CHAPTER 1 : Eternal Friend
Menjadi sahabat abadimu bagiku sudah lebih dari cukup..
Nowon, 11 Januari 1995
Author POV Seorang yeoja cilik tengah asyik bermain seorang diri di pelataran rumahnya. Membuat gumpalan-gumpalan salju menjadi satu kesatuan, sebuah boneka. Kesenangannya mulai terusik saat tiba-tiba gumpalan bola salju berukuran bola tenis mengenai kepalanya.
“Yakk!”
Yeoja cilik yang berumur sekitar empat tahun itu membersihkan rambut hitamnya dari serpihan salju. Wajahnya yang semula muram menjadi cerah saat melihat seorang namja tambun yang seumuran dengannya datang.
“Mianhae, aku tidak sengaja” ucap namja cilik itu dengan wajah agak menyesal.
Gadis kecil itu menatapnya secara detail dan sebuah smirk muncul di wajah imutnya.
“Kau akan aku maafkan, tapi dengan catu syalat!” ujar si gadis kecil lantang. “Mwonde?” “Kau halus membantuku membuat boneka calju yang lebih tinggi. Kau kan lebih tinggi daliku. Otte?” “Baiklah, aku akan membantumu. Tapi cobalah mengucapkan R. Dasar cadel” ejek si namja kecil. “Hyak! jangan mengejekku”
Kedua anak kecil itupun membuat boneka salju bersama-sama. Tak hanya satu boneka salju. Tapi empat boneka salju. Dua boneka salju besar dan dua lainnya berukuran kecil. Mereka bermain bersama membuat keluarga boneka salju.
“Waaah, gomawo.” pekik si gadis cilik. “Untuk apa?” “Kau cudah membantuku membuat kelualga boneka calju.” “Kalau begitu kau harus berjanji satu hal padaku.” Pinta si namja tambun. “Apa?” “Kau harus menjadi sahabat abadiku, yaksok?” “Heum, yaksokhae.” Jawab si gadis cilik dan mereka berdua menautkan jari manis mereka. Tanda sebuah janji.
“Kyu-nie”
Namja cilik itu menoleh saat sebuah suara memanggil namanya.
“Eomma, eomma. Aku mempunyai teman baru!” pekiknya kegirangan dan menghampiri ibunya. “Nugu?”
Namja cilik yang bernama Cho Kyuhyun itu mengajak ibunya ke tempat sahabat barunya berdiri.
“Annyeong haceo ahjumma, joneun Kang Eunbin imnida” “Aigoo, yeppuda. Akhirnya uri Kyu-nie punya sahabat.” Ujarnya senang, karena yang ia tahu putra bungsunya itu memang sulit untuk bersosialisasi karena tubuhnya yang gemuk.
“Mulai hari ini Eunbin adalah sahabatku.” “Geurae, bagaimana kalau kalian berfoto?” Tanya Nyonya Cho yang kebetulan membawa kamera digital.
“Kajja Eunbin-ah” “Sebaiknya kita ajak kelualga boneka calju.” “Heum, kau benar”
Ckrikk Senyum lebar nampak menghiasi wajah innocent mereka bersama keempat boneka salju. Sebuah awal persahabatan yang indah..
*** 12 Agustus 1997
Pagi yang begitu cerah. Burung-burung yang seakan berlomba memamerkan kicauan siapa yang paling indah. Matahari seakan tersenyum menyapa orang-orang di Nowon. Persahabatan kedua anak manusia itu terus berjalan hingga kini mereka memasuki sekolah dasar yang sama.
Eunbin nampak berlari mendahului sahabatnya yang masih berusaha menyamai langkah kakinya. Mereka sepakat untuk berlomba lari hingga ke sekolah.
Langkah kakinya terhenti saat ia mendapati Kyuhyun di hadang oleh empat anak laki-laki yang lebih tinggi darinya. Ia mengenal mereka. Sunbae berandalan dari kelas tiga.
“Haha. Dasar gendut!” “Mana ada namja yang kalah lari dari seorang yeoja?!” “Sepertinya tubuhmu akan bertambah besar hanya dengan kau bernafas!” “Hahaha, Kyuhyun tubuh lebar!”
Eunbin mendengar mereka mengejek Kyuhyun. Hatinya ikut terluka saat sahabatnya di caci maki seperti itu. Ia melihat sebuah ranting pohon berukuran sedang lantas mengambilnya.
Buk buk buk
“YAK! JANGAN MENGANGGU CAHABATKU!! PELGI KALIAN!!”
Eunbin memukul tiga namja itu begitu keras hingga mereka memohon ampun dan berlari terbirit-birit.
“Cih! Dasar cadel. Kau seperti nenek sihir” umpat mereka dari kejauhan.
Eunbin mendengus kesal dan menghampiri Kyuhyun.
“Apa kau tidak apa-apa?” ia merasa khawatir pada Kyuhyun yang terlihat shock dan pucat. “Heum, gwenchana” Eunbin merasa lega saat senyum Kyuhyun mulai mengembang.
“Gomawo Eunbin-ah. Aku senang kau menjadi sahabatku” “Nado. Kau juga cahabat telbaikku”
*** 17 September 2002
Seorang gadis yang masih mengenakan seragam sekolah dasarnya nampak berlari tergesa-gesa menuju sebuah rumah. Wajah manisnya nampak diselimuti oleh rasa sedih yang begitu kentara.
Tok tok tok
Ia mengetuk pintu dengan begitu keras, berharap pintu itu segera terbuka.
“Eonni, apa keluarga Cho akan pindah ke Seoul?” tanya Eunbin dengan kedua mata yang sudah memerah saat seorang yeoja yang berumur tiga tahun lebih tua darinya membuka pintu.
Gadis itu –Cho Ahra-, kakak perempuan dari Kyuhyun hanya bisa mengangguk pelan. Dalam hati ia juga merasa sedih, harus berpisah dengan gadis yang sudah ia anggap seperti adiknya sendiri.
“Eonni, aku ingin bertemu Kyuhyun” “Dia ada di kamarnya saeng-ie”
Eunbin segera berlari menuju lantai dua dimana kamar Kyuhyun berada. Tanpa mengetuk pintu gadis itu masuk begitu saja kedalam kamar. Pemandangan pertama yang ia lihat adalah Kyuhyun yang sudah siap dengan koper-koper besarnya.
“Hiks hiks, Kyu..”
Kyuhyun menghampiri Eunbin yang mulai terisak. “Eunbin-ah kenapa kau menangis?” “Kau jahat! Kenapa kau pindah ke Seoul? Apa kau membenciku? Aku sudah tidak cadel lagi, kenapa kau pergi? Apa aku berbuat salah padamu? Mianhae.. hiks hiks”
Eunbin memberondongi Kyuhyun dengan berbagai pertanyaan. Namja itu tersenyum sebelum mulai berucap.
“Aniyo. Kami pindah ke Seoul karena appaku dipindahtugaskan kesana. Kau sahabat terbaikku. Bagaimana bisa aku membencimu eoh?”
Eunbin mendongak dan mengusap kasar airmatanya. “Tapi kau akan pindah Kyu, kita akan jarang bermain bersama”
Kyuhyun mencoba menghibur Eunbin meskipun ia sendiri merasa sedih harus berpisah dengan sahabatnya itu. Ia memeluk Eunbin, sebuah pelukan perpisahan.
“Kita masih bisa berkirim surat bukan?” tanya Kyuhyun. “Kau janji akan mengirimiku surat setiap hari?” “Tentu saja” “Berjanjilah kau tidak akan melupakanku” “Aku janji”
*** Seoul, 22 September 2009
Seorang namja yang memiliki tinggi sekitar 180 cm itu nampak menerobos kerumunan calon mahasiswa Universitas Korea. Mata onyxnya nampak memicing, mencari-cari namanya.
“Yes! Aku berhasil” pekiknya girang. Seulas senyum nampak di wajah tampannya. Ia berhasil masuk jurusan hukum di Universitas Korea.
Saat ia hendak meninggalkan papan pengumuman, sebuah nama menarik perhatiannya. Nama yang sangat ia kenal tertera di urutan pertama daftar penerimaan mahasiswa baru jurusan kedokteran.
“Kang Eunbin? Apa si cadel itu masuk universitas ini? Ah mungkin Kang Eunbin yang lain”
Kyuhyun melangkahkan kakinya menuju halte bus kota dan menunggu alat transportasi umum itu datang. Sesampainya di rumah, ia nampak kebingungan saat sang kakak tengah bercanda gurau dengan seorang yeoja. Ia tak dapat melihat wajahnya karena posisi yeoja itu yang membelakanginya. Rambutnya hitam legamnya yang dikuncir kuda mengingatkan Kyuhyun pada seseorang.
“Kyu-nie, neo wasseo”
“YAK!! KANG EUNBIN! SI CADEL NOWON!”
Kyuhyun tidak memperdulikan ucapan Ahra saat yeoja berkuncir kuda itu sudah menampakkan wajahnya. Wajah sahabat yang ia rindukan.
Saat Kyuhyun menghampirinya, gadis itu berdecak kagum mendapati penampilan Kyuhyun yang jauh berbeda. Kyuhyun yang dulu overweight kini menjelma menjadi pria yang tinggi dan wajah tampan yang nyaris sempurna. Hidungnya yang ia pikir semakin mancung dan kulitnya yang seputih susu. Sebuah pahatan yang sempurna dari Tuhan.
“Jadi benar kau masuk Universitas Korea? Apa kau pindah ke Seoul? Sejak kapan? Kenapa kau tidak memberitahuku? Kau benar-benar membuatku terkejut Eunbin-ah!”
Eunbin tersadar saat Kyuhyun menodongnya dengan banyak pertanyaan. Tawa gadis itu meledak saat Kyuhyun menampakan wajah penasarannya.
“SURPRISEEE” “Aku senang kita bersama lagi” ujar Kyuhyun dan memeluk erat Eunbin.
‘Apa aku berdosa jika aku merasa mencintaimu Kyu? Apa kau tahu rasa cinta ini datang saat kau pergi meninggalkanku’
*** 27 September 2009
Saat musim dingin menyapa, saat itu juga banyak insan yang lebih memilih tinggal di dalam rumah dan menikmati hangatnya kopi atau teh bersama keluarga mereka. Salju yang turun membuat mereka malas beraktivitas di luar rumah.
Namun hal itu tidak berarti untuk dua sahabat yang tengah membantu anak-anak kecil membuat boneka salju. Seakan hal itu membawa mereka bernostalgia pada pertemuan pertama mereka di Nowon.
“Gomawo oppa, gomawo eonni” ujar anak-anak itu serempak.
Mereka merasa senang telah dibantu membuat keluarga boneka salju. Tak hanya satu keluarga tapi tiga keluarga yang masing-masing terdiri dari ayah, ibu dan dua orang anak.
“Nee cheonmaneyo saengideul” jawab Eunbin senang, sedangkan Kyuhyun nampak tersenyum ramah pada anak-anak kecil itu.
“Kuharap mereka semua akan selalu berteman sampai mereka dewasa. Sama seperti kita” ucap Kyuhyun saat mereka dalam perjalanan pulang. “Eoh geurae. Tapi-“
Nampak keraguan dari Eunbin untuk melanjutkan kata-katanya. “Tapi apa eoh?” desak Kyuhyun penasaran. “Tapi- bagaimana kalau- kalau salah satu dari mereka- ada yang me- menyukai temannya?”
Kyuhyun justru tertawa saat Eunbin melanjutkan kalimatnya dengan terbata-bata. “Mana mungkin eoh? Mereka masih anak-anak. Lagipula mana ada sahabat yang saling menyukai?” “Ooh begitu ya?”
Kekecewaan jelas terpatri di wajah cantik Eunbin. ‘Sepertinya mustahil kau akan memandangku lebih dari sahabat Kyu’
*** 9 April 2012
Kesibukan. Kata itu yang telah membuat hubungan dua orang sahabat itu menjadi renggang. Eunbin yang sibuk melakukan praktek di rumah sakit dan Kyuhyun yang tengah menghabiskan masa magang di sebuah firma hukum. Kesibukan mereka sebagai mahasiswa semester akhir benar-benar membuat mereka jarang berkomunikasi hingga suatu hari mereka bertemu. Sebuah pertemuan yang membuat Eunbin merasakan sakit yang begitu dalam..
“Benar-benar cantik!” gumam Kyuhyun. Namja itu nampak menerawang jauh, entah apa yang ia pikirkan hingga membuatnya tak berhenti untuk tersenyum. Eunbin yang hari ini datang berkunjung ke rumah Kyuhyun menatap heran pada sahabatnya itu.
“Yak! Cho Kyuhyun! Kau pasti melamun yadong ya?!” ledek Eunbin dan duduk disamping Kyuhyun di ruang tv. “Ck. Dasar cadel. Otak ku ini selalu bersih, memangnya kau” balas Kyuhyun yang ikut meledek. “Hish, aku sudah tidak cadel!” “Tapi kau pernah cadel” “Hah sudahlah. Sebenarnya apa yang sudah membuatmu senyum-senyum tidak jelas seperti itu eoh?”
Kyuhyun menatap tepat di kedua manik mata Eunbin. Membuat gadis itu seketika merasa gugup.
“Cantik”
Blush~ Ucapan Kyuhyun membuat rona merah nampak jelas di wajah putih Eunbin.
“A-arayo. Aku tahu aku cantik” ucap Eunbin berusaha menetralkan detak jantungnya yang bekerja secara berlebihan.
“Kurasa aku sudah jatuh cinta”
Kalimat dan senyuman Kyuhyun semakin membuat Eunbin salah tingkah sekaligus bingung. Sebenarnya apa yang dimaksud Kyuhyun? Sejenak ia berfikir apakah Kyuhyun juga memiliki rasa yang sama sepertinya?
“A-apa mak-maksudmu Kyu?” “Aku jatuh cinta padanya. Lee Ji Hae”
Degg~ Entahlah. Jantung Eunbin yang semula berdetak secara berlebihan seakan berhenti tiba-tiba. Sesak? Itulah yang ia rasakan. Nafasnya tercekat. Seolah dunianya berhenti berputar saat itu juga. Tubuhnya terasa begitu lemas. Bahkan untuk berkedip saja terasa sangat sulit. Selama ini ia tidak bisa menyatakan perasaannya dan kini ia terlambat. Kyuhyun telah memberikan hatinya pada orang lain. Dan itu bukan dirinya..
*** 11 Januari 2014
Lonceng-lonceng itu berbunyi. Alunan musik yang terdengar memanjakan indra pendengaran. Disana berdiri seorang pria yang tengah berdiri gagah dengan setelan tuxedo merah maroon. Menanti mempelai wanita yang tengah berjalan menghampiri dengan gaun panjang dan warna serupa. Semua orang bahagia, terlihat jelas dari wajah mereka yang tidak henti-hentinya menampilkan sebuah senyuman.
Mungkin terlalu naif jika mengatakan semua orang bahagia. Faktanya ada seorang gadis yang tengah mencoba tegar. Sama seperti dua tahun belakangan yang ia lalui dengan menahan rasa sakit. Lehernya terasa tercekik saat ia melihat kemesraan sahabatnya bersama yeoja lain dan mulai melupakan dirinya. Sahabat abadinya..
Gadis yang mengenakan gaun merah muda selutut itu memang menampakkan sebuah senyuman. Namun senyuman itu tersirat jelas sebuah rasa sakit yang begitu besar. Menyesal? Yaa hanya itu yang bisa ia lakukan.. Menyesal karena tidak mengungkapkan perasaannya.. Menyesal karena ia terlalu pengecut!
Entah kenapa kini ia berharap waktu akan berhenti dan ia akan menyeret Kyuhyun pergi jauh. Hingga akhirnya pernikahan yang membuatnya begitu sakit ini tidak akan terjadi. Jika tidak ia ingin sekali menggantikan posisi gadis yang tengah berdiri bersama sahabatnya di altar.
Namun Eunbin masih bisa menggunakan akal sehatnya. Hal itu hanya terjadi di dunia fiksi dan yang ia jalani adalah dunia nyata! Oh come on!
Mempelai wanita telah mencapai altar. Pastor itupun memulai ritualnya dan kedua mempelai mulai mengucapkan janji suci mereka.
Eunbin memejamkan kedua matanya dan menggigit kuat bibir merah mudanya, berharap hal itu bisa mengurangi rasa sakit di hatinya. Masih teringat jelas di ingatannya saat Kyuhyun memberinya kabar tentang pernikahannya dengan sumringah.
Flashback ON “Eunbin-ah lusa aku akan menikah dengan Ji Hae” “Kuharap kau bisa datang dr. Kang” “Kau kan sahabat abadiku, kau tidak akan melewatkan moment terpenting dalam hidupku kan?” Flashback OFF
“kisseu kisseu kisseu”
Air mata Eunbin lolos begitu saja saat Kyuhyun dan Ji Hae telah usai mengucapkan janji suci mereka dan orang-orang mulai meneriakkan kata-kata yang terdengar menusuk telinganya.
Gadis itu sudah tidak sanggup lagi! Ia tidak ingin melihat adegan yang bisa membuatnya semakin hancur. Dalam hatinya ia merutuki sesi ini. Kenapa mereka harus mengumbar kemesraan di depan orang banyak?!
Eunbin berlari keluar dari gereja. Tak memperdulikan guyuran hujan yang kini membasahi tubuhnya. Pikirannya benar-benar kalut. Hatinya terasa begitu sakit. Kakinya terasa begitu lemas hingga tak mampu menopang berat tubuhnya. Jari-jari lentiknya memukul dadanya yang terasa sesak. Seakan tidak ada oksigen yang bisa ia hirup. Air matanya seolah berlomba dengan guyuran hujan yang sama-sama mengalir begitu deras.
Disaat di dalam sana mereka diselimuti kehangatan dan kebahagiaan. Disini Eunbin dalam kesendirian, dingin dan sakit..
‘hari ini kita bertemu dan hari ini pula kita berpisah’
‘kenapa kau menikah di hari pertama kita bertemu Kyu? Apa kau tidak mengingat hari ini?’
‘kini aku akan belajar mengikhlaskanmu. Kuharap kau bahagia bersamanya’
‘I’m your eternal friend, no more. Right?’
‘thanks for everything, let me keep this feeling. Forever~’
End~