
Mulut Hyunsoo komat-kamit mengeluarkan mantra hitam, level sangat tinggi. Terlihat dari asap hitam yang menyelubunginya.
“Terimalah ini, Hyun-sik!! Membusuklah kau di neraka!!!” teriak Hyunsoo.
Asap itu dengan secepat kilat menyambar ke arah Hyun-sik. Dengan satu kali lambaian tangan kanannya, Hyun-sik menangkis mantra itu. Tapi, Hyun-sik membeku, ia memegang dadanya.
“Arrgghh..” erangnya.
Cahaya biru terang menyambar punggung Hyun-sik, menembus dadanya. Rasa menyengat itu menjalar hingga sekujur tubuhnya. Namja itu tak kuat menahan rasa sakit yang menyerang tubuhnya.
“Uhuk uhuk..“ Ia jatuh berlutut sambil terbatuk-batuk. Darah segar mengalir dari mulutnya. Mukanya yang pucat kini berlapis darah. Tubuhnya ambruk, jatuh tertidur. Darah segar masih mengalir dari mulutnya. Tubuhnya menggelinding sampai kebawah piano.
Penyihir di ruangan itu menatap Hyun-sik dengan pandangan ngeri. Mereka saling pandang menyaksikan pertikaian antara Hyun-sik dan Hyunsoo.
“Mianhe, Hyun-sik-ah..” desis Gyuri, yang matanya berubah warna menjadi merah darah. “Aku tidak punya pilihan lain..”
Hyunsoo melihat Gyuri. Ia tahu bahwa hanya Gyurilah yang menguasai sihir putih level tinggi itu.
Baguslah, aku tidak perlu repot-repot membunuh Hyun-sik dengan tanganku sendiri. Hyunsoo tersenyum licik dalam hati. Ia mendekati Gyuri yang masih terjerat cahaya yang sekarang sudah menjadi tali transparan berwarna hijau itu.
“Kwaehn-chanha?” tanya Hyunsoo sok panik, berlutut di samping tubuh Gyuri.
“Eoh.. b-b-bisakah k-kau m-melepaskan-k-ku d-d-dari i-ini?” pinta Gyuri, terbata-bata.
Hyunsoo meneteskan air mata buayanya. Ia menggenggam tangan Gyuri yang mulai terasa dingin.
“Mianhe. Aku tidak bisa melepaskan mantra kutukan ini. Hanya Hyun-sik yang menguasai mantra kutukan semacam ini...” bualnya.
Sebenarnya aku bisa dengan mudah melepaskanmu, Gyuri-yah. Tapi aku tidak akan melakukannya. Aku harus mendapatkan energi sihir putihmu. Dengan begitu, aku bisa hidup abadi, batin Hyunsoo.
Gyuri menatap Hyunsoo dengan tatapan nanar.
“Aku.. arrghh.. “ yeoja itu menjerit keras.
Cahaya hijau tua menarik tubuh Gyuri, membuat tubuhnya terbang. Tautan tangannya dengan tangan Hyunsoo terlepas.
“Gyuri!!” Hyunsoo melihat tangannya, yang sudah kosong.
“Argghhh!! T-t-tolong aku!!” jerit Gyuri.
Hyun-soo memandang tubuh Gyuri yang tengah melayang-layang ganjil di udara, sejajar dengan lampu besar yang menggantung di atap ruangan itu. Ia menggeram.
Apa yang direncanakan Hyun-sik? Ia berpikir dengan perasaan was-was. Ia lengah, tidak memperhitungkan keberadaan dan kemampuan dongsaeng-nya. Ternyata, Hyun-sik tidak sebodoh dan selemah yang ia kira.
Bae Hyun-sik terbaring sebentar, tersengal-sengal, mengumpulkan tenaga. Aku masih hidup. Ia merangkak dengan tangannya dari bawah piano yang berdiri gagah di atas lantai marmer. Dengan bersitumpu pada tumitnya, namja itu mencoba berdiri. Tangannya yang berlumurkan darah bertopang pada pinggir pano, melanjutkan perjuangannya untuk berdiri. Perlahan tapi pasti, ia berhasil berdiri. Jubah hijau namja dengan rambut pink itu berlumuran darah, membuatnya berwarna gelap.
“Kau yang menciptakan lagu ini bukan, Hyung?” gelegar Bae Hyun-sik, sambil memungut kertas krem dari atas piano. Bercak darah tertinggal di tempat Hyun-sik menyentuhnya.
“Andwae!!!!!” teriak Hyun-soo, masih menatap tubuh Gyuri yang melayang-layang.”Jebal, andwae!!”
Hyunsoo menyadari apa yang akan Hyun-sik lakukan. Ia juga tahu, ia akan hancur jika Hyun-sik berhasil melakukan hal itu. Kalau Hyun-sik, penyihir dengan bakat kutukan, merubah mantranya semua yang telah Hyunsoo lakukan akan sia-sia saja.
Hyun-sik terbatuk-batuk. Darah segar mengalir dari mulutnya yang sudah belepotan darah. Darah itu menetes ke permukaan kertas yang dipegangnya, membuatnya berwarna merah darah. Mulutnya komat-kamit.
“Sad Memories.. “ mulai Hyun-sik. “Terkutuklah kau, Gyuri.. Cinta palsu lah yang membunuhmu, cinta menyiksamu, tersiksalah batinmu dengan cinta palsumu itu.. Kau akan menjadi hantu abadi yang tidak akan pernah menyentuh tanah surga.. Uhuk uhuk..”
Bae Hyun-sik sibuk terbatuk-batuk. Hyunsoo memejamkan matanya, merapal mantra lalu mengarahkannya ke Hyun-sik. Tapi.. Hyunwoo datang entah dari mana, ia menangkis mantra hyung-nya.
“Geumanhe!!” teriak Hyunwoo. “Sudah cukup Hyunsoo Hyung!! Jangan menumpahkan darah orang yang tidak bersalah lagi!!”
Hyunsoo memandang dongsaeng-nya.
“Mworago?” kagetnya. “Kenapa kau jadi begini? Apa Hyun-sik juga meracuni pikiranmu?”
Hyunwoo menunjuk Gyuri yang terlihat kian tersiksa.
“Yeoja itu yang bersalah, Hyung!! Kalau kau ingin membunuh, bunuh saja dia!! Ya Tuhan, dia juga mencoba membunuh Hyun-sik Hyung??”
Byunghee, merapal mantra, menyambarkannya ke arah Hyunwoo yang sekarang terkapar di lantai. Tiba-tiba keluarga besar Bae dengan jubah hijau tua mereka yang khas muncul di antara penyihir-penyihir.
Bae Hyuna berada di dekat Byunghee, langsung menonjok muka namja itu. Sekilas ia melirik ke arah Hyun-sik yang berada di dekat piano.
“Hyun-sik??” teriaknya, ngeri melihat keadaan namdongsaeng-nya. Ia menggeram. “Teganya kau melukai keluarga Bae!! Sama saja kalian mengundang kami untuk berperang!! Hyaaaa..”
Keluarga Bae mulai melontarkan mantra ke penyihir lain, terutama keluarga besar Park. Perang tak bisa terelakkan lagi, perang pun pecah....
Mulut Bae Hyun-sik komat-kamit, sibuk meramu mantra kutukannya. Angin menyelubungi tubuh rapuh namja itu. Tangannya yang sedari tadi mengepal kini membuka.
Hyun-sik mengayunkan tangannya, membuat cahaya hijau tua menyelimuti tubuh Gyuri yang melayang-layang. Tubuh yeoja itu mulai mengabur... mengabur... hingga tubuh Gyuri menjadi transparan... Gyuri mengerang sekerasnya, menghalau rasa sakit yang menyerang sekujur tubuhnya. Cahaya hijau tua itu menghilang. Yeoja itu terpental ke arah tembok dan tubuhnya menghilang di balik tembok.
Hyun-sik ambruk. Kertas yang ia pegang meluncur dari tangannya. Ia terbatuk-batuk lagi, napasnya semakin berat.
“Mianhe, Gyuri-yah.. Hanya itu yang bisa aku lakukan..” bisiknya, lalu terbatuk lagi.
Sementara itu, Hyunsoo memegang dadanya. Ia terbatuk-batuk, darah menyembur keluar dari mulutnya. Tubuhnya terhuyung dan jatuh terjerembab. Bagian depan bajunya berlapiskan darah segar.
Gyuri muncul dari tembok, tubuhnya yang tembus pandang melayang-layang di udara. Ia mengamati tubuhnya, miris melihat tubuhnya sendiri. Ia mengedarkan pandangan, melihat setiap orang sedang melemparkan mantra satu sama lain. Ruangan itu dipenuhi cahaya berwarna-warni. Matanya menemukan tubuh Hyunsoo yang terbaring di lantai.
“Hyunsoo-yah.. Hyunsoo-yah....” pekik Gyuri, melayang ke arah namja itu terbaring.
“Hyunsoo-yah? Kwaehn-chanha?” panggilnya, raut wajah cemas menghiasi wajah transparannya.
Hyunsoo terbatuk-batuk. Ia mencoba tersenyum dengan mukanya yang bersimbah darah. Ia mencoba meraih tangan Gyuri, tapi tak bisa. Ia dan Gyuri saling pandang, tertegun.
“M-mianhe,” sengalnya. “Kau menjadi seperti ini, k-k-karena aku..”
Gyuri mencoba meraih tangan Hyunsoo.. Tidak bisa.. tangannya terus menembus bagian tubuh Hyunsoo.
“Agassi, kwaehn-chanha?” teriak Byunghee yang berdiri tidak jauh darinya, sambil menghindar dari mantra yang dilontarkan Hyuna kepadanya.
“Yak!! Fokus ke sini! Atau kau akan mati!” maki Hyuna, merasa diacuhkan.
“Ada apa denganku? Kenapa aku tidak bisa menyentuhmu?” tanya Gyuri frustasi, memandangi telapak tangan dan tubuhnya.
“Tentu saja! Kau ‘kan sekarang menjadi hantu!!” ejek Hyuna, menepis loncatan cahaya biru yang dilontarkan Byunghee.
Gyuri menatap Hyunsoo dengan tatapan panik. Matanya berkaca-kaca.
“Ul-uljima..” desis Hyunsoo. “Kwaehn-chanha.. Aku akan tetap berada di sampingmu..”
Perkataan Hyunsoo justru membuat tangis Gyuri pecah.
“Hyun-sik-ah, kwaehn-chanha? Aduh..” sergah Hyuna, terkena sengatan cahaya biru yang dihasilkan mantra Byunghee.
“Kau juga harus fokus!” bentak Byunghee, sambil menyeka keringat yang mengucur di pelipisnya. Ia memilin-milin jambul ungunya yang juga basah oleh keringat. “Aish, menjijikkan!!”
“Hyunsoo-yah..” isak Gyuri. Ia mencoba merapal mantra penangkal sihir hitam, tapi tidak ada yang mempan.
“Ge-geumanhe..” tutur Hyunsoo dengan suara lemah.
“Kenapa tidak ada mantra yang mempan?” seloroh Gyuri, histeris.
“Geumanhe..” ulang Hyunsoo.
Gyuri menyeka air mata transparan yang menghiasi pipinya.
“Aku tidak mau berpisah denganmu, Hyunsoo-yah.. Kajima..” rintihnya.
Dari dekat, Hyun-sik memperhatikan mereka berdua. Perasaan iri mulai melandanya. Seharusnya aku yang ia tangisi, bukan dia, ratapnya dalam hati.. Tapi, ia sama sekali tidak menyesali apa yang sudah ia lakukan. Ia tidak menyesali apa yang telah ia korbankan. Tapi, tak bisakah aku menggenggam tanganmu untuk terakhir kalinya, Gyuri-yah? Hyun-sik hanya tersenyum kecut. Itu hanya angan-angan yang tak akan pernah ia gapai.
Hyunsoo tersenyum.
“Eoh.. Na do.. Aku juga tidak ingin berpisah denganmu..” Hyunsoo terbatuk-batuk lagi, darah mengalir dari mulutnya. Semakin lama, batuknya kian berat. Napasnya tersengal-sengal.
“Hyunsoo-yah..” tangis Gyuri semakin keras.
Hyuna melirik ke arah Gyuri dan Hyunsoo, lalu ke arah Hyun-sik yang menatap dua insan itu penuh damba.
“Chankkan..” serunya kepada Byunghee. Ia berlari ke arah Hyun-sik.
“Hyun-sik? Hyun-sik-ah?? Kwaehn-chanha?” tanyanya panik, duduk di samping Hyun-sik yang tersenyum ganjil.
Hyun-sik menatap noona-nya sambil tersenyum. Hyuna menatap Gyuri dan Hyunsoo penuh amarah. Air mata memenuhi pelupuk matanya.
“Yak!! Gyuri!! Kau sudah kelewatan!! Hyun-sik menolongmu, dan kau malah membunuhnya??” semburnya, murka.
Gyuri balas menatap Hyuna, tidak mengerti apa yang sedang ia bicarakan.
“Mworago?” tuntutnya. “Apa maksudmu? Dia sudah membuatku seperti ini, apa tidak..”
Hyun-sik melambaikan tangan kirinya dengan lemah.
“Sudahlah, Noona.. Kau tidak perlu berbicara hal yang tidak penting..” desisnya.
Hyuna menatap Hyun-sik tidak percaya.
“Mwo?” tanyanya. “Hal yang tidak penting? Dia yang..”
“Aratseo..” potong Hyun-sik. Batuk menyerangnya lagi. Membuat tubuhnya bergetar kesakitan. “Bukankah Noona sudah berjanji—akan membantuku, eoh? Kenapa pula—kau galang pasukan Keluarga Bae? Bukankah sudah kubilang.. J-jangan datang ke sini, biar aku yang menyelesaikannya..”
Hyuna menatap Hyun-sik, tidak rela dengan apa yang terjadi pada dongsaengnya itu.
“Eoh, hajiman..” argumennya, merengek. “Aku melihat semua yang terjadi di Kolam Kebenaran. Aku tidak bisa melihatmu mati begitu saja.. Jadi aku..”
“Aish..” umpat Hyun-sik, sambil memegang kepalanya yang cenat-cenut.
“Ah, mianhe. Hyun-sik-ah. Kwaehn-chanha?” sergah Hyuna, khawatir.
“K-k-kau ja-ja-jaga Gyuri untuk-ku.. Apapun yang terjadi, jangan pernah menyalahkan dia atas semua yang terjadi..” potong Hyun-sik, lalu terbatuk-batuk lagi.
Hyuna menyeka air mata yang berleleran di pipinya.
“Eoh.. Aratseo Hyun-sik-ah..” ucapnya, mengangguk.
Sementara itu, Hyunsoo tersenyum, tangannya yang ingin meraih tangan Gyuri, jatuh terkulai di lantai yang sudah tergenang darah.
“Hyunsoooooooo..” pekik Gyuri, suaranya yang pilu membuat bulu kuduk Hyuna berdiri. “Hyunsoo yah?? Jeongsincharyeo!! Oh, jebal....”
Hyuna melirik sekilas pada Oppa-nya, Hyunsoo, yang nampaknya sudah tak bernyawa itu. Ia mendesah. Yeoja itu kembali menatap dongsaeng-nya, Hyun-sik, yang matanya juga sudah terpejam.
“Hyun-sik? Hyun-sik???” jerit Hyuna, histeris. Ia mengguncang pundak Hyun-sik dengan begitu keras. Berharap dongsaeng-nya itu akan sadar. Tapi, Hyun-sik sudah tidak bernapas lagi..
Hyuna dan Gyuri saling pandang, bibir mereka bergetar menahan tangis. Tak terasa, sebulir airmata meluncur menuruni pipi mereka.
TBC
Eottae?? Bagaimana ceritanya? Memuaskankah? Atau justru mengecewakan? Apa yang akan terjadi pada Hyun-sik dan Hyunsoo? Apakah mereka meninggal? Lantas, apa yang terjadi pada Gyuri? Penasaran? Tunggu next part yah.. J
Ayo, monggo-monggo, yang sudah baca cantumkan komentar, kritik atau saran. Author bikin FF-nya masih amatiran, jadi Author sangat butuh masukan dari readers J