CHAPTER 2 : New Target Of Almighty Jihye
Jihye's POV
“Tidak, aku tidak menyerah!” Aku mulai berdiri, sambil sedikit menggebrak meja. “Dengarkan, aku pasti bisa mendapatkan Xi Luhan! Dalam waktu kurang dari sebulan!”
Bodoh.
Satu kata cukup untuk menggambarkan diriku saat ini.
Semua pasang mata tertuju kepadaku. Hening, memang. Tapi itulah yang kutakutkan. Karena hal itu berarti satu bagiku.
Mereka semua mendengarnya. Mendengar beberapa kalimat bodoh dari mulut menyebalkanku yang tak bisa dikendalikan.
Yura memasang wajah bersalahnya.
ini memang salahnya memancing emosiku seperti ini.
tapi hanya beberapa persen saja. Sisanya adalah kesalahanku. Yang bicara seenak perutku dan tidak bisa mengatur volume suaraku.
Sekarang, di sinilah aku. Meletakkan kepalaku di meja bangku sambil berulang kali menghembuskan nafas dengan berulang kali memukul kepalaku sendiri.
“Aish jinjjha!”
Aku diamkan beberapa pasang mata di kelas yang memandangku dengan pandangan yang susah dijelaskan. Ekspresi antara ingin ketawa dan ingin buang gas.
“Benar juga. Jihye belum pernah sekali pun mengencani seorang yang biasa seperti Luhan. Ia selalu mengencani namja kaya. Hmmph. Mencurigakan sekali...”
“Iya dan mereka semua ia campakkan begitu saja.”
“Lihat saja. Dia telah berikrar untuk mendapatkan Luhan. Kalau sampai gagal, berarti urat malunya putus.”
“Ahahaha benar sekali. Aku belum bisa mengakui ‘kemampuan’ Jihye kalau dia belum bisa berkencan dengan Luhan.”
Dan lain-lain.
Ohemji. Apakah seburuk ini? Apakah karena aku, Yoo Jihye, yeoja yang bisa mendapatkan semua oppa-oppa yang tidak bisa mereka dapatkan sehingga mereka membicaranku seburuk ini?
“Kurasa.. Jihye akan gagal. Dia kan hanya bisa menarik perhatian namja keren seperti.. Hanbin oppa, Yesung oppa,Gikwang oppa..”
Darahku mendidih.
semakin aku mendengar obrolan mereka, semakin ingin aku membuktikan kepada mereka bahwa aku bisa mendapatkan Luhan.
Membuktikan kepada semua orang bahwa akulah ‘the almighty Jihye’.
Tapi, apakah semudah itu?
“Hey jangan dengarkan mereka, arra?” Yura memegang bahuku dari samping dan aku hanya bereaksi dengan menggeliat ringan saja.
“Yoo Jihye.. Mianhae.”
Aku tak bereaksi.
“Yoo Jihye..” Ia memanggilku lagi. “Yoo Jihye” dan lagi. Kudengar suaranya semakin membecek sehingga aku menengok ke arahnya. Aku takut ia menangis. Ia memang yeoja yang sangat rapuh.
Aku memang sebal tapi aku tak sebodoh itu untuk marah. Ini semua salahku. Ya..ibarat sebuah kebakaran. Ucapan Yura adalah sebuah bara dan akulah yang menyiram bensin ke bara tersebut.
Tampak mata Yura berkaca-kaca. “Dengarkan, aku tidak marah kepadamu, arrasso? Tadi itu memang salahku. Jangan menangis atau aku akan benar-benar marah kepadamu. “ Aku mengancamnya dan ia kemudian memonyongkan bibirnya.
“Tapi..tapi..”
“Sshh..Sudahlah.” Aku menepuk pelan punggung Yura dan ia kemudian menyunggingkan sebuah senyum yang sangat indah.
“Gomawo.” ucapnya. Aku membalas senyumnya dan ia duduk di sampingku."Aku tidak tahu harus bagaimana untuk berterimakasih padamu karena telah memafkanku Jihye-a."
Tak lama, wajah kusutnya hilang. Benar-benar hilang lalu ia memasang wajah ceria di hadapanku.
“Hey, Jihye. Apa kamu butuh bantuanku agar kamu dan Luhan bisa bersama?”
Eeewww
WHAT?
Maaf tapi aku masih belum bisa mendengar nama Luhan dan ia mengucapkannya?
“Mian. Apa aku salah bicara?” tanya Yura sambil menutup mulutnya.
“Yura, kamu memang menyebalkan.” Aku mulai berdiri dan melanjutkan kalimatku. “Dan iya, seperti biasa, aku membutuhkan bantuanmu. Sekarang.”
“Luhan selalu berada di perpustakaan ketika istirahat. Entah membaca buku atau bertugas di meja peminjaman.Karena hari ini hari Jumat, berarti ia sedang bertugas hari ini.” Jelas Yura, panjang lebar mengenai Luhan, kebiasaannya dan segala macam perilakunya. Bahkan kebiasaan Luhan yang makan sambil membaca, berjalan sambil membaca. Bahkan bisa melakukan ketiga hal tsb dalam waktu bersamaan. Maksudku, apa makanannya bisa tertelan ketika membaca? Dan apa ia benar-benar bisa menikmati berjalan ketika membaca? Apalagi makan, membaca dan berjalan dalam waktu yang sama? Eeeuh
Sementara aku? Aku berjalan dengan lenggak-lenggokku, berharap semua orang melihat parasku yang anggun serta makan seadanya agar tampak mengatur pola makan, memancarkan semua kesempurnaan yang bagi mereka sempurna.
“Dia. Benar-benar. Cuuuuluuuun.” Simpulku, memanjangkan kata terakhir.
“Memang.” Yura membenarkan.
“Tapi..kadang aku juga makan sambil membaca, sih. Hanya saja itu adalah gadget.” tambahku yang membuat Yura memutar bola matanya karena ia sempat shock aku mengatakan ‘kadang aku juga makan sambil membaca’. Semua siswa SMA Woollim tau aku tak pernah suka membaca atau berurusan dengan buku.
---------------------------
“Kita sampai! Berpura-puralah meminjam buku!” Yura memberi instruksi. Aku mengacungkan jempolku. Segera, aku melangkah menuju ke rak terdekat . Tentu saja rak fiksi. Kamu berharap aku membaca buku anatomi yang berisi irisan tubuh manusia itu? Atau mungkin teori fisika yang penuh dengan rumus huruf jungkir balik itu? Oh ayolah. Fiksi saja menurutku sudah merupakan bacaan berat. Kecuali, fanfiksi tentu saja. Kamu tahu, cerita fiksi tentang seorang idola yang menjadi tokoh utamanya.
Kuambil sebuah buku dengan cover merah maroon dan sebuah mawar di tengah kovernya. Karena... yah kovernya tampak tidak terlalu kekanak-kanakkan dan novel ini termasuk novel tebal di antara lainnya. Judulnya ‘Love of The Red.” Selain itu, aku juga mengambil sebuah buku pelajaran untuk memberi kesan bahwa aku juga bisa dan mau membaca buku pelajaran.
Setelah mengambil kedua buku tersebut, aku melangkah menuju meja peminjaman. Luhan tampak tak mengalihkan pandangannya sama sekali dari bukunya.
Sesampainya di sana, aku berdeham.
“Ehemm.. Permisi.”
Luhan menengok, dengan wajah datar. Sedetik, dua detik. Kami ada dalam kediaman. Dan sialnya, ia sama sekali tidak mengubah ekspresi wajahnya.
Sebentar.. Apa perlu aku jelaskan mengapa aku sebal?
Namja pada umumnya, akan memerah sumringah atau mungkin salah tingkah ketika melihatku. Sementara dia...Ya Tuhan. Dia ini manusia atau patung.
“Ada yang bisa saya bantu?” ucapnya. Suaranya begitu lembut dan menenangkan. Tak menghilangkan sedikitpun kesan laki-laki dalam suaranya.
“Aah. Meminjam buku, tentu saja.”
Kuserahkan semua buku ke meja peminjaman. Tangannya lalu menyambut buku yang kuletakkan ke atas meja peminjaman. Dan...aku dengan sengaja menyentuhkan tanganku ke tangannya. Meskipun begitu, dia melihatnya sebagai bentuk ketidak sengajaan.
aku lalu memandang wajahnya dan kulihat wajahnya memerah.
Sudah kuduga. Aku Yoo Jihye! Almighty Yoo Jihye. Semua namja tunduk padaku.
Saking memerahnya, Luhan sempat membenarkan kacamatanya sambil berdeham sementara tangannya sedang mendata buku yang aku pinjam menggunakan barcode reader.
Ia kemudian menyerahkan buku pertama diriku yang di dalam hati sedang bergembira.
kemudian ia mendata buku kedua dan wajahnya semakin memerah. Kini telinganya ikut merah.
Astaga.. Apakah semudah ini? Jadi tadi ketika aku memandangnya dan ia memandangku ia sebenarnya telah terpesona kepadaku? Ha!
Yura-yaa.. Kamu tak perlu memikirkan cara lain lagi.Cara pertama kita ini sudah berhasil. Luhan ternyata juga namja yang sama dengan namja lainnya. Begitu mudah tertarik dengan penampilan luarku.
---------------------------
Sepulang sekolah, seperti biasa aku bermain di rumah Yura. Rumahnya sangat nyaman. Keluarganya sangatlah harmonis. Makanannya sangat banyak. Bahkan aku sering menginap di rumahnya dan tidak pulang ke rumahku.
“Bwoo?? Kamu yakin Luhan wajahnya memerah ketika tangan kalian tidak sengaja bersentuhan?” tanya Yura sambil membelalakkan matanya. Dibantingkan tubuhnya ke sampingku yang sedang berada di bed bermain sebuah game di gadgetku.
“Wae? Kamu tidak percaya kepadaku?.”
“Geuromyeonn.. Dia itu kan namja yang susah dekat dan terpengaruh oleh seorang yeoja. Bahkan ketika ia satu kelompok dengan Sojin sainganmu itu, ia selalu memasang wajah datar yang sama.”
“Bwoyaa jangan samakan aku dengan Sojin. Kita berada di level yang berbedaa.” jawabku penuh percaya diri.
Yura memutar bola matanya.
“Hentikan, Yoo Jihye. Sekarang mana buku pinjamanmu.”
Kuberikan kedua buku tsb kepada Yura dan seketika, wajah Yura ikut memerah.
“Pabo..Pantas saja wajahnya memerah..” gumamnya pelan.
Luhan’s POV
Aku menata buku yang ditinggalkan terbuka oleh seseorang pengunjung. Ia membaca lebih dari tiga buku dan tidak membeli salah satu darinya sama sekali. Iya, aku juga seorang pekerja di sebuah toko buku. hidupku selalu dikelilingi oleh buku. itulah jalan yang telah kupilih dan aku akan tetap hidup dengan cara seperti ini.
Kututup buku fiksi yang tidak tersegel dan menatanya kembali di atas tumpukan buku yang tidak tersegel dengan judul yang sama. Seperti itu hingga aku menutup buku ketiga. Mataku terbelalak ketika melihat judul dan kover dari buku tsb.
Love of the red.
Sebuah novel dewasa yang berisikan banyak adegan 18 tahun ke atas.
Mulutku sempat mengeluarkan tawa kecil ketika aku mengingat seseorang tadi siang juga meminjamnya. Yang lebih membuat aku tertawa lagi adalah buku kedua yang ia pinjam.
Aku tidak tahu ia memang tidak tahu atau apa. Tapi, ia meminjam dua buku yang sangat aneh menurutku.
Buku pertama, buku erotik orang dewasa.
dan buku kedua, buku kelas I SMA padahal dia sudah duduk di bangku kelas II, terlihat dari pita kuning di atas name tagnya. (Pita hijau: kelas I, kuning: kelas II, merah: kelas III)
Jihye’s POV
“Pabo..Pantas saja wajahnya memerah..” ujar Yura sambil memandangku aneh.
Hah?
“Wae?!” tanyaku--sedikit tidak santai.
“Ah sudahlah. Percuma saja. Kamu memang tidak tahu menahu mengenai buku..”
“Yaa! Jelaskan padaku, Yura-yaa!”
“Andwae.”
“Kare-ssi..”
“Kare-ssi??!”
“Lupakan. Jelaskan saja padaku, arrasso? Bukannya wajah Luhan memerah karena pesonaku?! “
Yura menghembuskan nafasnya kasar. Ia kemudian menjereng kedua buku tsb di bed.
Lalu ia menjelaskan semuanya kepadaku. Panjang lebar.
Aku terhenyak. Air liurku terasa begitu sulit untuk ditelan.
Oh Tuhan, mengapa aku bisa sebodoh ini?
“Untung saja kamu tidak meminjam buku untuk ibu hamil.” seru Yura sambil memainkan lehernya.
“Jadi..pertama, wajahnya merah karena melihat buku dewasa ini? Dan kedua, wajahnya memerah karena ia menahan tawa melihat buku kedua ini?”
Yura mengangguk dan aku mengambrukkan tubuhku ke bed empuk milik Yura secara kasar.
Ini semua sungguh memalukan.
Luhan’s POV
“Kamsahamnidaaa” Aku membungkuk ke manajer toko buku beserta pegawai lainnya dan kami pulang.
Sebenarnya, sudah sejak tadi siang aku merasa seseorang sedang mengawasiku.
Termasuk saat ini, ketika aku sedang berjalan menuju ke apartemenku.
Iya, apartemen. Bukan karena aku memang cukup memiliki uang untuk bersenang-senang dengan hidupku, melainkan karena aku menghindari sebuah keramaian. Bertempat tinggal di sebuah flat pasti akan banyak yang mengenalku dan tujuan hidupku tidak akan tercapai.
Sebisa mungkin, aku menghindari berinteraksi dengan orang. Bukan karena aku benci bergaul dengan banyak orang. Lebih karena aku takut. Aku takut sesuatu terjadi kepada mereka jika mereka berteman denganku.
DEG! Aku merasakan sesuatu mendekat sehingga aku menundukkan badanku dan membalikkan badanku. Benar saja. Sebuah bola basket hampir memberikan gaya besarnya ke tubuhku. Sudah kuduga, sore hingga malam ini ada yang mengawasiku seharian. Apalagi sekarang ini aku sedang berada di gang yang sepi, memungkinkan siapa saja untuk menyerangku.
Sang pelempar yang sepertinya sebaya denganku mendekat lalu membungkuk, meminta maaf kepadaku.
“Miaaan.” ujarnya.
Mataku terbelalak ketika melihat sebuah simbol di lehernya. Simbol berbentuk sebuah planet. Kudukku sempat bergidik sebentar saat melihatnya.
Tapi hal itu tak menurunkan waspadaku akan seseorang yang akan menyerangku dari belakang.
Untung saja aku bisa menangkisnya. Kutangkap tangan seseorang yang menyerangku dari belakang lalu aku membantingnya ke tanah.
Sepertinya... kepulanganku tertunda. Karena aku harus berurusan dengan seseorang di depanku yang berpura-pura tidak sengaja melempar bola. Tinjuan, pukulan, aku layangkan ke tubuhnya. Ia tangguh, hanya saja ia belum cukup kuat untuk melawanku.
Tak lebih dari 5 menit, aku sudah menuntaskannya. Kudengar ia berucap ketika aku mengunci tangannya dan menekan tengkuknya ke arah tanah.
“Boss...me-menung—ggumu, Luhan-ssi.. Kembalilaah..”
Suaranya bergetar karena perkelahian yang telah kita lakukan. Setelahnya, aku mendorong tubuhnya ke tanah, membuatnya tersungkur.
“Tidak akan pernah. Aku tidak akan pernah kembali.”
TBC
Aku iseng nulis ini. Haha jadi berasa agak kaya gangster gitu. Sori alurnya kecepeten.
Oiya beberapa bulan lagi novelet Kpop Dream and Love akan releaseee~~ Yeay~~ Nantikan yaah! ;)