CHAPTER 1 : Goodbye Summer
“Aww!” Soo Jung mengusap kepalanya sambil mengeluh. Kini kepalanya menegak dan matanya membulat.
“lagi-lagi kau tidur dikelas, dimata pelajaranku sudah berapa kali kau tertidur Soo Jung?!” Gadis itu menunduk, rohnya belum sepenuhnya terkumpul dan rasa sakit di kepalanya masih belum hilang akibat penghapus papan tulis yang melayang kekepalanya. “sekarang kau berdiri diluar!” Hentakkan itu berhasil membuat Soo Jung sadar dan menatap Guru Han dengan wajah memelas. Rasa khawatir menghinggap di dirinya, ini sudah ketiga kalinya ia ketahuan tidur dikelas dan harus meninggalkan pelajaran ,dan ini juga yang kedua kalinya di pelajaran Guru Han, Tunggu!. Mata gadis itu menyipit tajam kemudian menoleh kearah samping dengan cepat.
Seorang anak laki-laki dengan wajahnya yang kecil dan giginya yang rapih terseyum kearahnya sambil mengangkat bahu. Soo Jung makin geram dan menatap anak laki-laki itu tajam seolah ada sebuah leaser dari matanya yang dapat membuat anak laki-laki itu tidak dapat tersenyum lagi.
“Apa yang kau tunggu Soo Jung? Cepat keluar dan berdiri didepan!” Guru Han sudah melipat tangan dan Soo Jung berdiri dengan kesal. Ia kembali menyesal harus meminta tolong –lagi– kepada Luhan, anak laki-laki yang duduk persis disamping Soo Jung. Saat mata pelajaran Guru Yun juga seperti ini padahal Soo Jung sudah bilang untuk tolong bangunkan dia ketika ia tertidur atau sedang ada guru dikelas dan Luhan sama sekali tidak menolong.
Soo Jung mengehentakkan kaki dengan kesal kemudian bersender di dinding, beberapa siswa dari kelas lain yang izin keluar untuk ke toilet atau ke ruang guru menatap Soo Jung aneh dan beberapa diantaranya menahan tawa, hal itu membuat Soo Jung kembali menyipitkan mata dan menatap kesal.
“Apa lihat-lihat?!” bentaknya pada siswi yang melewati kelasnya. Aku tidak akan memaafkan Luhan, Soo Jung membatin.
Jam pelajaran masih sangat lama dan Soo Jung kembali menguap. Ia memutuskan untuk berjongkok dan menenggelamkan kepalanya untuk melanjutkan tidurnya yang tertunda.
___
Bel berbunyi sangat keras sampai menganggetkan Soo Jung. Gadis itu berdiri dengan cepat kemudian lorong-lorong kelas menjadi ramai dengan murid yang berlalu lalang, sekarang ia kembali mengumpulkan kesadarannya. Guru Han keluar dari kelas lalu mencari sosok Soo Jung yang ternyata masih berjongkok.
Tubuh yang kurus dan tinggi semampai membuat Guru Han menjadi sosok guru idola di Sekolah ini, maka dari itu beberapa mata memandang Soo Jung saat guru cantik itu mendekat kearahnya.
“lain kali jangan sampai tertidur lagi, kurangi aktifitasmu dan fokus pada pelajaran, ingat hari kelulusan tinggal beberapa bulan lagi, arrachi?” guru Han sedikit menunduk untuk menatap mata Soo Jung. Sejak duduk di kelas satu, Soo Jung termasuk aktif di organisasi sekolah, dengan sifat rajin dan tegas ia selalu terpilih menjadi ketua acara, termasuk dalam event yang akan dilaksanakan seminggu lagi. Pertandingan Basket.
“Ne, joesonghabnida seonsaengnim” Soo Jung membungkuk dalam, kemudian guru Han melangkah pergi dengan suara ketukan sepatunya yang berirama. Setelah guru Han menjauh Soo Jung memasuki kelasnya dan membuatnya berpapasan dengan Luhan.
“maafkan aku, aku lupa” Luhan buru-buru berkilah melihat wajah Soo Jung yang tidak ramah menatapnya. Ia sadar kali ini benar-benar membuat sahabatnya marah.
“Lupa?! Bahkan ini sudah ketiga kalinya aku minta tolong padamu, kau memang tidak pernah mau menolongku!” Soo Jung duduk di kursi dan merapihkan buku-bukunya dengan kesal. Luhan duduk didepan kursi Soo Jung dan memasang wajah bersalah “aku tidak akan memaafkanmu” ucap Soo Jung membanting tasnya kemudian melipat tangan.
“Kau tahu sendiri, Guru Han itu sangat menawan aku terlalu fokus memperhatikannya hingga lupa denganmu” Soo Jung tidak bergeming dia hanya berkata dalam hati kalau semua pria sama saja. Bahkan Luhan ikut tergoda dengan karisma Guru Han.
Melihat Soo Jung yang tidak merubah raut wajahnya, Luhan mulai menyesalinya, sejak mengurus pertandingan basket yang akan di gelar sebentar lagi Soo Jung selalu terlihat lelah sampai sering tertidur di kelas dan ia lupa membangunkan gadis itu, ia terlalu fokus.
Jung Soo Jung, gadis berambut panjang dengan tubuh cukup tinggi itu adalah sahabat dari seorang Xi Luhan. Luhan pun tidak begitu yakin kenapa ia bisa bersahabat dengan seorang gadis yang selalu menghabiskan dua porsi makanan, gadis yang sedikit tomboy dan cuek.
“Sebagai ucapan maaf kau ku traktir makan di kantin, otte?” Luhan merayu, Soo Jung hanya meliriknya sekilas kemudian kembali membuang muka. Tapi bagaimana pun Soo Jung adalah sabatnya yang selalu memberikan perhatian padanya layaknya seorang Ibu. “baiklah kau boleh pesan dua porsi dan satu minuman” tambahnya dengan wajah meyakinkan, Soo Jung mulai terlihat tertarik.
“yang benar?” wajahnya terlihat tidak percaya. Luhan hanya mengangguk lemah mengetahui jika isi dompetnya akan terancam. Tiba-tiba sebuah senyuman datang dan sebuah sinar seperti muncul dari wajah Soo Jung, dan Luhan merasa perasaanya mulai tidak enak “kajja!”.
Soo Jung pun tidak menyangka akan berteman dengan seorang pria imut seperti Luhan, walau ia sangat imut dan baik hati, Luhan selalu berperan layaknya seperti kakak laki-laki bagi Soo Jung, melindungi Soo Jung dari hal-hal yang membuatnya terganggu. Persahabatan itu sudah menginjak tahun keenam, mereka sudah berteman sejak duduk dibangku Sekolah Menengah Pertama.
___
“Ini uangnya” Luhan menyodorkan satu lembar uang dan beberapa koin kepada penjaga kasir, setelah menoleh ke belakang ternyata Soo Jung sudah duduk dan mulai bersiap melahap makanannya. Tidur memang membuatnya sangat lapar.
Luhan duduk didepannya sambil berpangku tangan, meperhatikan sahabatnya sambil melirik nampan yang cukup penuh bagi seorang gadis yang kurus seperti Soo Jung tapi Soo Jung pura-pura tidak perduli.
“apa lihat-lihat?!” ucap Soo Jung pada Luhan, pria itu kemudian melipat tangannya dan membuang muka. Merasa tidak enak Soo Jung tersenyum dan mengambil potongan daging dari piringnya “aku hanya bercanda, makanlah tanpa kau apa artinya aku” Soo Jung menyodorkan sepotong daging dan sayur dengan sumpitnya. Luhan melirik Soo Jung kemudian kembali membuang muka “huft, kau memang pandai balas dendam ya, cepat makan aku sudah memaafkanmu” Soo Jung terus mengulur tangannya sambil mengeluarkan aegyo-nya. Luhan tersenyum dan memakan daging itu. Kemudian keduanya tertawa bersama.
“Hi, Soo Jung” aktifitas mereka terhenti, seseorang datang mengganggu suasana. Itu Myung Soo si leader team Basket sekolah.
“sudah sampai mana persiapan acaranya?”
“sudah hampir selesai tinggal mengurus hal-hal kecil saja dan mungkin mulai besok aku sudah menyerahkannya ke panitia kelas dua” Soo Jung tersenyum dan Luhan mengerutkan keningnya melihat hal itu.
“waeyo?”
“aku hanya ingin fokus belajar saja, mendekati hari kelulusan aku tidak akan sepenuhnya mengambil tanggung jawab acara” Myung Soo mengangguk paham. Sekarang Soo Jung mulai tidak nyaman karena ada beberapa pasang mata yang melihat sinis kearahnya, siapa lagi kalau bukan gadis-gadis penggemar leader tim basket itu, mereka terlalu sensitif.
“oh baiklah kalau begitu, dan Luhan nanti sore kita ada latihan jangan sampai lupa” Myung Soo menepuk bahu Luhan dan pria itu mengangguk ragu. Myung Soo pergi dengan sejuta pesonanya dan Soo Jung mulai merasa tenang lalu kembali melahap makanannya. Melihat Myung Soo yang selalu di gandrungi siswi-siswi di Sekolah Luhan menaruh pertanyaan pada gadis didepannya ini.
“Hya, Soo Jung” gadis itu mendongak dengan alis terangkat “bagaimana menurutmu tentang Myung Soo?” Tanya Luhan “tidak kah kau menyukainya?” Soo Jung mengerutkan alisnya dan menoleh kebelakang. Disana Myung Soo sedang tertawa dengan beberapa gadis.
“biasa saja” ucapnya dengan makanan yang penuh dimulutnya.
“tidakkah kau tertarik padanya? Maksudku Myung Soo itukan lelaki pujaan di Sekolah” Luhan terlihat penasaran dan Soo Jung merasa terganggu dengan hal itu, setelah menelan makanannya Soo Jung tersenyum.
“memangnya kenapa? tenang saja Myung Soo tidak setampan dirimu” Soo Jung menghibur.
“benarkah?”
“benar, kau itu tampan, imut, baik hati dan tidak sombong kau lebih dari pada dirinya” Luhan menaruh curiga sedangkan Soo Jung mulai menghabiskan makanannya kembali.
“kau tidak berbohongkan?”
“kau selalu tahu aku Luhan” Soo Jung tersenyum lebar, Luhan memutar bola matanya dan membuang muka, Soo Jung tertawa melihat ekspresi itu dan kembali mengambil sepotong daging dengan sumpitnya.
“aku bercanda, makanlah” Luhan kembali memakan makanan yang Soo Jung suapkan. Hal ini sudah biasa terjadi pada mereka, marah, bermaafan, saling menyuapi. Teman-teman mereka pun selalu berkata bahwa Soo Jung dan Luhan adalah pasangan sehidup semati, tapi hal itu hanya membuat keduanya tertawa. Mereka adalah sahabat dekat, tidak ada kata cinta atau rasa menyukai, hanya rasa kasih sayang seperti layaknya keluarga dan mereka akan berusaha mempertahankan hal itu, walau tidak ada satu pun yang mengetahui kebenaran sebenarnya.
___
Luhan menaruh tas dan memperbaiki tali sepatunya, lapangan sudah terisi dengan teman-temannya yang siap berlatih untuk pertandingan terakhir sebelum hari kelulusan. Padahal sudah sengaja jadwal dirubah menjadi jam 4 sore untuk latihan, tapi beberapa siswi masih berdiri dipinggir lapangan untuk memberi dukungan atau sekedar berteriak mengganggu kosentrasi bermain. Terlihat Myung Soo masih melambaikan tangan menyapa penggemarnya. Dari pada melakukan yang hal yang tidak berguna seperti Myun Soo, Luhan berdiri untuk melakukan pemanasan.
“oh Luhan sudah datang, kemana Soo Jung? tidak biasanya kau sendiri?” Tanya salah satu temannya yang kemudian tertawa. Myung Soo menoleh dan tersenyum, hal itu seperti sebuah lawakan setiap hari ketika membicarakan pasangan yang satu ini.
“dia harus istirahat, sudah dua hari ia di tegur guru karena mengurus pertandingan ini. Kalau saja tidak ada orang yang datang kepadanya untuk meminta tolong membantu acara, mungkin ia tidak seperti ini” merasa disindir Myung Soo mendekat “tenang saja tidak ada yang akan menyalahkanmu” Luhan menatap Myung Soo yang mengangkat alis. Myung Soo tertawa dan merangkul keras Luhan, bagaimana pun juga Luhan salah satu teman baik bagi Myung Soo, dengan sifatnya yang terbuka dan wajahnya yang menyenangkan membuat Myung Soo atau teman-temanya tidak bisa memarahinya.
Setelah kegiatan tertawa mentertawai selesai pelatih mengingatkan untuk kembali melakukan perenggangan pada otot mereka. Semua kembali sunyi dan beberapa mulai memainkan bola basket.
“omong-omong sudah berapa lama kau berteman dengannya?” si Leader team bertanya, Luhan menoleh karena tahu ialah orang yang sedang diajaknya bicara.
“sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama” ucap Luhan bangga, Myung Soo mengangguk.
“cukup lama juga, aku jarang melihat persahabatan yang selama itu, apa lagi bersahabat dengan perempuan” Luhan menarik ujung bibirnya dan tetap melihat kedepan. “tapi untuk hal ini tidak mengherankan juga, Soo Jung terlihat seperti gadis menyenangkan, apa ini alasannya?” lanjut Myung Soo.
Luhan mengangguk “Soo Jung gadis yang berbeda, walau sedikit aneh” Luhan tertawa “semenjak ibuku tiada ia membantuku banyak hal, dia yang membuatku bangkit. Tidak hanya aku, Ayah dan adikku seperti merasa memiliki satu anggota baru karennya” dengan menatap langit Luhan mengingat hari-harinya bersama Soo Jung.
“cukup menarik, aku juga melihat Soo Jung berbeda dari murid yang lainnya, dia juga manis” mendengar itu Luhan menoleh dan mengerutkan keningnya. Myung Soo tertawa renyah, Luhan berjalan menjauh darinya. Entah mengapa Luhan tidak suka mendengar Myung Soo memuji Soo Jung didepannya.
Luhan men-dribble bola dan Myung Soo mendekat. “katakan padaku, selama 6 tahun berteman apa kau tidak pernah suka padanya?” Luhan berhenti men-dribble dan mengulang pertanyaan Myung Soo di kepalanya, kemudian kembali melanjutkan men-dribble bola.
“kami hanya berteman, saling memiliki seperti keluarga. Aku hanya ingin terus menjaga Soo Jung sebagai seorang kakak dan sahabat selagi aku masih bisa” Luhan berlari menuju ring dan melakukan slum dunk, beberapa suara teriakan dari penonton wanita terdengar.
“bagaimana kau bisa bertahan untuk tidak mencintai gadis seperti Soo Jung, tidak pernahkah kau mengharapkan hubungan lebih dari seorang sahabat?” sekarang Myung Soo mendapatkan bola dan men-dribblenya.
“cinta dan Soo Jung, bahkan dengan bersahabat saja aku bisa memiliki keduanya” ucap Luhan dengan pelan kemudian kembali merebut bola itu dengan cepat. Myung Soo bertolak pinggang dan bingung dengan cara pikir Luhan, apa benar ini yang dinamakan persahabatan diatas segalanya?. Adakah kisah seperti itu atau semua ini hanya akan bertahan sementara?.
“aku tidak percaya dengan hubungan persahabatan seperti itu, ini bukan cerita sebuah novel dengan karangan penulis ternama. Aku yakin suatu saat nanti kau pasti akan mengatakan kalau kau menyukainya” nafas Myung Soo mulai tidak teratur karena mengejar Luhan yang terus mambawa bola “aku menantangmu” Luhan tersenyum sinis karena Myung Soo mulai mengeluarkan lelucon yang menyebalkan.
“boleh saja, kalau kau kalah?” Luhan balik menantang.
“aku akan kabulkan satu permintaan untukmu” Luhan mengangguk-angguk mengingat itu hal yang menarik, Luhan memainkan bola basket ditangannya. “tapi jika kau kalah, kau harus melepasnya… untukku” tangan Luhan terhenti diudara. Matanya menatap lekat Myung Soo, ia sudah duga dari awal, Myung Soo menyukai Soo Jung, semua itu terlihat dari gerak geriknya selamat ini dan sekarang terbukti. Jantung Luhan mulai berdegup keras dan ia menjadi salah tingkah.
“deal” ucap Luhan sambil membuang muka dan kembali mengambil bola basket yang terjatuh dari tangannya.
Setelah melakukan pemanasan Sekarang semua fokus dalam latihan dan mendengarkan semua yang dikatakan pelatih. Tapi tidak beberapa menit kemudian lapangan menjadi sangat ramai.
“akhh!” sebuah pekikan menganggetkan semua orang. Luhan tertunduk sambil memegangi kepalanya dan orang-orang mulai mengerubunginya. Luhan merasakan sakit yang tidak tertahankan.
___
“akukan sudah katakan, pergilah ke dokter sakit kepala seperti itu tidak baik dibiarkan, bisa jadi penyakit” Luhan memutarkan bola matanya dan mengikuti yang Soo Jung katakan.
“kau meledekku?!” kening Soo Jung berkerut.
“kau seperti nenek-nenek, sangat berisik”
“baiklah kalau begitu jangan minta bantuanku lagi” Soo Jung bangkit dan menghentakan kakinya pergi. Luhan menahan tangannya dan Soo Jung menoleh.
Luhan tertawa “aku hanya bercanda, duduklah tanpa kau apa artinya aku” Luhan mengerlingkan matanya. Soo Jung menahan senyumnya dan kembali duduk di tepi tempat tidur. Tiba-tiba Hyuna (adik perempuan Luhan) datang dengan riang.
“Soo Jung Eonnie disini, sudah lama?” Hyuna duduk disamping Soo Jung dengan wajah ceria seperti biasa.
“cukup lama, bagaimana Sekolahmu?” Soo Jung membelai rambut hitam Hyuna. Soo Jung sudah menganggap Hyuna seperti adiknya sendiri, karena anak tunggal Soo Jung menjadi kesepian tapi semenjak berteman dengan Luhan ia seperti memiliki kakak dan adik sekaligus.
“biasa saja tidak begitu menyenangkan, Eonnie kenapa baru kesini sudah lama tidak melihat Eonnie main kesini?” Soo Jung tersenyum dan mulai mengobrol dengan Hyuna. Luhan mulai mengeluh karena perhatian itu kembali terambil alih oleh adiknnya sendiri.
Hari sudah mulai sore dan Soo Jung pamit pulang, Hyuna melambaikan tangan sambil berdiri di pintu. Luhan tetap dikamarnya untuk istirahat, itu pun Soo Jung harus mengeluarkan urat-uratnya untuk memberitahu Luhan yang sedikit keras kepala.
Musim semi sudah mulai berakhir dan akan digantikan dengan panasnya matahari kemudian Seoul akan semakin terlihat terang. Orang-orang mulai mengenakan baju yang lebih santai dan tidak begitu banyak orang suka beraktifitas di musim panas. Soo Jung menghembuskan nafas, besok kelas akan jadi sedikit sepi karena Luhan masih harus istirahat dirumah, padahal pertandingan tinggal beberapa hari lagi, tapi Luhan tidak pernah mau menggubris sakit kepalanya yang sering datang itu.
Soo Jung tiba didepan rumah dan membuka pagar rumahnya yang tidak begitu tinggi. Hari ini rumah terlihat sepi, tentu saja Ayah dan Ibunya masih berada dikantor dan Soo Jung masih harus menunggu mereka sampai malam hanya untuk bertemu.
“Soo Jung-ah” sebuah suara menganggetkannya, itu Min Ah sabahat Soo Jung juga, hanya mereka berbeda sekolah jadi hanya saat dirumah mereka bisa bertemu dan bermain bersama. Min Ah terlihat sedang merapihkan perkarangan rumahnya, Soo Jung mendekat kearah pagar pembatas antara rumahnya dan rumah Min Ah “dari mana kau?”.
“dari rumah Luhan, dia sedang sakit” Min Ah bangkit dan menepuk tangannya yang agak kotor.
“ternyata kau masih berteman dengannya, dia jarang kemari aku kira kalian sedang marahan”
“kau tahu sendiri, kami hanya dapat menghabiskan dua menit untuk saling memarahi” Soo Jung menipiskan bibir dan mengangkat alis. Min Ah mengangguk dan menatap Soo Jung dengan sebuah pertanyaan yang muncul di kepalanya.
“kalian berdua itu manis sekali, kenapa tidak berpacaran saja?” canda Min Ah sambil membersihkan lumut yang berada di pagar. Soo Jung terdiam dan merasa canggung.
“kami hanya bersahabat, itu saja sudah cukup. Aku menganggap Luhan, adik dan Ayahnya seperti keluargaku sendiri, kau juga tahu aku jarang mendapatkan kehangatan keluarga dirumah” Soo Jung menyender pada pagar dan Min Ah memperhatikkan ekspresi Soo Jung. Min Ah menahan menahan tawa. “wae?” Tanya Soo Jung karena Min Ah mulai terlihat meledeknya.
“aniyo, hanya saja aku merasa kau sedang menyembunyikan perasaanmu” Min Ah mengangkat bahu, ia sudah menjadi tetangga dan teman Soo Jung lebih lama dari Luhan mengenal gadis itu, tentu saja insting Min Ah kuat untuk masalah yang satu itu, masalah perasaan. Soo Jung kembali dibuat diam dan Min Ah tertawa “ternyata aku benar!” Soo Jung membulatkan matanya dan berusaha menyangkal.
“diamlah, kau ini!” Soo Jung berusaha meraih Min Ah dan gadis itu terus tertawa melihat Soo Jung salah tingkah.
“kau tahu, aku memiliki beberapa teman di Sekolah, entah karena mereka terlalu sering membaca novel atau ini kisah mereka sendiri, tapi mereka pernah berkata padaku satu hal; cinta itu ungkapan misteri, seperti bumi yang tak berujung dan seperti layaknya bom waktu, kalau kau tidak memanfaatkan cinta dengan baik maka hanya bom penyesalan yang kau dapat, kejar cintamu atau kau akan seperti manusia yang mencari ujung dunia” Soo Jung kembali terdiam dan Min Ah menggelengkan kepalanya sambil menyapu potongan rumput dihalaman rumahnya.
Soo Jung berjalan mundur dan membalikkan badan, dengan cepat ia berjalan menuju pintu rumahnya. Min Ah menoleh dan terkejut tidak mendapati Soo Jung disana, bunyi pintu yang tertutup memberitahu Min Ah bahwa Soo Jung berlari kedalam rumah. Gadis dengan rambut pendek sebahu itu hanya menggelengkan kepalanya kembali melihat tingkah temannya, Soo Jung adalah gadis yang tidak mudah menyembunyikan sesuatu dan Min Ah tahu itu.
___
Beberapa hari sudah berlalu, sebuah figura baru terpajang di kamar Luhan, itu foto dirinya bersama team basket sekolahnya di dalam foto itu mereka terlihat memebawa piala kemenangan. Team basket Sekolahnya kembali memenangkan juara di pertandingan antar sekolah yang dilaksanakan beberpa hari lalu.
“Oppa?” sebuah suara menghentikkan lamunan Luhan dan pria itu menoleh kearah pintu dimana Hyuna mengembulkan kepalanya “makan malam sudah siap” lanjutnya sambil tersenyum.
“baik, aku akan segera turun” mendengar itu Hyuna kembali menutup pintu dan Luhan kembali menatap fotonya yang terpampang di dinding, entah kenapa matanya beralih pada foto disebelahnya, fotonya bersama Soo Jung ketika hari kelulusan di Sekolah Menengah Pertama. Luhan menghembuskan nafas panjang dan menunduk. Ia kembali teringat dengan tantangan Myung Soo. Tapi Luhan menggelengkan kepalanya dan segera keluar kamar menuju meja makan.
“ayo, kita makan!” ucap Ayah Luhan sambil tersenyum dengan lesung pipi di wajahnya. “oh iya, Ayah juga ingin memberitahu kalau kita jadi pindah ke Amerika” mata Hyuna berbinar dengan wajah tidak percaya setelah kalimat Ayahya berakhir sedangkan Luhan mematung dan berhenti menyuapkan makanan ke mulutnya.
“jinjjayo? Jadi kita benar akan keluar Negri?” Tanya Hyuna senang. Ayahnya menangguk semangat dan menatap putrinya dengan lembut.
“perusahaan Ayah sudah setuju untuk memindahkan tempat kerja Ayah dan kita tinggal disana, setelah kakakmu lulus kita akan pindah kesana” Luhan tidak sengaja menjatuhkan supit membuat perhatian tertuju dapadanya. “kau tidak apa-apa Luhan? Apa kepalamu sakit lagi?” Luhan menatap Ayahnya dan menggeleng. Ayah dan Hyuna menatap Luhan khawatir “Ayah berjanji kita akan hidup dengan baik disana, dan Luhan… Ayah pastikan kau akan segera sembuh, peralatan disana sangat canggih jadi..”
“khem” Luhan pura-pura sibuk membasahi tenggorokkannya dan meminum air “aku sudah kenyang” Luhan bangkit dan menuju kamarnya. Setelah Luhan bangkit dan meninggalkan meja makan Ayahnya hanya menunduk dan Hyuna tidak tahu apa yang harus ia lakukan.
Luhan mengusap wajahnya dan menatap langit kamar, sekian tahun ia hidup dengan bahagia hingga satu persatu perubahan terjadi pada hidupnya. Kehilangan seorang Ibu dan sebentar lagi ia juga akan kehilangan waktu untuk bahagia, setidaknya membahagiakan adik dan Ayahnya.
Ketukkan pintu terdengar dan pintu itu kembali terbuka. Hyuna datang dan duduk disamping Luhan.
“kami sudah selesai makan” Hyuna memulai pembicaraan dan Luhan masih berdiam diri “Oppa sendiri tahu Ayah bukan orang yang pandai berbicara dan berjanji, ia hanya ingin oppa sembuh, begitu juga aku” Hyuna berusaha mendewasakan dirinya. Banyak hal yang terjadi membuat Hyuna menjadi tegar dan besikap dewasa meski umurnya masih menginjak lima belas tahun. “kami makan dalam diam dan tidak lama kemudian aku melihat Ayah menangis sambil menghabiskan makanannya, siapa yang tidak sedih pergi jauh dan meninggalkan kenangan indah? kenangan bersama Ibu” Hyuna mengusap pipinya yang muali basah. “aku…” terlihat Hyuna mulai susah berbicara. Ia hanya ingin memberitahu kakaknya bahwa mereka melakukan semua ini dengan senang hati, demi kesembuhan Luhan. Ayahnya dan Hyuna hanya tidak ingin ada seseorang yang mereka cintai kembali pergi.
Luhan menoleh dan menatap adikknya yang sibuk mengusap air mata sambil berusaha berbicara. Luhan segera memeluk Hyuna “aku janji tidak akan meninggalkan kalian, maafkan Oppa” Hyuna menangis dalam pelukkan Luhan. Ayahnya melihat semua itu di balik pintu yang sedikit terbuka, ada rasa bangga dihatinya melihat kedua anaknya tubuh menjadi sangat tegar tapi juga merasa sedih karena air mata harus kembali dengan begitu cepat.
___
Matahari begitu terik, suara burung-burung kecil terdengar disusul suara bahagia murid-murid sekolah itu. Ini hari kelulusan, hari dimana mereka akan menyambut masa depan, hari dimana mereka akan saling mengucapkan selamat tinggal.
Keramaian memenuhi lorong sekolah, sebuah kebahagiaan terpancar meski kata perpisahan akan segera mereka ucapkan. Tapi tidak dengan Soo Jung, matanya terus mengeluarkan air mata dan pipinya sudah memerah akibat tangannya terlalu keras mengusap air yang terus mengalir. Soo Jung tahu, hari ini akan segera tiba, tapi ia tidak tahu kalau Luhan akan pergi jauh dan meninggalkannya. Kenapa harus pergi disaat Soo Jung ingin terus bahagia bersamanya?.
“uljima” Luhan berjongkok dan membantu menghapus air mata Soo Jung “aku akan terus mengirim e-mail, menghubungimu lewat skype dan masih banyak yang bisa kita lakukan” Luhan tersenyum meski rasanya begitu sakit kembali melihat air mata yang mengalir untuknya.
“tapi… rasanya tidak akan sama ketika bertemu langsung” ucap Soo Jung dengan seggukkan yang membuat bicaranya tidak lancar. Luhan adalah sahabat terbaik baginya, hari-harinya sudah terbiasa dengan pria satu itu, bagaimana ketika hari-hari itu menjadi sunyi dan tidak menyenangkan saat tawa dan senyum Luhan tidak bersamanya?.
“kau tahu sendiri apa jadinya aku tanpamu dan juga sebaliknya, tapi kau tahu setiap orang pasti mengalami perubahan dalam hidupnya, sesuatu yang tidak biasa terjadi harus dijalani dan aku yakin semua orang pasti sudah atau akan mengalaminya dan aku-”
Luhan duduk disamping Soo Jung, matanya menatap langit yang begitu cerah, pohon besar yang akarnya terlihat kokoh menjadi tempat duduk mereka, rindangnya pohon itu juga cukup untuk melindungi mereka dari teriknya matahari musim panas. Luhan terlihat menyembunyikan kesedihannya “musim panas yang tidak pernah aku lupakan” ucapnya sedih.
Soo Jung mentap dalam mata Luhan yang tidak lepas menatap langit, tangisnya memang sudah henti tapi tiba-tiba jantungnya berdegup kencang, gadis itu membuang muka. Rasanya aneh ia menatap sahabatnya sendiri seperti itu, dengan memberanikan diri Soo Jung kembali menatap Luhan dan betapa terkejutnya ia melihat setetes air jatuh dari sudut matanya yang masih lekat memadang langit itu.
“Luhan, kau… kau menangis?” Soo Jung berniat menghapus air mata itu tapi Luhan segera menunduk dan mengusap wajahnya lebih dulu. Seperti biasa senyuman indah kembali ia perlihatkan kepada gadis yang duduk disampingnya, Soo Jung hanya menatap heran. Matanya begitu berbeda seperti menyembunyikan sesuatu atau sebenarnya dialah yang banyak menyembunyikan sesautu dari Luhan, dari hatinya juga.
“sudah waktunya aku pergi” Luhan bangkit dan memakai tas ranselnya. Soo Jung ikut bangkit dan tidak berhenti menatap wajah yang pasti akan ia rindukan itu “aku berjanji kita pasti akan bertemu lagi” dengan senyum yang mengembang Soo Jung masih melihat mata Luhan yang basah, hatinya mendesir dan sebuah kata seperti ingin ia ungkapkan.
Soo Jung menatap Luhan yang sudah mulai berjalan menjauh, hati Soo Jung begitu sakit melihat kaki Luhan terus berjalan tanpa mau berbalik dan berlari kearahnya, setidaknya untuk memeluknya “Luhan!” kepala Soo Jung meneggak “ada yang ingin aku katakan” Luhan menoleh dan menatap Soo Jung dengan alis terangkat.
“sepertinya aku juga” Luhan membalikan badan dan wajahnya terlihat serius.
“benarkah? kalau begitu kau dulu” ucap Soo Jung yang masih mengontrol detak jantungnya, Luhan tersenyum singkat.
“kau yang yang lebih dulu menghentikan langkahku, maka kau yang harus mengatakannya lebih dulu” mendengar itu Soo Jung menunduk dan mengumpulkan keberaniannya.
“aku.. aku” Luhan menunggu “aku harap kau tidak melupakan alamat e-mailku” Soo Jung tertawa singkat kemudian kembali menunduk dalam. Tiba-tiba matanya kembali basah dan hidungnya seperti tersumbat, hanya satu kalimat berbeda yang ingin ia ucapkan, tapi terlalu sulit.
Luhan berjalan mendekat dan mencium kening Soo Jung. Gadis itu mendongak dan mendapati Luhan dengan air mata yang tidakkalah derasnya.
“kalau saja hidup ini bukan Tuhan yang mengatur…” Luhan menggenggam tangan Soo Jung “aku pasti sudah mengatakan kalau…”
“kalau?”
“kalau aku…” Luhan menatap mata Soo Jung “kalau aku ingin tinggal dan bahagia disini sampai aku menutup mata nanti. Maafkan aku Soo Jung, aku harus pergi, selamat tinggal”.
Hari kelulusan itu adalah hari dimana bibir kami tertutup dan hati kami mengucap dalam diam. Dimana sebuah kehidupan baru muncul setelah perubahan berakhir.
Bahkan kami baru ingin memulai kisahnya, kisah yang sebenarnya…
___
5 tahun kemudian…
“Terima kasih sudah membaca novelnya” tangan Soo Jung terulur dengan sebuah senyum yang mengembang, tadi itu tanda tangan terakhir yang ia telah lakukan. Senyuman tetap wanita itu perlihatkan meski rasa lelah sudah melandanya. Flash kamera tidak henti mengganggu pemandangannya hingga acara itu selesai. Soo Jung membungkuk dan orang-orang mulai meninggalkan tempat.
Diujung panggung seorang pria dengan wajahnya yang terlihat ramah sudah menunggunya sambil memasukkan tangan kedalam kantong celananya.
“pasti kau lelah sekali” ucap pria itu ketika Soo Jung telah turun dari panggung dan menghampirirnya. Soo Jung membalas ucapan pria itu dengan mengangguk kemudian pria itu mengeluarkan Ice Cream kesukaan Soo Jung dari balik tangannya.
“Ice Cream! gomawo” karena acaranya di out door rasa lelah dicampur rasa panas dari musim yang baru berganti sangat terasa, Ice Cream itu rupanya sangat membantu.
“oh ya, tadi Hyeo Nuna menelpon ia bilang gaunmu sudah selesai diperbaiki dan kau bisa mencobanya lagi hari ini”
“hari ini? Benarkah?” belum selesai pria itu menjawab. Seseorang menghampiri mereka berdua.
“Soo Jung!”
“Min Ah! lama tidak bertemu” mereka saling berpelukkan dan Soo Jung sedikit berhati-hati dengan Ice Cream yang sedang ia pegang.
“sepertinya aku kehilangan moment tanda tangan” Min Ah tersenyum dan Soo Jung merunduk malu. Lima tahun sudah berlalu dan Soo Jung sudah menerbitkan banyak novel terkenal, salah satu novelnya dengan judul ‘love never dies’ pernah diangkat ke layar lebar meski begitu ketika Min Ah menggodanya Soo Jung masih suka merasa sungkan.
“oh ya, undangan pernikahan kalian sudah sampai dan itu membuat heboh Ibu dan Ayahku!” Min Ah tertawa, semenjak Soo Jung bekerja dan pindah rumah mereka jarang bertemu dan tiba-tiba datang sebuah undangan pernikahan yang mengejutkan keluarganya.
“Ibu juga selalu bertanya kapan aku dapat mengajakmu kerumah” lanjut Minh Ah. Soo Jung juga merindukan rumah Min Ah yang seperti menjadi rumah kedua baginya ketika remaja dulu. Setelah megobrol lama Min Ah pamit pergi karena ia harus kembali mengajar di Sekolah.
“hari apa ini?” tiba-tiba Soo Jung teringat sesuatu.
“Rabu kenapa?”
Soo Jung langsung melihat jam yang berada ditangannya “omo!, hari ini Luhan datang ke Korea kenapa aku sampai lupa?” Soo Jung menepuk keningnya.
“Luhan?” Myung Soo memperjelas.
“iya Xi Luhan, kau harus mengantarku ke Bandara, kajja!”
___
Hari berlalu begitu cepat hingga lima tahun terasa sangat singkat. Luhan memandang sebuah foto dimana didalamnya terdapat dirinya dengan Soo Jung ketika masih mengenakan seragam. Luhan tersenyum dan mengingat hal indah yang pernah ia lakukan dengan gadis itu.
Ruang kelas, lorong sekolah, taman, semua adalah hal indah yang bahkan Luhan sendiri bingung kenapa masih mengingatnya.
“Oppa, tidak lupa bawa obatnya, kan?” sebuah suara menganggetkannya, Hyuna yang duduk disamping Luhan tiba-tiba mengingatkan satu hal yang sangat sensitif. Luhan mengangguk ragu, ia tidak beniat berbohong hanya saja ia tidak ingin adiknya yang satu itu kembali banyak bicara.
Kaki Luhan bergetar, jantungnya berdetak kencang ketika ia, adik dan Ayahnya sampai di bandara Incheon. Lima tahun sudah dan mungkin ini adalah kesempatan terakhirnya untuk mengatakan betapa ia merindukan Negara ini.
“kau bilang hari ini Soo Jung akan menjemput?” Tanya Ayah Luhan. Hyuna terlihat senang dan Luhan hanya tersenyum. Luhan juga merindukan gadis itu, senyumnya, tawanya dan Luhan datang bukan hanya untuk melihat itu, tapi melihatnya bahagia bersama orang lain.
“Soo Jung Eonnie!” Hyuna yang lebih dulu melihatnya berlari kearah gadis Itu. Gadis yang sekarang sudah tumbuh remaja itu memeluk Soo Jung dengan riang, kemudian Soo Jung memeluk Ayah Luhan dan matanya menangkap Luhan yang berjalan mendekatinya, mata mereka bertemu dan rasa bahagia itu terpancar dengan sangat jelas. Tapi semua itu sirna dengan Myung Soo yang datang kemudian berdiri disamping Soo Jung. Hal itu membuat Luhan sadar akan sesuatu, hal yang tidak bisa ia raih begitu terlihat sekarang.
___
Hari pernikahan semakin dekat dan hari ini Soo Jung, Myung Soo, Luhan dan Hyuna pergi keliling Seoul.
“aku dan Hyuna akan lama untuk berbelanja, kalau sudah selesai aku akan mengubungi kalian” mereka terpisah dan Luhan memilih ke Sungai Han bersama Myung Soo.
Luhan memasukkan tangannya ke kantong celana. Ia begitu merindukan kota ini hingga Sungai Han pun terlihat semakin indah selama ia memandang. Myung Soo mendekat dan berdiri disamping Luhan ikut terhanyut dengan suasana indah Sungai itu.
“Lusa kami akan menikah”
“tidak perlu pamer, dari awal kau memang sudah menang”
“aku sudah tahu tentang kanker itu” Luhan mematung tapi setelah itu matanya beralih mentap Myung Soo.
“dari mana kau tahu?”
“adikmu yang memberitahukan tapi Soo Jung belum tahu. Kau sudah membuat begitu banyak rahasia selama ini, tidakkah kau ingin mengungkapkannya barang satu saja?” Myung Soo memutar tubuhnya ke arah Luhan.
“itu hanya mengingatkanku bahwa aku memiliki bom waktu yang bertengger di kepalaku” mereka kembali teringat saat hari kelulusan. Dimana setelah Luhan bertemu Soo Jung ia mencari Myung Soo dan mengatakan kalau pria itu benar, ia memang mencintai Soo Jung dan setelah mendengar itu Myung Soo mulai mendekati Soo Jung karena merasa ia sudah menang.
“awalnya aku kira ini akan bertahan sementara, aku tidak percaya dengan cinta sejati atau persahabatan diatas segalanya, tapi melihat kau mencintai Soo Jung sampai detik ini membuatku sadar bahwa akulah yang kalah sebenarnya” Myung Soo sadar, ia hanya menjadi penghalang. Ia harap semuanya selesai dan Luhan kembali untuk merebut Soo Jung. “Kalian saling mencintai walau dalam diam” lanjut Myung Soo. “tidak ada ruang untukku, kenapa tidak kau wujudkan cintamu dan biarkan dia berlari kearahmu tanpa membiarkan aku terus merasa malu karena telah merebutnya darimu?”
“kalau saja aku memiliki waktu yang banyak, aku sudah lakukan itu dari dulu, bersyukur saja Tuhan tidak membiarkan kita bertukar tempat, meski aku selalu berharap akan hal itu” Luhan masih tidak menoleh kearah Myung Soo.
“lalu kenapa kau kembali? Membuat Soo Jung terus menatap ke arahmu tanpa bisa aku melalui celah agar mendapatkannya kembali? Jangan melakukan semuanya setengah-setengah Luhan, ambil saja dia dan bawa pergi dengan begitu, kau tidak perlu menyakiti hati siapapun”
“aku kembali hanya untuk mengambil kesempatan yang dulu aku sia-siakan, mengatakan kepada seorang gadis bahwa aku mencintainya sebelum ia dimiliki orang lain” Luhan terdengar mengela napas “Kau tenang saja, aku tidak akan mebuat pernikahanmu gagal, aku masih ingat janji kita dulu dan aku akan menyerahkannya kepadamu, hanya saja sebelum waktuku habis aku ingin buktikan bahwa aku hanya mencintai satu orang wanita sampai aku mati nanti”
“neo michyeosseo[1]?”
“beri aku satu hari untuk memiliki Soo Jung, karena setelah hari itu kau akan memilikinya dan aku hanya menjadi kenangan” Luhan ikut memutar tubuhnya ke arah Myung Soo “kau punya masa depan dan aku yakin kau bisa membahagiakannya, sedangkan aku hanya tinggal menunggu hari saja, setidaknya beri aku satu kesempatan untuk memberitahukan semua kepadanya” Myung Soo berpikir lama kemudian menepuk bahu Luhan dan pergi. Luhan menunduk dalam “gomawo”
___
Pintu gereja terbuka, hari pernikahan sudah tiba dan Soo Jung memegang erat tangan Ayahnya. Soo Jung berjalan dengan isakan yang masih sedikit terdengar, semua orang dapat melihatnya, melihat air mata pengantin itu dan semuanya ikut bersedih.
Dihadapannya sudah berada Myung Soo yang menunggunya dialtar dengan tatapan pilu dan disampinya berdiri tegak Luhan dengan infuse dan tongkat yang membantunya tetap tegak berdiri. Mungkin pria -Luhan- itu adalah orang yang satu satunya tersenyum di gereja, ia menatap Soo Jung dengan senyum yang merekah meski wajahnya pucat dan bibirnya membiru.
Kemarin, sebelum hari pernikahan, Luhan dan Soo Jung menghabiskan hari bersama sesuai dengan permintaan Luhan. Ia mengatakan semuanya. Mengatakan kalau ia tidak memiliki banyak waktu lagi, mengatakan kalau ia pergi ke Amerika untuk mengatasi kanker yang terus menggerogoti tubuhnya, mengatakan bahwa selama ini Luhan selalu memandangnya ketika gadis itu tertidur di kelas dan mengatakan bahwa… ia mencintai Soo Jung, sampai saat ini.
“Apa kau bersedia menjadi suami yang baik, menjaga istrimu, menafkahi istrimu dan membahagiakannya?”
“aku bersedia”
Soo Jung tahu kesalahannya adalah tidak mencegah Luhan pergi atau paling tidak mengatakan kalau ia mencintai pria itu.
“dan kau Jung Soo Jung, bersediakah engkau menjadi istri yang baik, melayani dan mencintai suamimu dengan sepenuh hati?”
“aku.. bersedia” keduanya mengucap janji suci.
“atas nama Tuhan, kalian sudah resmi menjadi sepasang suami istri” Soo Jung kembali menangis, susana haru dan tangisan memenuhi bangunan itu, bahkan Myung Soo ikut menangis. Luhan masih tersenyum sambil bertepuk tangan tapi air matanya tetap mengalir. Keinginannya sudah terpenuhi, melihat Soo Jung menikah dengan orang pilihan Tuhan, walau bukan dirinya.
“hari ini kau sangat cantik” ucap Luhan. Soo Jung dan Luhan duduk bersama di taman dekat gereja, napas Luhan mulai terasa berat dan Soo Jung dapat mendengar jelas hal itu “Myung Soo pemuda yang baik, kau beruntung mendapatkannya” Soo Jung tetap diam dan air matanya terus mengalir tanpa suara.
“kau tahu, apa musim yang paling aku sukai? Musim panas, karena di musim itu aku memulai persabatanku dengan seorang gadis, di musim itu juga aku pergi meninggalkannya lalu di musim itu aku kembali dan menyatakan perasaanku padanya” Luhan menoleh kearah Soo Jung yang masih mengenakan gaun pernikahannya “dan di musim itu, aku melihatnya memulai hidup baru dengan orang lain… aku sangat bahagia Soo Jung, dan kau juga harus bahagia” Luhan tersenyum dan Soo Jung masih tidak menoleh kearahnya.
“tapi sayang di musim itu aku akan kembali meninggalkannya, untuk.. selama–lamanya” Soo Jung menutup wajahnya dan menangis. Gadis itu sangat menyesal kenapa ia tidak mengatakan persaannya saat Luhan ingin pergi? Kenapa ia tidak tahu kalau Luhan ternyata sakit parah, dan kenapa semua berakhir dengan perpisahan yang begitu cepat? hingga ia tidak bisa membalas perasaannya, perasaan Luhan terhadapnya.
Tangan Luhan terangkat tapi Soo Jung lebih dulu bangkit dan pergi, gadis itu tidak tahan berlama-lama didekat Luhan karena dapat membuatnya selalu merasa bersalah. Luhan hanya menghembuskan napas, gadis itu pasti sangat terpukul karena sejak kemarin ia tidak berhenti menangis dirumah sakit.
Myung Soo menggantikan Soo Jung duduk disamping Luhan.
“kau tahu Luhan, walau di Sekolah dulu aku sangat terkenal tapi ternyata hanya kau teman terbaikku selama ini” Myung Soo melihat Luhan yang terdiam “terima kasih telah merelakannya untukku”
“jangan senang dulu, kau harus bayar kekalahanmu” Myung Soo mengangkat alis “kau sendiri yang bilang kalau kau yang kalah bukan? Maka kabulkan satu permintaanku” Myung Soo teringat dan tertawa sambil mengangguk.
“katakanlah”
“setelah aku pergi, relakan Soo Jung untukku, untuk mencintaiku sampai musim panas berikutnya” Myung Soo menatap Luhan dan tidak lama kemudian mengangguk. Luhan tersenyum dan menghembuskan napas panjang.
“aku baru sadar matahari musim panas sangat indah di sore hari seperti ini” Luhan menatap langit yang mulai berubah warna dan itu adalah musim panas terakhir yang ia jumpai. Myung Soo ikut menatap langit dan tidak beberapa kemudia kepala Luhan menyentuh bahunya.
“Luhan?.. Lu..Luhan!!” Myung Soo tidak kuat menahan tangisnya. Soo Jung datang mengampiri mereka dengan wajah tidak percaya kemudian berjongkok dan menyenyuh pipi Luhan dengan lembut, ia berusaha tegar tapi ia tetap tidak kuat menahan kesedihan ini, air mata itu kembali datang dan kali ini untuk mengahantar kepergiannya.
___
Hari itu dimana kisah lama berakhir dan digantikan dengan kisah yang baru. Dimana kata selamat tinggal mengalun indah bersama angin musim panas. Persahabatan itu kekal bersama Soo Jung yang hidup dengan pria lain dan cinta itu abadi bersama Luhan yang telah pergi meninggalkan kenangan indah. Meski ini bukan cerita novel dengan penulis ternama atau kisah tentang manusia yang mencari ujung dunia, tapi ini kisah milik Soo Jung dan Luhan yang akan diingat sampai mati…
Daun mulai merubah warnanya menjadi kekuningan dan mulai gugur dari pohonnya, angin mulai terasa dingin dan matahari tidak sehangat kemarin, musim panas berakhir…
Goodbye my best friend…
Goodbye my love…
Goodbye Summer…
The End
Hayoo! ditinggu komen, share sama lovenya yaah ji-ngin-lu-pi muah :*