How It Works?
Dreamland
>
Fan Fiction
Min Woo's Last Wish
Posted by KaptenJe | Rabu,06 Agustus 2014 at 05:29
1
779
Status
:
Complete
Cast
:
Leeteuk, Song Hyo Soo, Jung Min Woo
Min Woo's Last Wish

CHAPTER 1 : Min Woo's Last Wish

Min Woo’s Last Wish

Title:    Min Woo’s Last Wish

Genre: Family, hurt/comfort, sad.

Rating:            General

Length: Oneshot

Cast:    Leeteuk/Park Jung Soo

            Jung Min Woo

            Song Hyo Soo and others.

Author:           Me

Semua cast milik Tuhan, orang tua, dan agensi, dan saya sendiri, (haha). Tapi cerita ini milik saya, dan tidak diperkenankan kepada siapapun untuk meng-copy, paste tulisan saya. Tulisan ini didedikasikan untuk uri Leeteuk oppa yang sampai sekarang belum menunjukkan wajahnya sejak lulus wajib militer *nangis dipojokan.. oke itu gak penting.

Idenya bersumber dari imajinasi gila saya yang tiba-tiba memunculkan cerita seperti ini. harap maklum kepada seorang pengkhayal seperti saya.. oke ini gak penting lagi.

Pokonya ya begitulah, semoga kalian menikmati ceritanya.

P.S. Maaf buat yang kena tag, dan mohon reviewnya bagi yang sudah berkenan membaca..

 

Happy Reading!^^’)

 

            “Leeteuk-ssi! Leeteuk-ssi! Disini, kumohon lihat aku!”

            Teriakan keras nyaris histeris milik seorang gadis berambut sebahu bernama Hyo Soo bersatu padu dengan ratusan bahkan ribuan teriakan orang yang memenuhi halaman gedung SMEntertainment. Ia lelah, tapi tekadnya telah menjadi sangat kuat sejak ia memutuskan untuk datang ketempat itu. Mengalahkan segala rasa sakit dan penderitaan yang dialami tubuhnya demi berada disana.

            “Leeuteuk-ssi!” teriak Hyo Soo lagi. Leeteuk seorang leader Super Junior yang terkenal yang baru saja kembali dari menjalankan tugasnya di kemiliteran tak menyadari suaranya diantara ribuan teriakan yang memekakan telinganya.

            Pada akhirnya, Leeteuk masuk kedalam gedung itu tanpa menoleh padanya karena ia masuk dengan dikerubungi bodyguard demi melindunginya dari fansnya yang menggila dengan teriakan.

            Hyo Soo terduduk kecewa dan menangis. Berjam-jam sudah penantian yang ia lakukan disana tanpa membuahkan hasil apapun. Ia menyerah dengan suaranya, tak mampu lagi berteriak karena sekeras apapun usaha yang dilakukannya Leeteuk tak akan begitu saja mendengarnya.

            Dengan langkah terseok dan pandangan buram oleh air mata, Hyo Soo mundur demi mendapat ruang gerak yang lebih luas. Begitu ia berhasil membebaskan diri dari lautan manusia disekitarnya, Hyo Soo berjalan lemas tak tentu arah. Ia hampir saja meninggalkan tempat itu jika saja ia tak melihat seseorang yang familiar.

            “Menejer-nim!” panggilnya pada seorang pria yang baru saja hendak masuk kedalam mobil yang di parkir agak jauh dari kerumunan orang-orang berisik yang masih belum mau berhenti berteriak.

            “Kau lagi, mengapa kau belum menyerah juga?” ada nada kesal dalam suara laki-laki yang dipanggil menejer-nim oleh Hyo Soo ini. tentu saja, ini bukan pertama kalinya ia bertemu Hyo Soo dan sekarang ia benar-benar malas meladeni Hyo Soo untuk yang kesekian kalinya.

            “Karena kau belum mau mendengarkanku.” Sahut Hyo Soo tegas.

            “Dan sampai kapanpun aku tidak akan pernah mendengarmu. Mengerti?” kata menejer itu tak kalah tegas.

            “Lima menit. Kumohon beri aku lima menit dan aku akan pergi.” Hyo Soo merapatkan kedua tangannya didepan dada dengan penuh harapan. Air matanya masih tak kunjung berhenti. Air mata sedih, kecewa, lelah, dan putus asa yang ternyata kali ini mampu membuatnya mendapat hadiah lima menit yang berharga dari menejer itu. Dimulainya waktu lima menit Hyo Soo ditandai dengan helaan napas kasar si menejer dan gumaman singkatnya.

            Tak mau membuang-buang waktunya. Hyo Soo merogoh sesuatu dari dalam tas nya dan buru-buru menyodorkannya pada menejer itu.

            “Apa ini? apa sebenarnya tujuanmu? Apa kau berusaha mendapatkan sumbangan?” tanya menejer itu tidak ramah sembari menunjuk-nunjuk foto ditangannya.

            “Ya. Aku membutuhkan bantuanmu untuk membawa Leeteuk-ssi menemui anak itu dirumah sakit.” Suaranya bergetar karena ia masih terisak dan disisa kekuatannya ia kembali menyatukan tangan didepan dada untuk memohon belas kasihan.

            “Apa kau sudah gila? Kenapa aku harus membawanya kerumah sakit untuk menemui anak itu? dia tidak sedang kurang kerjaan. Asal kau tahu itu.”

            “Aku tahu, karena itulah aku memohon padamu. Kami sudah menunggu dua tahun untuk hari ini. Kumohon. Demi hidup Min Woo kami. Tolong bawa Leeteuk-ssi kerumah sakit.”

            Sisi kemanusiaan dalam diri simenejer tergugah. Foto yang ada ditangannya adalah foto seorang anak laki-laki yang sedang terbaring tak sadarkan diri di sebuah ranjang. Rumah sakit tentu saja. Ia merasa kasihan dan untuk sesaat ia berpikir untuk membantu walaupun ia belum mendengar penjelasan lain dari Hyo Soo. Mengapa anak itu dirumah sakit? Mengapa Leeteuk harus menemuinya? Mengapa sampai gadis dihadapannya ini memohon. Tapi kemudian ia sadar, bahwa sisi kemanusiaan tidak boleh begitu saja dituruti karena ia punya kewajiban lain selain itu. Yaitu memastikan Leeteuk berada ditempat seharusnya ia berada sebelum memulai kembali aktifitasnya didunia hiburan. Dan mengunjungi anak yang sedang sakit sayangnya tidak ada dalam agenda yang harus dipenuhi artisnya. Jadi mau bagaimanapun ia harus menolak.

            Hyo Soo mendesah kecewa ketika dilihatnya menejer itu menggeleng tegas kemudian memaksa mengembalikan foto Min Woo-nya ketangannya. Ia menggeleng tidak percaya ketika orang yang menjadi harapannya untuk menemui Leeteuk dengan teganya meninggalkannya tanpa sepatah katapun. Menyakitkan sekali.

            Tangisnya semakin keras dan ia jatuh terduduk dengan tangan yang terkepal kuat didada. Gerakan tangannya itu terasa tepat jika dikatakan demi melindungi hatinya yang siap hancur jika ia tak menahannya disana. Sakit sekali.

            “Min Woo-ya, aku harus bagaimana?”

            -oOo-

Lee Seung Hwan memasuki Konabean dengan perasaan sedikit jengkel. Hari ini sebelum dan sesudah mengurus beberapa hal yang berhubungan dengan kepulangan Leeteuk dari wajib militernya, ia dihadang banyak sasaeng fans yang menggila. Paling parah, ia dicegat seorang gadis yang memohon padanya untuk membawa Leeteuk menemui seorang anak yang sedang sakit. Pertama ia merasa kasihan, tapi sekarang ia bersyukur tidak terlalu lama merasa peduli karena ia sadar, itu adalah akal-akalan gadis itu supaya bisa mendapatkan waktu artisnya yang berharga.

Hyung, kau datang?” Leeteuk menyapa Seung Hwan dan mengajaknya duduk bersama ibunya dan member Super Junior yang lain. Disana, seperti yang sudah dijanjikan, ada juga beberapa teman artisnya diluar grup, dan tentu saja guru besar seluruh artis SMEntertainment Lee Soo Man.

Lee Seung Hwan mendudukan dirinya diantara Leeteuk dan Byeong Jun, rekan sesama menejer Super Junior. “Melelahkan sekali.” Keluhnya sambil menggeleng-gelengkan kepala.

“Kalau tidak lelah, bukan menejer Super Junior namanya.” Sahut Leeteuk dan semua orang tertawa.

“Saya permisi sebentar. Akan saya siapkan makan malam yang sudah dibeli tadi.” Nyonya Park mohon diri keluar dari ruangan luas didalam coffee shop itu untuk menyiapkan makan malam. Park In Yong puterinya, mengikutinya untuk membantu.

Nyonya Park menyuruh In Yong untuk membawa makan malam yang sudah dibelinya diluar tadi. Ia sendiri keluar untuk memastikan tidak ada yang membuat ulah di coffee shop yang dibuatnya dengan ibu Kyuhyun dan ibu Sungmin itu.

Hanya ada beberapa siswa sekolah yang bergerombol dan sesekali melongokan kepalanya kedalam gerbang dan itu masih aman menurutnya. Untuk malam ini demi merayakan kepulangan puteranya, konabean ditutup padahal didalamnya sedang ada acara makan malam yang hangat. Jadi pengunjung yang sebagian besar adalah ELF tidak banyak yang mencoba datang. Siswa-siswa itu adalah pengecualian. Mungkin mereka berharap sedikit keberuntungan bertemu dengan salah seorang member super junior entah bagaimana caranya.

Nyonya Park berbalik hendak kembali kedalam. Tetapi ia dikejutkan dengan suara gedebuk keras dibelakangnya. Nyonya Park berbalik lagi dan terkejut melihat seorang gadis mendarat ditanah dengan posisi yang sepertinya menyakitkan. Dengan panik ia berlari menuju gadis itu dan membantunya berdiri.

Gwenchana?” tanyanya khawatir.

Gadis itu, Song Hyo Soo, mengangkat wajah sambil meringis kesakitan. Tetapi senyumnya mengembang tanpa bisa dicegah begitu ia melihat ibu dari orang yang sangat ingin ditemuinya saat ini.

“Kau lagi. Mengapa kau keras kepala sekali sampai melompati pagar seperti itu huh? Kau mau mematahkan kakimu atau bagaimana?” nyonya Park berseru jengkel tapi tidak berhasil menyembunyikan kekhawatiran dalam suaranya.

Eommoni kumohon, aku tahu Leeteuk-ssi ada didalam. Aku harus bertemu dengannya atau adikku akan mati dalam keadaan sedih. Aku mohon.” Hyo Soo kehilangan senyumnya begitu ia mengungkit soal Min Woo adiknya. Ia sudah nyaris putus asa dan berharap wanita paruh baya dihadapannya ini mau mengabulkan permohonannya sekali saja.

Nyonya Park menghela napas. “Sebentar saja. Mengerti? Kalau sampai kau mengatakannya pada siapapun hari ini aku membiarkanmu bertemu mereka, aku tidak akan memaafkanmu.”

Hyo Soo tersenyum penuh rasa syukur. Tanpa sadar, ia memeluk nyonya Park dengan erat sambil terus mengulang-ulang kata “terimakasih”.

“Sudahlah, ayo masuk.”

Hyo Soo mengekor dibelakang nyonya Park dengan perasaan bahagia sekaligus gugup. Akhirnya, malam ini ia akan menemui laki-laki itu juga.

Setelah memastikan tidak ada siapapun yang melihatnya membawa Hyo Soo masuk, nyonya Park membukakan pintu dan memimpin jalan keruangan yang barusaja ia tinggalkan.

Samar-samar Hyo Soo bisa mendengar gelak tawa banyak orang. Semakin ia mendekat, semakin terdengar jelas suara-suara berisik itu. jantungnya memompa dengan sangat cepat, dan Hyo Soo merasa kehilangan kalimat-kalimat pentingnya segera setelah ia berhadapan dengan Leeteuk.

Benar. Bukan suaranya saja yang hilang, ia juga kehilangan pijakannya dan tiba-tiba merasa menjadi makhluk terkecil didunia ini begitu mendapati suasana diruangan luas itu mendadak hening karena kehadirannya.

Eomma tidak begitu percaya padanya, tapi eomma kasihan. Dengarkanlah saja dia sebentar ya,” nyonya Park bicara pada puteranya lalu mengalihkan tatapannya pada Hyo Soo.

Hyo Soo tersadar dan semakin gugup saat menyadari banyak tatapan penasaran dan satu tatapan tajam dari seorang Lee Seung Hwan. Ia berdehem lalu menatap Leeteuk.

“Nah-nah, Teuk-ah, dia yang barusan aku ceritakan padamu. Gadis ini yang aku bilang nekad berbohong demi menemuimu.” Tuduh Lee Seung Hwan sambil menunjuk Hyo Soo.

Hyo Soo terkejut. Tapi ia cepat-cepat membantah sebelum ia diusir. “Aku tidak berbohong.” Katanya tegas.

“Lalu?” kali ini Leeteuk yang bertanya.

Mata mereka bertemu, dan Leeteuk dapat dengan jelas melihat kalau gadis ini tidak sedang berusaha berbohong. Maka ia membiarkan dirinya mendengarkan.

“Adikku Min Woo. Dia sakit dirumah sakit dan dia sangat ingin bertemu denganmu. Kumohon penuhi keinginan terakhirnya. Kumohon.” Air mata kesedihan dan kelelahan itu meleleh lagi membasahi pipinya. Ia maju selangkah demi selangkah menuju Leeteuk sambil memegang erat foto Min Woo nya.

Leeteuk berdiri bersiap menerima apapun yang hendak ditunjukan gadis itu padanya.

“Bagi adikku, kau adalah ayahnya yang hilang. Dan demi dirimu, ia bertahan selama dua tahun melawan semua rasa sakit yang tidak akan pernah bisa kau bayangkan.”

“Ayah?”

“Ya, ayah. Aku tak bisa jelaskan sekarang. Sebentar saja, aku mohon temui adikku sebelum terlambat. Aku tidak melakukan semua kekonyolan ini hanya demi bertemu denganmu. Semuanya demi adikku yang menunggumu selama dua tahun. Kumohon.”

Leeteuk mengambil alih foto-foto itu dan melihatnya satu persatu. Semuanya adalah foto seorang anak laki-laki yang terbaring tak sadarkan diri diranjang rumah sakit. Ia mengalihkan tatapannya pada gadis dihadapannya dan merasa iba ketika menyadari penampilannya yang kacau. Rambut lepek, pakaian kotor, jeans sobek dan bernoda darah,  dagu dan lengannya juga berdarah, serta wajahnya yang pucat. Sekarang, bagiaman ia bisa beranggapan kalau gadis ini berbohong.

“Temui saja. Kau punya waktu besok malam.” Byeong Jun berseru dari balik punggungnya.

“Benar. Sebentar tidak masalah asal tidak ada yang tahu.” Sahut Lee Soo Man disusul beberapa kalimat yang sama dari adik-adiknya sesama member super junior.

Hyo Soo mendengar kalimat-kalimat itu dengan bahagia. Ia membungkukan badan dalam-dalam kearah mereka. “Kamshahamnida, kamshahamnida, kamshahamnida.”

“Baiklah, besok malam aku usahakan datang. Sekarang kau harus diobati dulu, lihat tangan, wajah, dan kakimu terluka begitu.”

Hyo Soo melirik bagian-bagian yang disebukan Leeteuk barusan dan terkejut karena bagian-bagian itu berdarah. Tadi tidak terasa sama sekali, sekarang begitu ia melihatnya ia sadar lukanya terasa amat perih. Tapi seperih apapun lukanya tidak berarti apa-apa lagi karena ia merasa bahagia. Amat bahagia dan membuatnya menggelengkan kepala dengan keras.

“Tidak perlu, terimakasih, aku sudah tidak sabar memberi tahu Min Woo kalau kau bersedia menemuinya. Min Woo ku pasti senang sekali.”

Melihat betapa bahagia gadis dihadapannya, mau tidak mau Leeteuk tersentuh. Apakah kehadirannya berarti sebanyak itu untuk adiknya? Benarkah ia se berarti itu. ia tak merasa begitu. tapi ia sadar, ia merasa sangat senang bahwa ternyata ia dibutuhkan. Bukan semata karena fans yang menggilainya, tapi seseorang yang benar-benar membutuhkannya.

“Kalau begitu temuilah adikmu. Sampaikan padanya aku akan datang besok malam. Aku berjanji.”

Hyo Soo menangis bahagia diantara senyumnya. Ia membungkukan badannya dihadapan Leeteuk. “Sekarang aku mengerti kenapa orang-orang menjulukimu malaikat. Lebih mudah bicara denganmu dibanding orang lain. Membutuhkan waktu dua tahun untuk membuat mereka percaya. Tapi kau percaya padaku di kesempataku yang pertama. Khamsahamnida. Aku menunggumu besok malam di rumah sakit wushu.”

Sekali lagi Hyo Soo membungkukan badannya sambil tersenyum pada semua orang disana berkali-kali. Lalu dengan suara pelan ia berkata. “Permisi.” Kemudian dengan riang, seolah tubuhnya tak merasakan sakit apapun, ia melangkah keluar dengan senyum mengembang diwajahnya. Akhirnya, selama dua tahun ia menunggu dan berusaha, besok malam, ia akan memenuhi janjinya pada Min Woo nya.

-oOo-

Sepeninggal Hyo Soo ruangan yang hening itu tak bisa lagi merasa gembira seperti sedia kala. Leeteuk yang terkejut pada situasi yang baru dialaminya, hanya kembali duduk ke sofa dan terdiam.

Lee Seung Hwan berdeham, untuk sesaat menyadarkan semua orang kalau mereka masih hidup dan bisa bersuara. Ia merasa bersalah, mengingat kalimat Hyo Soo tentang bagaimana tidak mudahnya membuat semua orang percaya tapi Leeteuk percaya padanya dikesempatan pertama. Lee Seung Hwan yakin dirinya masuk kedalam ‘semua orang’ itu.

Leeteuk masih tidak bersuara, ketika tiba-tiba Enhyuk yang duduk disebelah kirinya berseru “Astaga!”

Semua orang menoleh padanya dengan terkejut. “Ada apa? Kalau bicara pelan-pelan.” Tegur Lee Soo Man membuat Eunhyuk menutup mulutnya secara refleks.

Jeosonghamnida, tapi Dong Hae-ya, kau ingat tidak? Itu Hyo Soo. Kau ingat dia kan?”

Dong Hae yang duduk agak jauh darinya menoleh dan terlihat berpikir. Ia sedang mencoba mengingat-ingat. “Hyo Soo siapa?”

“Iya Hyo Soo, yang waktu itu menunggu kita selesai syuting ditengah hujan? Perempuan yang pingsan setelah menitipkan sekotak surat pada kita. Kau ingat kan? Kau sendiri yang menelepon ambulance.”

“Ah ya benar. Gadis itu rupanya, aku sama sekali tidak ingat karena terakhir kali aku melihatnya, gadis itu tidak sekurus itu.”

“Benar, aku hampir tidak mengenalinya. Oh Ya, kau masih simpan kotak itu kan?”

“Ku simpan di laci nakasmu hyung. Kau bisa mengambilnya disana.” Jawab Dong Hae  sembari memandang Leeteuk. Laki-laki tampan itu tidak menyadari kalau raut wajah hyung nya itu berubah suram.

“Terimakasih sudah menyimpannya untukku. Akan kulihat nanti.”

Karena sudah merencanakannya dari jauh-jauh hari, Leeteuk tetap menjalani makan malam itu dengan gembira walaupun pikirannya terus berlari kepada gadis bernama Hyo Soo itu. Bagaimana ia harus menjelaskan tatapan mata gadis itu ya? Rasanya, ia mengerti semua kesedihan gadis itu dengan melihat tatapan matanya. Ia heran, mengapa orang-orang yang ditemui gadis itu sebelumnya malah tidak percaya dan menuduhnya berbohong. Seandainya ia tahu lebih awal, ia pasti sudah menemui anak bernama Min Woo itu sejak lama.

Apapun yang terjadi, Leeteuk meyakinkan dirinya kalau besok malam ia harus datang. Ia ingin melihat anak bernama Min Woo yang diceritakan Hyo Soo. Dilihat dari foto, Min Woo sepertinya menderita hal yang serius. Lagi pula kalau tidak, mungkin Hyo Soo tidak akan berbuat sejauh ini. Apalagi harus menunggu Eunhyuk dan Donghae ditengah hujan sampai pingsan. Ia yakin Hyo Soo punya alasan yang kuat melakukan itu semua.

-oOo-

Ketika Leeteuk menginjakan kaki dikamarnya di dorm super junior, hal pertama yang dilakukannya adalah membuka laci nakasnya demi menemukan sekotak surat milik Hyo Soo. Sejak mendengarnya dari Eunhyuk dan Donghae tadi, ia merasa amat penasaran tentang surat-surat itu. Apakah Hyo Soo juga menuliskan hal-hal tentang Min Woo atau mencoba membujuknya untuk menjenguk Min Woo? Ia penasaran sekali.

Kotak itu berukuran sepuluh senti dengan lebar sekitar delapan senti dan tinggi sekitar lima senti. Leeteuk menemukannya dilaci pertama nakasnya.

Dengan tidak sabar, Leeteuk membuka kotak itu dan mendapati isinya penuh dengan surat. Tadinya ia berharap menemukan tulisan tangan Hyo Soo, nyatanya ia mendapati tulisan tangan yang tidak rapi dan ia yakin itu bukan milik Hyo Soo.

Selamat pagi, appa

Hyo Soo nuna memaksaku minum obat lagi. Appa tahu, obat itu mengerikan sekali rasanya. Aku akan mual dan pusing kalau meminumnya. Benar-benar buruk. Tapi nuna mengancam tidak akan membiarkanku bertemu dengan appa kalau aku tidak meminumnya. Jadi aku meminumnya.. haha

 

Appa... nuna jahat padaku... nuna memarahiku karena aku menanyakanmu. Apa aku salah? Aku hanya ingin bertemu dengan appa. Mengapa nuna marah padaku?

 

Appa... hari ini Hyo Soo nuna mengajakku jalan-jalan. Nuna bilang sebagai permintaan maaf karena kemarin nuna memarahiku. Nuna juga berjanji akan mengajakku dan appa jalan-jalan kalau appa sudah pulang nanti. Appa cepat pulang, Min Woo rindu appa.

 

            Sakit appa, Min Woo tidak mau tinggal dirumah sakit lagi. Min Woo ingin tinggal dengan appa. Min Woo rindu appa.

            Appa tolong bawa Min Woo pulang.

 

            Baru beberapa lembar saja, tapi Leeteuk sudah mendapati pipinya basah oleh air mata. Apakah Min Woo menderita sakit parah. Mengapa sekarang ia jadi begitu merindukan Min Woo seakan-sakan dialah yang menunggu pertemuan dengan anak itu sejak lama. Dari surat-surat yang banyak itu, ada satu surat yang mencolok karena tulisan tangannya lebih rapi dari pada tulisan tangan Min Woo. Ia membacanya dan merasa yakin itu adalah surat Hyo Soo.

           

            Annyeonghaseyo, Leeteuk-ssi.

            Tidak tahu kenapa sekarang aku merindukanmu seperti Min Woo merindukanmu. Aku tidak mengenalmu kecuali kau adalah seorang superstar yang dicintai para gadis diluar sana. Setiap kali Min Woo merengek memintaku membawamu menjenguknya, aku selalu berada dalam situasi yang membingungkan. Jika kujelaskan aku tak mungkin membawamu menemuinya, Min Woo akan berubah sedih dan berhenti minum obat. Ia bahkan tidak menyentuh makanannya sama sekali.

            Karena itulah, aku menyuruhnya menulis surat. Kukatakan pada Min Woo kalau belum saatnya kau menemuinya karena masa tugasmu belum selesai. Min Woo menurutiku dengan senang hati. Walau ia kehilangan kesadaran, ia tak pernah sekalipun melewatkan harinya tanpa menulis surat.

            Aku cuma bermaksud menenangkannya agar ia tidak terus menerus merengek karena aku tidak tahu bagaimana caranya untuk membawamu menemuinya. Tapi melihat Min Woo menaggapiku dengan serius, bagaima aku bisa berbohong lagi. Aku memutuskan untuk memberikan surat-surat ini pada teman-temanmu. Berharap entah sekarang atau kapanpun, kau akhirnya mengetahui kondisi Min Woo ku dan betapa ia sangat merindukanmu melalui surat-suratnya.

            Leeteuk-ssi, aku minta maaf karena hendak melibatkanmu pada situasi yang tidak menyenangkan. Tapi kumohon, temuilah adikku jika kau ada waktu. Min Woo ku, bagaimana aku menjelaskan padanya kalau orang tuanya sudah meninggal dan ia tidak punya saudara lain selain kami di panti asuhan.

            Jika kau penasaran bagaimana Min Woo bisa menganggapmu sebagai ayahnya, temuilah dia dan akan kujelaskan semuanya. Kumohon.

            Bagiama harus kujelaskan kalau aku juga merindukanmu.

            Aku merindukan saat dimana aku akhirnya akan melihat Min Woo terseyum bahagia karenamu.

            Min Woo ku, semoga ia masih sempat bertemu denganmu.

            Semoga kau membaca suratku dan mau membantuku. Kumohon dengan sangat. Terimakasih.

 

  • Song Hyo Soo

 

Leeteuk melipat surat Hyo Soo dan duduk terpekur dengan kepala tertunduk.

Benar. Mengapa anak itu menganggapnya sebagai ayahnya? Apakah pantas, ia membiarkan seorang anak menunggunya dalam kesakitan. Bagiama ia bisa berada disituasi semacam ini? lalu, jika ia menemuinya besok malam, apa yang akan ia hadapi? Apakah anak itu akan membaik? Atau ia malah membiarkan dirinya masuk kedalam masalah yang tidak akan pernah bisa ia tangani.

            Tetapi, seperti Min Woo, ia juga merasakan kerinduan yang mendalam pada anak itu. ia ingin segera berhadapan dengan anak itu. ingin memeluknya, ingin menenangkannya, ingin meringankan bebannya. Jika ia bisa.

            Ia juga ingin segera berhadapan lagi dengan Hyo Soo. Ia punya banyak pertanyaan yang haru dijawab gadis itu. salah satunya, mengapa ia berusaha begitu keras untuk seorang anak yang bahkan bukan saudara kandungnya sendiri. Gadis itu harus bicara banyak atau kalau tidak, Leeteuk tak akan memaafkannya karena membuatnya merasa sedih dihari yang berbahagia ini. di hari dimana akhirnya ia kembali setelah menjalankan tugasnya sebagia warga negara yang baik.

            Leeteuk melipat lagi surat Hyo Soo dengan rapi, serapi yang dibuat pengirimnya. Ia meletakan surat itu kembali kedalam kotak dan menutup kotak itu dengan pelan. Sesudahnya, ia tak mengembalikan kotak surat itu ke nakas, melainkan meletakannya didekat bantalnya. Kemudian, ia berbaring dan memejamkan matanya tanpa selimut.

            Leeteuk pikir ia sudah tertidur ketika menyadari suara pintu dibuka dan ditutup kembali.

            “Hyung! Kau sudah tidur?” tanya Donghae yang baru saja masuk ke kamar mereka.

            Leeteuk berbalik untuk menatap lawan bicaranya. “Tidak juga. Tidurlah, kau perlu banyak istirahat.” Ia lalu berbalik lagi dan kali ini mengenakan selimutnya terlebih dahulu sebelum memejamkan mata.

            “Hyung, kau benar-benar akan datang, besok?” Donghae mendudukkan dirinya di tempat tidurnya sembari memandangi sosok Leeteuk yang berbaring memunggunginya di ranjang sebelah.

            “Eoh.” Jawab Leeteuk singkat.

            “Aku..” kata Donghae ragu, “yah, bukannya aku lupa pada gadis itu. Hanya saja, kupikir menejer hyung ada benarnya juga. Kadang-kadang, kita tidak punya pilihan bahkan ketika kita sangat ingin membantu. Aku cuma takut kau merasa terikat pada mereka. Bagaimanapun kita tidak tahu kondisi seperti apa yang akan kau hadapi nanti.”

            Leeteuk akhirnya bangkit dan menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang. Ia tidak menatap Donghae. “Awalnya aku berpikir begitu. Tapi aku melihat sesuatu yang tidak kalian lihat. Dan aku merasakan sesuatu yang tidak kalian rasakan. Bukan kasihan, yang jelas, aku sangat ingin bertemu anak itu.”

            “Jadi, apa yang dikatakan gadis itu didalam surat?” tanya Donghae dan laki-laki itu sama sekali tidak memahami perasaan hyungnya ketika dilihatnya Leeteuk menampakan raut wajah sedih yang mendalam.

            “Gadis itu hanya menulis satu surat untukku. Sisanya milik Min Woo.”

            “Min Woo? Surat-surat itu ditulis Min Woo?”

            Leeteuk mengangguk dan ia menoleh pada Donghae. “Dalam suratnya gadis itu bilang kalau, walaupun Min Woo kehilangan kesadarannya, anak itu tidak pernah lupa menulis surat untukku. Aku belum membaca semuanya, beberapa lembar saja sudah membuatku merindukan anak itu. Sedikit tidak masuk akal memang.”

            “Kau yakin Hyo Soo-ssi mengatakan yang sebenarnya?” tanya Donghae lagi.

            “Aku akan memastikannya sendiri. Karena itulah aku harus datang besok malam.” Jawab Leeteuk. Ada jeda sedikit tapi Donghae belum berani menyela. “Donghae-ya, aku mengerti apa yang kau khawatirkan. Tapi percayalah itu tidak akan terjadi. Aku mungkin akan merasa jauh lebih sedih setelah menemui anak itu. Tapi aku tidak takut merasa terikat pada mereka. Tidak ada salahnya. Setidaknya tidak akan menimbulkan skandal besar seperti yang terjadi pada adik-adik kita.” Leeteuk tersenyum simpul.

            Untuk pertama kalinya sejak masuk ke kamar mereka, Donghae tersenyum dan mengangguk. “Kau benar hyung. Malah kau akan mendapat simpati yang luar basa banyak seadainya publik tahu.”

            Leeteuk tertawa kecil lalu dengan iseng melempar bantalnya pada Donghae. Adik kesayangannya itu pura-pura mengaduh kesakitan lalu mereka tertawa. Suasana sedih tadi hilang sudah, berganti tawa ceria apalagi ketika Donghae membalas lemparan hyungnya dengan lemparan keras sesungguhnya.

            “Tapi aku berharap tidak ketahuan karena aku ingin menemui mereka dengan bebas.” Celetuk leeteuk menghentikan niat Donghae mengganggunya lagi. Tangan Donghae yang memegang bantal menggantung di udara dan secara perlahan turun ke sisi tubuhnya.

            “Yah, kami akan berusaha menutupinya untukmu. Oh ya, menurutku Hyo Soo-ssi manis juga. Hari ini pertama kalinya kau bertemu dengannya bukan? Aku sudah sering melihatnya dan kupikir gadis itu boleh juga.”

            “Dasar gila. Kau baru saja mencurigainya berbohong dan sekarang kau bilang dia manis.”

            Donghae tertawa lalu mengembalikan bantal Leeteuk dengan melemparnya sekali lagi. “Aku serius. Lihat saja besok. Kalau tidak sedang berantakan seperti tadi, gadis itu terlihat jauh lebih baik.”

            “Baik-baik, aku akan lihat besok.” Kata Leeteuk lalu membenahi tempat tidurnya dan meletakan bantalnya dengan benar agar ia bisa berbaring lagi.

            “Baiklah kalau begitu aku lelah sekali. Aku akan tidur sekarang. Selamat malam hyung.” Kata Donghae sambil melakukan hal yang sama lalu berguman pelan dan kurang jelas tentang pekerjaan besok hari yang akan sangat melelahkan.

            Leeteuk tak benar-benar menanggapinya. Tapi ia tersenyum sambil memandangi punggung Donghae di ranjang sebelah. Betapa ia menyayangi adiknya itu dan adik-adiknya yang lain. Ia jadi teringat masa lalunya bersama Donghae. Masih lekat di ingatannya ketika Donghae remaja yang berjalan disampinya sambil mengeluhkan betapa sulitnya menjadi trainee saat mereka dalam perjalanan ke sekolah Donghae. Yah, mereka sudah seperti saudara sesungguhnya dan Leeteuk tak pernah keberatan mendengarkan Donghae apapun keluhan laki-laki itu.

            “Selamat malam, Donghae.” Leeteuk tersenyum dan mulai memejamkan matanya berusaha tertidur.

            -oOo-

            “Hyung, kau sudah mengatur semuanya kan?” tanya Leeteuk pada Lee Seung Hwan yang duduk di samping supir mereka. Mereka saat ini dalam perjalanan ke rumah sakit untuk menemui Min Woo dan Hyo Soo. Tidak lupa di samping Leeteuk, duduk ibunya yang sedang memandang Leeteuk dengan bangga.

            “Eomma tidak menyangka kau punya pemikiran seperti itu. Eomma jadi malu sendiri. Seharusnya eomma mendengarkan Hyo Soo lebih baik sebelumnya.” Kata nyonya Park yang membuat Leeteuk menoleh padanya.

            “Eomma, eomma harus ingat sekarang aku juga tidak punya appa. Mungkin yang dirasakan anak itu sama seperti yang kurasakan sekarang.” Leeteuk tersenyum kecut setelah mengatakannya. Ia tahu ia telah memulai pembicaraan yang menyakitkan mereka. Ia hanya berusaha menggambarkan perasaannya sendiri.

            Nyonya Park mengusap lengan anaknya dengan sayang dan penuh pengertian. Leeteuk tersenyum kecil lalu memeluk eommanya dengan posesif.

            “Aku akan menyayangi eomma dan nuna lebih baik. Aku tidak ingin menyesal pada kalian berdua.” Kata Leeteuk disamping telinga ibunya.

            “Eomma tahu Jung Soo-ya.” Balas nyonya Park sambil mengusap-usap punggung Leeteuk. Ketika mereka saling melepaskan diri, ibu dan anak itu saling melempar senyum,  mengundang senyum lain dari menejer dan supir Leeteuk.

            Sekitar dua puluh menit kemudian, rombongan Leeteuk sudah sampai di rumah sakit. Sebelum turun, Leeteuk memakaikan syal di leher eommanya lalu melakukannya untuk diri sendiri. Ia juga mengenakan kacamata untuk menyamarkan penampilannya.

            “Kurasa sudah cukup. Eommoni, silahkan turun.” Kata Lee Seung Hwan sambil membukakan pintu. Nyonya Park menurut. Lalu Leeteuk turun setelahnya.

            “Kajjak!” ajak Leeteuk, lalu mereka semua naik, sementara supir mereka menunggu di dalam mobil di basement.

            Ketika mereka ada di dalam lift, nyonya Park menatap anaknya yang terlihat gugup. “Wae?” tanyanya.

            Leeteuk mengehela napas gugup sebelum menjawab. “Yeah, aku gugup sekali eomma.”

            “Tenang saja, aku yang seharusnya lebih gugup.” Kata Lee Seung Hwan sembari menunjuk dirinya sendiri.

            Leeteuk tertawa lalu bertanya, “Wae?”

            “Ah kau tidak tahu saja bagaiama aku menghadapi gadis itu selama ini. begitu kita sampai aku harus menemuinya terlebih dulu.”

            Leeteuk tertawa lagi sementara nyonya Park tersenyum.

            “Baiklah, ayo keluar.” Seru Lee Seung Hwan dan mereka bertiga keluar dari lift.

 

-oOo-

Song Hyo Soo duduk dengan gugup diluar kamar MinWoo. Lebih dari tiga jam

Yang lalu, ada semacam perintah kepada para petugas rumah sakit termasuk dokternya untuk memindahkan Min Woo ke kamar VIP. Hyo Soo tidak bisa berhenti bertanya-tanya kenapa? Dan siapa yang melakukannya? Apakah laki-laki itu?

            Hyo Soo merubah posisinya jadi berdiri sambil meletakan sebelah tangannya didada dan sebelah lagi menyangga kepalanya. Ia bersandar tepat di hadapan pintu kamar Min Woo.

            Lalu Hyo Soo menoleh kesebelah kiri ketika didengarnya langkah kaki yang lebih dari satu orang. Ia tidak bisa tidak terkejut ketika melihat siapa yang datang. “Eommoni, menejer-nim, Leeteuk-ssi.” Gumamnya tanpa mengalihkan pandangannya dari mereka.

            Hyo Soo terpana. Walau sudah mendengar janji Leeteuk kemarin malam, rupanya ia masih tidak menyangka laki-laki itu datang bahkan membawa ibunya dan Lee Seung Hwan. “Kau datang?” tanyanya dengan suara pelan kepada Leeteuk. Hyo Soo menatap laki-laki itu seperti hanya sedang mengkhayalkannya saja. Ia bahkan lupa menyapa dua orang yang berdiri disamping kanan dan kiri Leeteuk.

            “Ne, dimana dia?” tanya Leeteuk.

            Hyo Soo memejamkan matanya sesaat lalu menunjuk pintu kamar Min Woo. Sebelum ia sempat memimpin rombongan Leeteuk masuk, Lee Seung Hwan menahannya.

            “Maaf karena aku sudah memperlakukanmu dengan buruk selama ini.” Kata Lee Seung Hwan sambil memegang tangan Hyo Soo. Leeteuk dan ibunya memperhatikan mereka.

            “Tidak apa-apa, aku mengerti mengapa kau bersikap begitu.” Hyo Soo tersenyum lalu menepuk tangan Lee Seung Hwan di tangannya.

            “Bisa kita masuk sekarang?” Leeteuk meletakan tangannya di atas tangan Hyo Soo lalu tersenyum.

            Hyo Soo menatapnya dengan gugup lalu dengan canggung melepaskan tangannya dari tangan dua laki-laki itu. ‘Dasar playboy’

            Sebelum masuk ke kamar Min Woo, Hyo Soo menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan. Lalu dengan gerakan mantap ia membuka pintu dihadapannya. Pemandangan pertama yang dilihat Hyo Soo adalah Min Woo yang sedang tersenyum lemah pada ibu mereka yang menatapnya dengan raut wajah sedih. Sesungguhnya perasaannya sungguh tidak baik malam ini.

            “Min Woo-ya!”

            Hyo Soo menoleh dengan terkejut ketika mendengar suara itu, sama sekali tidak menyangka laki-laki itu akan melakukannya. Terlebih lagi ketika dilihatnya Leeteuk menghampiri Min Woo dengan langkah kaki cepat.

            “Appa!” teriak Min Woo membalas seruan Leeteuk. Dan selanjutnya yang terjadi adalah pasangan manusia yang terikat secara secara tiba-tiba itu berpelukan erat dan Hyo Soo bisa mendengar isakan keras Min Woo. Hyo Soo memalingkan wajahnya ketika merasa air matanya akan segera jatuh. Lee Seung Hwan mengusap punggungnya dengan pengertian. Lalu ketika menoleh lagi, Hyo Soo melihat nyonya Park sudah berada didekat Min Woo dan memperkenalkan dirinya sebagai nenek Min Woo pada anak itu.

            Apa yang bisa dilakukan Hyo Soo sekarang? Untunglah, ibu mereka mendekatinya dan memeluknya walaupun sambil menangis. Mereka menangis bersama-sama sambil berpelukan. Akhirnya, akhirnya, akhirnya, keingingan Min Woo terpenuhi.

            “Nuna, kemarilah. Lihat! Appaku sudah datang!” senyum cerah Min Woo, dan betapa gembiranya suara anak itu sekarang adalah hal yang sangat di syukuri Hyo Soo dan ibu mereka. Perlahan setelah melepaskan pelukan dengan ibunya, Hyo Soo mendekat pada Min Woo sambil sesekali melirik pada Leeteuk yang tersenyum hangat padanya.

            “Nah Min Woo-ya, halmeoni­ keluar dulu sebentar. Nikmatilah waktumu ya.” Kata nyonya Park sambil mengusap kepala Min Woo dengan sayang. Setelah itu beliau berjalan keluar sambil mengajak ibu Hyo Soo dan Min Woo. Sementara Min Woo hanya mengangguk dan kembali fokus pada Leeteuk disampingnya.

            Hyo Soo mendudukkan dirinya di sisi ranjang Min Woo, sementara sekarang Leeteuk mengambil posisi yang sama di sisi lain ranjang Min Woo. Hyo Soo menatap mereka berdua dengan terharu. Lalu ia melihat Leeteuk memeluk Min Woo dengan sayang dan ia tidak bisa tidak merasa tersentuh. Laki-laki itu...

            “Appa akan menemani Min Woo malam ini, kan?” seketika Hyo Soo menatap Leeteuk, menunggu reaksi laki-laki itu terhadap pertanyaan Min Woo barusan. Ia merasa maklum ketika laki-laki itu menatapnya seperti meminta bantuannya untuk menolak.

            Hyo Soo tentu saja tak mungkin membiarkan Leeteuk menginap disini. Lebih tepatnya tidak mungkin membiarkan dirinya meminta hal semahal itu pada Leeteuk. Maka ia meletakan kedua tangannya di pundak Min Woo dan menatap anak itu dengan tegas.

            “Tidak Min Woo-ya, appa punya pekerjaan yang harus dikerjakan malam ini. kau tidur dengan nuna saja ya.” Bujuk Hyo Soo selembut mungkin.

            Min Woo cemberut, dan dengan tegas menggeleng. “Min Woo sangat merindukan appa. Min Woo ingin tidur dengan appa.”

            “Min Woo-ya... nuna mohon jangan merajuk seperti itu. Min Woo harus mengerti appa punya banyak perkerjaan.” Hyo Soo masih berusaha membujuk Min Woo, sementara Leeteuk terlihat sedang berpikir.

            “Begini saja, appa akan temani Min Woo sampai Min Woo tidur. Setelah itu, appa harus pulang. Tapi appa janji akan datang lagi besok. Bagaimana?”Leeteuk mengacungkan kelingkingnya pada Min Woo. Lalu ia tersenyum lembut ketika Min Woo mengangguk walaupun sambil cemberut.

            “Ha.. kau ini. kau tidak mendengarkan nuna tapi menuruti appamu begitu saja. Baik.. baik, ternyata kau lebih sayang appamu dari pada nuna? Awas ya, nuna tidak akan belikan kau permen kapas lagi.” Ancam Hyo Soo tidak serius.

            “Gwenchana, Min Woo akan minta appa membelikannya.” Balas Min Woo sambil memeletkan lidahnya.

            Giliran Hyo Soo yang cemberut, sementara Leeteuk tertawa keras dan membawa Min Woo kedalam pelukannya. “Ah, appa sayang sekali pada Min Woo.”

            Hyo Soo terdiam. Ia memandang Leeteuk dengan tidak percaya sementara Leeteuk membalasnya dengan senyuman hangat.

            “Kalau begitu, appa naiklah.” Pinta Min Woo setelah melepaskan pelukannya. leeteuk menurutinya dengan senang hati.

            “Aku permisi sebentar ya,” kata Hyo Soo pada Leeteuk yang dibalas laki-laki iu dengan anggukan.

            “Nuna, mau kemana?”

            “Keluar sebentar sayang, tunggu ya.”

 Hyo Soo lantas keluar menemui ibu mereka yang ternyata sedang menangis sambil bercerita pada nyonya Park. Lama ia memandangi mereka sambil mencuri dengar, sampai ia tidak tahan lagi karena sedih dan mengurungkan niatnya menemui ibunya, membiarkan ibunya berbagi kesedihannya tentang Min Woo pada ibu Leeteuk itu. Ia memutuskan kembali ke kamar Min Woo.

            Ketika Hyo Soo masuk, ia melihat Min Woo yang sedang mengobrol akrab  dan sesekali tertawa dengan Leeteuk. Hyo Soo memandanginya dengan bahagia. Sekarang , nampaknya Leeteuk sedang berusaha membantu Min Woo tertidur dengan menyenandungkan lagu tidur.

Hyo Soo bahagia karena Min Woo bahagia. Tapi beberapa menit berselang Min Woo akhirya tertidur dan ia tak bisa begitu saja merasa tenang karena wajah Min Woo semakin memucat. Leeteuk menatapnya dengan heran.

            “Ada apa? Kelihatanya kau tidak senang? bukankah ini yang kau inginkan?” tanya Leeteuk sambil memandangi Min Woo yang terpejam.

            Hyo Soo mendekati mereka dan duduk dengan cemas di tempatnya tadi. “Aniyo, hanya saja Min Woo terlihat semakin pucat. Sebenarnya Min Woo sedang dalam keadaan terburuknya akhir-akhir ini.”

            “Benarkah?” tanya Leeteuk. Ia segera membangunkan tubuhnya dan menatap wajah Min Woo dengan khawatir.

            “Ne.”

            “Min Woo-ya..” panggil Leeteuk sambil mengguncang tubuh Min Woo.

            Min Woo menggeliatkan tubuhnya dengan lemah lalu menjawab, “Ne?”

            “Kau baik-baik saja?” tanya Leeteuk.

            “Baik sekali appa.” Jawab Min Woo lalu membuka matanya perlahan. Ia tersenyum lalu memejamkan matanya lagi.

            Leeteuk dan Hyo Soo menatapnya tidak tenang. Lalu Leeteuk menatap Hyo Soo meminta penjelasan, “Sebenarnya Min Woo sakit apa?”

            “Kanker otak.” Jawab Hyo Soo langsung.

            “Kanker otak? Sudah berapa lama?” tanya Leeteuk lagi. Leeteuk sudah tidak lagi berbaring dan sepenuhnya terduduk seperti posisi awal. Hanya saja sekarang ia berhadapan langsung dengan Hyo Soo.

            Hyo Soo memberi padangan menerawang lalu menjawab, “Sejak kecelakaan dengan appanya lebih dari tiga tahun yang lalu.” Ia menunggu reaksi Leeteuk tapi laki-laki itu hanya menatapnya dengan terkejut tanpa berkomentar. Maka ia melanjutkan. “Paman Jung adalah tetangga panti asuhan kami di Nowon. Paman sedang menjalani sisa-sisa wajib militernya dan hari itu sedang mendapat jatah liburan. Jadi paman mengajak Min Woo jalan-jalan.”

            “Kau tinggal di panti asuhan dan Min Woo tinggal bersama kalian selama appa nya pergi? apakah yang tadi itu adalah eomma kalian?” tanya Leeteuk menyela Hyo Soo.

            “Ne.”

            “Lanjutkan,” pinta Leeteuk.

            “Sore harinya ketika mereka pulang, entah bagiamana bis yang mereka tumpangi bersinggungan dengan bis lain sampai terguling dan yah... seperti itulah bagaimana kecelakaan itu terjadi. Appa Min Woo meninggal sementara Min Woo mengalami luka parah dan syok berat. Kata dokter syok bisa membuat Min Woo kehilangan ingatannya. Dan ketika Min Woo terbangun, dia memang tidak ingat apa-apa termasuk kecelakaan itu. setelah kondisi Min Woo membaik, kami membawanya pulang. Tapi beberapa bulan kemudian kami harus menerima kenyataan kalau Min Woo sakit kanker. Dokter tidak bisa menemukan hubungan antara kecelakaan itu dan kanker Min Woo, dokter menduga sakit Min Woo sudah berlangsung lama tanpa pengobatan. Kami tidak mengerti, karena selama bersama kami Min Woo baik-baik saja.” Hyo Soo mengangkat kepalanya yang tertunduk ketika merasakan usapan lembut di pundaknya.

            “Lalu bagaimana bisa Min Woo menganggap aku appa nya? Aku tidak menemukan hubungan antara ceritamu denganku sedikitpun.” Tanya Leeteuk penasaran.

            “Min Woo tidak ingat apa-apa tentang dirinya, kecelakaan itu, atau penyakitnya. Tapi dua tahun lalu saat kami sedang menonton tv, wajahmu dan penampilan barumu terpampang di hampir semua stasiun televisi. Rambut hitam pendekmu, mantel coklat tebal yang kau pakai dan senyummu entah bagaimana membuat Min Woo tergerak. Lalu ia berseru panik memanggilmu seperti melihatmu sebagai appanya. Ia terus menerus memanggilmu sambil menangis. Tentu saja kami terkejut dan berusaha menjelaskan kalau kau bukan appanya karena appanya sudah meninggal. Tapi Min Woo berubah histeris dan kami tidak tega melihatnya seperti itu dalam keadaan sakit. Akhirnya dengan terpaksa kami membenarkan bahwa kau adalah appanya. Tapi kami mengatakan kalau kau harus pergi selama dua tahun untuk bertugas. Setelah itu akhirnya Min Woo tenang lalu meminta kami berjanji untuk membawamu kepadanya setelah tugasmu selesai. Begitulah..”

            “Karena itukah kau berusaha sangat keras meminta bantuan teman-temanku?”

            “Ne, semuanya demi Min Woo. Dokter sudah memvonis umur Min Woo tidak akan lama lagi. Tapi  nyatanya Min Woo-ku bertahan selama ini karenamu. Terimakasih.” Akhirnya pertahanan Hyo Soo runtuh. Ia mulai terisak sambil menggenggam tangan Min Woo.

            “Bagaimana mungkin kau berterimakasih padaku. Aku sudah membuat Min Woo bertahan dalam rasa sakit. Tidakkah kau berpikir akan lebih mudah bagi Min Woo kalau semuanya berakhir. Kau mengerti maksudku kan?”

            Hyo Soo mengangguk-anggukan kepalanya masih sambil menangis. “Setidaknya karenamu Min Woo mau berjuang dan kami harus menghormati keinginannya. Nyatanya Tuhan masih memberinya hidup sampai hari ini. Karena itu aku sangat berterimakasih karena kau mau datang malam ini. Kalau tidak, entah kapan lagi kesempatan seperti ini akan datang.”

            Perlahan Min Woo menggerakan tanganya dan membuka mata. Entah karena ia mendengar percakapan Leeteuk dan Hyo Soo atau memang ia merasa sedih, Min Woo menangis dan membalas genggaman tangan Hyo Soo. “Min Woo rindu appa dan eomma. Min Woo ingin menemui mereka sekarang.”

            Melihat tatapan Min Woo yang lemah dan gumaman anak itu yang nyaris  cuma berupa bisikan membuat Hyo Soo ketakutan. “Appa mu ada disini sayang.” Kata Hyo Soo lalu menatap Leeteuk. Seakan mengerti, Leeteuk menggenggam tangan Min Woo yang lain.

            “Appa disini.” Gumam Leeteuk.

            Min Woo tersenyum dan menggeleng. “Mereka ada di surga dan mereka memanggil Min Woo sejak tadi. Min Woo ingin pergi bersama mereka nuna.

            Hyo Soo dan Leeteuk berpandangan. Lalu Leeteuk menoleh lagi pada Min Woo ketika anak itu mengeratkan genggaman ditangannya. “Appa, Min Woo ingin pulang.” lirihnya sembari menatap Leeteuk sendu.

            “Pulang kemana? Min Woo masih harus disini.” Sahut Leeteuk panik.

            “Appa.. terimakasih, tapi Min Woo ingin pulang sekarang. Tolong bawa Min Woo pulang.” Selesai mengatakan itu, napas Min Woo berubah menjadi pendek dan itu membuat Hyo Soo kalut.

            “Min Woo tidak akan kemana-mana. Appa Min Woo ada disini. Jangan kemana-mana arra?” Hyo Soo bangkit dan menekan tombol untuk memanggil bantuan. Lalu ia berlari keluar untuk memanggil ibunya.

            Ibunya dan ibu Leeteuk masuk bersamaan dan langsung menuju ranjang Min Woo. Mereka sama paniknya dengan Hyo Soo tapi ibunya bersikap lebih tenang dan lebih siap. Beberapa saat setelah mereka masuk, rombongan dokter dan perawat Min Woo datang. Dokter dengan sigap memeriksa Min Woo sementara para perawat dengan sopan meminta semua orang keluar, tidak terkecuali pada Hyo Soo yang menggenggam erat tangan Min Woo dan menolak melepaskannya meskipun sudah dibujuk dokter bahkan ibunya. Barulah ketika Leeteuk merangkulnya dan memintanya melepaskan tangannya, Hyo Soo menurut. Sepertinya Hyo Soo kaget dengan tindakan Leeteuk dan melepaskan tangannya tanpa sadar. Tapi Leeteuk langsung membawanya keluar sebelum Hyo Soo sempat melawan.

            Sesampainya diluar, Hyo Soo tidak berhenti menangis. Malah tangisnya berubah histeris saat mendengar permintaan ibunya untuk melepaskan Min Woo.

            “Aniya, Min Woo tidak akan kemana-mana.” Katanya tegas.

            Leeteuk melihatnya dengan prihatin. Dengan lembut ia menarik Hyo Soo kedalam pelukannya dan menenggelamkan kepala gadis itu didadanya. Inilah kenyataan yang harus dihadapinya. Mungkin selama ini Min Woo menunggunya untuk berpamitan. Kemudian tiba-tiba Leeteuk teringat salah satu surat Min Woo yang mengatakan kalau anak itu ingin pulang dan memintanya membawanya pulang. Sebelumnya Leeteuk tak pernah sadar, mungkin pulang yang dimaksud Min Woo adalah pulang ke surga. Pertanyaannya kenapa harus dirinya? Bukannya merasa telah membantu, ia justru merasa bersalah.

            Leeteuk mempererat pelukannya ditubuh Hyo Soo dan ia menangis bersama gadis itu. Mengapa dirinya? Mengapa Min Woo menunggunya?

            Hyo Soo mengangkat kepalanya untuk menatap wajah Leeteuk, ia memberi pandangan sedih sekaligus berterimakasih atas apa yang dilakukan Leeteuk untuk menenangkannya. Perlahan ia melepaskan diri dari pelukan laki-laki itu dan berjalan menjauhinya. Sungguh ia berterimakasih. Tapi saat ini ia sedang ingin menangis meskipun ia tahu ia tak seharusnya menunjukkan sisi rapuhnya yang lain dihadapan orang-orang asing ini.

            Itu belum seberapa, karena beberapa saat kemudian, dokter keluar dengan kepala tertunduk. Mengerti bahwa itu adalah pertanda buruk, Hyo Soo menyerang dokter itu dengan banyak  pertanyaan. “Bagaimana kondisi Min Woo? Min Woo akan baik-baik saja bukan? Dokter jawab aku!” teriak Hyo Soo frustasi.

 Saat dokter hanya bergumam satu kata “maaf” Hyo Soo berteriak histeris memanggil nama Min Woo. Ia tak mengerti mengapa Min Woo pergi seperti ini, mengapa anak itu tega meninggalkannya seperti ini. Keadaanya disekitarnya berubah kacau atau mungkin kepalanya yang kacau. Hyo Soo tidak tahu siapa yang memeluknya saat ini, ia tak begitu peduli. Hyo Soo juga tidak tahu kemana ia dibawa, ia merasa terlalu pusing untuk berusaha mencari tahu. Hanya saja ia merasa lelah. Rasanya, tubuhnya tak lagi sanggup menahan bobotnya dan Hyo Soo tidak tahu siapa yang menahan tubuhnya ketika akhirnya ia kehilangan keseimbangan dan secara perlahan, kegelapan menariknya dari dunia nyata.

            -oOo-

            Lima hari berlalu keadaan kejiwaan Hyo Soo yang terguncang mulai membaik. Walau ia melewatkan pemakaman Min Woo karena jatuh pingsan, dan kembali histeris ketika terbangun, perlahan-lahan Hyo Soo mulai bisa melepaskan kepergian Min Woo karena dukungan ibunya. Mulanya Hyo Soo tak mau mendengar apapun yang dikatakan ibunya. Lama-lama ia sadar perkataan ibunya benar. Bahwa Min Woo sesungguhnya milik Tuhan dan sudah sepantasnya kembali pada Tuhan.

            Hyo Soo memandangi pakaian-pakaian Min Woo yang sudah dikeluarkannya dari lemari. Tidak perlu jauh-jauh menyumbangkannya untuk orang lain, pakaian-pakaian ini bisa langsung dipakai teman-teman Min Woo yang lain. Tempat tidur Min Woo yang kini kosong, belum ada penghuni yang baru. Mungkin nanti kalau mereka mendapat keluarga baru tempat tidur itu akan diberikan untuknya.

            “Hyo Soo-ya, sudah dulu bersih-bersihnya. Ada tamu untukmu.”

            Hyo Soo menoleh pada ibunya di ambang pintu. “Nuguseyo?”

            “Lihat saja sendiri.” Balas ibunya sambil tersenyum. Kemudian beliau berlalu dari sana.

            Hyo Soo yang panasaran, lantas meninggalkan kamar itu untuk menemui tamunya. Mulanya ia tidak mengenali siapa orang yang sedang berdiri mememandangi anak-anak yang sedang bermain bola di halaman. Kemudian orang itu berbalik dan tersenyum kecil ketika mendapati Hyo Soo sedang memperhatikannya.

            “Leeteuk-ssi?” gumam Hyo Soo seakan tidak percaya. Hyo Soo tak beranjak sedikitpun dari tempatnya berdiri. Kemudian ia melihat Leeteuk bergerak perlahan. Mulanya hanya selangkah, tapi Hyo Soo merasa gerakan laki-laki itu seperti mengisyaratkan sesuatu. Maka ia ikut bergerak. Mulanya hanya selangkah, tahu-tahu ia mendapati dirinya dan laki-laki itu mulai berlari dan instingnya membuatnya memeluk laki-laki itu begitu mereka berhadapan. Nampaknya laki-laki itu menyadari tindakannya sepenuhnya. Lain halnya dengan Hyo Soo yang langsung merasa terkejut begitu ia melingkarkan tangannya di tubuh laki-laki itu.

            Menyadari kelancangannya, Hyo Soo segera melepaskan tangannya dan ia menatap Leeteuk dengan canggung. Ia berdehem palan kemudian memberanikan diri untuk menyapa, “Anyyeonghaseyo!

            “Annyeonghaseyo!” balas Leeteuk. Ternyata laki-laki itu sama canggungnya dengan Hyo Soo karena ia mengusap tengkuknya dengan kikuk.

            “Bagaimana kabarmu?” tanya Hyo Soo yang tak mau berlama-lama merasa canggung.

            “Tidak terlalu baik. Kurasa tidak jauh beda denganmu.” Balas Leeteuk sesantai mungkin. Tapi dilihat dari bahasa tubuh, nampaknya Leeteuk maupun Hyo Soo masih sama-sama merasa canggung dan terkesan gugup.

            Hyo Soo mengangguk mengerti. Pasti karena Min Woo.

            Hyo Soo memandangi Leeteuk dari atas sampai bawah. Kemeja putih dan jeans biru langit yang dipakainya serasi sekali. Hari ini Hyo Soo menyadari kalau laki-laki ini terlihat tampan. Dan ia merindukannya. Nah sekarang ia merasa malu sudah memikirkannya.

            “Jadi, ada apa kau jauh-jauh kemari?” tanya Hyo Soo sembari menahan senyum malunya.

            “Ingin bertemu denganmu.”

            “Aku? Kenapa?”

            “Karena kurasa satu-satunya orang yang harus bertanggung jawab adalah kau.” Leeteuk menunjuk Hyo Soo sementara gadis itu menunjuk dirinya sendiri dengan tatapan penasaran. “Ya, kau.”

            “Ah.. pasti karena Min Woo, bukan. Leeteuk-ssi, aku minta maaf. Apa yang harus kulakukan untuk membuatmu merasa lebih baik?”

            “Aku mau minum. Aku haus sekali.” Jawab Leeteuk membuat Hyo Soo melongo. Leeteuk tertawa kemudian melanjutkan, “Maksudku, ayo bicara sambil minum teh atau apalah terserah padamu.”

            Hyo Soo tersenyum mengerti. Lalu ia meminta Leeteuk mengikutinya dan memimpin jalan menuju ruang tamu bangunan itu.

            Sesampainya disana, Hyo Soo meminta Leeteuk menunggu sementara dia sendiri kedapur untuk me

Tags:
Komentar
RECENT FAN FICTION
“KANG MAS” YEOJA
Posted Rabu,16 Juni 2021 at 09:31
Posted Senin,20 April 2020 at 22:58
Posted Sabtu,20 Juli 2019 at 23:42
Posted Sabtu,20 Juli 2019 at 13:08
Posted Sabtu,20 Juli 2019 at 13:07
Posted Sabtu,20 Juli 2019 at 13:07
Posted Sabtu,20 Juli 2019 at 13:06
Posted Sabtu,20 Juli 2019 at 13:06
FAVOURITE TAG
ARCHIVES