CHAPTER 2 : BAD'S VALENTINE
Part 2
_A CHILD’S DIGNITY_ [BAD’S VALENTINE]
Terdengar nada surga mengalun indah melalui layangan angin yang berhembus kencang siang ini, seolah-olah sekawanan pipit kini tengah bernyanyi dan berarak dengan bentangan langit yang bergerak semampai di atas sana. Jiyeon dan Woo Bin menikmati makan siangnya. Apalagi Jiyeon, ia sangat menikmati ramyeon super pedas itu. Berbeda halnya dengan Jonghyun yang bahkan tidak memesan makanan. Ia hanya sesekali menengguk teh botol. Jiyeon memperhatikan Jonghyun yang tepat duduk disebelahnya.
”Kau tidak makan?” tanya Jiyeon.
”Ani.”
Jiyeon menyumpit ramyeon itu lalu disodorkan ke Jonghyun, ”Moghoyo (makanlah).”
”Aku tidak lapar.”
”Palli mogo!” paksa Jiyeon sambil tetap menyodorkan ramyeon itu ke mulut Jonghyun. Tapi Jonghyun tetap menutup rapat mulutnya. Hal itu tidak berlangsung lama, karena tatapan tajam Jiyeon berhasil membuat Jonghyun membuka mulutnya. Sebenarnya, Jonghyun memang lapar. Tapi karena gengsi ia tidak mau menunjukkan rasa laparnya.
”Eotte? Mashisoyeo?” tanya Jiyeon.
”Hm..”
”Ahjumma! Aku pesan satu mangkuk lagi!” teriak Jiyeon.
Tiba-tiba beberapa orang yeoja mendatangi mereka.
”Oppa, ini untukmu,” ucap salah seorang sambil menyodorkan kotak berwarna pink berbentuk hati ke Jonghyun.
”Ini juga untukmu Oppa.” kali ini coklat yang dihiasi pita berwarna pink.
”Ini juga dari ku.”
”Woo Bin oppa, ige untukmu.”
Jiyeon melongo melihat begitu banyak gadis memberikan berbagai macam hadiah dan coklat pada Jonghyun. Sedangkan Woo Bin cuma sekotak coklat.
”Memangnya ini hari apa? Kenapa kalian mendapat banyak hadiah?” tanya Jiyeon.
Jonghyun malas menjawab pertanyaan gadis itu, ia menikmati ramyeonnya.
”Aish! Kau ini bodoh atau apa? Hari ini kan valentine’s day,” jawab Woo Bin.
”Jinjjayo?” Jiyeon mengambil ponselnya lalu mengecek kalender.
”ahh bajha (benar) ini tanggal 14. Aku tidak ingat sama sekali. Karena menurutku itu tidak penting.”
”kau pasti sengaja melupakannya karena kau tidak mau memberikan kami hadiah. Dasar pelit! Bahkan hanya seorang yeoja yang memberikanku hadiah. Aku iri padamu Lee Jonghyun,” keluh Woo Bin.
”Aniya. Aku memang lupa karena aku tidak pernah merayakannya,” kilah Jiyeon.
Jonghyun menyudahi makan siangnya, lalu kembali ke kelas tanpa membawa hadiah-hadiah valentinenya.
”Yaa! Lee Jonghyun! Kau tidak membawa ini?” teriak Jiyeon yang masih duduk di bangku kantin. Jonghyun hanya melambaikan tangannya tanpa berbalik sedikitpun.
”Woah. Keliatannya ini enak semua. Aku saja yang memakannya,” ujar Jiyeon kegirangan.
”Berikan aku sedikit. Kau lihat, hanya satu orang memberikanku hadiah,” pinta Woo Bin.
Jiyeon memilih coklat yang paling kecil untuk dibagi dengan Woo Bin. ”Jja, ini untukmu.”
Lalu ia pergi tanpa memperdulikan wajah kesal Woo Bin, ”Auhhh!! Dasar yeoja rakus, pelit! Kau sama sekali tidak berubah. Kau akan semakin gemuk kalau menghabiskan semua cokelat itu. Lihatlah pipimu yang sudah seperti bakpao itu!!” teriak Woo Bin. Jiyeon berbalik lalu memeletkan lidahnya pertanda ia tidak peduli dengan ocehan namja berambut acak-acakan itu.
***
Bel pulang berbunyi, Jiyeon buru-buru membereskan buku-bukunya. Ia ingin segera menemui Jonghyun dan Woo Bin untuk mengajak mereka ke suatu tempat. Jiyeon mempercepat langkahnya bahkan sedikit berlari karena Woo Bin sudah menaiki motornya.
”Yaa!! Kim Woo Bin, Lee Jonghyun!! Chankaman!!” teriak Jiyeon.
Huhuhh.. Jiyeon mengatur nafasnya.
”Waeyo?” tanya Woo Bin.
”Ayo kita pergi,” ajak Jiyeon
”Oddiga?”
”Bukankah ini valentine’s day. Aku akan memberikan hadiah untuk kalian.”
”Tidak bisa. Kami harus kerja,” tolak Jonghyun.
”Ayolah! Untuk hari ini kalian membolos saja,” mohon Jiyeon.
”Kau saja yang pergi Woo Bin-ah. Aku mau kerja”
”Yaa Lee Jonghyun. Berani sekali kau menolakku. Baiklah, aku akan mengadukanmu pada Dojin ahjussi kalau kau bekerja paruh waktu,” ancam Jiyeon.
”Berani sekali kau mengancamku?”
”Ne. Kau pikir aku takut?” Jiyeon mengambil ponselnya.
Jonghyun panik, ”Baiklah. Keunde, kalau kami bolos tanpa keterangan kami bisa di pecat.”
”Kalau begitu kau kerja saja Kim Woo. Lalu kau bisa memberitahu bahwa Jonghyun izin tidak bekerja karena sakit. Eotte? Ide ku bagus kan?”
”Aku saja yang kerja. Woo Bin pergi denganmu. Sama saja bukan?” Jonghyun terus berusaha untuk menolak.
”Ani. Ani. Aku ingin pergi denganmu. Geure, kau pergi kerja Kim Woo-ya. Palli!”
”Baiklah, aku pergi dan beli hadiah yang paling mahal untukku. Annyeong.” Woo Bin mencubit pipi Jiyeon dan berlalu dengan motornya. Tinggallah Jiyeon dan Jonghyun.
”Kajja!!” Jiyeon mengapit lengan Jonghyun, lalu berjalan menuju halte bis.
”Lepaskan tanganmu!” Jonghyun merasa risih karena beberapa siswa memperhatikan mereka.
”Shiro! Nanti kau kabur,” tolak Jiyeon.
”Aku tidak akan kabur.”
”Yakso?”
”Ne. Yakso.”
Jiyeon pun melepaskan tangan Jonghyun. Mereka menunggu bis yang akan membawa mereka ke tempat tujuan. Jonghyun melirik Jiyeon disebelahnya yang sedang mengutak-atik ponselnya.
“Kita naik bis?” tanya Jonghyun.
“Tentu saja. Wae? Kau tidak terbiasa naik bis?”
“Bukan begitu. Justru aku yang aneh melihatmu naik bis. Kau itu kan puteri konglomerat, kau tidak malu naik bis?”
“Kenapa harus malu? Yang konglomerat itu ibuku, bukan aku. Aku sudah terbiasa naik bis kemana-mana saat aku tinggal di Jerman dulu.”
Jonghyun hanya manggut-manggut dengan gaya coolnya yang memasukkan tangan kanannya ke saku celana. Gadis itu sedikit menarik sekarang di mata Jonghyun. Mungkin akan menyenangkan bila berteman dengannya, pikir Jonghyun.
Tak lama bis berwarna hijau berhenti di depan mereka. Tanpa membuang waktu Jiyeon menarik tangan Jonghyun yang kala itu tampak sedang melamun. Bis tampak penuh, terpaksa mereka berdua berdiri. Jiyeon tampak antusias memandang keluar jendela, melepas kerinduannya pada kota kelahirannya itu.
***
Jonghyun tampak menenteng beberapa paper bag di tangan kanan dan kirinya. Ternyata Jiyeon bukan hanya membeli hadiah untuk sahabat-sahabatnya itu tetapi juga keperluan dirinya seperti baju, sepatu dan tas makanya ia meminta Jonghyun menemaninya.
”Yaa!! Lee Jiyeon!! Kau mau memborong semua isi mall ini ya?” cibir Jonghyun karena Jiyeon berhenti lagi di sebuah toko sepatu. Gadis itu memang penggila sepatu.
”Kau ini berisik sekali. Tenang lah sedikit. Kan sudah ku bilang kalau kau juga bisa mengambil apapun yang kau suka.” Jiyeon masih asik melihat-lihat deretan sepatu-sepatu.
”Yaa!! Kau lihat ini. Aku sudah tidak sanggup membawa semua ini,” Jiyeon berbalik dan terkejut ternyata sudah begitu banyak barang yang ia beli. Gadis itu hanya memamerkan cengiran khasnya, ”Baiklah kita pulang saja. Ah, ani. Kita harus bertemu Kim Woo dulu untuk merayakan valentine dan menyerahkan hadiah valentinenya,”
Jiyeon mengambil ponselnya lalu mengirim pesan singkat ke Woo Bin. Tak lama ponselnya berdering. Ada panggilan masuk dari Woo Bin.
”Yeobseo.... Ne, aku akan ke restoranmu.... Oh, iya aku lupa kalau Jonghyun bolos... baiklah kita bertemu di Rainbow Cafe saja, kafe dekat taman bermain kita waktu kecil dulu. Eotte?... Geurom”
-o0o-
Jiyeon tidak tega juga melihat Jonghyun yang kesulitan membawa barang-barang belanjaan mereka. Ia pun mengambil 3 paper bag dari tangan Jonghyun dan membawanya.
”Kenapa harus jalan kaki? Taxi tadi kan bisa masuk kejalan ini?” gerutu Jonghyun.
”Kau cerewet sekali. Aku sudah lama tidak ke daerah ini. Hanya ingin nostalgia saja. Kau lihat itu.” Jiyeon menunjuk sebuah taman kecil. ”Dulu aku dan Kim Woo sering bermain disana”
Jonghyun hanya melirik dengan malas. Tiba-tiba ada 3 orang namja berseragam sekolah menghalangi jalan mereka. ”Yaa!! Berikan kami rokok,” ucap namja bertubuh gemuk.
”Aku tidak merokok,” jawab Jonghyun.
”Geure bisa dilihat namja cantik sepertimu pasti tidak merokok. Jadi berikan kami uang saja untuk membeli rokok.” Namja berambut keriting melirik paper bag yang dibawa Jonghyun dan Jiyeon. Mereka yakin 2 orang ini pasti anak-anak orang berduit.
”Mworago? Kau mau uang? Aku tidak akan memberikannya. Apa lagi untuk membeli rokok, kalian itu masih pelajar,” ucap Jiyeon menolak mentah-mentah permintaan namja itu.
”Kau juga pelajar nona. Tidak usah sok menceramahi kami. Cepat berikan kalau kalian ingin selamat.” namja bertubuh kurus merebut paksa paper bag dari tangan Jiyeon lalu melemparnya begitu saja. Jiyeon tampak murka, ia mengepalkan jari-jari tangannya. Namja itu juga hendak mengambil tas Jiyeon namun Jonghyun menepis tangan namja itu.
”cihh.. berani sekali kau melawan kami,” ejek namja berbadan tambun.
Jiyeon tidak tahan. Hal ini harus segera diselesaikan. Memang dengan memberi uang pada mereka pasti akan selesai, tapi bukan itu cara penyelesaian terbaik menurut Jiyeon. Kalau menuruti permintaan mereka karena takut. Pasti namja-namja itu akan berbuat seperti itu lagi pada yang lainnya dan tidak akan pernah jera. Jiyeon bersiap memasang kuda-kuda. Ia memang pernah belajar ilmu bela diri. Namun, tiba-tiba perutnya sakit luar biasa sampai ia sedikit menunduk. ”Ahh, kenapa harus sekarang. Menyebalkan,” batinnya.
Sedangkan Jonghyun dan namja-namja itu sudah terlibat perkelahian. Jumlah yang tidak seimbang membuat Jonghyun kewalahan. Jiyeon harus membantu temannya itu. Ia menahan rasa sakit diperutnya dan...
Bugh!!
Ia menendang tubuh namja berambut keriting. Namja itu tampak murka dan akan memukul Jiyeon namun sebuah tangan menahannya. Jiyeon melirik orang di sampingnya, ”Kim Woo!” pekiknya senang karena Woo Bin datang membantu mereka.
”Kau menyingkirlah, akan aku hajar mereka semua,” titah Woo Bin.
Jiyeon mengangguk dan menjauh beberapa meter dari mereka. Ia duduk disebuah kursi. Bukan, itu bukan kursi, itu adalah pot besar sebuah pohon. Ia duduk di pinggiran pot itu. Woo Bin memang tidak pernah kalah dalam urusan perkelahian. Akhirnya namja-namja itu lari terbirit-birit. Jiyeon memegang perutnya yang masih terasa sakit sambil memandangi kue yang sudah hancur karena namja tadi melempar paper bag nya begitu saja. Gagal sudah merayakan valentine bersama teman masa kecil dan teman barunya.
Jonghyun dan Woo Bin menghampiri Jiyeon, ”Gwenchanna?” tanya Woo Bin.
”Eoh..” jawab Jiyeon sambil mengangguk.
”Kau pucat? Apa kau terluka?” tanya Jonghyun.
”Aniya. Ayo kita pulang saja,” Jiyeon bangkit dari duduknya. Jonghyun dan Woo Bin saling pandang melihat darah di tempat yang baru saja Jiyeon duduki. Mereka berdua langsung mengejar Jiyeon. Rok belakang gadis itu juga sudah berubah menjadi merah.
”Yaa!! Kau kenapa? Kenapa rokmu berdarah?” tanya Jonghyun panik.
”Aku tidak... apa-apa”
”Tidak mungkin. Mereka menusukmu ya? Ayo kita ke rumah sakit,” Woo Bin segera menggendong Jiyeon.
”Yaa!! Aku tidak apa-apa... turukan aku.. aku hanya... ahhh.. appha..” Jiyeon tidak sanggup meneruskan kalimatnya, perutnya memang tidak bisa di ajak kompromi. Sedangkan Jonghyun mengambil ponselnya lalu menghubungi orangtua Jiyeon.
***
Jonghyun dan Woo Bin hanya saling pandang lalu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Mereka merasa malu, Jiyeon ingin tertawa melihat ekspresi keduanya namun perutnya masih sakit. Sedangkan suster di rumah sakit itu sudah cekikikan sambil menutup mulut mereka.
”Aku permisi uisanim. Atas nama kedua temanku, aku minta maaf.” Jiyeon membungkukkan tubuhnya lalu pergi. Jonghyun dan Woo Bin juga membungkukkan tubuh mereka lalu menyusul Jiyeon.
”Yaa!! Lee Jiyeon!! Kau sengaja ya membuat kami malu?” gerutu Jonghyun.
”Ani. Aku kan sudah bilang aku tidak apa-apa tapi kalian panik sendiri. Lagipula seharusnya kalian mengerti aku sedang datang bulan. Kalian malah berpikir rok ku berdarah karena ditusuk? Benar-benar menggelikan.”
”Kami sama sekali tidak berpikir ke arah sana karena tadi kan kita baru berkelahi” balas Woo Bin.
”Pabo!”
”Aish.. geu yeoja jinjja..”
Kedua orangtua Jiyeon yang tadinya panik karena mendapat kabar dari Jonghyun bahwa putri mereka dibawa kerumah sakit juga tidak bisa menahan tawa mendengar percakapan anak-anak itu.
***
Seperti biasa, saat jam istirahat pasti Jiyeon akan mengunjungi kelas Jonghyun dan Woo Bin. Dari ambang pintu Jiyeon melihat kedua namja itu tengah asik memegang PSP. Itu PSP yang dipilih Jonghyun saat mereka mencari hadiah valentine. Namja itu memilih kaset game dan psp keluaran terbaru.
”Annyeong!” sapa Jiyeon. Seketika raut wajah kedua namja tampan itu berubah. Mereka tampak cuek tidak memperdulikan Jiyeon, masih kesal dengan kejadian kemarin.
”Yaa!!! Kalian mengacuhkanku?” tanya Jiyeon dengan nada tidak percaya. ”Kalian marah padaku? Tapi apa yang membuat kalian marah?” Jiyeon tampak berpikir. Ah, ia ingat. ”Yang kemarin itu ya? Baiklah, mianhe. Tapi, bukan salahku sepenuhnya juga. Kalian saja yang bodoh.” Gadis itu masih tetap merasa dirinyalah yang paling benar.
Kedua namja itu masih acuh dan semakin asik tenggelam dalam permainan yang ada dalam genggaman mereka. Jiyeon mendengus kesal. Ia diam-diam menarik psp Jonghyun dan berlari. Jonghyun tidak terima dan mengejar gadis itu. Mereka kejar-kejaran sepanjang koridor sekolah. Tangan Jonghyun menggapai kerah seragam Jiyeon sehigga kancing baju bagian atasnya lepas, namun Jiyeon tidak menyadarinya. Ia memukul perut Jonghyun dengan sikunya dan berhasil lolos dari namja itu. Saat berbelok ia malah menabrak guru Seo. Keduanya jatuh dengan posisi duduk.
”Jeonseohamnida sem,” ucap Jiyeon sambil membantu gurunya membereskan buku-buku yang terjatuh akibat insiden tadi.
”Kau ini... yaa!! Kenapa bajumu seperti itu?” guru Seo membulatkan matanya saat melihat seragam Jiyeon yang sedikit terbuka. Jiyeon menundukkan kepalanya melihat bajunya. Untung saja ia mengenakan tank top. Kalau tidak... ”Aisshh!! Ini pasti ulah Jonghyun..” umpat Jiyeon, ia ingat tadi Jonghyun menarik bajunya.
Guru Seo beralih menatap Jonghyun yang kini ada di belakang Jiyeon. Wajah namja itu tampak kelelahan. ”Kau... apa yang kau lakukan padanya, eoh?”
”Aku tidak melakukan apa-apa sem. Aku hanya ingin mengambil ini..” Jonghyun mengambil pspnya dalam genggaman Jiyeon. Untung psp itu tidak ikut terlempar saat Jiyeon menabrak guru Seo.
”Jiyeon-ah, sebenarnya ada apa ini?” tanya guru cantik itu.
Jiyeon pun menceritakan semua dengan jujur walau tidak rela. Daripada Jonghyun marah lagi padanya. Keduanya pun dihukum berlutut dengan kedua tangan di angkat keatas karena menganggu ketenangan sekolah. Kedua pelajar ini saling menatap tajam seolah mengisyaratkan ini semua karena mu. Tak lama keduanya sama-sama membuang muka ke arah berlawanan. Woo Bin melewati dua temannya itu sambil tertawa mengejek.
--TBC--