CHAPTER 2 : Lucky Day
*Author’s POV*
Musim gugur telah berlalu, kini pohon-pohon di sepanjang jalan mulai meranggas dan angin dingin mulai berhembus perlahan. Kota Seoul akan mengalami musim dingin. Hyerin membuka matanya dan bangun tidurnya. Ia mengedarkan pandangannya sambil mengumpulkan nyawanya. Matanya membulat menatap jam dindingnya yang menunjukkan pukul 09.00 KST. Kuliah akan dimulai pukul 10.00 KST. Seketika nyawanya terkumpul dan ia segera berlari menuju kamar mandi.
Setelah mandi, ia segera memakai pakaiannya yaitu kaos putih panjang dengan cardingan berwarna peach serta celana panjang levi’s dan sepatu sneakers couple-nya. Tak lupa, ia memakai kacamatanya dan segera bergegas menuju kampusnya. Sudah sebulan sejak hari penerimaan mahasiswa baru. Ia mulai menikmati hari-harinya sebagai mahasiswi Universitas Yonsei. Hyerin mulai melangkah keluar dari rumahnya dan menuju halte bus.
3-6-5 nan maeil achim, chamdeun nolgeumyeon haru shijakhae!
Suara dering ponsel Hyerin. Junmyeonie~. Nama yang tertera di layar LCDnya. Ia segera mengangkat telpon dari Junmyeon.
“Yeoboseyo, chagi. Kau sudah berangkat? Mau aku jemput tidak?” tanya Junmyeon di seberang sana.
“Yeoboseyo, Junmyeonie. Tidak perlu, aku akan berangkat dengan bus,” jawab Hyerin.
Sebuah bus jurusan Universitas Yonsei sudah tiba. Ia segera masuk ke dalam bus tersebut. Namun karena penumpang bus yang terlalu banyak, Hyerin tidak mendapat tempat duduk.
“Geurae? Yasudah, sampai bertemu di kampus. Annyeong!” ucap Junmyeon menutup telpon. Hyerin menghela nafas. Ia memang sudah terbiasa untuk melakukan semuanya sendiri. Sekalipun ia memiliki namjachingu yang bersedia mengantarnya setiap hari dan membantunya setiap saat. Ia tak mau merepotkan namjachingunya. Hyerin berdiri sambil memainkan mp3 player-nya tanpa berpegangan.
Buk! Tubuhnya kehilangan keseimbangan ketika supir bus mengerem mendadak. Namun, ia merasakan dua buah lengan menahan tubuhnya sehingga ia tidak terjatuh. Seketika ia membulatkan matanya menyadari lengan siapa yang menahan tubuhnya. Dag Dig Dug! Suara jantung Hyerin berpacu kencang menatap kedua manik mata berwarna coklat tua itu.
*Xi Luhan’s POV*
Angin musim dingin menerpa tubuhku yang sedang terburu-buru menuju halte bus. Ketika aku tiba, sebuah bus arah Universitas Yonsei sudah mau berangkat. Aku segera masuk ke dalam bus yang penuh itu. Walaupun tidak mendapat tempat duduk, setidaknya aku tidak terlambat masuk ke dalam bus ini kalau tidak aku bisa terlambat datang ke kampus.
Tiba-tiba bus yang kutumpangi berhenti mendadak. Seorang yeoja hampir jatuh menimpa tubuhku karena dia tak berpegangan pada tiang tetapi dengan sigap aku menangkap tubuhnya. Aku menatap wajah yeoja berkacamata itu. Aku merasa darahku berdesir.
“Luhan sunbaenim?!” panggilnya kaget. Sesaat aku tertegun dan akhirnya tersadar untuk melepaskan tubuhnya dari tanganku. Yeoja itu membenarkan letak kacamata dan cardigan-nya.
“Gamsahamnida, sunbaenim,” ujarnya pelan sambil menundukkan kepalanya sebagai tanda hormat.
“Ne, cheonmaneyo. Kau mahasiswi Universitas Yonsei, kan?” tanyaku sambil memperhatikan yeoja itu dan mencoba mengingat namanya. Ia menganggukkan kepalanya.
“Ah, tetapi aku lupa namamu,” jujurku.
“Naneun Park Hyerin imnida. Mahasiswi jurusan musik,” ucapnya memperkenalkan diri.
“Eo, aku baru ingat! Kau Hyerin yang tak sengaja ku tabrak saat acara penerimaan mahasiswa/i baru. Mianhae aku baru mengenalimu,”
Hyerin hanya tersenyum mendengar penjelasanku.
“Kau tinggal di Gangwon-do, Hyerin-ah?” tanyaku membuka percakapan.
“Ne, sunbaenim?” tanyanya balik.
“Nado, tetapi ini pertama kalinya aku bertemu denganmu di sini,” jawabku.
“Geurae. Sunbaenim, apakah kau bukan orang Korea?” tanyanya hati-hati.
“Eo, aku orang Cina. Tepatnya dari Beijing. Kok kau bisa tahu?”
Hyerin terkekeh pelan, “Ternyata aku benar. Pertama kali aku melihat sunbaenim, aku sudah menyangka sunbaenim bukan orang Korea. Ditambah lagi dengan mendengar suaramu ketika bernyanyi lagu Mandarin dengan sangat fasih,”
“Eum, Bukankah wajahku itu seperti orang Korea?” candaku.
Hyerin terkekeh lagi, “Hmm, mungkin sekilas memang terlihat seperti Orang Korea. Namun dialek-mu terdengar asing di telingaku, sunbaenim!”. Aku ikut tertawa renyah mendengar ucapannya barusan. Baru kali ini ada seseorang yang bisa menebak secara tepat bahwa aku adalah orang Cina dalam satu kali pertemuan.
Tanpa terasa, bus yang kutumpangi sudah sampai di depan halte kampus. Aku dan Hyerin-pun turun dari bus. “Hyerin-ah, senang bisa mengobrol denganmu. Namun aku harus segera masuk ke ruang akustik. Annyeong!” ucapku pada Hyerin sebelum meninggalkannya. Hyerin tersenyum dan membungkukkan badannya, “Ne, Annyeong sunbaenim!”
Langkahku terasa lebih ringan dari biasanya. Moodku yang tadi sempat down akibat kesiangan bisa membaik lagi. Aku belum pernah merasakan hal ini selama aku kuliah di sini. Aku melangkahkan kakiku menuju ruang akustik dan memulai kuliah seperti biasa.
“Luhan-ah, ada apa denganmu? Kulihat kau berbeda dari sebelumnya. Seorang Xi Luhan yang biasanya dingin kenapa menebar senyum hari ini?” tanya Sehun heran. Aku hanya tersenyum menanggapi ucapannya. Aku bangkit dari bangku kuliah ini dan berjalan keluar bersama Sehun.
“Ya! Ceritakan padaku! Apakah kau baru menang taruhan bola tadi malam?” tebaknya asal.
Aku menjitaknya pelan, “Aissh, memangnya hanya karena menang taruhan aku bisa senang, huh?”
“Geundae wae?”
“Hmm, tadi pagi aku bertemu dengan seorang yeoja di bus,”
“Nugu? Ya! Jangan bilang kau menyukai yeoja itu!” tebak Sehun asal lagi.
“Aissh, nan molla. Dia hoobae kita, Park Hyerin. Kau kenal dengannya?” jelasku menerawang.
“Hyerin? Hmm...Eo, Arra! Park Hyerin yang memakai kacamata itu?”
“Ne, kau mengenalnya darimana?”
“Aigoo, kau tidak tahu? Dia itu yeojachingu-nya Kim Junmyeon, anak pemilik Kim Corp. itu!” jelas Sehun heboh.
“Mwo? Yeojachingu?” Aku membulatkan mataku.
“Aissh, tak kusangka, Hyerin sudah punya namjachingu. Namun jika dia pacaran dengan Junmyeon, kenapa tadi dia berangkat sendiri? Bukannya bareng Junmyeon?” gumamku.
“Hah? Kau bilang apa barusan?”
“Ah, aniya. Lebih baik kita segera ke cafetaria!” ucapku menghentikan percakapan ini.
*Park Hyerin’s POV*
Hatiku masih berdebar mengingat kejadian di bus tadi. Ketika Luhan sunbaenim menangkap tubuhku yang hampir terjatuh dan ketika ku menatap kedua matanya. Sepertinya aku belum pernah merasakan itu sebelumnya dengan Junmyeon, atau mungkin pernah tetapi aku lupa akan kejadian itu. Aku berjalan keluar dari ruang vokal.
“Chagiya~ Annyeong~” sapa seseorang dari arah belakangku. Sebelum aku sempat menoleh padanya, ia sudah merangkul pundakku.
“Ya! Lepaskan aku, Junmyeonie!” ucapku refleks.
Junmyeon mengerutkan keningnya, “Wae? Kau tidak senang aku rangkul, huh?”
Aku menghela nafas dan menyunggingkan senyuman tipisku padanya, “Ani, Aku hanya terkejut.” Ucapku datar.
“Hehehe, mian. Aku hanya ingin memberikanmu ini!” ucapnya menyodorkan sekotak pepero.
“Pepero? Wae?” tanyaku bingung.
Junmyeon menjentikkan jarinya di dahiku, “Ya! Kau tak tahu sekarang tanggal berapa?”
“Tanggal? 11 November? Memangnya ada apa?” tanyaku polos. Junmyeon menjentikkan jarinya lagi.
“Apeuda! Geumanhae!” ucapku mengelus dahiku yang sedikit merah akibat jentikkan jari Junmyeon.
“Lagian kau ini tidak peka sekali sih. Sekarang itu Pepero Day. Setiap pasangan berbagi pepero seperti pada hari valentine. Arra?” jelasnya.
“Oh, aku lupa akan hal itu,” ucapku datar. Seperti biasa ia akan mengacak-acak rambutku karena gemas.
“Geumanhae, Junmyeonie” pintaku.
Junmyeon mengeluarkan evil-smirk-nya, “Baiklah aku akan berhenti, tapi aku akan mengajakmu kencan. Joah?”
“Terserah kau saja, lagipula sudah lama kita tidak berkencan Junmyeonie,” ucapku menyerah. Kamipun pergi dengan mobil Junmyeon. Seperti biasa, ia akan mengajakku ke sebuah Mall ternama di distrik Gangnam dekat dengan rumahnya. Kami berjalan beriringan masuk ke dalam Mall tersebut.
“Kita mau kemana, Junmyeonie?” tanyaku sambil memperhatikan sekitar. Junmyeon bergeming dan hanya melanjutkan jalannya. Aku hanya bisa pasrah kemana ia akan membawaku. Sebuah bioskop-pun akhirnya menyambut kami. Junmyeon merangkulku masuk ke dalam bioskop tersebut.
“Kau yakin ingin nonton film?” tanyaku sambil melihat jadwal film yang sedang diputar. Junmyeon mengangguk. “Kalau begitu, sini aku saja yang pilih filmnya! Kau harus menurut, ne?” perintahku.
“Agasshi, 2 tiket film ‘The Cat’ juseyo,” ucapku pada seorang pelayan bioskop. Ia mengangguk dan segera memberiku tiket tersebut.
“Ya! Kau memilih film horor chagi? Neo-“
“Sstt.. Diamlah dan ikut saja menonton film ini. Arrachi?” perintahku sambil mengandeng tangannya masuk ke dalam ruang teater.
Film ‘The Cat’ pun dimulai. Film ini dibintangi oleh Park Shin Hye. Aneh, judulnya adalah kucing. Apakah yang menjadi hantu itu adalah kucing? Kalau begitu itu pasti film ini tidak seram, dan itu berarti Junmyeon tidak perlu takut.
“Chagiya, lebih baik kita keluar saja ya? Kita cari film romantis saja?” pintanya dengan muka memelas.
“Sstt.. Film sudah dimulai, jangan berisik! Aku penasaran dengan film ini,” bisikku padanya.
*Kim Junmyeon’s POV*
‘Aigoo, kenapa harus film horor? Sepertinya Hyerin memang sengaja untuk mengerjaiku. Awas saja kau Hyerin, aku akan membalasmu.’ Batinku. Kulihat Hyerin menonton film itu dengan serius. Ku coba untuk ikut menonton film itu juga. Sedetik kemudian, aku melihat seorang hantu anak perempuan muncul dari sebuah lemari.
“Kyaa!! Jauhkan dariku!” ucapku panik. Aku langsung memeluk Hyerin yang tampak tak takut sedikitpun.
“Junmyeonie, kau itu aneh. Yang seharusnya teriak dan memeluk pacarnya karena takut itu aku. Kenapa malah kau yang takut?” ledeknya. Aku memejamkan mataku dan tak berani untuk menonton film itu lagi.
“Junmyeonie, lepaskan lenganku. Aku ingin menonton filmnya dengan tenang,” bisiknya.
“Shirheo!”
“Ya, cepat lepaskan. Kau mau dilihat aneh oleh penonton di sebelah kita?” gertaknya. Dengan sedikit keberanian aku mencoba melepaskan pelukkanku dari lengannya.
“Aku sengaja melakukan ini agar kau bisa melawan phobiamu dan kau bisa berani untuk menonton film horor, chagi” jelasnya lembut.
Aku tertegun mendengar ucapannya barusan. Rasanya ingin sekali aku menciumnya sekarang juga.
“Kenapa kau terus menatapku seperti itu?” tanyanya heran. Tanganku menggapai wajahnya perlahan. Hyerin hanya terpaku dengan perlakuanku. Aku mendekatkan wajahku dengan wajahnya. Kulihat Hyerin mulai menutup matanya ketika jarak kami sudah semakin dekat.
Chu! Akhirnya bibirku mendarat sempurna pada bibir mungil Hyerin. Kali ini tidak ada penolakan darinya. Aku melumat bibirnya perlahan, sudah sangat lama aku tidak mencium bibirnya. Setelah beberapa menit berciuman, akhirnya aku melepaskan bibirku darinya.
“Saranghae, Park Hyerin” ucapku tulus. Hyerin hanya menundukkan kepalanya dengan pipi bersemu merah. Segera kuraih kepalanya dan ku sandarkan pada bahuku. Kamipun melanjutkan menonton film horor tersebut.
“Junmyeonie,” panggilnya pelan.
“Ne, chagi?” jawabku sambil menatapnya bingung.
“Gomawo,” ucapnya dengan senyuman manis yang selalu membuatku jatuh cinta ketika melihatnya.
“Cheonma, chagi.” Balasku sambil mengelus rambutnya lembut.
****Author’s POV*
Musim gugur telah berlalu, kini pohon-pohon di sepanjang jalan mulai meranggas dan angin dingin mulai berhembus perlahan. Kota Seoul akan mengalami musim dingin. Hyerin membuka matanya dan bangun tidurnya. Ia mengedarkan pandangannya sambil mengumpulkan nyawanya. Matanya membulat menatap jam dindingnya yang menunjukkan pukul 09.00 KST. Kuliah akan dimulai pukul 10.00 KST. Seketika nyawanya terkumpul dan ia segera berlari menuju kamar mandi.
Setelah mandi, ia segera memakai pakaiannya yaitu kaos putih panjang dengan cardingan berwarna peach serta celana panjang levi’s dan sepatu sneakers couple-nya. Tak lupa, ia memakai kacamatanya dan segera bergegas menuju kampusnya. Sudah sebulan sejak hari penerimaan mahasiswa baru. Ia mulai menikmati hari-harinya sebagai mahasiswi Universitas Yonsei. Hyerin mulai melangkah keluar dari rumahnya dan menuju halte bus.
3-6-5 nan maeil achim, chamdeun nolgeumyeon haru shijakhae!
Suara dering ponsel Hyerin. Junmyeonie~. Nama yang tertera di layar LCDnya. Ia segera mengangkat telpon dari Junmyeon.
“Yeoboseyo, chagi. Kau sudah berangkat? Mau aku jemput tidak?” tanya Junmyeon di seberang sana.
“Yeoboseyo, Junmyeonie. Tidak perlu, aku akan berangkat dengan bus,” jawab Hyerin.
Sebuah bus jurusan Universitas Yonsei sudah tiba. Ia segera masuk ke dalam bus tersebut. Namun karena penumpang bus yang terlalu banyak, Hyerin tidak mendapat tempat duduk.
“Geurae? Yasudah, sampai bertemu di kampus. Annyeong!” ucap Junmyeon menutup telpon. Hyerin menghela nafas. Ia memang sudah terbiasa untuk melakukan semuanya sendiri. Sekalipun ia memiliki namjachingu yang bersedia mengantarnya setiap hari dan membantunya setiap saat. Ia tak mau merepotkan namjachingunya. Hyerin berdiri sambil memainkan mp3 player-nya tanpa berpegangan.
Buk! Tubuhnya kehilangan keseimbangan ketika supir bus mengerem mendadak. Namun, ia merasakan dua buah lengan menahan tubuhnya sehingga ia tidak terjatuh. Seketika ia membulatkan matanya menyadari lengan siapa yang menahan tubuhnya. Dag Dig Dug! Suara jantung Hyerin berpacu kencang menatap kedua manik mata berwarna coklat tua itu.
*Xi Luhan’s POV*
Angin musim dingin menerpa tubuhku yang sedang terburu-buru menuju halte bus. Ketika aku tiba, sebuah bus arah Universitas Yonsei sudah mau berangkat. Aku segera masuk ke dalam bus yang penuh itu. Walaupun tidak mendapat tempat duduk, setidaknya aku tidak terlambat masuk ke dalam bus ini kalau tidak aku bisa terlambat datang ke kampus.
Tiba-tiba bus yang kutumpangi berhenti mendadak. Seorang yeoja hampir jatuh menimpa tubuhku karena dia tak berpegangan pada tiang tetapi dengan sigap aku menangkap tubuhnya. Aku menatap wajah yeoja berkacamata itu. Aku merasa darahku berdesir.
“Luhan sunbaenim?!” panggilnya kaget. Sesaat aku tertegun dan akhirnya tersadar untuk melepaskan tubuhnya dari tanganku. Yeoja itu membenarkan letak kacamata dan cardigan-nya.
“Gamsahamnida, sunbaenim,” ujarnya pelan sambil menundukkan kepalanya sebagai tanda hormat.
“Ne, cheonmaneyo. Kau mahasiswi Universitas Yonsei, kan?” tanyaku sambil memperhatikan yeoja itu dan mencoba mengingat namanya. Ia menganggukkan kepalanya.
“Ah, tetapi aku lupa namamu,” jujurku.
“Naneun Park Hyerin imnida. Mahasiswi jurusan musik,” ucapnya memperkenalkan diri.
“Eo, aku baru ingat! Kau Hyerin yang tak sengaja ku tabrak saat acara penerimaan mahasiswa/i baru. Mianhae aku baru mengenalimu,”
Hyerin hanya tersenyum mendengar penjelasanku.
“Kau tinggal di Gangwon-do, Hyerin-ah?” tanyaku membuka percakapan.
“Ne, sunbaenim?” tanyanya balik.
“Nado, tetapi ini pertama kalinya aku bertemu denganmu di sini,” jawabku.
“Geurae. Sunbaenim, apakah kau bukan orang Korea?” tanyanya hati-hati.
“Eo, aku orang Cina. Tepatnya dari Beijing. Kok kau bisa tahu?”
Hyerin terkekeh pelan, “Ternyata aku benar. Pertama kali aku melihat sunbaenim, aku sudah menyangka sunbaenim bukan orang Korea. Ditambah lagi dengan mendengar suaramu ketika bernyanyi lagu Mandarin dengan sangat fasih,”
“Eum, Bukankah wajahku itu seperti orang Korea?” candaku.
Hyerin terkekeh lagi, “Hmm, mungkin sekilas memang terlihat seperti Orang Korea. Namun dialek-mu terdengar asing di telingaku, sunbaenim!”. Aku ikut tertawa renyah mendengar ucapannya barusan. Baru kali ini ada seseorang yang bisa menebak secara tepat bahwa aku adalah orang Cina dalam satu kali pertemuan.
Tanpa terasa, bus yang kutumpangi sudah sampai di depan halte kampus. Aku dan Hyerin-pun turun dari bus. “Hyerin-ah, senang bisa mengobrol denganmu. Namun aku harus segera masuk ke ruang akustik. Annyeong!” ucapku pada Hyerin sebelum meninggalkannya. Hyerin tersenyum dan membungkukkan badannya, “Ne, Annyeong sunbaenim!”
Langkahku terasa lebih ringan dari biasanya. Moodku yang tadi sempat down akibat kesiangan bisa membaik lagi. Aku belum pernah merasakan hal ini selama aku kuliah di sini. Aku melangkahkan kakiku menuju ruang akustik dan memulai kuliah seperti biasa.
“Luhan-ah, ada apa denganmu? Kulihat kau berbeda dari sebelumnya. Seorang Xi Luhan yang biasanya dingin kenapa menebar senyum hari ini?” tanya Sehun heran. Aku hanya tersenyum menanggapi ucapannya. Aku bangkit dari bangku kuliah ini dan berjalan keluar bersama Sehun.
“Ya! Ceritakan padaku! Apakah kau baru menang taruhan bola tadi malam?” tebaknya asal.
Aku menjitaknya pelan, “Aissh, memangnya hanya karena menang taruhan aku bisa senang, huh?”
“Geundae wae?”
“Hmm, tadi pagi aku bertemu dengan seorang yeoja di bus,”
“Nugu? Ya! Jangan bilang kau menyukai yeoja itu!” tebak Sehun asal lagi.
“Aissh, nan molla. Dia hoobae kita, Park Hyerin. Kau kenal dengannya?” jelasku menerawang.
“Hyerin? Hmm...Eo, Arra! Park Hyerin yang memakai kacamata itu?”
“Ne, kau mengenalnya darimana?”
“Aigoo, kau tidak tahu? Dia itu yeojachingu-nya Kim Junmyeon, anak pemilik Kim Corp. itu!” jelas Sehun heboh.
“Mwo? Yeojachingu?” Aku membulatkan mataku.
“Aissh, tak kusangka, Hyerin sudah punya namjachingu. Namun jika dia pacaran dengan Junmyeon, kenapa tadi dia berangkat sendiri? Bukannya bareng Junmyeon?” gumamku.
“Hah? Kau bilang apa barusan?”
“Ah, aniya. Lebih baik kita segera ke cafetaria!” ucapku menghentikan percakapan ini.
*Park Hyerin’s POV*
Hatiku masih berdebar mengingat kejadian di bus tadi. Ketika Luhan sunbaenim menangkap tubuhku yang hampir terjatuh dan ketika ku menatap kedua matanya. Sepertinya aku belum pernah merasakan itu sebelumnya dengan Junmyeon, atau mungkin pernah tetapi aku lupa akan kejadian itu. Aku berjalan keluar dari ruang vokal.
“Chagiya~ Annyeong~” sapa seseorang dari arah belakangku. Sebelum aku sempat menoleh padanya, ia sudah merangkul pundakku.
“Ya! Lepaskan aku, Junmyeonie!” ucapku refleks.
Junmyeon mengerutkan keningnya, “Wae? Kau tidak senang aku rangkul, huh?”
Aku menghela nafas dan menyunggingkan senyuman tipisku padanya, “Ani, Aku hanya terkejut.” Ucapku datar.
“Hehehe, mian. Aku hanya ingin memberikanmu ini!” ucapnya menyodorkan sekotak pepero.
“Pepero? Wae?” tanyaku bingung.
Junmyeon menjentikkan jarinya di dahiku, “Ya! Kau tak tahu sekarang tanggal berapa?”
“Tanggal? 11 November? Memangnya ada apa?” tanyaku polos. Junmyeon menjentikkan jarinya lagi.
“Apeuda! Geumanhae!” ucapku mengelus dahiku yang sedikit merah akibat jentikkan jari Junmyeon.
“Lagian kau ini tidak peka sekali sih. Sekarang itu Pepero Day. Setiap pasangan berbagi pepero seperti pada hari valentine. Arra?” jelasnya.
“Oh, aku lupa akan hal itu,” ucapku datar. Seperti biasa ia akan mengacak-acak rambutku karena gemas.
“Geumanhae, Junmyeonie” pintaku.
Junmyeon mengeluarkan evil-smirk-nya, “Baiklah aku akan berhenti, tapi aku akan mengajakmu kencan. Joah?”
“Terserah kau saja, lagipula sudah lama kita tidak berkencan Junmyeonie,” ucapku menyerah. Kamipun pergi dengan mobil Junmyeon. Seperti biasa, ia akan mengajakku ke sebuah Mall ternama di distrik Gangnam dekat dengan rumahnya. Kami berjalan beriringan masuk ke dalam Mall tersebut.
“Kita mau kemana, Junmyeonie?” tanyaku sambil memperhatikan sekitar. Junmyeon bergeming dan hanya melanjutkan jalannya. Aku hanya bisa pasrah kemana ia akan membawaku. Sebuah bioskop-pun akhirnya menyambut kami. Junmyeon merangkulku masuk ke dalam bioskop tersebut.
“Kau yakin ingin nonton film?” tanyaku sambil melihat jadwal film yang sedang diputar. Junmyeon mengangguk. “Kalau begitu, sini aku saja yang pilih filmnya! Kau harus menurut, ne?” perintahku.
“Agasshi, 2 tiket film ‘The Cat’ juseyo,” ucapku pada seorang pelayan bioskop. Ia mengangguk dan segera memberiku tiket tersebut.
“Ya! Kau memilih film horor chagi? Neo-“
“Sstt.. Diamlah dan ikut saja menonton film ini. Arrachi?” perintahku sambil mengandeng tangannya masuk ke dalam ruang teater.
Film ‘The Cat’ pun dimulai. Film ini dibintangi oleh Park Shin Hye. Aneh, judulnya adalah kucing. Apakah yang menjadi hantu itu adalah kucing? Kalau begitu itu pasti film ini tidak seram, dan itu berarti Junmyeon tidak perlu takut.
“Chagiya, lebih baik kita keluar saja ya? Kita cari film romantis saja?” pintanya dengan muka memelas.
“Sstt.. Film sudah dimulai, jangan berisik! Aku penasaran dengan film ini,” bisikku padanya.
*Kim Junmyeon’s POV*
‘Aigoo, kenapa harus film horor? Sepertinya Hyerin memang sengaja untuk mengerjaiku. Awas saja kau Hyerin, aku akan membalasmu.’ Batinku. Kulihat Hyerin menonton film itu dengan serius. Ku coba untuk ikut menonton film itu juga. Sedetik kemudian, aku melihat seorang hantu anak perempuan muncul dari sebuah lemari.
“Kyaa!! Jauhkan dariku!” ucapku panik. Aku langsung memeluk Hyerin yang tampak tak takut sedikitpun.
“Junmyeonie, kau itu aneh. Yang seharusnya teriak dan memeluk pacarnya karena takut itu aku. Kenapa malah kau yang takut?” ledeknya. Aku memejamkan mataku dan tak berani untuk menonton film itu lagi.
“Junmyeonie, lepaskan lenganku. Aku ingin menonton filmnya dengan tenang,” bisiknya.
“Shirheo!”
“Ya, cepat lepaskan. Kau mau dilihat aneh oleh penonton di sebelah kita?” gertaknya. Dengan sedikit keberanian aku mencoba melepaskan pelukkanku dari lengannya.
“Aku sengaja melakukan ini agar kau bisa melawan phobiamu dan kau bisa berani untuk menonton film horor, chagi” jelasnya lembut.
Aku tertegun mendengar ucapannya barusan. Rasanya ingin sekali aku menciumnya sekarang juga.
“Kenapa kau terus menatapku seperti itu?” tanyanya heran. Tanganku menggapai wajahnya perlahan. Hyerin hanya terpaku dengan perlakuanku. Aku mendekatkan wajahku dengan wajahnya. Kulihat Hyerin mulai menutup matanya ketika jarak kami sudah semakin dekat.
Chu! Akhirnya bibirku mendarat sempurna pada bibir mungil Hyerin. Kali ini tidak ada penolakan darinya. Aku melumat bibirnya perlahan, sudah sangat lama aku tidak mencium bibirnya. Setelah beberapa menit berciuman, akhirnya aku melepaskan bibirku darinya.
“Saranghae, Park Hyerin” ucapku tulus. Hyerin hanya menundukkan kepalanya dengan pipi bersemu merah. Segera kuraih kepalanya dan ku sandarkan pada bahuku. Kamipun melanjutkan menonton film horor tersebut.
“Junmyeonie,” panggilnya pelan.
“Ne, chagi?” jawabku sambil menatapnya bingung.
“Gomawo,” ucapnya dengan senyuman manis yang selalu membuatku jatuh cinta ketika melihatnya.
“Cheonma, chagi.” Balasku sambil mengelus rambutnya lembut.
***