CHAPTER 2 : Trapped In Choi's Charm (chapter 2)
#Previous Part
“ah, satu lagi anggota Choi siblings, aku semakin tak percaya betapa mempesona dan berbakatnya Clan Choi dalam dunia bisnis”
“Sunbae… kau seperti sedang memuji dirimu sendiri, kau sendiri bermarga Choi”
“hahaha… tapi aku kalah mempesona dari mereka Kyu, kau tau itu”
“tepat sekali, kau memang kurang mempesona Sunbae, kalau tidak, saat ini kau yang akan berdiri disamping Kim Raya dan merangkulnya, bukan Siwon Hyung”
-Trapped in Choi’s Charm-
It’s not about past, it’s about present and future. – Kim Raya –
-Trapped in Choi’s Charm-
“tepat sekali, kau memang kurang mempesona Sunbae, kalau tidak, saat ini kau yang akan berdiri disamping Kim Raya dan merangkulnya, bukan Siwon Hyung” ucapan Kyuhyun kali ini benar-benar membuat emosiku mendadak naik, aku tak habis pikir apa yang ada dipikiran Cho Kyuhyun hingga dia berani berkata seperti itu, rasanya aku benar-benar ingin membungkam mulutnya saat ini juga.
Oh Cho Kyuhyun bodoh kau memperburuk keadaan, kau akan mati ditanganku nanti. Akan kupastikan dia tidak akan selamat melewati malam ini.
Ku alihkan pandangan mataku kearah pria yang tetap setia merangkulku sejak tadi, kulihat tatapan matanya menajam dan rahangnya mengeras, tangannya mencengkram pinggangku lebih erat, terlihat sekali dia sedang menahan ketidaksukaannya terhadap gurauan Kyuhyun barusan.
“kau benar kyu” Seunghyun Oppa bersuara lemah setelah hening sesaat tadi, ada nada kecewa dalam kalimatnya, senyum miris terukir di wajahnya.
“Choi Sajangnim, senang berkenalan dengan anda, semoga kau bersedia membimbingku dengan sabar mengingat aku baru didunia bisnis, agar aku bisa membuktikan bahwa aku layak menyandang nama Choi didepan namaku” Minho mencoba menormalkan situasi kembali mengingat suasana sempat terasa tidak nyaman beberapa saat lalu.
“ah tentu saja Choi Minho-ssi, semoga kita dapat bekerja sama dengan baik”.
Seunghyun Oppa melanjutkan percakapan dengan Minho, mencoba mengakrabkan diri, begitupun Minho yang mencoba mengenal lebih dekat siapa calon rekan bisnisnya, mereka terlibat pembicaraan yang cukup santai didampingi oleh Kyuhyun, namun aku tak berniat mengikuti percakapan mereka yang sesekali terdengar suara tawa renyah dari ketiganya.
Kualihkan pandangan mataku kearah Siwon Oppa yang sedang tersenyum sambil menatap ketiga laki-laki didepannya tertawa dengan santai.
“Oppa…” panggilku pada Siwon Oppa pelan tapi masih terdengar olehnya, buktinya dia langsung memalingkan wajahnya menatap mataku.
“wae?” tanyanya kepadaku sambil menatap mataku dalam. Kuhembuskan nafasku untuk mengendalikan diriku sendiri dari tatapannya.
Masih dengan suara pelan aku mencoba berbicara dengannya. “aku lapar, sebenarnya aku datang kesini untuk mengajakmu makan siang” ucapku dengan nada sedikit merajuk, agar dia mengerti aku tidak suka berada disini lebih lama lagi.
Siwon oppa tersenyum sangat manis hingga membentuk lesung di kedua pipinya, wajah menggemaskannya muncul, jika kami berdua tidak berada didepan ruangan kantornya dan tidak ada tiga pria yang sedari tadi asik mengobrol mungkin aku sudah menarik wajahnya dan mengecup bibirnya saat ini juga, beruntung aku masih bisa mengendalikan diri. Katakan aku wanita agresif, ini semua karena budaya Eropa yang mempengaruhiku.
“baiklah… ” Siwon Oppa melepaskan rangkulan kami berdua dan kini menggenggam erat tangan kiriku. “maaf semuanya” Siwon Oppa mencoba menarik perhatian dari tiga orang yang masih mengobrol seru didepannya.
“sepertinya kekasihku kelaparan, aku harus segera memberinya makan kalau tidak dia akan mengamuk padaku” ucap Siwon Oppa masih dengan senyum dibibirnya. “Choi Sajangnim aku harap kerjasama kita bisa berjalan dengan baik nantinya” lanjut Siwon Oppa sambil berjabat tangan dengan Seunghyun Oppa.
“ne, saya harap juga begitu Wapresdir Choi” balas Seunghyun Oppa.
“kami berdua permisi dulu” lanjut Siwon Oppa setelah mendapat perhatian dari ketiga laki-laki dihadapannya. Setelah itu Siwon Oppa langsung menarik genggaman tangannya mengajakku pergi. Aku mengikuti langkahnya sambil mendekap erat lengan kanannya yang masih menggenggam erat tangan kiriku.
Pada saat yang sama, dapat kurasakan adanya tatapan tajam menusuk kearah punggungku dari arah kumpulan tiga pria yang baru saja kami tinggalkan, tanpa menolehkan kepala aku sudah dapat menebak siapa yang melayangkan tatapan seperti itu, mungkin dia marah melihat aku kini mendekap lengan Siwon Oppa dengan mesra. Aku mengabaikannya, mencoba untuk tidak peduli. Saat ini aku hanya ingin kekasihku, Choi Siwon.
-Trapped in Choi’s Charm-
Begitu diluar gedung kantor, kulihat tidak ada sopir yang menunggu kami. Tanpa menunggu sopir pribadinya, Siwon Oppa langsung melangkahkan kaki menuju jalan setapak didepan kantornya, tanganku yang masih mendekap erat lengannya ikut tertarik bersamanya.
“Oppa, kita tidak menunggu Lee Ajusshi?” tanya ku sedikit heran pada Siwon oppa yang berlalu begitu saja.
“tidak, aku sedang ingin berjalan kaki denganmu, kau tidak keberatan-kan?” pinta Siwon Oppa padaku saat kami berdua sudah berada dijalan setapak.
“tentu saja tidak” sambil tersenyum hangat, aku semakin mengeratkan dekapan tanganku di lengan kanannya.
Walaupun terletak dipinggir jalan raya Teheran yang cukup padat, jalan setapak yang kami lalui cukup sejuk dan teduh karena sepanjang jalannya di tumbuhi oleh pohon-pohon maple yang rindang.
Kami berjalan menuju arah Samseong-dong, sepertinya Siwon Oppa akan mengajakku makan siang di salah satu restoran dikawasan World Trade Center Seoul atau COEX, disana ada restoran vegetarian favoriteku.
Sambil terus berjalan, Siwon Oppa mengusap tangan kananku yang mengait dilengannya dengan tangannya yang bebas, kemudian dia mengenggamnya erat. Kami berjalan sambil mengaitkan tangan, seperti tak ingin terpisahkan oleh apapun, tak ada yang dapat menggambarkan perasaan kami saat ini selain kata nyaman.
Saat ini sudah memasuki bulan September, udara terasa sedikit berangin dan lembab di awal musim gugur kali ini. Pemandangan pohon maple di jalan yang kami lewati saat ini sangat indah, sambil terus melangkahkan kaki, kami berdua menikmati deretan pohon maple yang mulai menggugurkan daunnya yang berwarna kuning kemerahan.
Diantara kami tak ada yang bersuara, hanya keheningan yang tercipta, bukan keheningan canggung, tapi justru keheningan yang membuat kami merasa sangat nyaman, kami seperti memberikan waktu kepada diri masing-masing untuk meresapi kebersamaan saat ini. Menikmati moment yang tercipta untuk kami berdua tanpa diinterupsi oleh apapun.
“kau kelelahan?” setelah berjalan cukup lama, Siwon oppa mengeluarkan suara pertamanya, mengingat kami sudah berjalan sangat jauh, karena saat ini kami sudah berada di jalan utama dekat kuil Bongeun.
Aku menggelengkan kepalaku sebagai jawabannya. Kami bertatapan sambil tersenyum, hening kembali, tak lama kudengar helaan nafas Siwon Oppa yang tak begitu keras.
“apa kau mulai merasa lelah?” aku balik bertanya padanya sambil menghentikan langkahku, Siwon Oppa mengerti maksud pertanyaanku tidak ada hubungannya dengan aksi jalan kaki kami saat ini.
Aku tau bebannya sangat banyak belakangan ini, ia sedang dipusingkan dengan urusan pekerjaan, deadline pekerjaan, tuntutan hasil pekerjaan yang sempurna dari para investor, pertanggung jawaban dan pembuktian kemampuannya kepada ayahnya sendiri selaku Presiden Direktur, hingga kedatangan Seunghyun Oppa tadi dikantornya, aku takut hal itu juga semakin menambah beban pikirannya.
Walau jabatannya dikantor sebagai Wakil Presiden Direktur, namun nyatanya dialah yang memegang kendali semua permasalahan di Choi Group, karena sang Presiden Direktur sendiri saat ini sedang fokus melakukan ekspansi bisnis ke pasar internasional, ditambah lagi Choi Group yang mulai menguasai pasar Asia Tenggara, ini membuat tugas Siwon Oppa semakin berat, karena melebihi tugas seorang Presiden Direktur itu sendiri.
Sesaat Siwon Oppa tersenyum, kemudian Siwon Oppa menggelengkan kepalanya untuk menjawab pertanyaanku. “karena aku mempunyai dirimu, sebagai penawar rasa lelahku” aku tersipu mendengar jawabannya, perkataan Siwon Oppa barusan membuat jantungku berkembang lebih besar, bagaimanapun aku merasa tersanjung, aku merasa berarti dan dibutuhkan.
Dengan perasaan bahagia kubalas ucapan Siwon Oppa dengan senyuman yang ku tahan, kemudian kukulum bibirku sendiri menahan rasa bahagia dan rona merah yang menyelimuti wajahku.
“aigoo, berhentilah memasang tampang seperti itu, atau aku akan menciummu saat ini juga, wajahmu terlihat begitu menggemaskan” ucap Siwon Oppa kemudian mencubit kedua pipikus.
“Oppa.. appo” protesku merasakan cubitan tangannya. Sebenarnya cubitannya tidak terasa sakit, hanya aku sedikit risih dengan cubitannya dikedua pipiku karena dia melakukannya dipinggir jalan seperti ini.
Bukannya melepaskan cubitannya, Siwon Oppa justru menarik pipiku lebih keras, hingga terasa benar-benar sakit.
“Hya, Oppa!” jeritku sejurus kemudian, seketika kulayangkan tanganku hendak memukul bahunya, namun belum sempat tanganku mengenai bahunya dia sudah melarikan diri dari hadapanku.
“Hya! jangan lari kau Choi Siwon” Teriakku tanpa malu, tak menghiraukan beberapa mata yang menatap heran kearahku.
-Trapped in Choi’s Charm-
Selesai makan siang bersama Siwon Oppa perasaanku sangat kacau, rasa sesak didadaku membuat seluruh tubuhku terasa lemah tak berdaya. Kuputuskan untuk langsung kembali ke rumah, kukabarkan kepada pegawai butikku bahwa aku tidak akan kembali ke butik hari ini.
Aku merasa seluruh tenagaku tersedot habis oleh perasaan bersalah. Perasaan ini membuatku sangat sulit untuk bernafas, hingga terasa sangat menyakitkan. Begitu pintu kamar kututup mendadak tubuhku melemas, kusandarkan bagian belakang tubuhku dipintu yang tertutup, seakan kakiku tak mampu lagi menopang seluruh berat tubuhku, aku jatuh terduduk.
Dinginnya lantai kamar tak kuhiraukan. Airmata yang sedari tadi coba kutahan akhirnya mampu menerobos pertahanan. Aku menangis tergugu tanpa suara. Pikiranku melayang kembali ke moment makan siang bersama Siwon Oppa tadi.
# Earlier at the restaurant
Denting garpu dan pisau yang beradu dengan piring sesekali terdengar, setelah merasa kenyang, kuhentikan makanku kemudian kusesap minuman yang terletak disebelah kananku, kutatap wajah Siwon Oppa yang masih menikmati makan siangnya di depanku.
“Oppa, kenapa Seunghyun Oppa ada dikantormu tadi?” tanyaku memulai percakapan.
Setelah mendengar pertanyaanku, seketika Siwon Oppa menghentikan makannya. Dia meminum airnya kemudian membersihkan mulutnya dari sisa makanan menggunakan kain putih yang berada dipangkuannya. Siwon Oppa menyandarkan tubuhnya kesandaran kursi kemudian menatapku dengan berbagai emosi yang tak kumengerti bermain di wajahnya.
Dia menatapku cukup lama, aku yang menghadapi sikapnya jujur saja menjadi bingung. Siwon Oppa masih belum menjawab pertanyaanku, sementara aku hanya menatapnya heran. Sambil menunggu jawabannya ku habiskan air minumku.
“kau senang bertemu kembali dengannya?” ucapannya yang muncul setelah hening cukup lama membuatku tersedak, aku terbatuk karena rasa kegetku. Aku tidak menduga pertanyaan itu akan keluar dari bibir tipisnya, dan entah mengapa pertanyaannya yang diselimuti nada dingin itu membuatku merasa sangat terganggu. Hal ini membuatku semakin bertanya-tanya sebenarnya apa yang terjadi dikantornya tadi.
“kau juga terlihat sangat senang waktu bernostalgia mengenai pertemuan kalian berdua di Manhattan tahun lalu” lanjutnya lagi, “terlebih ketika kau membicarakan kakak laki-lakimu dengannya kau terlihat sangat bersemangat, kau terlihat seperti wanita yang merindukannya” ucapnya menuduhku.
Bola mataku yang seperti kelereng semakin melebar mendengar semua penuturannya, aku tak menyangka dia akan berkata seperti itu padaku, aku merasa seperti tertuduh yang tertangkap tangan. Sebenarnya apa yang dipikirkan pria dihadapnku ini. Aku hanya menatapnya diam dengan pandangan tak percaya, aku tak tau harus berkata apa, yang jelas emosiku sudah tersulut naik saat ini.
“Oppa! Kena-”
“mian, lupakan ucapanku tadi” masih dengan nada dingin Siwon Oppa memotong aksi protes kerasku, terlihat sekali kalau dia tak ingin bertengkar dan membahas ini semua lebih jauh.
Hening kembali menguasai, aku benar-benar bingung saat ini, mengapa dia bisa menuduhku seperti itu. Aku menatap lurus wajahnya mencoba membaca apa yang sedang dipikirkannya dari ekspresi wajah yang dia tunjukkan. Sejujurnya aku tidak terima dengan sikapnya barusan.
Kucoba menahan emosiku yang sudah naik sejak tadi. Aku menatapnya semakin dalam, seperti ada sesuatu yang dia tahan, dan terlihat jelas sekali sorot keraguan mendominasi wajah tampannya.
“dia menawarkan diri menjadi calon investor tunggal pada mega proyekku di Ulsan” Siwon Oppa memecah keheningan menjawab pertanyaan yang tadi kulontarkan dengan nada suaranya yang sudah kembali normal.
Aku mengerutkan kening tidak mengerti, lalu kenapa wajah Siwon Oppa terlihat begitu resah, bukankah itu berita bagus jika Seunghyun Oppa bersedia menjadi investornya, bukankah itu berarti proyek resort di Ulsan yang sedang direncanakannya akan segera terealisasikan.
“lantas kenapa kau terlihat begitu khawatir, bukankah itu berita bagus?” aku mencoba menyuarakan rasa penasaranku. Choi Group adalah perusahaan yang sangat besar, biasanya untuk merealisasikan sebuah proyek mereka tak pernah memerlukan suntikan dana dari manapun. Tapi proyek Ulsan ini adalah proyek pembuktian atas kualitas kemampuan Siwon Oppa kepada sang ayah. Oleh sebab itu dia bertekad mencari investor luar tanpa bantuan dana dari dalam Choi Group.
“entahlah, aku hanya merasa sedikit” ada jeda sebentar “tidak nyaman, untuk alasan yang aku sendiri tidak tau” lanjutnya sambil mengangkat bahu tak mengerti.
“apa yang membuatmu tidak nyaman? Yang ku tau perusahaan yang dipimpin Seunghyun Oppa memiliki track record yang bersih”
Siwon Oppa tidak menjawab pertanyaanku. Lagi-lagi keheningan tercipta. Aku membaca situasi, aku ingat pertanyaan yang dia lontarkan sebelumnya.
“apa yang sebenarnya kau khawatirkan?!” ucapku tegas. “apa kau takut, aku akan kembali padanya?!” Tanpa tedeng alih-alih aku mengeluarkan statement yang sepertinya telak mengenai sasaran melihat dari perubahan raut wajahnya yang seperti tertohok. Air mukanya mengeras mendengar pertanyaanku.
“sepertinya dia masih mengharapkanmu” tegas Siwon Oppa menyuarakan apa yang ada dipikirannya.
Aku menghela nafas jengah, “Oppa! bukankah pembicaraan mengenai hal ini sudah berakhir lebih dari dua tahun lalu, kenapa kau mengungkitnya lagi?!” dan sekarang aku mulai tak sabar dengan sikapnya yang seperti ini, mengungkit hal-hal yang sudah lama menjadi masa laluku. Aku benar-benar tak suka topik ini diangkat lagi kepermukaan, ini sangat menggangguku.
“tidak ada niatan apapun, aku hanya sekedar menebak, kenapa kau terlihat begitu gusar?” pertanyaannya terasa memojokkanku.
“kenapa kau seolah-olah memojokkanku? ‘iya! aku begitu senang dan bahagia bertemu kembali dengan mantan kekasihku’ apa itu jawaban yang ingin kau dengar dari mulutku?!” aku tak bisa lagi menyembunyikan kekesalanku. Dengan sinis aku menjawab pertanyaannya.
Dia tersentak mendengar jawabanku, tapi kemudian air mukanya yang sempat mengeras perlahan-lahan berubah lembut. Terlihat senyuman pahit dibibirnya.
“aku hanya tak ingin kehilanganmu lagi, La Belle” Siwon Oppa berbisik pelan, walaupun dia berada didepanku aku masih bisa mendengar bisikan lembutnya, kini wajahnya tertunduk menyembunyikan sorot matanya dariku.
Seketika hatiku mencelos mendengar kata-katanya, emosiku teredam seketika. “Oppa..” hanya panggilan itu yang dapat ku suarakan, seperti disentakkan kembali oleh ingatan pahit beberapa tahun silam, wajah Siwon Oppa berubah kelam.
“kau ingatkan bagaimana awal pertemuan kita? Bagaimana waktu itu kau berusaha mendapatkan cintaku” dia memintaku mereview kembali peristiwa yang terjadi lima tahun lalu. “aku juga masih ingat bagaimana rasanya ketika kau mulai lelah mengejar cintaku dan memilih kembali bersamanya, bagaimana kau meninggalkanku saat itu dan aku baru menyadari kalau aku juga mencintaimu” lanjut Siwon Oppa masih dengan kepala tertunduk.
Kini perasaan takut menyelimutiku. aku takut melihat sorot matanya, aku takut sorot mata itu datang lagi, sorot mata penyesalan dan kepedihan ketika dulu, aku lebih memilih kembali bersama Seunghyun Oppa dari pada terus mengharapkan dirinya. Ketika dulu, aku yang mulai menyerah mendapatkan cintanya, dan lebih memilih untuk kembali bersama cinta pertamaku. Kumohon jangan tunjukkan lagi sorot mata yang mampu menghancurkan duniaku seketika.
Siwon Oppa mengangkat wajahnya dan seketika tubuhku melemas, untuk kesekian kalinya rasa bersalah melingkupi tubuhku sehingga menyebabkan seluruh sendiku melemah. Sekuat tenaga aku mencoba menahan air mataku yang langsung membendung. Tatapan terluka itu datang lagi, kini menatapku sendu.
“Oppa jebal, kumohon jangan seperti ini eo, kau berpikir terlalu berlebihan Oppa, dia hanya masa laluku saat ini tak lebih dari itu” aku berucap lirih sambil menggenggam tangannya yang berada diatas meja, menutupi berbagai emosi yang bergolak dalam diriku sendiri. Kucoba menenangkan dirinya dengan kalimatku, aku harus benar-benar meyakinkannya bahwa Seunghyun Oppa hanyalah cinta pertama yang sekarang telah menjadi bagian dari kenangan masa laluku.
Siwon Oppa kembali menatap mataku dalam, seperti mencoba mencari sesuatu, namun ternyata tak ia temui disana. Sorot terlukanya perlahan menghilang.
“kau benar, mungkin aku terlalu berlebihan, agh.. akhir-akhir ini aku terlalu banyak pekerjaan hingga sering menyebabkan aku berpikir yang tidak-tidak, mianhae eo” Siwon Oppa mencoba merilekskan dirinya sendiri, namun sorot kekhawatiran belum sepenuhnya hilang dari sudut matanya.
Untuk meyakinkannya, aku genggam lebih erat tangannya yang masih berada dalam genggamanku. “saranghae Oppa, jeongmal saranghae” aku mengucapkannya lembut.
Dia tersenyum, lalu seperti membutuhkan keyakinan lebih, dia menggenggam erat tanganku dengan kedua tangannya. “berjanjilah padaku, berjanji bahwa kau hanya akan mencintaiku dan selamanya terus mencintaiku” tuturnya penuh pengharapan, kali ini sorot matanya penuh kerapuhan, sosok Choi Siwon yang kuat dan tangguh seketika hilang dimataku.
Dan saat itu juga perasaan bersalah yang amat sangat melingkupi seluruh tubuhku mendengar permintaannya. Mendengar kalimat permohonan yang dia ucapkan, melihat sorot matanya ketika dia memohon seperti itu seketika membuatku menjadi wanita yang paling jahat di dunia ini. Lagi-lagi aku jatuh dalam perasaan terpuruk karena aku telah membagi cintaku.
Mulutku terkunci tak sanggup berkata apapun. Untuk menjawabnya aku hanya mengangguk, meyakinkannya sambil menahan senyum pahitku, senyum lega perlahan mulai terbentuk diwajah tampannya.
Senyuman yang terukir di bibir indahnya tak sanggup membangkitkanku dari keterpurukan yang tiba-tiba melingkupi diriku. Seperti wanita yang sangat jahat. Aku menyakitinya lagi dan lagi untuk kesekian kalinya.
Maafkan aku yang mengkhianatimu sejauh ini, Oppa. Mianhae, jeongmal Mianhae. Lirihku dalam hati.
-Trapped in Choi’s Charm-
Dan disinilah sekarang aku berakhir, dikamarku yang gelap, menangis seorang diri. “Mianhae Oppa, jeongmal Mianhae” Kalimat maaf itu kini keluar dari mulutku bersama isak tangis.
Rasa bersalah terus menghimpitku, seperti terhimpit ribuan batu besar, dadaku terasa amat sesak. Aku menangis tanpa suara, merutuki segala kebodohanku dimasa lalu dan sekarang, aku telah melangkah terlalu jauh.
Dosaku terlalu besar, aku semakin tak sanggup menahannya. Apa yang kini harus kulakukan. Bukan kebahagiaan yang kurasakan, tapi justru rasa sakit. Rasa sakit yang timbul karena aku melukai orang yang kucintai, melukainya terlalu dalam.
Aku menikmati tangisku dalam diam, mengeluarkan seluruh beban melalui air mata yang tak dapat lagi kutahan, berharap bebanku luruh seiring derasnya airmataku. Aku menyadari diriku hanya wanita egois yang serakah, aku terlalu menginginkan banyak hal dalam hidupku, tanpa mempedulikan rasa sakit yang kutimbulkan terhadap orang yang sangat mencintaiku.
Tiba-tiba, serpihan-serpihan kenangan itu datang, kenangan itu berputar di otakku seperti adegan dalam film, teringat saat-saat ketika aku kembali pada Seunghyun Oppa, kemudian dia yang mulai melepasku dan merelakanku memilih Siwon Oppa. Lalu masa-masa awal kebersamaanku dengan Siwon Oppa, masa-masa bahagia yang kami lewati bersama. Semua canda, tawa, peluk, cium serta rona bahagia yang tercipta. Ungkapan-ungkapan sayang dan cinta yang tak pernah lepas dari bibir kami berdua.
Kemudian kenanganku beralih pada saat-saat hubungan kami yang mulai dihantam badai, ingatan-ingatan pahit serta rasa sakitku menghadapi semuanya. Kucengkram erat dadaku yang mendadak terasa makin sesak hingga menyakitkan, begitu kenangan yang ingin kulupakan justru seperti menampar diriku karena terekam sangat jelas. Ini menyakitkan, sangat.
Melihat dia yang memberikan pelukan protektifnya untuk wanita lain selain diriku. Dia yang membiarkan wanita lain bersandar di dadanya selain diriku. Dia yang dengan suka rela membiarkan Bibirnya yang tipis dicumbu oleh wanita lain selain diriku.
Dan yang membuatku paling terluka adalah, ketika dia menikmati semua perlakuan wanita asing itu, dia menikmatinya, bahkan membalasnya, dia tertawa senang bersama wanita itu. Sementara aku, aku hanya mampu menyaksikannya dalam tangis. Hingga kemudian aku tau, 2 bulan, dia telah menjalin hubungan dengan wanita itu selama 2 bulan dibelakangku. Kenyataan itu menghancurkan alam semestaku seketika.
“arrgghhhh” aku berteriak, semakin erat mencengkram baju didepan dadaku. Mencoba menghalau segala perasaan sakit yang ditimbulkan akan kenangan yang kini semakin mendominasi ingatanku dan membuatku tak mampu bernafas dengan normal.
Aku terisak, dengan isakan yang mengiris hati siapapun yang akan mendengarnya. Isakkan akibat Rasa sakit terkhianati. Rasa sakit yang ditimbulkan oleh luka yang teramat dalam. Luka yang dulu mampu kukubur dalam, sekarang terbuka lagi karena sebuah ingatan yang tak mampu kulupakan.
Tak ada yang tau akan luka ini, karena aku memendamnya seorang diri. Kunikmati luka ini sendirian hingga aku pernah tenggelam karenanya. Bahkan, orang yang dengan lancangnya menorehkan luka ini pun tak pernah tau bahwa aku pernah berada dalam kondisi yang sangat hancur karena ulahnya. Karena pengkhianatan yang dilakukan olehnya, kekasihku sendiri, Choi Siwon.
Karena luka ini kesalahan terbodoh dan terindah dalam hidupku pun dimulai. Dia, dia muncul dalam hidupku yang berantakan dan menawarkan sebentuk cinta yang lain. Meskipun jauh di dalam hatinya dia tau, aku masih teramat mencintai kekasihku dan aku tak mungkin dapat hidup tanpa sosok laki-laki yang pernah menghancurkan dan menyakitiku begitu dalam.
Haruskah aku membalas rasa sakitku terdahulu dengan cara yang sama? Aku tau, ini seharusnya tak kujadikan alasan untuk pembenaran akan tindakanku melakukan hal yang sama. Mencoba menorehkan luka dengan cara yang sama, aku hanya merasa terlalu nyaman dengan keadaan hingga tanpa kusadari aku terjebak terlalu dalam dan tak mampu untuk keluar.
Kekasihku memang pernah membuatku jatuh kedalam lubang hitam yang paling dalam, tapi kemudian dia juga yang menarikku keluar dari lubang itu dengan curahan cinta dan kasih sayangnya yang begitu besar, itu yang membuatku semakin merasa bersalah dengan permainan yang kulakukan. Siwon Oppa memang pernah melukaiku, tapi dia menebus semuanya dengan kembali memberikan cinta utuhnya hanya untukku. Tapi aku, justru terlena dalam pengkhianatanku sendiri.
Aku tak mampu keluar dari lingkaran yang kubuat, aku, dia dan kekasihku. Aku yang memutuskan untuk tetap bersama kekasihku. Dan Dia yang selalu ada disampingku, hingga kini aku yang justru tak mampu melepasnya.
Aku tak sanggup lagi menahannya. Airmataku semakin deras. Masih dalam tangisan tanpa suara. Menyesali segala tindakan bodoh yang kulakukan. Tak ada jalan kembali untukku, hanya ada dua pilihan, menyudahinya atau terus melanjutkannya, kedua-duanya mengandung resiko yang sama, aku akan kehilangan, hal yang paling tak sanggup aku bayangkan.
Jika ini kuhentikan, aku tak sanggup untuk kehilangan-nya, dan akupun tak tau cara menghentikannya. Tapi Jika ini terus kulanjutkan hanya rasa sakit yang akan aku berikan pada orang-orang yang aku cintai dan mencintaiku, aku terlalu egois, aku terlalu takut, aku takut kehilangan semuanya seketika. yang dapat kulakukan hanya berdiam ditempat mengikuti alur kehidupan membawaku.
Kulanjutkan isakanku yang semakin lirih karena tenaga yang sudah terkuras habis. Aku tak tau sudah berapa lama aku menangis, yang kusadari hari sudah mulai gelap, lantai marmer yang kududuki semakin dingin, tubuhku semakin lemah tak berdaya.
Kukumpulkan sisa-sisa tenagaku, kupaksakan diriku beranjak keatas tempat tidur. Aku bergelung membentuk kepompong melindungi diriku sendiri dengan selimut tebal, mataku terasa sangat berat, dan kepalaku mulai terasa sakit karena terlalu banyak menangis.
Mataku kembali mengeluarkan airmata yang tadi sempat berhenti. Berharap dengan airmata ini semuanya dapat baik-baik saja.
Drttt…
Drttt…
Drttt…
Ditengah ketidakberdayaanku karena tangisan ini, kurasakan ponselku bergetar didalam tas yang masih bergantung di siku lengan kananku. Ku usap airmata yang sejak tadi mengaburkan pandanganku. Dengan lemah kuambil ponselku dan kusentuh layarnya, ada sebuah pesan masuk.
Aku tercekat membaca nama pengirimnya. Airmataku mengalir lagi, kini dengan perasaan bersalah yang berbeda, karena aku juga telah menyakitinya, menyakiti satu lagi orang yang mencintaiku dengan tulus.
Kusentuhkan ibu jariku pada layar ponsel untuk membaca pesannya.
‘From : tuan Choi’
‘Pelukan dan ciuman kekasihmu tadi sangat menggangguku’
Kupejamkan mataku, airmataku masih merembes keluar. kutarik nafasku dalam setelah membaca pesannya. Tak ada sedikitpun niatku untuk membalas pesannya. Semakin kusadari aku juga sering melukainya, terlalu sering.
Kemudian masuk lagi sebuah pesan, masih dari orang yang sama.
‘From : tuan Choi’
‘Aku menunggumu ditempat biasa malam ini’
Pesan kali ini tak mungkin ku abaikan, aku tak mau membuat dia menungguku semalaman, karena aku tak sanggup menghadapinya sekarang.
‘To : tuan Choi’
‘Tidak malam ini’
Aku mengetikkan jawaban singkat, berharap sosok diseberang sana mengerti dengan keinginanku. “Mianhae jeongmal mianhae” aku berucap lirih sambil menatap layar ponsel yang masih kugenggam, membayangkan diriku berkata langsung didepannya.
Tak lama pesan balasan darinya pun masuk.
‘From : tuan Choi’
‘Kau menghindariku? Aku merindukanmu’
Lagi-lagi kuhela nafasku berat, airmataku deras kembali seolah persediaan airmataku tak pernah kering. Aku begitu terluka membaca kalimat terakhirnya.
Aku menyakitinya lagi dan lagi, Dia adalah sosok yang menemani dan mendampingiku disaat aku berada dalam kondisi yang paling rapuh, kondisi paling terpuruk dalam fase kehidupanku. Dia membuatku tertawa dan mengenal segala sesuatu tentang diriku tanpa aku perlu mengatakannya. Dan dia tetap disampingku hingga saat ini. Tapi kini perlahan aku justru ikut menariknya hancur bersamaku.
Tanpa pikir panjang kubalas pesannya.
‘To : tuan Choi’
‘Kumohon mengertilah’
Setelah pesan itu terkirim, aku kembali mengerang kesal kepada diriku sendiri. Membayangkan dirinya yang juga terluka, dan itu membuatku semakin terluka. Kulemparkan ponsel yang kugenggam kesudut kamar yang gelap.
Kulanjutkan tangisku lagi, malam ini aku habiskan dengan berteman airmata berharap semuanya akan berakhir seiring berakhirnya air mataku. Tapi yang kurasa justru airmataku tak berhenti mengalir hingga ketidaksadaraan menguasaiku.
-to be continue-