CHAPTER 1 : Will You Take Two Steps Aways? (True Story)
Plot FF ini mengikuti alur flashback, jadi penting untuk readers agar memperhatikan keterangan tahun.
Flashback
JULI, 2008 – BUSAN. EUNKYUNG POV
Kami berdua berjalan berhimpitan di bawah satu payung. Hujan deras sekali. Dari balik kaca kafe-kafe sepanjang jalan yang kami lalui, wajah-wajah menoleh tak percaya melihat kami berdua, tertawa-tawa senang, membiarkan seragam sekolah kami basah karena air hujan. Hanya tujuh hari tersisa untuk kami berdua.
Tawa kami semakin keras. Kami berlari sambil bergandengan tangan.
Flashback
JULI, 2009 – BUSAN
Kami akan bertemu siang ini, membuatku gembira bukan main saat Kyuhyun mengajakku pergi lewat telepon. Seperti saat kami masih ada di sekolah menengah, kami sering menghabiskan waktu berdua di kafe ini, seperti saat ini, sambil memesan segelas besar kopi krim. Kami akan berebut sedotan dan sama-sama ngotot ingin menjadi yang paling banyak meminum kopi krim tadi.
Kyuhyun datang, tersenyum sambil meletakkan dua gelas besar kopi krim kesukaan kami.
“Ini bagus,” kataku riang, “kita tak perlu berebut lagi.”
Kyuhyun tersenyum dan meminum kopinya, sementara aku memandanginya dengan sabar. Kami saling menatap sejenak, dan senyum di wajah Kyuhyun masih terpasang, tapi dia tidak bicara lagi.
Ini aneh, aku merasakan punggungku dingin. “Waeyo?” tanyaku. Air muka Kyuhyun terlihat murung, matanya mulai memerah. Suaranya saat bicara bergetar.
“Eunkyung-a, bisakah kita….beristirahat sejenak?” katanya pelan, nyaris tak terdengar.
Kami saling tatap lama sekali. Aku ingin bicara tapi suaraku hilang entah kemana. Rasanya seakan berjam-berjam lamanya ketika aku kembali mendapatkan keberanian untuk menjawab. Tidak, bukan jawaban, melainkan pertanyaan. “Waeyo?”
Raut wajah Kyuhyun menggelap. “Aku ingin berpikir. Ini…. Tentang kira berdua. Beri aku waktu untuk sendiri.”
Dia sudah memiliki orang lain, pikirku dalam hati. Haruskah aku mempertahankannya? Apakah aku cukup pantas? Sudah hampir 3 tahun kita menjalin hubungan, tapi aku tak pernah merasa kalau aku pantas menjadi kekasih Kyuhyun. Apa yang harus kukatakan padanya? Kalau kukabulkan keinginannya kami pasti berakhir.
“Aku mengerti. Aku tidak akan menghubungimu, tidak akan mengganggumu.”
Kyuhyun menggenggam tanganku dari seberang meja, dia tersenyum.
Flashback
OKTOBER, 2009 – BUSAN
Kepalaku tertunduk, untuk kesekian kali – mungkin setelah ribuan kali – kata-kata itu kubaca lagi. Hanya tiga buah kata tertulis di sana, di selembar kertas yang hendak kumasukkan ke dalam amplop berwarna biru.
Kyuhyun-a, terima kasih.
Aku memejamkan mata, berpikir, mencoba menebak-nebak apa yang dipikirkan Kyuhyun saat menulis surat itu, surat yang dimasukkan ke dalam kotak surat rumahku secara diam-diam. Surat yang membuatku merana. Kyuhyun menulis kepadaku:
Seo Eunkyung, selamat merayakan tahun ke-3 bersamaku. Terima kasih karena telah bersamaku selama ini. Aku harap kita tetap menyayangi satu sama lain. Aku ingin kita saling menjaga satu sama lain. Aku menyayangimu.
“Pembohong…” Kata-kata itu meluncur dari mulutku begitu saja. Mendadak dadaku sesak dan wajahku memanas. Sudah tiga jam aku berusaha menulis surat balasan untuk Kyuhyun, sekarang aku menyerah. Kumasukkan saja balasan singkatku ke dalam amplop dan berniat mengirimkannya esok hari.
Aku naik ke ranjang, menarik selimut hingga sebatas dagu dan berusaha tidur. Kupejamkan mata, sejenak berdoa, tapi akhirnya yang bisa kulakukan hanya menangis dalam diam sampai pagi.
JULI 2013, SEOUL – EUNKYUNG POV
“Ya! Seo Eenkyung! Kau mendengarkan kata-kataku tidak?”
Aku mengangkat wajahku. “Tentu saja aku mendengarkanmu. Ah, aku semakin gemuk, ya?” ujarku balik bertanya.
Heejin mendesah kesal. Dia meremas botol air mineralnya yang sudah kosong. Sudah hampir dua jam kami duduk di halte ini, menunggu bis yang entah akan datang atau tidak. “Jangan mengalihkan pembicaraan. Kita sedang membicarakan Kyuhyun, Kurasa aku perlu mengulanginya lagi,” gumamnya, “aku bertemu dengannya minggu lalu, kemudian kami ngobrol sebentar dan aku menanyakan soal kalian.”
Aku menatap sahabatku lurus-lurus. “Lalu?”
Heejin menggigit bibirnya kesal. “Sebenarnya apa yang terjadi dengan kalian? Dulu kalian berdua seperti belut, selalu menempel satu sama lain dan membuat orang lain iri. Tapi kenapa sekarang kau jadi begitu tak peduli.... ah, tidak, tidak, ini lebih parah dari sekedar tak peduli. Kalian seperti tidak pernah saling kenal.”
Aku tersenyum. “Memangnya kami bagaimana? Kami memang sudah tidak sedekat dulu.” Lawan bicaraku menunjukkan ekspresi tak percaya. Untuk menghilangkan rasa kesalnya aku berusaha menunjukkan sedikit perhatian. “Jadi apa yang kaian bicarakan? Apa kau menyinggungku?”
Tatapan Heejin melunak, ada rasa kasihan terpancar di sana. “Aku menanyakanmu, tentu saja. Bagaimana hubunganmu dengannya dan dia menyuruhku bertanya padamu.”
Aku membalas tatapanya. “Heejin-a, mian, tapi aku juga tak tahu harus menjawab apa. Hubungan kami berdua…aku tak tahu.”
Heejin menepuk pundakku. “Sudahlah…jangan menyalahkan dirimu. Kalau kau ingin tahu, sekarang kau gemuk sekali. Sepuluh kilogram yang kau dapatkan sejak lulus SMA sepertinya berlebihan. Harusnya kau bahagia, karakter gadis putus cinta yang lemah sama sekali tak cocok untukmu,” ujarnya sambil tertawa. “Aaaaaahh, keterlaluan, sudah hampir dua jam kita di sini, tapi bisnya sama seka – “ keluh kesah Heejin terputus saat derum familiar yang kami nantikan sejak tadi mulai terdengar. Heejin melompat berdiri dan melambaikan tangannya senang. “Eunkyung-a, bisanya sudah tiba!!”
Begitu bis yang kami tunggu berhenti di depan halte, kami segera masuk ke dalam. Rasa lega karena akan segera pulang ke rumah menjalari hati kami berdua. Tapi sama seperti dua jam yang lalu, aku sama sekali tidak berubah. Aku tetap bertahan menunggu…
Flashback
APRIL, 2009 – BUSAN. GEREJA. EUNYUNG POV
“Cho Kyuhyun,” bisikku putus asa. Aku menyodok rusuknya dengan siku, membuatnya mengaduh. “Kau tak boleh tidur di sini…”
Kyuhun menoleh dan menatapku dengan mata setengah terpejam.
“Jebal, Eunkyung-a…kau harus mencubitku lebih keras,” ujarnya serak seraya mengulurkan lengan.
Aku kesal setengah mati. Sebelumnya sudah kuperingatkan untuk tidur dan bukan bermain game. Ini hari minggu, dia sudah tahu kalau kami akan ke gereja tapi dengan bodohnya dia sama sekali tidak tidur semalaman hanya untuk betanding main console.
Sekuat tenaga kucubit lengannya.
“AAAAARRRGGHHHHH!!!” Kyuhyun meraung, membuat semua kepala yang tadinya tertunduk dan berdoa dengan khusyuk menoleh ke arah kami.
Kyuhyun memelototiku dan protes. “Haish, cinca… kau keterlaluan Seo Eunkyung. Aaaa sakit sekali,” desisnya.
Aku menahan tawa.
***
“Aku belum ingin pulang,” kataku. Sejak tadi aku menahan tawa melihat wajah Kyuhyun yang setengah cemberut. Aku mendongak “Kau masih marah?”
Kyuhyun menatapku jengkel. “Menurutmu bagaimana?” Dengan penuh tenaga dia mendorongku yang sedang naik ayunan.
“Ya, ya, ya!!! Kau mau mati, eoh?! Ayunannya terlalu kencang… Cho Kyuhyun!!!!!” jeritku.
Kyuhyun tertawa senang sementara aku menjerit-jerit ketakutan.
“Pastur-pastur akan mendengar teriakanku! Kau akan dimarahi karena melakukan ini, yaaaaaaaa!!!!!”
Tawa Kyuhyun semakin keras. Jeritanku mungkin terlalu keras sehingga dia akhirnya menghentikan tingkah usilnya. Kyuhyun beranjak ke hadapanku sambil tertawa. “Gwaenchana?”
“Itu tidak lucu,”ujarku kesal.
“Kau marah? Wajahmu merah,” balas Kyuhyun. “Tak akan ada yang mendengarmu. Walaupun ini taman gereja, tapi pepohonan di sini akan meredam suaramu.”
Aku memicingkan mata. Kyuhyun jelas-jelas merasakan adanya bahaya karena dia bergerak menjauh, dia cepat-cepat berkata, “Jangan melihatku seperti itu---“
Terlambat. Secepat kilat aku bangkit dan mendendang bokongnya. Kyuhyun beteriak kesakitan. “Seo Eunkyung!!! Habis kau di tanganku!”
Aku tertawa terbahak-bahak sambil berlari dari Kyuhyun yang mengejarku. Aku tahu dia tak akan segan-segan meladeniku, tidak mustahil jika aku berubah menjadi dendeng kalau dia berhasil menangkapku. Yaaaa… selain dia pernah terang-terangan buang angin di hadapanku, dia juga pernah membuatku hampir mati kehabisan napas karena dia mendekapku di ketiaknya saat aku kalah main scrabble.
Kali ini aku tak tahu apakah aku bisa selamat dan tetap hidup kalau ia berhasil menangkapku.
“Kena kau!” serunya senang.
Kami sama-sama kehabisan napas karena berlari. Walaupun begitu, kami masih tertawa.
“Cho Kyuhyun, maaf,,hahahahaha” kataku sambil berusaha melepaskan cengkeramannya. Tanganku menggapai-gapai ke arah sebuah pohon, berusaha mencari perlindungan.
“Tidak semudah itu sampai aku menendang bokongmu,Seo Eunkyung!” tawa kejam Kyuhyun menggema di udara. Dengan sekali hentak, dia berhasil membuatku terpojok. Kurasakan punggungku menyentuh batang pohon yang tadi kugapai-gapai. Lengan Kyuhyun yang kokoh mendorong kedua bahuku ke belakang. Bisa-bisa aku menempel permanen ke batang pohon ini, pikirku dalam hati.
“Kyuhyun-a. akan kubelikan kau es krim,” tawarku mencoba negosiasi.
Kyuhyun menggeleng. “Aku lebih suka menendang bokongmu—“
“Bagaimana kalau pizza!” seruku
Kyuhyun terdiam, makanan kesukaannya selalu bisa dijadikan senjata ampuh. Kedua mata polosnya menatapku, “Dengan ekstra daging?”
Aku mengangguk-angguk. Setidaknya bokongku selamat…
“Baik. Lain kali saja kutendang bokongmu,” ujar Kyuhyun sambil terbahak.
“Kalau begitu menyingkir dari situ, punggunggu gatal karena menempel di kulit batang pohon,” pintaku.
Kyuhyun bergeming. Kami dekat sekali, aku bahkan bisa mendengar detak jantungnya.
Aku mendongak menatap wajah Kyuhyun. Ekspresinya tak bisa kutebak. Dia terlihat tegang. Dalam hati aku menyerah…ah, bokongku akan sedikit sakit hari ini.
“Eunkyung-a,”ujar Kyuhyun serak.
Aku menunduk, pasrah. Dalam hati aku bertekad untuk tidak menjerit kalau nanti dia menendangku. “Ne, Kyuhyun-a?”
“Maafkan aku…”
Entah bagaimana urutan kejadiannya, tapi saat aku mendongak, tahu-tahu kami sudah berciuman.
***
Flashback
JULI, 2008 – BUSAN
Kami duduk berdua di atas karpet yang hangat. Di antara kami terdapat papan permainan scrabble yang setengah terisi huruf-huruf.
Aku meletakkan huruh ‘e’ pada akhir kata ‘gone’ di atas papan itu. Tanganku gemetaran. “Aku tidak mau main lagi,” kataku pelan. Kyuhyun menatapku tanpa mengucapkan apa pun. Dia lalu mengangguk dan segera membereskan papan permainan itu, mengepaknya kembali dan mengembalikannya ke atas meja.
Sore ini tak sama dengan sore-sore sebelumya saat kami duduk di kamar Kyuhyun dan menghabiskan waktu kami sambil bermain scrabble. Kyuhyun tak banyak bicara. Dalam diam dia menggenggam tanganku. Lama sekali kami berdua terdiam.
“Apa di Seoul banyak perempuan cantik?” tanyaku akhirnya.
Kyuhyun terkekeh. “Keureose – entahlah.... Apa kau takut aku melihat perempuan lain?”
Aku membuang muka. “Tidak..aku hanya penasaran.”
Kyuhyun tertawa. Sepertinya kekhawatiranku terlalu jelas. “Seo Enkyung, kau tenanglah… seleraku terhadap perempuan kurang bagus. Aku hanya menyukai perempuan yang tidak pernah memakai make up, jarang keramas dan makannya banyak.”
Aku memukul lengannya. “Ya! Menurutmu aku jarang keramas dan gemuk??” tanyaku pura-pura kesal.
Kyuhyun menggangguk dengan wajah polos yang dibuat-buat.
“Ya!!!! Awas kau,” kupukuli lengannya sekuat tenaga.
“Aku akan merindukanmu…” kata Kyuhyun.
Saat medengarnya bicara, aku menahan air mataku agar tidak jatuh. “Aku juga.” Aku mengedip dan air mataku akhirnya jatuh juga. Suaraku terdengar bergetar saat aku melanjutkan, “Kau harus belajar sungguh-sungguh. Universitas sangat berbeda dengan sekolah menengah. Kau tidak boleh membuatku malu dengan nilai jelek saat nanti aku menyusulmu ke Seoul. Akan kutendang bokongmu kalau itu terjadi…”
Aku tidak pernah tahu kalau bicara pada Kyuhyun bisa menjadi begitu sulit tanpa harus menangis.
“Eunkyung-a..aku mencintaimu,” bisik Kyuhyun pelan. Dia mengusap air mataku dengan sedih.
“Aku juga.”
OKTOBER , 2013 – HEEJIN’S FLAT, SEOUL. HEEJIN POV
“Eunkyung-a, kaukah itu?”
Tak ada jawaban. Kuputuskan untuk “Seo Eunkyung, kau sudah pulang? Kenapa cepat seka –“
Eunkyung ada di sana, terduduk di depan pintu sambil menunduk.
Aku menghampirinya, khawatir dengan apa yang terjadi. “Eunkyung-a, apa ada yang salah? Apa dia kurang ajar padamu?” Aku mengutuk diriku karena telah menjodohkan Eunkyung dengan sahabatku Hyukjae. Tadinya kukira sifat Hyukjae yang supel akan dapat membuat Eunkyung menyukainya.
Eunkyung menggeleng. “Tidak. Dia baik sekali, Lee Hyukjae temanmu itu. Dia terus-terusan mengkhawatirkan aku. Hanya saja…aku…”
Aku menunggu Eunkyung melanjutkan ceritanya, tapi dia diam dan terus menunduk. “Eunkyung-a, ayo bangun, akan kubuatkan kau teh,” ajakku seraya menggenggam tangannya, membantunya bangkit. Eunkyung bergeming.
“Mianhae, Heejin-a…aku sudah berusaha sekeras yang aku bisa.”
Aku kembali duduk di sebelah Eunkyung yang terus menunduk. Kata-kata yang kuucapkan berikutnya adalah kata-lata yang selama tiga tahun terakhir kukatakan pada Eunkyung. “Lepaskan dia, kalian sudah berakhir.”
Eunkyung menangis. Tidak biasanya dia begitu. Selama ini dia akan langsung menjawab kalau dia tahu bahwa hubungannya dengan Kyuhyun sudah berakhir. Eunkyung temanku akan selalu berkata bahwa dia seudah melepaskan Kyuhyun. Eunkyung selalu berkata kalau dia tidak mau memulai hubungan baru apa pun dengan Kyuhyun, dia hanya ingin mereka berdua berteman. Tapi sekarang Eunkyung menangis.
“Maafkan aku,” ujarnya sesenggukan. “Aku sudah berusaha dengan Hyukjae. Pergi dengannya, makan malam, ke gereja, ke bioskop, bergandengan tangan, semuanya sudah kulakukan. Hanya saja… aku melihatnya sebagai Kyuhyun. Ini tidak baik… benar benar tidak seharusnya.”
Aku mendesah. Sebenarnya aku ingin memeluknya tapi Eunkyung tidak akan suka. Egonya terlalu tinggi untuk dikasihani. Teman perempuanku ini orang yang aneh. Selama ini bibirnya berkata ‘tidak’, tapi aku tahu kalau hatinya sangat merana. Karenanya aku hanya menepuk-nepuk punggungnya.
“Dengarkan aku, Eunkyung-a, selama ini kau tidak pernah menangis karena Kyuhyun. Kau harus bisa menahannya, eo? Tahanlah dirimu sebentar lagi. Sudah empat tahun, kalau kau terus bertahan, kau akan baik-baik saja. ”
Eunkyung menggangguk, tapi air matanya tak berhenti.
***
DESEMBER 2013, SEOUL – HEEJIN POV
“Ahra Eonni?” tanya Eunkyung tak percaya.
Aku mengangguk lagi. “Ne, keu eonni. Ahra Eonni.”
Eunkyung masih mengekoriku yang sedang mencari sepatu sambil bergumam tak jelas.
“Yang selalu bermain biola di sekolah kita? Keu Eonniga?” tanyanya lagi. Menyebalkan, memangnya ada berapa Ahra yang kita kenal?
“Eo,” jawabku singkat.
Eunkyung berdiri mematung, wajahnya gelisah. “Kurasa aku di rumah saja.”
Aku mendelik kearahnya. “Ya! Kau kelewatan. Ahra Eonni baik padamu. Dia bahkan membuatkanmu kue coklat saat kau ulang tahun dulu. Dia juga yang mengajarimu pelajaran Kimia saat kau merengek-rengek karena tidak bisa. Sekarang dia sedang sakit, masa kau tak mau menjenguknya. Sebentar saja, Eunkyung-a,” bujukku.
Mata Eunkyung bergerak-gerak gelisah. Aku tahu apa yang dipikirkannya.
“Tapi orang itu pasti ada di sana, di rumahnya,” kata Eunkyung menjelaskan.
Aku mendekatinya. “Eunkyung-a, kita akan bertemu Ahra Eonni.”
Eunkyung tersenyum. “Benar. Ah, Heejin-a, sepatumu, kemarin aku tak sengaja merusak solnya saat berlari mengejar tukang susu.”
“MWO?!”
***
DESEMBER 2013, BANDARA GIMHAE, BUSAN – HEEJIN POV
“Heejin-a…aku terlalu banyak bertambah gemuk ya?” tanya Eunkyung saat kami baru saja turun dari pesawat dan berjalan pelan keluar bandara.
Kugigit bibirku menahan tawa. “ Eo,” jawabku. “Tapi kau terlihat lebih kuat. Sudahlah…kau lebih cocok begitu. Tak ada yang salah denganmu.”
Eunkyung memukul pundakku. “Ya! Kau benar-benar bukan wanita.”
Aku tertawa. “Apa kau takut dia tak suka padamu lagi?” godaku.
“Ya! Lee Heejin! Sudahlah… aku malas bicara denganmu.
Tawaku semakin menjadi-jadi melihat Enkyung cemberut.
“Heejin-a…aku sedikit tegang.”
Kusodorkan sebotol jus jeruk kepadanya. “Ini, minumlah, semoga kau bisa merasa lebih baik. Melihat Eunkyung meneguk jus itu dengan terburu-buru, membuatku teringat sesuatu.
Flashback
AGUSTUS 2009, SEOUL – FLAT HEEJIN
HEEJIN POV
“Kebetulan saja kami bertemu, ya… tentu saja kami lantas makan bersama dan mengobrol.. sedikit ini dan sedikit itu.”
Kulirik Eunkyung yang sedang mengiris daging di piringnya dengan…tenaga yang berlebihan. Jelas sekali kalau dia gusar. Di bawah atap flat kecil kami, ada hal-hal tertentu, maksudku, nama orang-orang tertentu yang tidak seharusnya dibicarakan. Eunkyung menyuapkan sepotong daging berukuran cukup besar dan tersedak.
“Eunkyung-a, makanlah pelan-pelan,” perintahku seraya menyodorkan seteko air putih. Eunkyung menegak langsung air dari sana.
“Maaf,” ujarnya sambil mengusap bibirnya yang basah dengan punggung tangan. “Apa katamu tadi?Ah, sepertinya aku tidak boleh makan daging… selalu tersedak,” sambungnya lgi lebih kepada diri sendiri.
Aku menatap piringku sendiri dengan penuh perhatian. Eunkyung pasti mengira aku sedang berkonsentrasi pada makananku.
“Makan malam ini tidak enak, ya?” tanya Eunkyung lesu, “maaf, Heejin-a, padahal aku sudah mengikuti resepnya dengan benar. Sepertinya para penulis resep masakan di internet itu hanya mengarang sembarangan. Lain kali kalau aku bertugas menyiapkan makan malam, aku akan membuat masakan yang biasa-biasa saja… yang bisa dimakan manusia. Ha ha ha… Ah, apa kau sudah me---“
“Seo Eunkyung,” potongku. “Alasan yang selama ini selalu kau pertanyakan, aku mengetahuinya.”
Garpu di tangan Eunkyung terjatuh. Aku tak mempedulikan perubahan ekspresi di wajahnya. Kulanjutkan saja perkataanku. “Alasan Cho Kyuhyun berhenti mempertahankan hubungan kalian adalah karena dia,” aku menarik napas, “dia sudah tak mempercayaimu lagi.”
Eunkyung meletakkan pisau makannya. “Aku tahu.” Dengan lesu dia meninggalkan meja makan dan masuk ke kamarnya.
Flashback End.
DESEMBER 2013, BANDARA GIMHAE, BUSAN – EUNKYUNG POV
Di sebelahku Heejin bicara dengan penuh semangat. Tentu saja, mereka bertiga adalah teman akrab saat masih di sekolah menegah dulu. Sebenarnya, kami semua, termasuk aku, sama-sama berteman akbrab.
“Terima kasih, Heejin-a, kau juga Eunkyung. Kalian sudah menjengukku,” kata Ahra sambil menggenggam tangan kami berdua.
Aku tersenyum. Ahra Eonni sama sekali tidak berubah. Dia masih ramah, baik, dan secantik dulu. Beberapa waktu lalu dia mengalami kecelakaan, salah satu lampu yang dipasang di atas panggung tempatnya tampil dalam pertunjukan biola jatuh dan hampir menimpanya. Ahra Eonni mengalami shock yang cukup serius sehingga harus dirawat di rumah sakit untuk menghilangkan histeris.
“Eonni, kamu harus mengunjungi kami di Seoul, ya?” pinta Heejin.
“Benar, kami berdua akan menunggumu datang,” tambahku.
Ahra memeluk kami berdua bergantian. “Tentu saja, aku akan datang. Baiklah, masuklah, Kyuhyun akan menemani kalian berdua. Aku harus segera pulang, ada sesuatu yang harus kukerjakan.”
Aku merasa canggung luar biasa.
“Sampai jumpa,” katanya lagi dengan riang.
***
Kyuhyun dan aku berjalan beriringan. Dia menjinjing tasku sambil sesekali melontarkan pertanyaan sepele padaku. Aku menjawab semuanya seperlunya saja.
“Ya, ya, ya!… aku harus ke kamar kecil. Ini bawa ini Eunkyung-a,” kata Heejin sambil melemparkan tasnya sendiri ke arahku. Dengan sigap aku menangkapnya. Sebelum aku sempat protes, Heejin sudah berlari menjauh dan menghilang di balik kerumunan orang.
Kyuhyun mengambil tas Heejin dari dekapanku.
“Biar aku saja—“ protesku.
Perkataanku terputus saat kusadari Kyuhyun menggenggam tanganku. “Ayo, kita tak boleh terpisah. Aku hanya menatapnya, sebisa mungkint tak menunjukkan ekspresi apa pun.
Kami lalu berjalan membelah kerumunan orang di lobi bandara Gimhae.
“Kenapa Heejin jadi sepertimu? Dia pergi ke toilet sesuka hatinya saja, menjauh begitu saja…”
Aku nyaris tersandung tali sepatuku sendiri. “Ne?”
Kyuhyun menjawab tanpa menatapku. Dari belakang punggungnya aku mendengar suaranya pelan. “Anni, lupakan saja.”
Heejin-a, apa kau sengaja meninggalkan kami? Gumamku dalam hati.
“Ah, apa yang kau lakukan selama ini?” Aku merasa Kyuhyun mengeratkan genggaman tangannya pada tanganku. “Kau gemuk sekali,” guraunya.
Untuk pertama kalinya aku tertawa lepas. “Benarkah?”
Kyuhyun balas tertawa. “Benar.”
Kami menemukan kursi yang masih kosong dan segera duduk di sana.
Aku mengangkat bahu. “Entahlah, aku terlalu sering merasa bosan, dan masakan Heejin enak sekali. Jadi aku makan terlalu banyak dan tidak melakukan apa-apa.” Kutarik tanganku dari genggamannya, tapi Kyuhyun menarik tanganku lagi dan kembali menggenggamnya.
“Apa pekerjaanmu lancar?” tanyaku.
Kyuhyun terlihat bersemnagat membicarakan pekerjaannya. “Tidak terlalu membosankan, dan aku menikmatinya. Bisnis properti sepertinya memang cocok untukku. Ah, lalu apa kau dan Heejin akan membuka toko kue seperti yang kalian inginkan dulu?”
Aku mengangguk. “Ya.. itu rencana kami. Saat ini kami sudah memulai bisnis online, tapi Heejin dan aku masih perlu banyak belajar.”
“Apa parfummu masih sama?” tanyanya mengejutkanku.
Aku menatap Kyuhyun sambil mengerjapkan mata. “Eh? Wae? Apa aku bau sekarng?”
Kyuhyun tergelak. “Tidak, tidak,” jawabnya cepat-cepat. “Aku hanya… hanya,” dia berhenti sejenak, dengan suara yang hampir tak terdengar, dia menambahkan, “aku hanya sedikit, merindukanmu.”
Aku membuang muka.
“Kyuhyun-a, datanglah menemuiku kalau kau sempat. Heejin sangat merindukan saat-saat kita bermain bersama seperti saat masih bersekolah dulu. Ah, kenapa Heejin lama sekali?” cerocosku tanpa sadar.
“Mau berfoto bersama?” ajak Kyuhyun setelah kami berdua terdiam beberapa detik.
Aku menepis tangannya yang menggenggam ponsel. “Kau tahu aku tida suka difoto.”
Suara Heejin mengagetkanku dan membuatku menarik tanganku dari genggaman Kyuhun.
“Ya, Seo Eunkyung, pintu pesawat kita sudah dibuka! Ayo, cepatlah…” seru Heejin. “Cho Kyuhyun, sampai bertemu lagi! Kau harus ke Seoul menemuiku, akan kuajari kau memasak ramyeon.”
Kelakar Heejin mencairkan suasana tegang yang kurasakan. Kurasakan diam-diam Kyuyun kembali menggenggam tanganku.
“Ah, sial, aku lupa membeli obat antimabuk,” keluh Heejin.
Aku terkejut. “Sejak kapan kau minum obat –“
Sebelum kalimatku selesai, Heejin cepat-cepat bicara, “Ya! Jangan sampai tertinggal, kau masuklah duluan Eunkyung-a. aku akan membeli obat dulu.” Heejin berpaling pada Kyuhyun. “Pria jerawat, sampai bertemu lagi!”
Kyuhyun tertawa diejek seperti itu oleh Heejin. Mereka saling meledek sebentar sebelum akhirnya bersalaman dan Heejin berlari meninggalkan kami.
“Annyeong, Cho Kyuhyun,” kataku pelan.
Kyuhyun tersenyum.
Aku memutuskan untuk memeluknya.
Kyuhyun-a… bahkan memelukmu saja aku merasa asing.
“Aku akan datang menemuimu, tunggulah…” ujar Kyuhyun sembari menepuk punggungku.
“Jaga kesehatanmu, jaga juga Ahra Eonni,” balasku.
Sejak tadi aku ingin mengatakan maaf, tapi aku tak punya keberanian.
Kyuhyun-a, apa kau begitu marah padaku waktu itu? Saat aku menyerah, apa kau benar-benar sudah tak bisa memaafkanku?
Kyuhyun menatapku, masih sambil tersenyum dan denga susah payah aku membalasnya. Kyuhyun masih menggenggam tanganku.
“Aku pergi dulu,” kataku. Kulepaskan genggamannya perlahan. “Sampai jumpa.”
Aku berjalan pelan menjauhi Kyuhun, sekuat tenaga kutekan dorongan dalam hatiku untuk menoleh.
Kau menggenggam tanganku seperti itu, apa yang harus kulakukan?
Apa selama empat tahun ini kau juga bertanya-tanya seperti yang kulakukan? Bagaimana kalau saat itu aku datang padamu dan bukannya menulis surat tanpa perasaan seperti itu?
Bagaimana kalau saat itu aku membuang jauh-jauh egoku dan memulai lebih dulu untuk mempertahankan semuanya?
Apa jawabanmu kalau aku meminta kita untuk mulai lagi?
Kyuhyun-a… selama empat tahun ini aku bertahan seorang diri menunggumu, apa aku harus menunggu sedikit lebih lama lagi?
Aku takut kalau kau akan mengambil dua langkah ke belakang saat aku maju satu langkah mendekatimu.
Apa kau masih… mencintaiku?
FIN
Membosankan? Ha ha… bisa dimaklumi, kok. Gaya cerita seperti ini baru pertama kali saya coba. Tapi Readers, tolong berikan komentar, mungkin juga pendapat readers sendiri. Apa yang harus Eunkyung lakukan:
Menunggu sedikit lebih lama? Atau tetap memandang kalau kenangannya hanya sekedar kenangan? Saya membutuhkan readers, karena saya tidak menemukan jawaban untuk Eunkyung. Gadis itu sangat keras kepala dan bodoh dalam mengungkapkan apa yang dia rasakan… Dengan bodoh dan menyedihkan, dia terus menunggu karena amat mencintai Kyuhyun.