CHAPTER 2 : The Truth Finally Revealed
Kejadian satu minggu lalu itu masih membekas di hati Wooyoung. Dia terus mencoba menghubungi Hanna tapi tidak pernah bisa. Wooyoung juga sempat bertengkar hebat dengan Nichkhun hingga akhirnya Nichkhun memutuskan meninggalkan dorm. Member 2PM lainnya tidak bisa berbuat apa-apa, mereka hanya heran melihat kedua orang yang selalu nampak dekat itu kini berubah 90 derajat, dan semua itu hanya karena seorang wanita, Hanna.
Handphone Wooyoung berdering sedari tadi di atas meja, tapi jangankan mengangkatnya, melihatnya pun tidak. Yang ada di pikirannya hanya Hanna, Hanna dan Hanna. Suaranya terus terngiang di pikirannya “oppa…Wooyoung oppa~” begitu biasanya Hanna memanggilnya, suara khas itu begitu dia rindukan. Handphone Wooyoung masih terus berdering, akhirnya dilihatnya handpone tersebut ‘incoming call –Junho-‘.
Diangkatnya telepon tersebut, “Wooyoung-a~, eodiya?” suara Junho terdengar di ujung sana. “wae?” jawab Wooyoung malas. “aish… jawab saja kau dimana? Aku punya berita penting untukmu,” Kata Junho. “aku di Restoran pasta, kau tahukan? Berita apa? Aku tidak tertarik mendengarnya,” jawab Wooyoung tidak perduli. “benarkah kau tidak tertarik? Walaupun itu tentang Hanna?” Tanya Junho. “APA?! Hanna? Kenapa? Dimana kau? Aku kesana sekarang,” jawab Wooyoung cepat. “tadi katanya tidak tertarik, sudahlah…” belum sempat Junho bicara Wooyoung sudah memotong “dimana kau? Cepat katakan.” “aish kau ini. Aku masih di ruang latihan, kau bisa datang kesini?” tanya Junho. “aku segera kesana” jawab Wooyoung yang langsung mematikan telepon.
Mobilnya yang melaju cepat kini sampai di gedung JYPEntertainment, dia pun bergegas menuju ruang latihan untuk menemui Junho. Dibukanya pintu berwarna hitam itu, Junho ada disana sedang latihan dance sendirian “junho ya~” panggil Wooyoung “oh, kau sudah sampai? Cepat sekali.” Tanya Junho sambil mematikan lagu yang sedang diputar.
“berita penting apa yang kau maksud?” Tanya Wooyoung penasaran. “eii baru juga sampai, duduk dulu sebentar. Aku ke kamar mandi dulu yah.” Junho pun melangkah keluar dari ruangan. Beberapa menit kemudia diapun masuk bersama satu orang lagi bersamanya.
Wooyoung menoleh saat pintu terbuka, dan melihat Junho bersama orang itu. “mau apa dia kesini?” Tanya Wooyoung sinis. “Wooyoung-a~ jangan marah dulu. Ada sesuatu yang ingin di katakan Khun hyung padamu,” Junho menjelaskan. Wooyoung pun bangkit dari duduknya dan berjalan menuju pintu melewati Nichkhun dan Junho.
“dia sakit… Hanna” Nichkhun akhirnya buka suara. Langkah kaki Wooyoung terhenti mendengarnya. “apa maksudmu?” Wooyoung akhirnya menoleh ke arah Nichkhun. “aku akan menceritakan semuanya, mari kita duduk dulu Wooyoung-a~” pinta Nichkhun. Mereka bertiga pun akhirnya duduk di ruangan tersebut.
“Hanna…dia..” Nichkhun seolah tidak mampu meneruskan kata-katanya. “dia kenapa?” Tanya Wooyoung. “dia menderita kanker otak, stadium akhir” Jawab Nichkhun. “apa maksudmu? jangan bercanda,” jawab Wooyoung kaget tidak percaya.
"Hanna meminta bantuanku menyembunyikannya darimu, karena itulah adegan seminggu yang lalu terjadi” Nichkhun meneruskan penjelasannya, “Dia tahu kau tidak mungkin mau putus darinya, karena itu dia memintaku sebagai alasan. Apa kau tidak tahu? Aku pun sama menderitanya melihatmu seperti itu Wooyoung-a~” Wooyoung yang mendengarnya hanya terdiam. untuk sekian menit, ruangan itu hening tanpa suara.
“kenapa? Kenapa dia begitu hyung?” Tanya Wooyoung memecah hening yang tadi melanda. “kau pasti tahu alasannya lebih dari siapapun, bukankah begitu? Wooyoung-a~ Hanna.. menurutku saat ini dia sangat membutuhkanmu, karena itu aku memberi tahu ini padamu.” Wooyoung masih terdiam disana, tanpa sepatah kata pun.
“wooyoung-a~ gwaencanha?” Tanya Junho. “kau tidak ingin menumuinya?” Tanya Junho hati-hati.
“kanker? Kenapa aku bisa sampai tidak tahu?” gumam Wooyoung pelan. “Hanna…pasti sembuhkan?” tanya wooyoung menatap mata Nichkhun, Nichkhun hanya balik menatapnya tanpa sepatah katapun terucap. “jawab aku hyung” pinta Wooyoung.
“kankernya sudah menjalar, dia juga tidak melakukan kemo terapi selama ini. Dokter bilang..” | “arraseo,” potong Wooyoung sebelum Khun selesai bicara “jangan teruskan lagi. Aku tahu dia pasti sembuh, pasti” jawab Wooyoung. “Wooyoung-a~ Hanna..” | “aku bilang hentikan!” bentak Wooyoung pada Khun. “Hanna akan baik-baik saja, aku yakin. Dimana dia Hyung?” Tanya Wooyoung, Khun pun memberi tahu alamat rumah sakitnya. Wooyoung bergegas pergi kesana. “apa Hanna benar bisa sembuh hyung?” Tanya Junho. Nichkhun hanya terdiam, “mari kita berharap ada keajaiban untuknya.” Jawab Nichkhun sambil keluar dari ruangan itu.
Wooyoung kembali memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi, penglihatannya kabur karena air mata membasahi matanya. “hal yang paling aku takutkan itu adalah saat aku harus ninggalin kamu” kata-kata Hanna itu teringat dalam pikirannya. “ahh saat itu dia sudah tau, kenapa aku tidak menyadarinya. Seberapa sakit yang dia alami kenapa aku tidak mengetahuinya. Mianhae~ Hanna ya.” Sesal Wooyoung dalam hati. “kau pasti sangat takutkan? Gadis itu bahkan selalu minta kutemani saat sakit sekecil apapun, bagaimana bisa dia menghadapi ini sendirian?” berbagai pikiran berkecambuk dalam hatinya. Meluapkan air mata yang tak sanggup dia bendung.
Wooyoung tiba di depan kamar rumah sakit itu, mengintip lewat pintu yang setengah terbuka. Dua orang suster ada disana bersama seorang wanita yang tak henti-hentinya muntah kedalam wadah yang di pegang sang suster. Wooyoung tak sanggup melihatnya, wajah gadis itu tampak pucat dan lebih kurus. Kedua suster itupun keluar meninggalkan kamar. Wooyoung masih berdiri dibalik pintu dan memperhatikannya, Hanna berusaha mengambil tissue di atas meja namun tangannya yang di infuse sulit menjangkaunya. “ini,” sambil menyodorkan kotak tissue tersebut. Hanna menaikan wajahnya ke atas dan melihat wajah tersebut. “Wooyoung oppa?” Hanna sangat kaget milihatnya sedang memegang kotak tissue. “oppa kenapa… kenapa kau bisa disini?” Tanya Hanna dengan nada senormal mungkin lalu memalingkan pandangannya ke arah jendela, dia tidak sanggup memandang Wooyoung.
Wooyoung tidak menjawab dan hanya membersihkan mulut Hanna dengan tissue yang di peganya. “apa yang kau lakukan? Oppa kita..” kata-kata Hanna terhenti saat tangan hangat Wooyoung memeluknya. “mianhae,” bisik Wooyoung. Hanna mendorong tubuh Wooyoung menjauhinya “kau ini kenapa? Kita sudah putus, kau ingat?” Tanya Hanna yang masih tidak bisa menatap wajah Wooyoung. “tidak aku tidak ingat. Kapan kita putus?” Wooyoung kembali mendekat ke ranjang Hanna.
“aku sudah tau semuanya dari Khun hyung, jadi jangan begini lagi Hanna-ya~” Wooyoung duduk di ranjang itu. Hanna pun menoleh, “khun oppa? Apa yang dia katakan padamu? Aku baik-baik saja oppa, sungguh. Aku benar baik-baik saja.” Hanna tidak ingin Wooyoung tau kondisinya, namun semuanya berantakan. “kau pasti takutkan? Apa kau bisa tidur nyenyak di rumah sakit sendirian? Mianhae aku datang terlambat. Apa kau benar baik-baik saja?” Tanya Wooyoung sambil membelai rambut Hanna, Hanna menarik tangan Wooyoung yang ada di kepalanya, rambut hitamnya ikut terbawa di telapak tangan Wooyoung. “kau lihat?” Tanya Hanna menunjukan tangan Wooyoung yang kini dipenuhi rambutnya yang rontok. Wooyoung hanya menatap wajah Hanna yang menahan tangis di matanya, “kau akan baik-baik saja, jangan khawatir”
"aku tidak baik-baik saja oppa” kata Hanna melihat Wooyoung. “aku… aku sama sekali tidak baik. Aku takut.” Tangis Hanna pun akhirnya meledak. Wooyoung memeluknya erat “jangan takut, sekarang aku sudah disini.” Wooyoung membiarkan Hanna menangis sepuasnya di pelukannya. “sudah tau kau takut tidur sendiri, kenapa kau tidak memberi tahuku. Dasar gadis bodoh. Jangan pernah menyuruhku pergi lagi.” Kata Wooyoung sambil mengelus lembut rambutnya. Beberapa saat kemudian tangis Hanna terhenti, diapun keluar dari pelukan Wooyoung.
“oppa, apa kau tau apa penyakitku?” Tanya Hanna, “umm, aku tau. Aku sudah tau semuanya. Jangan kabur lagi, aku akan terus menemanimu sampai kau sembuh.” Jawab Wooyoung. “maafkan aku…” | “sudahlah jangan bicarakan ini lagi. Kau tidak suka aku ada disini?” Tanya Wooyoung, “tidak, aku suka. satelah seminggu disini aku rasa menjauhi mu bukan ide yang bagus. Aku merindukanmu, oppa.” Akhirnya Hanna berpikir untuk kembali bersama Wooyoung, dia baru menyadari dia tidak sanggup berpisah dari pria ini.
“tapi oppa… aku…. aku tidak ingin kau melihatku seperti ini. aku tidak seperti dulu lagi, kau mungkin akan bosan denganku oppa. Jadi..” air mata Hanna kembali menetes | “geumanhae, jangan bicara lagi. Apa yang berubah darimu? Wajah pucat? Ani, kau tetap cantik untukku. Rambut rontok? Semua orang pun pernah mengalaminya Hanna ya~ yang aku butuhkan hanya kau, Jung Hanna”
“aku sangat merindukanmu, aku pikir aku bisa gila.” lanjut Wooyoung tersenyum. “tapi ada satu hal yang berubah,” Lanjut Wooyoung. Hanna menatap Wooyoung mencari tahu apa makna kata-katanya tersebut, “kau lebih cengeng dari sebelumnya. Aku tidak suka.” Wooyoung mengusap air mata di pipi Hanna, “yang aku rindukan itu adalah senyummu. Bisa kau berikan itu padaku?” Tanya Wooyoung tersenyum manis. “umm” Hanna mengangguk dan mengembangkan senyumnya, eye smile manis menghiasi mata indahnya.
Tiba-tiba Hanna merasakan sakit yang teramat sangat pada kepalanya, “ahhhh oppa..” kedua tangannya menekan kepalanya yang sakit bukan main. “kamu kenapa Hanna?” Tanya Wooyoung panik. “kepalaku…” Hanna tidak sanggup menahannya jadi dia berbaring di kasurnya sambil memegangi kepalanya. “oppa..” | “Hanna ya~ tunggu sebentar aku akan memanggil dokter.” Wooyoung baru saja akan berdiri dari ranjang itu tapi tangan Hanna menarik bajunya. “jangan pergi” pinta Hanna dengan suara mendesah menahan sakit.
“jangan pergi, oppa” tangan Hanna mencengkram kuat baju Wooyoung. Wooyoung pun kembali duduk dan menggenggam tangan Hanna “apa yang harus aku lakukan? umm?” Tanya Wooyoung yang ikut tersiksa melihat kekasihnya itu kesakitan. “itu..obatku,” Hanna menunjuk botol berisi pil biru di atas meja. Wooyoung pun segera mengambilnya beserta air dan membantu Hanna meminumnya.
Hanna kembali berbaring menahan sakit, Wooyoung terus menggenggam tangan Hanna sementara tangan satunya mengusap keringat di dahi Hanna. “gwaencanha?” Tanya Wooyoung “umm..” jawab Hanna yang masih mencengkram erat lengan baju Wooyoung menahan sakit. “kali ini aku bukan cengang oppa, aku benar-benar..” Hanna tidak sanggup meneruskan kata-katanya karena rasa sakit hebat yang mendera kepalanya, hanya air mata yang sanggup menyampaikan rasa sakit itu.
***
Keesokan harinya Hanna membuka matanya, Wooyoung tertidur di sampingnya masih menggenggam tangannya. Hanna mengelus lembut rambutnya “gomawo” bisiknya tepat di kuping Wooyoung. Hanna pun bangun dari tidurnya dan duduk di kasur. Dia Membelai rambut Wooyoung, kebiasaan yang sudah satu minggu ini tidak dia lakukan. Wooyoung pun terbangun, “oh! Good morning, jagia” sapa Hanna dengan senyum hangat, “apa aku membangunkanmu?” | “good morning. Tidak, tidurku memang sudah cukup.” Wooyoung pun balas tersenyum. “kamu sudah tidak apa-apa?” tangan Wooyoung memegang dahi Hanna. “umm, aku baik-baik saja. Jangan khawatir.” Hanna kembali mengembangkan senyum di bibirnya, senyum manis yang sangat di rindukan Wooyoung.
“oppa.. Wooyoung oppa~” panggil Hanna. “wae? Kau ingin sesuatu?” Tanya Wooyoung. “aku ingin liburan, berdua bersamamu. Bisa kita pergi?” pintanya. “liburan? Andwae! Tunggu kau sembuh baru aku akan membawamu liburan kemanapun kau mau.”
“aku sudah sembuh, buktinya aku tidak apa-apa. Ayo oppa kita pergi, eung?” rayu Hanna sambil memainkan tangan Wooyoung. “aegyo tidak mempan” jawab Wooyoung singkat. “aish jinjja!!” Hanna melepas tangan Wooyoung dan kini melipat kedua tangannya di dada dengan muka cemberut.
“pagi-pagi sudah marah-marah, kau ini” canda Wooyoung sambil mencolek pinggang Hanna yang membuatnya geli “opaaaa….” Jerit Hanna, “wae? Sudah selesai marahnya?” Wooyoung hanya tersenyum melihat pacarnya yang manis tersebut. "molla" jawab Hanna kesal dan mebalikkan wajahnya.
“hmm, sudah bisa marah sepertinya memang sudah sembuh ya. Haruskah kita pergi berlibur?” Tanya Wooyoung. Hanna dengan cepat membalikan wajahnya menghadap Wooyoung “jinjja? Jinjja jinjja?” tanyanya semangat. “umm,” Wooyoung mengangguk “kemana kita pergi?”
“busan,” jawab Hanna cepat. “Busan? Kau ingin main ke rumahku?” tanya Wooyoung. “aniya, kita ke pantai oppa. Yang dulu kita datangi.” Jawab Hanna dengan muka berseri. “oke, lets’s go!!” Wooyoung pun ikut bersemangat.
“kalian mau kemana?” suara seorang pria mengagetkan mereka, mereka berduapun menoleh ke arah pintu. “oppa!” panggil Hanna saat melihat sosok di depan pintu. “annyeong” pria itu melambaikan tangan dan masuk diikuti keempat pria lainnya. “kau baik-baik saja?” Tanya Taecyeon memberikan satu buket bunga, Hanna tersenyum dan mengangguk, “gomawo”
“mau apa kalian disini?” Tanya Wooyoung. “tentu saja menjenguk Hanna. Aku rindu sekali padamu Hannaya~” Junho mendekat ke ranjang bermaksud memeluk Hanna, “yaaa!!!” Wooyoung menatapnya dengan mata hampir keluar. “aishhh dia ini” kata Hanna menatap Wooyoung.
“mau aku laporkan So eun?” goda Wooyoung pada Junho. Kim So Eun adalah kekasihnya sejak setahun lalu. “yaaa!!! Hanna kan sahabatku, apa salahnya memeluknya.” Junho membela diri. “aishhh berisik sekali, kalian ini!! Hanna ya~ kau harus cepat sembuh dan bermain bersama kami lagi di dorm, oke? Bocah-bocah ini sepertinya sangat merindukanmu” kata Jun.k. “arraseo oppa” senyum Hanna terkembang.
“chansungie?” Tanya Hanna tidak melihat sosok sahabatnya satu itu. “yeogi,” Chansung ternyata sudah ada di depan pintu. “tadi aku membeli ini dulu” kata Chansung mengangkat parsel berisi buah. “pisang?” Nichkhun heran melihat dua sisir pisang dalam keranjang itu. “kenapa kau malah membeli makananmu sendiri? Tanya Nichkhun. “ini untuk Hanna, buah sangat baik untuk kesehatan. Bukan begitu hyung?” Chansung menatap Teacyeon mencari dukungan. “yang benar itu pisang sangat baik untukmu chansung-a~” taecyeon menjawab dan diikuti tawa dari semua orang. Sisa hari itu dipenuhi obrolan dan canda diantara mereka. melupakan rasa sakit yang seminggu ini mendera, meluapkan rasa rindu yang menyesakan dada.
***
Hanna POV
“hari ini aku sangat bahagia. Rasa sakitku berkurang karena dia disini. Aku baru menyadarinya, rasa sakit yang hampir mebunuhku satu minggu ini bukanlah karena penyakitku, melainkan karena pria itu tidak ada. Aku mencintainya, Wooyoung oppa. Seandainya waktu bisa dihentikan aku berharap berhenti disini. Aku takut. Aku takut meninggalkannya. Tuhan, berikanlah aku waktu sedikit lebih lama bersamanya. Aku ingin mengobati lukanya, mengembalikan senyumnya dan membalas cintanya sebelum aku pergi…”
kupanjatkan doa itu, berharap Tuhan mendengarnya. Mungkinkah itu? Mungkinkah keajaiban datang padaku?
-to be continued-
about FF
thank you for reading^^ next chapter will be the final chapter, hope you waiting for this. let me know if you want to read the ending, I'll post it immediately. gomawo :)