CHAPTER 2 : Day-1
Chapter 2: The First Day as His Slave
Jiyeon menatap kosong smart phone yang ia genggam;menerawang apa yang telah terjadi setengah jam yang lalu. Tubuhnya memang sudah berada di tempat tidur kamarnya namun pikirannya masih tertinggal di Paradise.
“Fuuh... Tidak apa Park Jiyeon. Ini semua demi sahabatmu.” Jiyeon menghela napas. Ia membayangkan wajah tersenyum Minah yang selalu ia berikan kepadanya setiap hari.
“Dan juga kamu mendapatkan teman yang baru.” Katanya pelan sambil menatap last missed call yang telah Myungsoo buat.
Jiyeon lalu meletakkan smart phone putihnya ke meja dan memutuskan untuk tidur. Tubuhnya membatu saat dia menatap bayangan dirinya di cermin. Ia memegang bibir lembutnya. Masih terasa sentuhan hangat yang diberikan oleh bibir Myungsoo ke bibirnya setengah jam yang lalu. Dan ia juga masih merasakan betapa kencang detak jantungnya saat itu, sesak napasnya yang membuncah serta tangan besar Myungsoo yang membelai lembut rambutnya.
Ingin ia meneteskan air matanya lagi namun ia tau itu semua tidak akan menyelesaikan masalah. Hanya desahan yang berulang kali ia hembuskan.
Pagi harinya di kelas 1-B
Jiyeon meletakkan tasnya. Lagi-lagi ia menghafalkan seisi kelas sembari melihat kertas profil yang telah ia buat.
“Lee Howon.Mengikuti kelas dance dan juga seorang dancer part time.Lalu sebelahnya...” Jiyeon tercekat saat mengetahui sosok namja yang sedang duduk sambil memasang earphone itu.
Wajahnya sangat dingin dan arogan. Setiap pasang mata yang menatapnya pasti akan dapat melihat betapa kerasnya dinding es yang telah ia buat. Dinding es yang membuat dirinya tidak mempunyai teman. Ditambah dengan bukti banyaknya makanan serta kue yang tidak tersentuh,berserakan di mejanya. Banyak siswa SMA Woollim yang telah menjadi fans beratnya, tapi Myungsoo tak pernah menggubris. Apapun yang fans nya lakukan, ia hanya menganggapnya sebagai angin lalu saja.
“Dia adalah Kim Myungsoo...” Jiyeon terdiam. Kembali pikirannya menflashback kejadian kemarin malam.
Dan akhirnya bel masuk membangunkannya.
Pelajaran Matematika dan Fisika terlewat begitu cepat. Jiyeon sudah hapal betul apa yang dikatakan oleh gurunya karena ia telah membaca semuanya jadi 2 jam sebelumnya pikirannya hanya terpusat kepada kejadian kemarin malam. Mungkin benar kata orang, first kiss bukan sesuatu yang begitu saja dapat mereka lupakan.
Jiyeon menghembuskan nafasnya berat sebelum mengeluarkan bekal makan siang dari dalam tas ranselnya. Ketika ia hendak meletakkan bekalnya tersebut ke atas meja, sebuah sticky note berwarna kuning tertangkap oleh indra penglihatannya. Ia kemudian membaca isi sticky note tersebut.
Datanglah ke atap sekarang juga. –KMS
Jiyeon menghela napas ketika ekor matanya melihat sosok Myungsoo yang sudah berjalan menuju pintu.
Di atap
“Kerjakan PR Matematika dan Fisika untukku. Aku tak mengerti integral dan gerak parabola.” Myungsoo duduk di sebelah Jiyeon yang sedang memakan nasi bekalnya kemudian meletakkan buku PRnya ke samping tempat dimana Jiyeon duduk.
“Ya..!” Jiyeon berusaha untuk protes meskipun mulutnya masih penuh oleh makanan. Wajahnya menunjukkan kepada Myungsoo raut wajah tidak suka namun itu semua terhenti ketika Myungsoo mengeluarkan handphone miliknya dan menunjukkan foto yang ia potret kemarin malam. Smirk khas milik Myungsoo pun tertulis di wajah sempurnanya.
“Arra arra..” Jiyeon menunduk pasrah sambil mngehembuskan nafasnya lemah.
Bisa apa sih aku, selain menurut? Batinnya pelan.
Sementara Myungsoo, dia hanya bisa terkekeh kecil melihat perubahan wajah Jiyeon yang sangat drastis. Tadinya kesal sekarang tampak pasrah. Perhatiannya kemudian teralihkan oleh bekal makanan Jiyeon yang tertata rapi. Perutnya yang kebetulan masih kosong membuatnya memutuskan untuk mencicipi makanan milik Jiyeon.
“Kamu membuatnya sendiri?” tanpa ijin Jiyeon,Myungsoo mengambil satu kue nasi miliknya.
“Nae.” Jiyeon mengangguk pelan.
“Geojitmal(Bohong)! Sudah pasti ibumu atau pembantumu yang membuatkannya bukan? Tch.Mencoba untuk memikatku dengan makanan,huh?” Myungsoo mencicip kue nasi yang dia ambil dari Jiyeon.
Hening. Jiyeon tak juga menjawab, ia menghentikan aktivitas makanannya.
“Ya! Majikanmu bertanya.Jawablah.”
Jiyeon tersenyum tipis ke arah Myungsoo.
“Ayahku tidak memperkerjakan pembantu dan.. Ibuku sudah tiada sejak melahirkanku.”
Jiyeon kembali memakan kue nasinya.
Myungsoo terhenyak. Ia sama sekali tidak tahu mengenai hal ini dan ia merasa tidak enak ketika mengetahui secara tak langsung ia mengingatkan Jiyeon mengenai ibunya yang telah meninggal.
“Mian..Aku tak bermaksud...” Myungsoo mencoba berbicara.
“Sudahlah. Kamu tak perlu meminta maaf.” Jiyeon mencoba tersenyum meskipun perih itu masih tampak di senyumnya.
Setelah itu, Myungsoo hanya diam. Begitu juga dengan Jiyeon.
Merasakan atmosfer yang tidak enak, Myungsoo mencoba untuk mencairkannya.
“Ya memang seharusnya seorang majikan tak perlu meminta maaf.” Myungsoo merasa bahwa kalimatnya agak sedikit kejam tetapi memang itulah wataknya.
Dengan itu, Myungsoo bangkit dan melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Jiyeon. Tidak ingin mulutnya mengatakan hal lain yang dapat membuat Jiyeon sakit hati.
Sepulang sekolah, Park Jiyeon kembali menuju ke atap. Membuka retsleting tasnya, ia mengeluarkan seekor kucing berwarna pola cokelat,putih dan hitam.
“Setidaknya kamu akan aman di sini, Jimin-ah~” ia mengusap kepalanya pelan setelah meletakkannya di lantai atap.
Park Jiyeon masih teringat betul ketika tadi pagi ia menemukannya di sebuah kotak kardus. Kedinginan dan kelaparan. Hal itu yang membuatnya memutuskan untuk membawanya dan menyimpannya sementara di gudang. Karena ia tidak setega itu untuk meninggalkan kucing tersebut di gudang, ia lalu membawanya menggunakan tas ranselnya dan memindah habitatnya ke atap sekolah.
“Meong...”
“Mian,Jimin-ah~ Bahkan rumahku tidak lebih aman daripada jalanan dimana aku menemukanmu tadi jadi aku tidak bisa membawamu pulang.”
Jiyeon tersenyum sendiri ketika kucing yang bahkan telah ia beri nama itu mengucapkan kembali kata ‘Meong’ dengan manja.
Jiyeon kembali mengelus lembut kepala kecil Jimin. Ia merasa iba dengan Jimin, kucing sekecil itu ditinggal sendirian tanpa kehangatan induknya.
“Cukup aku saja yang tidak merasakannya.” Ia menggendong kucing tersebut dan memberinya sisa makan siangnya tadi.
“Kuharap kamu suka dekbokki, Jimin-a, meskipun ini sedikit pedas.”
Jiyeon menyuapi Jimin dengan lembut dan hangat sakan-akan dialah induk dari sang kucing.
“Ya Park Jiyeon!!” suara lantang seorang laki-laki terdengar di belakang punggung Jiyeon membuat Jimin lepas dan lari dari gendongannya.
“Kamu tidak membaca pesanku? Geez..” Myungsoo memasang wajah kesalnya.
“Mi..mian.Aku sedang memberi Jimin makan.” Jawab Jiyeon lesu agak tertunduk.
“Kamu lebih mengutamakan kucing yang kamu pungut di pinggiran jalan tadi pagi daripada majikanmu?” Myungsoo berdecak sambil berkacak pinggang.
“Kamu tahu...kalau..aku..memungutnya..” Jiyeon terbata-bata, jujur saja, ia masih sedikit takut dengan Myungsoo. Mungkin karena ia selalu teringat dengan insiden ketika mereka berada di Paradise kemarin malam.
Mengetahui bahwa Jiyeon curiga kalau Myungsoo mencuri dengar ucapan Jiyeon dari luar sejak tadi, ia kemudian menyangkal. Ia tidak mau tahu bahwa aktor terkenal sepertinya mencuri dengar seorang cupu seperti Jiyeon.
“Mengupingmu? Yang benar saja.Tch.Aku hanya menebak saja,pabo”
Jiyeon hanya ber-oh pelan.
“Baiklah. Segera gantikan aku piket. Aku ada janji dengan Lizzy.” Lanjut Myungsoo dengan mengoper tongkat pel yang ia pegang.
“Nae..” balas Jiyeon,masih dengan nada rendahnya. Ia terus memandang ke tanah.
“Ermm satu lagi.” Myungsoo terhenti “Aku tidak ingin seorang pun melihat kita berinteraksi di sekolah jadi kembalikan buku PR nya besok di apartemenku saja. Jangan tanyakan aku alamat apartemenku dimana karena kuyakin pesuruh pasti tahu letak rumah majikannya dimana.” Myungsoo menyeringai dan pergi berlalu begitu saja, meninggalkan Jiyeon yang masih tertunduk menatap ke bawah.
Jiyeon pun segera mencari Jimin setelah sosok Myungsoo menghilang.
“Jimin-ah..”
Setelah menemukan sosok Jimin, ia pun mendekatinya. Kembali memanjakannya dengan sentuhan lembut tangannya.
“Huuft kau mengkhawatirkanku saja.”
Jiyeon pun mengeluarkan kue berasnya lagi.
“Jimin-ah...Sepertinya kehidupan SMAku akan penuh dengan bullying dan intrik lagi.”
Ia pun menatap langit yang mulai memerah karena matahari mulai tenggelam meninggalkan semburat merah yang membuat Jiyeon tersenyum.
“Kamu menghindari Minah sejak tadi pagi? Waeyo?” Kai bertanya dengan nadanya yang agak meninggi.Seperti biasa, Jiyeon selalu bercakap dengannya melalui jendela kamarnya karena tentu saja ayah Jiyeon tidak akan mengijinkan Kai untuk masuk.
Jiyeon menghela napas. Ia tahu tindakannya tidak benar namun ia tidak memiliki pilihan lain. Atau hidup memang tidak memberinya pilihan yang lebih baik? Entahlah.
“Myungsoo memergokiku dan mengancamku untuk tidak memberikan fotonya pada Minah.”
“Kalian saling bercakapan?” Kai kembali menginterogasi Jiyeon yang sedang mengerjakan PRnya dan PR Myungsoo.
“Melalui pesan” jawab Jiyeon singkat.
“Kembali ke kalimat tadi. Mengancam? Tch. Kekanak-kanakan. Sudah berikan saja kepada Minah.Dia tidak punya apa-apa untuk mengancammu.”
Jiyeon terhenti. Ia membuka smart phone putihnya dan membuka sebuah pesan dari Myungsoo yang berisi foto mereka kemarin malam.
Lihatlah foto ini selagi mengerjakan PR untukku, ya *ahjumma. Agar kamu lebih semangat. Kekeke -Majikanmu
“Ah aku lupa.” Komentar Kai setelah melihat pesan tersebut. “Sepertinya aku memang perlu untuk membiarkan bocah itu mencicipi tinjuanku.” Kai mengepalkan kedua tangannya; menunjukkan urat-urat tangannya.
“Kim Jongin-ah~ Hajima~ Kamu ingin aku dibully seperti waktu SMP lagi? Kamu tahu sendiri kan fans Myungsoo seperti apa? Myungsoo juga cukup baik padaku jadi kamu tidak perlu khawatir.” Jiyeon tersenyum ke arah Kai.
Kai hanya bisa mendesah pelan. Ia mengetahui betul apabila Jiyeon telah menyebutnya Kim Jongin bukan Kai lagi itu berarti Jiyeon sedang serius. Ia pun melepaskan kepalannya.
“Baiklah.Panggilah aku jika dia mengancammu lagi.Aku ingin melanjutkan game online-ku.” Kai-pun menutup jendela kamar Jiyeon dan melangkah pergi.
Woollim Academy, Kelas 1-B
Jiyeon sudah 2 hari ini menghindari Minah. Ia tidak bisa berbohong. Ia tidak bisa mengatakan bahwa ia tidak mendapatkan apa-apa ketika ia telah menemukan bukti yang banyak tentang Myungsoo dan wanita bernama Soojung.
Mianhae Minah-ya...
“Ya Jiyeon-ah~~” seseorang yang sedang ada di benak Jiyeon pun muncul membuat Jiyeon agak terlonjak.
“N-nae?”
“Kamu tidak membalas smsku dari kemarin? Dan kamu selalu ke perpustakaan akhir-akhir ini? Ada apa?” Minah memanyunkan mulutnya ke arah Jiyeon manja. Jiyeon memandang ke arah lain saking gugupnya dirinya saat ini.
“Umm..sebenarnya..aku..”
“Jiyeon sedang tidak enak badan.Jadi dia butuh banyak istirahat.Di rumah dan di perpustakaan. Ya..Dia sering tidur di perpustakaan.” Kai menjawab dengan cepat entah datang darimana, mencoba menolong Jiyeon.
“Dan kamu?” Minah tampak bingung dengan kehadiran Kai.
“Sahabat Jiyeon; hanya 5 m dari rumahnya.” Jawab Kai; sambil memberikan senyum terbaiknya kepada Minah.
Minah lalu melayangkan pandangannya ke arah Jiyeon untuk mengkonfirmasi jawaban dari Kai. Jiyeon pun mengangguk.
“Minah-ya. Perkenalkan, dia Kim Jongin dari kelas 1-D.”Kai menawari Minah untuk berjabat tangan.
“Perkenalkan, aku Lee Minah.” Ujar Minah, sambil menerima tangan Kai.
Kai tampak sangat bahagia saat itu. Senyum mengembang jelas di bibirnya.
“Jadi..Jiyeon-ah~ Aku mungkin akan absen sekolah selama seminggu ini untuk persiapan teater akbar sekolah kita nanti. Jangan lupa tonton aku nanti, nae? ” Minah pun memberikan Jiyeon sebuah tiket kecil.
Minah sangat baik. Sungguh. Sangat beruntung seseorang sepertiku memiliki teman karib seperti dirinya. Hati kecil Jiyeon bersuara. Senyum kecil terangkat dari sudut bibirnya. Ia semakin merasa tidak enak untuk tidak mengatakan kebenarannya kepada Minah bahwa ia telah menemukan semuanya, semua bukti untuk meyakinkan Minah bahwa Myungsoo bukanlah laki-laki baik untuknya. Bahwa Myungsoo telah menyanding wanita lain selain teman karibnya tersebut.
Tapi, di sinilah Jiyeon. Hanya bisa tersenyum sambil berusaha mencegah bibirnya untuk mengatakan semua kebenaran yang ia rahasiakan. Kebenaran perih tentang kisah kasih sahabatnya.
Sebuah bel pulang yang terasa seperti lonceng surga bagi siapa saja yang mendengarnya telah berbunyi. Ucapan sang guru sudah mulai tidak didengar, semuanya telah merapihkan alat tulis mereka dan memasukkannya ke wadahnya masing-masing.
Dan ketika sang guru telah keluar dari kelas, semuanya sudah beranjak dari kursi mereka sambil mengingat agenda apa yang akan dilakukan mereka setelah ini.
“Bo peep bo peep.” Smartphone putih Jiyeon berbunyi, menandakan ada sebuah pesan masuk.
Kamu tidak lupa mengenai Buku PR-ku bukan? Lupa = mencari mati. Deadline: 07.00 PM KST @ Apartemenku – Majikanmu
Jiyeon menghembuskan nafasnya pelan. Untung saja begadangnya tadi malam sukses sehingga ia bisa menyelesaikan dua PR sekaligus. PR miliknya dan juga PR milik Myungsoo. Ia sudah terbiasa, karena sudah dua hari ini ia melakukannya. Mulai dari meminta dirinya mengerjakan PR, tugas esai, tugas prakarya hingga tugas jurnal. Sebenarnya tugas jurnal itulah yang membuatnya kesusahan. Bagaimana ia bisa menulis kehidupan sehari-hari diri Myungsoo sendiri ketika Jiyeon bukanlah siapa-siapa dia? Bagaimana juga Myungsoo bahkan menyerahkan tugas pribadi seperti itu kepada Jiyeon?
Keterangan:
*ahjumma: cara orang Korea memanggil pembantunya