CHAPTER 1 : Lisianthus...
“selamat atas pernikahan jiyong dan jenny, tuan kwon.”
Malam ini pernikahanku. tapi sebenarnya aku tak pernah menyetujui pernikahan ini. aku bahkan tidak mengenal gadis yang berdiri di sebelahku yang menjadi pengantin wanita malam ini. aku hanya bertemu dia sekali saat perkenalan. Secara fisik dia memang cantik, wajahnya yang polos dan rambutnya yang hitam panjang mempertegas bahwa dirinya gadis baik-baik. Tapi bagiku dia sangat tidak menarik.
-Flashback-
“jiyong. ini adalah jenny. Dia calon istrimu.”
“cih… istri apa?”
“bersikap baiklah pada jenny, jiyong-a.”
“eomma.. aku sudah bilang, aku tidak setuju dengan pernikahan ini. kenapa kalian memaksaku?”
-plak-
Sebuah tamparan mendarat keras di pipiku. Appa menamparku di depannya. Aku melihat appa dengan penuh amarah. Aku benar-benar membenci pria yang ada di hadapanku sekarang. Dia selalu mengatur hidupku dengan kekuasaan yang dia punya. Eomma bahkan tak pernah bisa meninggalkannya sekalipun dia sangat ingin meninggalkan tua Bangka ini.
“apapun yang terjadi, kau akan menikah dengan jenny.”
Aku melihat ke arah yeoja itu, dia cukup terkejut dengan kejadian ini namun dia tetap berusaha mengukirkan senyum dari bibir mungilnya dan menatapku.
Sial.. aku akan terjebak dengannya.
-flashback end-
Pernikahanku hanya untuk kepentingan bisnis, ekspansi perusahaan keluarga Kwon dan keluarga Kim. Tidak ada cinta dalam pernikahan ini. aku jadi merindukan sandara, kekasihku.
“jiyong-a makanlah. Aku sudah membuatkan makan malam.”
“berhentilah bersandiwara, jenny. Aku muak mendengarnya.”
“ini bukan sandiwara, jiyong. aku benar-benar jatuh cinta padamu.”
Aku meraih tangan jenny, ku genggam erat dan ku dorong tubuhnya ke dinding, menghentakkan tangannya ke dinding sehingga dia meringis kesakitan, wajahnya menjadi pucat. Wajahku mendekat dan ku cium wangi lisianthus dari rambutnya.
“jiyong.. sa..kit”
“aku tidak mencintaimu kim jenny, aku bahkan tidak akan pernah membalas cintamu. Ini hanya pernikahan bisnis. Jangan berlebihan seperti pasangan suami-istri yang bahagia.”
Aku berbisik sinis kepadanya. Dia mulai meneteskan airmata, selalu hanya bisa menangis. Aku tau bagaimana keluarga kim mendidik anak-anaknya, harusnya jenny tumbuh menjadi wanita egois yang mandiri. Tapi ia justru tumbuh dengan deraian air mata yang tak berkesudahan. Wanita yang lemah.
“bersikaplah seperti keluarga kim yang lain, jenny. Tangisanmu tak akan melembutkan hatiku.”
Aku melepas genggamanku dan berjalan keluar. meninggalkannya sendiri di rumah yang bahkan itu seperti neraka bagiku. Aku meraih ponselku dan menekan nomor yang sangat aku kenal.
“yeobboseo”
“aku merindukanmu, dara-ya”
“na do… neo eoddiseo?”
“aku di rumah kita. Segeralah pulang.”
“o.. arraso~”
Aku sudah berada di sebuah rumah kecil, ini adalah rumah yang aku beli untuk kekasihku. Dia sangat menyukai rumah ini bahkan langsung menyukainya ketika pertama melihatnya. Aku mencintai kekasihku tapi appa tidak menyetujui hubungan kami, dia lebih memilih jenny yang kaya raya dibanding dara yang dapat membahagiakanku.
Bunyi pintu dibuka, aku membuka mata perlahan dan melihat wanitaku sedang membereskan belanjaannya di dapur. Aku beranjak dan memeluknya dari belakang.
“chagi, apa kau sudah makan?”
“belum, tapi aku sudah kenyang dengan memelukmu seperti ini.”
“kau yakin dengan memelukku kau bisa kenyang begtiu saja?”
“o… jadi biarkan aku memelukmu seperti ini selamanya agar aku selalu kenyang.”
“baiklah… chagi-ah… bagaimana kabar istrimu?”
Aku melepaskan pelukanku. Kenapa ia justru menanyakan istri bisnisku saat aku bersamanya, aku benci kalau harus mengingat dia saat bersama dara. Ia berbalik dan menatapku dengan senyuman lalu mengalungkan kedua tangannya di leherku.
“kau sudah menikah. tidak baik berada di sebuah rumah dengan yeoja yang bukan istrimu. Pulanglah.”
Dara mengucapkannya dengan lembut namun aku tau hatinya pasti perih melihatku sudah menikah. aku menatapnya dalam-dalam dan mendekatkan wajahku ke wajahnya, aku ingin menciumnya dengan lembut dan hangat. Aku ingin dia membalasnya dengan lembut dan hangat, tapi yang terjadi adalah dia memalingkan wajahnya dariku. dia mulai melepaskan tangannya dari leherku.
“aku akan mengantarmu ke depan. Pulanglah ke rumah istrimu.”
Dia mengantarku ke depan pintu, aku keluar tanpa sepatah katapun ku sampaikan. Aku merasa dada ku sesak, aku tak bisa berkata apa-apa aku merasakan kesedihannya. Bahkan setelah dia menutup pintu, aku masih bisa mendengar isak tangisnya dari sini. dia menangisi hubungan kami yang tak akan bisa bersatu seperti mimpi kami.
Aku pulang dengan hati yang sakit, aku akan mengakhiri pernikahan ini dengan segera. Aku sudah muak selama 2 bulan terakhir ini hidup bersama yeoja itu. ku buka pintu rumah dimana istri bisnisku tinggal, ku lihat dia tertidur di depan televise yang menyala. Aku tak berniat membangunkannya, aku masuk ke kamar dan langsung merebahkan diri di kasur kemudian memejamkan mata dan tidur.
* * *
“jenny… cepatlah, kita sudah terlambat untuk makan malam.”
“jamsimanyo, jiyong.”
Malam ini kami berdua diminta untuk mengikuti makan malam dengan kolega perusahaan sebagai wakil dari keluarga masing-masing. aku sudah berusaha menolaknya tapi yang kudapat lagi-lagi tamparan dari appa. Orang tua itu masih saja punya tenaga untuk menamparku.
“bersandiwaralah seolah-olah kau adalah istri yang bahagia, jenny.”
“aku juga meminta satu hal kepadamu.”
“apa?”
“jadilah suami yang lembut selama di sana.”
Aku tak menanggapi permintaannya. Kami tiba di jamuan makan malam perusahaan Kang, kami mendapat banyak sapaan di sana. jenny selalu berdiri di sampingku persis seperti seorang istri yang bahagia. Sesekali ku genggam tangannya bila aku akan berpindah menuju kolega yang lain hanya untuk menunjukkan kami adalah pasangan yang baik-baik saja. Tangan jenny kecil dan halus, ia balas genggaman tanganku dengan lembut. Aku cukup kaget karena aku tidak pernah melakukan skinship yang lembut dengannya. segera aku melepaskan genggaman tanganku darinya.
“aku akan ke sana, aku melihat choi seunghyun di sana. kau di sini saja, aku liat minji anak perempuan tuan Gong akan mendekat. Bersikap baiklah.”
Aku memisahkan diri dari jenny untuk mendekat ke teman lamaku seunghyun.
“Choi Seunghyun… oremananiyo.”
“kwon jiyong… apa kabar?”
“baik baik… kau bersama siapa ke sini?”
“aku sendiri, appa tidak bisa ikut. Kau bersama siapa? Dara-ya?”
“ani~ aku bersama kim jenny.”
“dengan istrimu Bukan sandara?”
“pernikahan bisnis…. Lagipula tidak mungkin aku membawa dara ke sini”
“aku tau. Lalu dengan sandara?”
“aku masih bersamanya, pernikahanku hanya status saja.”
“yaaaa… kwon jiyong. kau benar-benar gila.”
Apa maksudnya aku benar-benar gila? dia pikir aku bisa menolak pernikahan ku dan jenny begitu saja? Apa dia pikir aku akan meninggalkan dara dan hidup bahagia dengan mudahnya bersama jenny?
“aku akan pulang. Seunghyun-ah, sampai bertemu lagi.”
Aku meninggalkan seunghyun dan menuju jenny untuk mengajaknya pulang. Aku sudah muak lama-lama di pesta ini. jenny mengikuti dari belakang. Dia hanya diam saja selama perjalanan pulang. Sesampainya di rumah, aku mencari wine dan mulai meminumnya sambil menonton tayangan televisi.
“aku akan pergi tidur, apa kau memerlukan sesuatu?”
“tidak. Tidurlah.”
“jiyong-ah… gomawo karena sudah bersikap lembut selama di pesta tadi.”
Aku hanya diam mendengar ucapan terimakasih darinya. Masih menenggak wine yang sudah setengah botol, aku berjalan terhuyung menuju kamar jenny. Aku melihatnya tidur, ia seperti malaikat yang manis saat tidur. Aku membelai rambutnya dengan perlahan, menatap setiap lekuk wajahnya dan tiba-tiba yang kulihat hanya wajah dara. Aku mendekatkan wajahku ke wajahnya yeoja itu entah dia dara atau jenny yang kutau aku sangat ingin mengecap bibir peach itu dengan lembut.
Yeoja yang bibirnya sedang ku kecup itu terbangun dan kaget melihat yang aku lakukan.
“ji..yong…”
“mianata… aku tidak bisa mengontrol diriku.”
Aku sudah berada di atas tubuhnya dan mulai menundukkan kembali kepalaku untuk menciumnya.
* * *
Jenny’s POV
“selamat nyonya kwon, anda sedang hamil 1 bulan. Tolong dijaga baik-baik karena usianya masih rawan.”
Begitulah yang ku dengar dari dokter Kang di rumah sakit ini. tentu saja kau bahagia mendengar berita ini, tapi kemudian aku merasa sedih. Apa ini akan sama membahagiakannya bagi jiyong? apa aku perlu memberitahukannya tentang kabar kehamilanku. Aku takut dia tidak akan suka dengan kabar ini.
Tapi sejak malam itu, sikapnya memang menunjukkan perubahan. Dia sudah tidak sesering dulu bersikap kasar padaku. Namun sikap dinginnya masih saja, ia selalu pulang larut malam dan membiarkan makan malam yang aku siapkan tergeletak begitu saja tanpa tersentuh sampai esok paginya.
Aku akan memberitahukan kabar ini pada eommonim saja. Aku tidak bisa sendirian tahu kabar ini. aku langsung pergi ke rumah ibu mertuaku dan membagi kabar bahagia ini kepadanya.
“jenny-ah… kenapa menyetir sendirian ke sini? kau kan bisa mengajak jiyong.”
“gwenchana eomma… aku merasa tidak enak kalau hanya mengabarimu lewat telepon.”
“kau akan mengabarkan apa?”
Eommonim memasang wajah penasaran dan khawatir dengan kabar yang akan aku beritahukan kepadanya. Eommonim aku akan memberitahukan kabar bahagia, jangan khawatir.
“tapi sebelum aku memberitahukan ini, eomma harus berjanji satu hal padaku.”
“berjanji apa?”
“berjanjilah jangan memberitahukan jiyong tentang kabar yang akan aku sampaikan ini. janji?”
“aigo~… berita apa yang jiyong tidak boleh tahu? Kau sakit.. kau sedang sakit?”
“aniyo eomma… aku sedang hamil.”
“AIGOOO~…. Eomma senang mendengar kabar ini. eomma akan memberitahu appa-nya jiyong tentang kabar ini dan tentu saja appa-mu. Mereka pasti senang, selama 8 bulan menunggu kehadiran cucu.”
“andwe eomma… biarkan ini jadi kejutan mereka. Nantinya kan perutku akan membesar seiring bertambahnya umur bayi dalam perutku. Aku ingin mereka bahagia bila melihatnya sendiri.”
“benar… mereka akan lebih terkejut bila melihat perutmu semakin membesar. Aigoo~ kwon kecil akan segera hadir di sini. aigo~… makanlah di sini, eomma akan memasakkan sesuatu untukmu.”
“chwesonghae, eomma. aku tidak ingin jiyong khawatir padaku karena belum sampai di rumah. Aku pulang dulu eomma.”
“hati-hati jenny-a… sampaikan salam eomma untuk jiyong. aigo~…”
Eommonim sangat senang mendengar kabar kehamilanku. Aku juga sangat senang mengetahui ada nyawa dalam perutku. Uri aegi, sehat dan tumbuh dengan baik di perut eomma, arrachi~?
* * *
“kau hamil ya?”
Aku melihat perut jenny yang semakin besar. Anak siapa itu? apa dia berselingkuh di belakangku? Cih, yeoja murahan.
“perutku sudah kelihatan ya? ada kwon kecil sedang tumbuh dalam perutku. ternyata dia tumbuh sangat sehat.”
“cih.. kwon kecil? Aku tidak yakin.”
“apa maksudmu tidak yakin? Tentu saja ini anakmu, kwon jiyong.”
“kita hanya melakukannya sekali, jenny. Bagaimana mungkin langsung berhasil.”
“aku bukan wanita seperti itu jiyong. lagipula bukan sekali kita melakukannya.”
“gojimal.”
Aku mendengar dia mulai terisak menangis. Apa itu benar anakku?
“aku pergi.”
Aku meninggalkannya dengan tangisan, aku memang tidak lagi mengasarinya secara fisik. Aku merasa aku sangat brengsek bila mengasarinya secara fisik. Aku pergi ke rumah dara hari ini, aku merasa enggan ke kantor. Aku ingin mneghabiskan waktu di rumah kekasihku saja.
“dara-ya. kau tau pagi ini aku mendapatkan perut jenny yang semakin besar. Dia bilang dia hamil anakku. Tapi itu sangat tidak masuk akal. Aku merasa itu dia menjebakku dengan kehamilannya dengan lelaki lain tapi mengakuinya sebagai anakku.”
“kau tidur dengannya?...... ah, aku lupa kalian adalah suami-istri, tentu saja kalian tidur bersama.”
“maksudku bukan begitu, dara-ya…”
“apa jenny mungkin menjebakmu, jiyong?”
Aku diam mendengar pertanyaan dara. Apa itu benar anakku?
“jiyong-a. mari kita akhiri ini. aku mencintaimu, tapi aku tidak mau merusak kebahagiaan yeoja yang sudah menjadi istrimu apalagi sekarang dia sedang hamil. Aku akan menjadi yeoja yang sangat brengsek bila terus berada di sisimu.”
“andwe dara… andwe… aku hanya mencintaimu.”
“belajarlah mencintai jenny. Demi aku.”
Dara mengusirku dari rumahnya. Dia tidak menerima alasan-alasan yang aku berikan untuk bisa kembali dengannya. aku memutuskan untuk ke rumah eomma. aku sudah rindu dengan eommaku. Belum sampai aku di rumah eomma, ponselku berbunyi.
“yeoboseyo?....... ne, aku suaminya…. Mwo?.... arraso. aku akan segera kesana”
Aku memutar arah menuju tempat yang disebutkan oleh si penelepon tadi. Ku laju mobilku dengan kecepatan tinggi. Aku baru ingat untuk menelepon eomma dan memintanya menyusulku ke sana.
“jogyo… aku mencari yeoja dengan nama Kwon Jenny.”
“jamsimanyo... dia ada di kamar 2-18”
“gamsahamnida.”
Aku bergegas menuju kamar tempat jenny dirawat. Istriku yang sedang hamil terjatuh begitu saja ke lantai. Apa dia selemah itu? seseorang menungguinya. Siapa dia? Apa dia ayah dari bayi itu?
“apa dia baik-baik saja?”
“anda….?”
“aku suaminya. Kwon jiyong”
“aku Dong young bae, tetangga kalian, aku yang pertama menemukan nyonya kwon di depan pintu rumah kalian dalam keadaan pingsan. Sebentar lagi dokter akan ke sini. karena anda sudah di sini, saya akan pergi.”
“gomapta, young bae-ssi.”
“gwenchana…”
Eomma tiba bersama appa dan appanim. mereka berusaha menenangkanku, padahal mereka sendiri mencemaskan keadaan jenny.
“keluarga nyonya kwon jenny?”
Kami berbalik dan melihat seorang dokter berdiri di hadapan kami bersama seorang suster yang membawa catatan kesehatan milik istriku.
“aku suaminya. Bagaimana keadaan istriku dan bayi kami?”
“sebelumnya perkenalkan, saya dokter kandungan istri anda. Kang Daesung. Kehamilannya sudah jalan 4 bulan seharusnya kandungan sudah semakin menguat, akan tetapi istri anda sangat lemah secara psikis. Seperti ada beban besar yang dibawanya, hal ini membawa pengaruh ke bayi yang dikandungnya. Untuk saat ini, istri anda hanya memerlukan istirahat yang cukup dan ketenangan serta kenyamanan agar ia dan bayinya dapat bertahan. Sebaiknya anda selalu berada di sampingnya.”
“Syukurlah tidak ada yang berarti. Jiyong-a, sebaiknya kau mengambil cuti lalu berliburlah bersama istrimu ke villa kita yang berada di Jeongseon-gun”
“ne.. aku akan mengajak jenny ke sana. sebaiknya kalian pulang dan istirahatlah. Biar aku yang menunggui jenny di sini.”
Kedua orang tuaku dan orang tua jenny pulang. Aku masuk ke ruang perawatan. Melihat istriku terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit membuatku sadar bahwa dia secantik malaikat dan aku adalah namja brengsek yang menyia-nyiakan dia hanya karena belum ada cinta diantara kami. Aku duduk di sampingnya, tanganku mulai menggenggam tangannya. Sesaat bayangan dara muncul di hadapanku namun kian memudar dan berganti jenny. Kurasa aku mulai mencintai jenny.
* * *
Jenny’s POV
Aku dan jiyong berada di villa appa di Jeongseon-gun. Dia mengambil cuti selama satu minggu untuk berlibur bersamaku. Kesehatanku kian pulih, aku juga merasa bayi kami semakin sehat. Aegi-ya, tumbuhlah dengan sehat di perut eomma agar appa bisa melihatmu. Aku mengelus perutku yang kian membesar.
“jenny-ya, minumlah susu mu dulu setelahnya kita akan berjalan-jalan di sungai dekat sini.”
Suamiku membawakan susu untuk ku minum. Dia menjadi lembut dan penuh cinta sekarang. Aku semakin mencintainya. Aku tidak pernah berharap dia akan penuh cinta seperti sekarang, bagiku asal kami tidak bercerai dan dia tidak membenciku itu sudah cukup bagiku.
“apa yang kau pikirkan, kwon jenny?”
“aku memikirkan anak kita akan mirip siapa.”
“tentu saja mirip denganmu, ia akan cantik dan lembut sepertimu. Kalau ia seorang namja maka ia akan tampan sepertiku dan berhati lembut sepertimu. Aku tidak mau anak kita meniru sifatku.”
“sifatmu yang lembut dan penuh cinta seperti ini? aku ingin dia meniru appa-nya. Dia akan menjadi kwon sehebat appa dan haebarajinya.”
“habiskan susunya. Aku akan bersiap. Tunggulah di sini istriku.”
Bahkan jiyong sekarang memanggilku ‘istri’, dia sangat berubah. Aegi-a, eomma berterimakasih karena kamu, appa mencintai eomma. Eomma menyayangimu. kami berjalan menuju sungai, jiyong membawa perlengkapan piknik. Ia membawa kimbap yang dibuatkan pengurus villa dan alat pancingnya. tak lupa ia mengalungkan tangannya ke bahuku dan mencium kepalaku dengan lembut.
“jiyong-a. aku tidak sedang bermimpi kan?”
“tentu saja tidak. Kita sedang kencan sebagai suami-istri di sini bukan berdua saja tapi bertiga bersama kwon kecil yang ada di kandunganmu. Jenny-ya. mianata… saranghae.”
Jiyong’s POV
Dara-ya. terimakasih. Kalau kau tidak mengusirku dari hidupmu. Aku tidak akan pernah sadar kalau aku mencintai yeoja yang sekarang menjadi istriku.
Aku tidak akan pernah membiarkan lisianthus-ku menjadi rapuh dan hancur lagi. selamanya aku akan menjaganya dengan semua yang aku punya.
-END-