CHAPTER 2 : Are You Her/him Best Friend?
"Friendship" [Are you her/him best friend?]
Main Cast : Baekhyun EXO and Chanyeol EXO || Support Cast : Chen EXO and Luyoung (OC) || Genre : Friendship, life, brothership || Lengrt : Twoshot || Rate : G
***
Author POV
KRING.....
BRAK....
“ARRGH....”
Chen terperanjat kaget karna bangku belakangnya bergetar disertai dengan erangan frustasi. Ia memutar tubuhnya ke belakang dan mendapati Baekhyun yang biasanya ceria sekarang malah menjambak rambutnya –persis orang depresi.
“Hey, kau kenapa?” tanyanya polos yang hanya dibalas gelengan dari Baekhyun.
“Baek, aku serius. Kau membuatku khawatir. Kau kan tidak pernah seperti ini, semua anak bisa takut denganmu kalau begini caranya.”
Perlahan Baekhyun mengangkat kepalanya. Chen cukup terkejut melihat mata Baekhyun memerah tapi segera memakluminya.
“Aku....tidak bisa menangis, Chen.”
Chen menatap Baekhyun bingung. “Wajar saja kau tidak bisa menangis. Kau kan berwajah anak anjing tapi sukar untuk menangis, tidak sepertiku hahahahaha-_-”
“Tapi memangnya ada apa sampai kau terlihat menyesal tidak bisa menangis? Coba cerita. Jangan membuatku bingung dengan racauanmu.”
“Aku....dan Chanyeol berbeda ya?”
Chen mengerutkan keningnya dalam-dalam. Seorang Byun Baekhyun yang ada di hadapannya selalu bersikap ‘Emangnya peduli’ ke orang-orang yang mengomentari persahabatannya dengan Chanyeol tapi kenapa sekarang ia menanyainya?
“Ya, kalian memang berbeda,” jawab Chen hati-hati. “Tapi justru itulah gunanya persahabatan. Dua sahabat yang saling berbeda tapi juga saling melengkapi. Bukankah perbedaan itu hal yang indah?”
Baekhyun mendesah pelan. “Kami berbeda tapi tidak bisa saling melengkapi. Coba kau pikir, apa yang harus kulengkapi dari seorang Park Chanyeol yang idiot tapi pintar dan keren?”
Chen menjentikkan jarinya seakan-akan menemukan sebuah ide cemerlang.
“Mudah saja. Chanyeol kan anak nakal yang dulu sempat merokok serta suka minum tapi sejak mengenalmu dia jadi anak penurut dan rajin. Memang dia pintar tapi kan sikapnya itu pembangkang terharap guru tapi berkat kau, dia hanya jadi murid blak-blakkan bukan pembangkang.”
Baekhyun tertawa kecil. “Hanya itu?”
Chen menggaruk bagian belakang telingannya. “Aku hanya tau itu saja karna itu yang paling mencolok t-tapi meskipun hanya satu saja, kehadiranmu ini berkah untuk banyak orang!”
“Siapa saja?” “Ayah, Ibu, kakak Chanyeol, fans-fansnya, guru-guru, teman-teman ‘baik’, dan dirimu juga. Coba kau hitung, sudah berapa orang yang mensyukuri kehadiranmu?”
“Um...oh....aku benci menghitung begini. Lebih dari 20 orang lah.”
Chen memajukan badannya ke depan. “Itu kau tau! Nah apa yang membuatm ragu lagi hm?”
Baekhyun tersenyum ragu. “Hm, apa gunanya Chanyeol di diriku?”
Chen mengangkat salah satu alisnya tinggi-tinggi. “Harusnya kau bisa menjawabnya sendiri. Ini kan tentang dirimu.”
Baekhyun tertawa pelan. “Ya, tapi kali ini aku benar-benar seperti anjing tersesat yang tak bisa memikirkan hal-hal positif.”
“Sebenarnya apa masalahnya?” tanya Chen to-the-point.
Baekhyun terkekeh. “Hanya hal sepele. Gara-gara test ‘are you her/him best friend?’ dan Chanyeol menjawab pertanyaan tentangku dengan jawaban sedikit. Aku kecewa dan berpikir keras apakah aku dan Chanyeol memang benar-benar sahabat.”
Chen tersenyum simpul lalu ia meletakkan tangan kanannya di pundak Baekhyun. “Hilangkan pikiran negatif di dirimu dan penuhi otakmu dengan pikiran positif. Memang sulit tapi aku punya cara yang bagus.
“Coba kau ke perpustakaan dan buka internet disana untuk mencari kalimat-kalimat bagus soal sahabat dengan menggunakan internet. Kuharap itu bisa mencerahkan pikrianmu.”
Kemudian Chen mengecek jam tangannya. “Ups, sepertinya aku harus pergi sekarang,” Ia menepuk pundak Baekhyun. “Kuharap kau juga cepat mengunjungi Chanyeol. Dia bisa lumutan jika disuruh menunggu 45 menit.”
Baekhyun tertawa pelan sambil menurunkan tangan Chen yang ada di pundaknya. “Dia mungkin juga sama depresinya dengan diriku tapi hari ini dia sedang tidak peka, mungkin dia akan menungguku terus sampai membolos pelajaran juga.”
Chen tersenyum simpul lalu mengangkat tangan kanannya. “Aku duluan.”
“Ya.”
***
Chanyeol POV
Aku menatap layar smartphone sekedar untuk melihat jam disana sekarang menunjukkan pukul berapa.
Hah, aku sudah bolos waktu istirahat, 2 mata pelajaran hanya untuk menatap gedung-gedung pencakar langit dari atap, dan duduk santai di bench favoritku dengan Baekhyun. Sekarang tinggal tersisa 2 mata pelajaran sebelum bel pulang berbunyi. Haruskah aku menunggu lagi?
Aku benci menunggu –sama halnya dengan Baekhyun tapi entah kenapa dalam keadaan hubungannya dengan Baekhyun yang sekarang canggung atau karna memang aku tidak pernah marah untuk menunggu Baekhyun berjam-jam, aku rela-rela saja menghabiskan waktu yang berharga ini untuk menunggu orang suka membuat orang lain menunggu seperti Byun Baekhyun.
Aku menghela nafas lagi. Pemikiran barusan membuat kejadian di atap berputar-putar di otakku.
FLASHBACK ON
“Hoy! Chanyeol!” Aku menoleh dan mendapati sekitar 4 orang muncul setelah pintu yang diketahui orang umum disana terbuka. Pastinya yang memanggilnya tadi bukan 4 orang sekaligus tapi pemimpin mereka yang berdiri paling depan –si Luyoung .
“Kau masih berani berada disini?”
Aku mendengus pelan. Kalau ada Baekhyun, dia pasti langsung menepuk kepala bagian belakangku keras-keras sampai aku lupa akan kebiasaan mendengusku dan hanya karna Luyoung sialan ini, hal itu datang lagi. Genius.
“Memangnya atap ini sudah paten dengan surat tertulis kalau ini milikmu?”
Keempat orang itu tertawa lepas tapi terdengar seperti robot lalu kembali menunjukkan ekspresi datar saat Luyoung mengangkat tangan kanannya.
“Kau lucu. Baekhyun sudah melakukan apa saja padamu sampai seperti ini?”
Aku mengerutkan keningku dalam-dalam. “Dia tidak melakukan apa-apa. Hanya ceramah, mengomel, memukul, meledek, mencemooh, dan selalu ada disisiku.”
“Benarkah? Hanya itu? Sampai kau woah.....tidak merokok? Membolos? Memalak? Memakai obat-obatan? Mabuk? Tawuran?”
Mataku membulat. “Kalian sudah pernah memakai obat?”
Luyoung tertawa singkat. “Tidak. Hanya sering mendapat tawarannya.”
Aku mendengus lagi.
“Tidakkah kau rindu dengan kita berempat? Rindu tidak minum? Atau merokok?”
Alisku terangkat tinggi-tinggi. “Maksudmu.....Kau merindukanku? Lucu sekali.”
Padahal aku tau jelas-jelas alasannya mereka mengharapkanku kembali. Akulah yang membiayai keperluan mereka untuk minum, menyogok, merokok, dan lain-lain. Sebenarnya dulu aku tidak sendirian, ada Luyoung tapi akhir-akhir ini ekonomi keluarganya menurun –bukannya sulit. Tidak ada dirinya dan aku bisa-bisa mereka seperti kebakaran jenggot.
“Oh ayolah. Kau tidak takut uangmu habis untuk membeli benda apa itu yang tebal....”
“....Buku?”
“Ya itu! Benda itu yang dipakai hanya sekali tapi dibeli banyak oleh Byun Baekhyun si miskin itu.”
Gigiku bergemeletuk tapi bibirku membentuk seringaian. Dia tidak tau kalau kekayaan Baekhyun lebih banyak daripada kekayaannya yang semakin lama semakin menurun.
“Sudahlah,” Kukibaskan tanganku di depan wajah. “Kalian pergi saja.”
“Ini markas kami bodoh buat apa kami keluar?”
Tanpa protes atau menanggung rasa malu, aku keluar dari atap kampus lewat pintu lain.
Flashback off
Aku menghela nafas lagi lalu kucek layar smartphoneku. 20 menit lagi kelasku dan Baekhyun selesai. Mungkin aku harus mengendap-endap ke kelas untuk mengambil tas lalu keluar kampus lebih cepat?
Oh, itu ide buruk. Pelajaran terakhir kali ini adalah si Algozo –dosen yang mengajarkan matematika. Masuk ke kelas sama saja masuk ke sarang macan. Tidak akan pernah keluar.
Kugerak-gerakkan sepasang kaki panjangku lalu menatapnya untuk mengurangi sedikit rasa bosan yang menyergap. Hoam....Bisa-bisa aku ter-
“Park Chanyeol!!!!”
Sepertinya aku sudah tertidur.
“HOY PARK CHANYEOL!!!”
Aku menoleh ke kiri tapi tubuhku langsung terpelanting ke kanan karena dorongan yang tak siap kuterima serta sesuatu yang putih polos menghalangi pandanganku.
‘BRAK’
“Ow....Punggungku.....”
Aku langsung berdiri dengan posisi badan yang membungkuk dan tangan kananku memegangi pinggang layaknya orang lanjut usia. Sialan kau Byun Baekhyun. Tapi yah, untungnya aku sempat berguling tadi jadi sakitnya hanya di satu sisi bukan di semua sisi seperti yang terjadi pada punggung mulus Byun Baekhyun.
“Kau harus membayarnya!”
“Hey! Harusnya kau yang membayar! Aku tak mau tau, hari ini aku harus ronsen pinggangku!” elakku mendramatis karena tak mau kalah.
“Kau kan orang kaya harusnya bisa ronsen pakai kartumu sendiri!”
“Berarti nanti ibuku tau dan mencari tau dimana aku menggunakan uang itu. Kalau tau kugunakan di rumah sakit, ibu bisa menggempakan rumah!” seruku jujur bukan mendramatis lagi.
Dulu saat aku masih SMP dan tak sengaja mematahkan hidung tim lawan bermain basket, kugunakan kartuku –yang sebenarnya milik ibu– untuk membiayainnya. Alhasil saat pulang ke rumah, mata ibuku memerah karena mengira hidung bagus milik putra semata wayangnya retak setelah melakukan ‘pengecekkan’ harian pada aktivitas yang kulakukan pada kartu darinya.
Baekhyun berdecak lalu lebih memilih berdiri dengan sebelah tangannya mengelus punggungnya dan tangan yang lain digunakan untuk menepuk kumpulan debu di pakaiannya.
“Aku sedang baik jadi biar aku yang menanggung semuanya.”
Cih, dasar tidak mau mengakui kemenangan seseorang.
Aku mengibas-ibaskan tanganku di depan wajahnya. “Terserah kau saja. Toh salahmu kenapa datang-datang menubrukku tanpa aba-aba dan menutupi pandanganku dengan sesuatu berwarna putih.”
Baekhyun menatapku dengan tatapan tak terima langsung berkata, “Aku panggil tapi kau tidak menjawab jadinya aku berlari ke arahku dan tak sengaja tersandung batu,” Ia melipat kedua tangannya dengan ekspresi sok seperti bos.
“Telinga panjangmu itu apa gunanya kalau tidak digunakan untuk mendengar dengan baik? Apa jadi pajangan saja?” lanjutnya masih tetap dengan posisi bos yang menyebalkan.
“Iya deh yang badannya kecil nan mungil,” Sahutku setengah mengejek setengah menyindir. Bisa kulihat Baekhyun baru mau membuka mulutnya –hendak protes tapi ia urungkan.
Ia malah menekuk sepasang lututnya untuk mengambil kertas polos di bawah. Setelah itu, ia meniup beberapa kali ke arah kertas lalu mengusapnya sebelum membalikkan kertas itu agar tulisan yang tersembunyi disana dapat kubaca.
‘I’m Sorry Park Chanyeol.’
“Yah jadi....,” Ia menggaruk tengkuknya. “Aku mengikuti saran Chen setelah berbicara dengannya soal kita. Sambil mengikuti sarannya aku berpikir betapa merepotkannya aku untukmu dan hanya satu manfaatku bagimu serta semua orang. Satu banding puluhan itu tidak seimbang jadi aku merasa tertekan.
“Tapi sebuah kalimat sederhana dari kartun konyol tontonan anak SD yang masih kita tonton saat pagi hari –maksudku Spongebob– menyadarkanku. Dia berkata sesuatu yang tak kumengerti tapi aku tau maksudnya apa,” Baekhyun meremas kedua tangannya dengan cepat lalu sesekali menggerakkan kepalanya ke kanan. Biasanya kalau begitu ia gugup.
“Tak peduli betapa berbedanya kalian, betapa merepotkannya dirimu, dia tidak tau pas tentang dirimu atau hal lain tapi yang terpenting adalah kalian merasa nyaman, tak terbebani, merasa bebas saat bersama, dan saling mengerti satu sama lain.”
“Tapi.....Bagaimana jika sahabatmu ini begitu menyebalkan sampai kau kesal setengah mati? Ingin memutus tali persahabatan tapi kau sudah merasa pas dengannya?” tanyaku ragu.
“Aku juga sempat berpikir begitu karena menyadari betapa menyebalkannya dirimu,” Baekhyun meremas kedua tangannya lebih tenang. “Saat mencarinya di internet, malah petugas perpustakaan menghampiriku dan memberikanku sebuah pesan.”
“Ubahlah dia jika sikapnya sudah kelewatan. Jika dia marah lalu memakimu berkali-kali atau menjauhimu, maka jauhi dia. Beri dia waktu. Kalau dia tidak kembali kepadamu, meminta maaf, memintamu kembali, atau malah memakimu makin parah, berarti dia bukan sahabat. Hanya teman saja.”
Aku terperangah sebelum aku menepuk pundak Baekhyun beberapa kali. “Keren. Kau jenius.”
“Memang,” Oke, kekagumanku langsung lenyap karena nada sombongnya itu.
“Tapi intinya ya, seberapa menyebalkannya dirimu kau tidak pernah membuatku untuk membunuhmu saat itu juga,” kataku mengakui.
Baekhyun menurunkan kedua tanganku dengan senyum miringnya lalu tangan kanannya menepuk bahu kananku. “Aku juga. Padahal kau begitu menyebalkan sampai Suho hyung yang super tenang bisa marah besar.”
Aku pun tertawa mendengarnya tapi tawaku langsung lenyap saat menyadari ini belum selesai.
“Hm....Jadi....,” Kuketukkan sepatuku ke tanah dengan kedua tangan yang terlipat. “Jadi intinya apa tuan Byun?”
Aku berani bersumpah kalau sekarang wajah Baekhyun berwarna pink keunguan.
“Se-semuanya sudah terlihat jelas bukan? Haruskah aku mengucapkannya?”
“Terkadang ada beberapa hal yang harus diucapkan langsung bukan dengan tulisan Baekkie sayang.”
“Oh Park Chanyeol!” seru Baekhyun gemas. “Kau meledekku!”
Aku mengangkat bahu acuh tak acuh. “Aku hanya mengucapkan realita Baek.”
“Oh okay, calm down....” ujarnya pelan sebelum terdengar helaan nafas panjang.
“Aku minta maaf oke? Kupikir aku terlalu melebih-lebihkan soal ketidaktauan dirimu tentangku. Padahal kau ini satu-satunya orang selain keluargaku yang mengertiku.”
Aku tersenyum lebar untuk beberapa saat karena beberapa detik kemudian aku bertingkah seperti bos lagi –dengan kedua lipatan tangan di perut dan kaki kanan yang diketuk-ketuk ke lantai.
“Ini belum selesai Baekhyun-ssi,” Ujarku seberusaha mungkin nadanya terdengar sombong, arogan, atau apapun itu yang buruk serta menyebalkan.
Baekhyun hanya bisa mengerutkan keningnya lalu ia berkata, “Apa yang belum selesai?”
“Pertanyaan dari judul test kita.”
Baekhyun membulatkan bibirnya membentuk huruf ‘o’ lalu wajah cerianya langsung lenyap dan digantikan dengan wajah petanda hening yang memutih.
“Haruskah menjawabnya?”
“Yes. So, are you her/him best friend?”
Baekhyun tersenyum mengejek. “Kau sok bisa berbahasa inggris, padahal nyatanya sering kabur dari pelajaran bahasa inggris.”
“Oh ayolah,” Aku memutar kedua bola mataku dengan malas. “Jangan buang-buang waktu.”
“Okay....Coba ulangi pertanyaanmu.”
“Are you Chanyeol’s best friend?”
“Yes,” Jawab Baekhyun mantap dan tepat saat itu juga, bel berbunyi dengan keras lalu beberapa menit kemudian, suara derap kaki yang bergemuruh dan menggebu-gebu diiringi dengan teriakkan bebas mulai terdengar.
“And then....Are you Baekhyun’s best friend?”
“Of course,” lalu Baekhyun tertawa sampai mendongakkan kepalanya mungkin karena menanyakan pertanyaan konyol padaku. Aku sendiri pun mulai tertawa juga, tertawa bukan karena kekonyolan dari semua ini tapi karena tawa Baekhyun yang membuatku mau tak mau ikut tertawa.
Beberapa menit kemudian, tawa kami selesai. Baekhyun tersenyum lebar lalu jari jempolnya menunjuk belakang. “Aku sudah melempar tas kita berdua keluar dari kelas dan sekarang ada di bawah jendela dekat meja kita.”
Aku menyeringai sebelum mengucapkan terimakasih padanya lalu berlari menuju ke jendela kelas kami yang bisa dilihat dari sini.
“YA! JANGAN TINGGALKAN AKU!”
-END-