CHAPTER 1 : Introduction; Park Yoonmi
Sebuah Selasa sore yang biasa bagi Park Yoonmi. Sekolah yang melelahkan dari pagi pukul 08.00 hingga pukul 15.00 setelah itu berlatih taekwondo di gymnasium hingga petang. Taekwondo sudah menjadi hobi baginya sejak ia berada di sekolah dasar hingga sekarang. Tak heran apabila yeoja berambut panjang cokelat bergelombang itu kini telah meraih sabuk hitam yang mati-matian dikejar oleh teman-temannya. Memang, ada beberapa dari temannya yang telah juga sukses meraih sabuk hitam akan tetapi itu dapat dihitung menggunakan jari sehingga memiliki sabuk hitam di taekwondo merupakan sebuah gengsi tersendiri bagi siswa Woollim High.
Keringat sebiji jagung mengalir dari pelipisnya. Ia lalu mengusapnya lembut menggunakan handuk ungu yang ia bawa. Setelah merasakan kepuasan berlatih melawan temannya, Yoonmi membungkuk dan beranjak dari matras untuk pergi ke ruang ganti penuh loker yang ada di sisi barat gymnasium. Lima menit adalah waktu yang cukup baginya untuk berganti pakaian kembali mengenakan seragam. Ia lalu keluar dari ruang ganti sambil meneguk air mineral yang ada di genggamannya. Sore itu memang sangat panas, terlebih tubuhnya telah melakukan aktivitas berat. Membuat timbunan lemak di tubuhnya dipecah menjadi energi yang juga menghasilkan energi kalor di tubuhnya. Di saat seperti itu lah air mineral adalah benda terpenting yang harus segera ia masukkan ke dalam tubuhnya. Akan tetapi,tegukannya terpaksa berhenti karena ekor matanya menangkap sosok yang ia kenal berada di pojok gymnasium, berada di dekat pintu ruang ganti. Dan saat matanya mengzoom pemandangan tersebut, didapatinya air yang masih berada di faringnya seakan akan keluar kembali karena kekagetan yang luar biasa.
Yoonmi mengucek-ucek matanya tidak percaya tapi itu semua tidak akan mengubah fakta bahwa ia sedang melihat seorang namja yang tak lain adalah sahabatnya sedang bertukar ciuman dengan yeoja yang ia perkirakan adalah adik kelasnya karena dasi merah yang ia kenakan. Iya, Yoonmi sudah menginjak kelas 2 di SMA tahun ini sehingga ia menggunakan dasi kuning. Melihat semua itu, Yoonmi hanya bisa berdecak atas tingkah sahabatnya tersebut. Yoonmi memang telah sering melihat tingkah Sehun yang seperti itu, tapi tetap saja. Ia tidak begitu biasa ada sepasang manusia yang saling melumat bibir mereka di depannya.
“Maaf Nari-ah, aku tidak bisa menerima perasaanmu.” Sehun melepaskan ciumannya lalu mengatakannya sementara sang yeoja bernama Kim Nari tersebut masih bernapas sedikit terengah-engah. Sang yeoja pun hanya melongo tidak percaya. Harapannya yang telah melambung tinggi karena Sehun baru saja menciumnya kini kandas, remuk.
“Lalu..ciuman tadi?” tanya sang yeoja terbata-bata. Sehun yang mendengar pertanyaan tersebut hanya menunjukkan senyum hangatnya. Menunjukkan kedua senyum andalannya, senyum bibir dan senyum mata.
“Itu apresiasi karena kamu berani mengungkapkan perasaanmu.” jawabnya ringan masih tersenyum hangat. Senyuman yang menjadi senjata agar siapapun yang tadinya ingin marah mendadak mengubah suasana hatinya secara drastis untuk tidak marah. Ajaib memang. Namja ini seakan dapat memantrai siapa saja hanya dengan lengkungan bibir yang ia buat dan senyum matanya yang menambah charming namja tersebut. Yoonmi sendiri tidak bisa memungkiri fakta bahwa Sehun memang tampak sangat manis ketika dia tersenyum atau tertawa.
Susah menemukan istilah yang tepat untuk Sehun, apakah itu flirty atau playboy karena di satu sisi ia tampak begitu memuja seorang wanita tetapi di sisi lain ia seperti tidak membutuhkannya. Yeoja baginya adalah sebuah benda bagus yang ada di etalase. Ia tergoda akan keindahannya, akan tetapi tak pernah ia berniat membelinya. Hanya memandangnya tanpa mencoba untuk memiliki ataupun merasakannya. Iya, di balik ketenaran namja greasy ini, ia belum pernah memiliki yeojachingu..Yeoja yang menyatakan perasaan mereka kepadanya sungguh tak terhingga. Hey, siapa juga yang mau menghitung? Sekalipun menghitung, kamu akan lupa di tengah jalan saking banyaknya. Akan tetapi, tak satu pun dari mereka menjadi kekasih sang Oh Sehun.
“Sungguh, maafkan aku Nari-ah. Ada orang lain yang menempati hatiku.” Ucapnya lembut. Yoonmi yang mendengarnya dari jauh hanya bisa memutar bola matanya. Ia hafal betul akan kalimat ‘Ada orang lain yang menepati hatiku’ karena Sehun mengatakannya kepada hampir setiap yeoja yang menyatakan perasaan kepadanya.
Yang ada di pikiran Yoonmi adalah itu merupakan alasan bagi Sehun agar ia bisa berganjen ria dengan banyak yeoja dan tidak memiliki batas-batasan ‘pacaran’ yang menurut Sehun sangat ribet. Lagi-lagi, Yoonmi hanya bisa mendecakkan lidahnya. Tingkah sahabatnya lama-lama sungguh mengesalkan baginya. Merayu setiap yeoja tetapi ketika mereka menyukainya, dia hanya membuat hati dan harapan mereka hancur berkeping-keping. Sebagai seorang yeoja, tentu Yoonmi merasa kesal atas sikap Sehun tersebut. Seakan-akan Sehun mempermainkan mereka sesuka perutnya.
Melihat sosok Yoonmi, Sehun pun mengalihkan perhatiannya dari Kim Nari menuju ke Yoonmi. Ia menyapanya sambil mengayunkan tangannya ke arah Yoonmi dan meninggalkan Kim Nari yang masih membatu.
“Yoonmi-ah!”
Sehun mendekat ke sisi Yoonmi. Kim Nari memonyongkan bibirnya kesal.
“Aku tidak seharusnya melihat ini.” ujar Yoonmi ketika Sehun akhirnya berada tepat di depannya, masih menggunakan pakaian Taekwondonya yang belum ia lepas. Sehun dan Yoonmi memang sejak kecil menggeluti olahraga ini sehingga mereka sama-sama dapat menyandang sabuk hitam tersebut. Sabuk hitam yang menandakan bahwa mereka telah ahli dalam bidang pertaekwondoan karena dalam taekwondo sabuk hitam menandakan kedewasaan dan kematangan.
Mendengar kalimat Yoonmi, Sehun hanya tertawa kecil. “Sudahlah, ia hanya 1 dari 1000 gadis lainnya.” Yoonmi lalu memandang wajah sahabatnya tersebut kesal. Bagaimana ia bisa menganggap enteng setiap perasaan yeoja? Hal itu membuat wajahnya mengeras seolah mengatakan “nappeun namja!”. Sehun yang melihatnya hanya bisa mengacak-acak rambut Yoonmi gemas. Yoonmi kemudian mengerang kesal.
“Sudah kubilang, mereka hanya ingin menciumku. Itu saja.” di detik Sehun mengatakannya, dapat ia rasakan sebuah tendangan keras mendarat di kakinya.
“Tapi itu membuat sepat mata, Oh Sehun. Lain kali, pilihlah tempat yang lebih private, mengerti?” Yoonmi memberinya tatapan tidak mengenakkan. Tapi bagi Sehun itu adalah tatapan yang sangat menggemaskan.
“Omo..Sahabatku ternyata cemburu?”
Sehun kembali tertawa dengan tawa khasnya sementara Yoonmi hanya bisa menyinyirkan bibirnya sambil melaju pergi darinya. Moodnya campur aduk hari ini. Melihat tingkah Sehun hari ini memperburuk suasana hatinya. Ditambah dengan kenyataan ia sudah terlalu capek dengan aktivitas padat hariannya serta pekerjaan rumah yang tiba-tiba teringat untuk dikerjakan.
“Boleh aku menumpang ke mobilmu?” Yoonmi yang sudah melangkah keluar gymnasium akhirnya kembali menghampiri Sehun yang baru saja mengganti pakaian taekwondonya dengan seragam sekolahnya. Sehun lalu berhenti melangkah.
“Biasanya juga begitu, bukan? Kamu selalu ingin bersamaku.” Sehun menaikkan alis sebelah kanannya sambil memberikan tatapan menggodanya. Yoonmi kembali menyinyirkan bibirnya kesal melihat wajah penuh percaya diri yang Sehun perlihatkan. Namja ini selalu saja menggodanya. Sungguh, jika karena bukan karena Sehun adalah sahabat dekatnya, Yoonmi sudah mencekik leher namja tersebut hingga ia tidak bisa bernapas.
“Bukan itu motifku, kau tahu itu. Jangan suka membuat-buat, Sehun-ya.” Geram Yoonmi, memberi aksen kesal ke kata ‘Sehun-ya’.
“Arraso, itu karena para namja yang menawarimu mobil mereka untuk mengantarmu pulang, bukan? Omo... Queenka memang memiliki banyak penggemar.” Sehun lagi-lagi menggodanya. Jika ada alat pengukur amarah dan Yoonmi saat itu mengenakannya, mungkin alat itu sudah menunjukkan ke skala teratas. Terbukti dengan mengepalnya kedua telapak tangan Yoonmi setelah ia mendengar jawaban dari Sehun.
“Sekali lagi kau mengatakan Queenka, aku akan benar-benar mencincangmu!” ancam Yoonmi sambil mengarahkan kepalan tangannya ke arah Sehun. Sehun hanya bisa tertawa nakal atas reaksi Yoonmi.
“Ayee...Temperamen sekali kau ini.” Sehun menghindari serangan Yoonmi dengan gesit.
“Sudah kubilang aku tidak suka dipanggil Queenka.”
“Kamu itu aneh. Banyak yeoja di luar sana yang ingin bergelar Queenka tapi kau..Ah sudahlah. Kajja!” Sehun mengakhiri pertengkaran mulut yang mereka lakukan dalam perjalanan mereka menuju parkiran lalu mengambil kunci mobilnya dan menekan tombol di remote mobil kecil yang menggantung di kunci tersebut menghasilkan suara ‘beep’ yang cukup keras.
Saat beberapa namja yang siap untuk menawari Yoonmi tumpangan melihat Sehun bersama dengannya, muka mereka yang cerah berubah menjadi mendung. Kasihan sekali mereka, setiap hari selalu bernasib seperti ini. Itu bukan karena Yoonmi sombong atau apa. Ia hanya tidak ingin ada pertengkaran bodoh yang terjadi jika ia memilih salah satu di antara mereka. Dan lagi, rumor berkencan akan menyebar seperti kebakaran hutan jika ia jalan bersama namja, siapapun itu kecuali sahabat dekatnya, Sehun. Bagi mereka yang melihatnya, kedekatan Sehun dan Yoonmi tak lain seperti kedekatan antara adik kakak yang sering bertengkar. Hal itu membuat sedekat apapun Yoonmi dengan Sehun tidak akan menimbulkan kecemburuan kepada siapapun yang melihatnya.
“Oh Sehun! Kembalikan cokelat hazelnutku!” pekik Yoonmi ketika usaha untuk menggigit cokelat yang berada di tangannya gagal karena namja di sampingnya yang sedang akan menyalakan mesin merenggut cokelat tersebut darinya. Sehun yang senang melihat wajah kesal Yoonmi kemudian memajukan mulutnya ke cokelat tersebut lantas membuat Yoonmi berusaha merebutnya kembali dengan berbagai upaya.
“Dietlah! Kamu bisa tambah gendut kalau makananmu manis-manis terus seperti ini.” kata Sehun dengan wajah serius. Wajah serius yang menurut Yoonmi menyebalkan.
“Oh Sehun, ini peringatan terakhir bagimu.” Ancam Yoonmi lalu tertawa dengan wajah penuh kelicikan. “Kamu tahu, foto wajah bundar saat kamu kecil itu, aku masih mempunyainya. Entah apa yang akan yeoja penggemar beratmu katakan jika mereka melihatnya”
Yoonmi tertawa renyah penuh kemenanngan sementara Sehun membatu di tempat, tak berkutik. Tak juga membalas perkataan Yoonmi.
“Ugh, skak mat.” Lirih Sehun. Cokelat yang ia pegang lalu ia kembalikan ke pemilik semula, Yoonmi. Sang penerima pun tersenyum penuh kemenangan melihat Sehun yang cemberut. Sehun lalu mengalihkan kekesalannya dengan memulai mesin dan melaju kencang meninggalkan sekolah. Yoonmi yang mendapatkan kembali cokelatnya lalu melahap habis cokelat tersebut sebelum Sehun merebut kembali cokelatnya. Sehun yang melihatnya melalui kaca spion depan hanya bisa tertawa tanpa suara. Semakin ia amati, semakin ia sadar bahwa ia begitu ketagihan untuk melihat sahabatnya bahagia. Ia sadar bahwa hanya dengan melihat sahabatnya tersebut bahagia, ia ikut bahagia. Seakan-akan Yoonmi mensugestinya untuk ikut bahagia ketika ia bahagia.
Yoonmi menghempaskan kasar tubuhnya ke tempat tidur empuknya. Hari ini benar-benar telah menguras energinya. Tidak cukup hanya dengan serangkaian pelajaran yang panjang, sepulang sekolah ia harus melakukan praktikum Kimia. Belum lagi setelahnya ia harus berlatih taekwondo karena turnamen yang akan datang 2 bulan lagi. memang waktu yang masih lama akan tetapi Yoonmi seseorang yang cukup perfeksionis sehingga ia harus melakukan setiap hal dengan sangat sempurna. Hidupnya selalu berputar. Tidak pernah terpikirkan olehnya untuk istirahat, menonton film di bioskop bersama teman-temannya atau apapun itu. Yang ia pikirkan adalah prestasi yang harus ia dapat, baik itu akademik maupun non akademik. Hal itu membuat setiap siswa di Wollim High menganggapnya ‘sempurna’.
Yoonmi melenguh pelan saat dirasakannya badannya terasa akan remuk. Ingin rasanya ia langsung memejamkan matanya dan tertidur. Tapi itu tidak bisa ia lakukan mengingat ia harus mandi lalu makan malam terlebih dahulu. Dan juga, jangan lupakan pekerjaan rumah serta tugas yang menunggu untuk dikerjakan.
‘tok tok’ suara ketukan pintu terdengar membuat Yoonmi terlonjak dari kasur empuknya.
“Yoonmi-ah. Bukakan pintu.” Terdengar suara yeoja yang masih cukup muda menyuruhnya untuk membukakan pintu. Segera Yoonmi sadara bahwa itu adalah suara eonnienya,Park Hyomin. Ia pun bangkit dari kasur empuknya dan bergegas membukakan pintu untuknya.
Saat ia membuka pintu, tampaklah sosok yeoja berkaki jenjang dengan jas putih terpakai rapi di tubuh langsingnya. Sosok yeoja itu mengutas sesimpul senyum manis tetapi masih menampakkan keanggunannya. Mengerti tatapan yang Yoonmi berikan, yeoja itu pun akhirnya memberi tahu apa maksud kedatangannya.
“Abuji memanggilmu di ruang kerjanya.” Kata Hyomin sambil menyilangkan kedua tangannya. Ia lalu melirik ke arah jam tangan kulit warna cokelat yang ia kenakan di pergelangan tangan kirinya, mencoba melihat jarum yang menunjukkan tanggal dan bulan.
“Mungkin review bulanan?” ia memutar bola matanya lalu tersenyum lagi. Yoonmi yang mendengarnya kemudian mendengus kesal. Ia sudah bosan dengan ritual bulanan yang dilakukan oleh abujinya tetapi bukankah ia tidak memiliki pilihan lain? Tak ada B,C,D dan E bagi ayah Yoonmi. Hanya ada pilihan A dan memilih pilihan A tersebut adalah mutlak bagi Yoonmi saat ini.
“Yah..Mungkin saja. Aku akan mandi dulu.” Jawab Yoonmi datar.
“Baiklah. Urusanku selesai. Aku pergi dulu. Ada meeting dengan dokter rumah sakit malam ini.” Hyomin lalu melesat pergi dari hadapan Yoonmi dan menuruni setiap anak tangga, membawanya kembali menuju pintu depan dan kembali ke dalam mobilnya.
Yoonmi yang melihat punggung eonnienya terlihat semakin menjauh pun kembali memasuki kamarnya dan menutup pintu. Ia lalu kembali menghempaskan tubuhnya ke kasur empuknya. Mengetahui bahwa abuji ingin bertemu dengannya membuat rasa lelahnya seakan bertambah tiga kali lipat. Sejurus kemudian, ia meraih tas ransel merahnya nya dan mengacak-acak isinya untuk menemukan selembar kertas yang sudah lucek. Dibukanya lipatan kertas tersebut dan dilihatnya dua angka yang nangkring di pojok kanan atas seakan mengejeknya. Dua angka yang ingin dia jungkirkan angkanya dari 69 menjadi 96. Ia kembali mendengus. Kesal,jelas. semua mata pelajaran sudah ia kuasai. Tak ayal angka 90 ke atas sering tertulis indah di kertas ulangannya. Tapi untuk Biologi, entah. Dia sendiri tidak mengerti. Sekeras apapun, seniat apapun ia belajar, angka berkepala delapan pun belum pernah ia dapatkan. Membuat madonna Woollim High tersebut harus mengalami kelas remedial Biologi. Yang lebih buruk lagi, membuatnya terpaksa mendengar ceramah serta teguran abujinya atas hal tersebut.
“Arrrgh!!” Kali ini Yoonmi menggeram sambil mengacak-acak rambut panjang bergelombangnya. Setelah itu, ia kembali melemparkan tubuhnya ke kasur dan mengguling-guling frustasi.
“Abuji pasti akan marah besar. Pasti.” Yoonmi menghembuskan napas beratnya. Berharap masalahnya dengan sesuatu bernama ‘Biologi’ itu segera selesai hanya dengan menghembuskan napasnya. Memang ia selalu payah dalam mata pelajaran Biologi, tetapi paling tidak ia biasanya selamat dan berada di batas kelulusan dengan paling tidak mendapatkan nilai 76 atau 78. Enam puluh sembilan menjadi rekor terburuknya mulai dari ia menjadi siswa sekolah hingga sekarang.
“Park Yoonmi, aku melahirkanmu,membesarkanmu,menyekolahkanmu tidak untuk ini.” ujar seorang pria di usia 60-an nya. Memang suara dan nadanya halus serta tenang, tetapi isi dari kalimatnya tersebut sungguh menohok siapa saja yang mendengarnya. Remaja berusia 17 tahun yang sedang ia ajak bicara hanya bisa diam sambil menunduk di kursi panasnya.Sesekali ia menggerak-gerakkan kakinya untuk menghilangkan kebosanannya.
“Abuji..mianhae.” hanya itu kalimat yang bisa terucap dari mulutnya sejak 15 menit yang lalu. “Bukankah nilai yang lainnya bisa lebih baik daripada ini? Bisakah abuji tidak melulu menyalahkan kepayahanku dalam mata pelajaran Biologi?” Yoonmi berusaha membela diri. ia mendongak sebentar lalu setelah melihat wajah sangar ayahnya, ia kembali menunduk, melihat mester marmer yang tertempel indah di lantai ruangan tersebut.
Abuji Yoonmi terdiam sejenak. Dilihatnya kembali lembaran nilai-nilai yang lain. Angka 98,97,87,89 bahkan sebuah nilai sempurna, 100 didapatinya saat ia membuka lembaran-lembaran tersebut. Gerakan tangannya pun terhenti ketika ia melihat angka 100 tersebut. Dilihatnya identitas dan jenis mata pelajaran yang ada di pojok kanan atas kertas.
“Lalu, apakah aku harus memuji nilai Sastra Korea mu ini? Kamu pikir nilai mata pelajaran tak berguna ini akan membuatmu menjadi seperti diriku dan seperti eonnie-mu?” suara abuji Yoonmi meninggi. Yoonmi dapat merasakan bulu kuduknya berdiri sejenak.
“Abuji...aku sungguh menyesal. Aku berjanji akan berusaha lebih keras dari ini.” jawab Yoonmi dengan lemas. Kelelahan yang sudah menderanya sejak kepulangannya dari sekolah membuat dirinya tidak memiliki kalimat lain selain permohonan maaf dan berjanji untuk lebih baik lagi. semakin ia berusaha membela diri, semakin banyak semprotan yang akan ia dapat dari ayahnya dan semakin lama pula ia akan berada di sana.
Tuan Park yang memijat kepalanya yang pusing setelah melihat nilai Biologi anaknya hanya bisa mendesis pelan. Ia tahu betul, sedari dulu anaknya selalu buruk dalam mata pelajaran tersebut. Anak pertamanya, Park Hyomin, yang sudah menyusul karirnya membuat dirinya senang tetapi ia masih belum lega karena ia memiliki satu anak lagi. anak yang tak kalah jenius tetapi kejeniusannya pilih-pilih. Bagaimana bisa nilainya begitu sempurna di setiap bidang kecuali Biologi? Bagaimana bisa darah yang mengalir di dalam diri anaknya tersebut berbeda dengan darahnya? Berbagai pertnayaan tak terjawab memenuhi kepalanya. Ia kemudian melepas jas putihnya lalu melepaskan dasinya juga.
“Keluarlah. Dan bawa kembali kertas-kertas ini.”
______________
First chapter is up! Hope you like it! :)