Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
line official dreamers
facebook dreamers
twitter dreamer
instagram dreamers
youtube dreamers
google plus dreamers
How It Works?
Dreamland
>
Fan Fiction
Echoes
Posted by KaptenJe | Sabtu,07 Desember 2013 at 22:04
0
1096
Status
:
Complete
Cast
:
Lee Jun Ho, Member 2PM Lainnya
Echoes

CHAPTER 1 : Chapter 1

 

 

 

 

Lee Junho tidak pernah tahu arti berbagai kejadian dalam hidupnya. Terlalu banyak hal yang tidak ia mengerti. Mengapa ia disini, mengapa orang-orang itu mengisi kehidupannya, mengapa ia adalah Lee Junho. Sempat terpikirkan olehnya manakala di sebuah dimensi lain ia terlahir sebagai orang yang berbeda. Sesekali ia berharap seseorang akan hadir di hadapannya, memegang bahunya dan berkata, “Kau adalah Lee Junho dan bahagialah.” kemudian membuat Junho sedikitnya berterimakasih karena ia telah dilahirkan.

 

Di suatu malam pertengahan Desember, ia menghabiskan waktunya di gedung JYP bersama banyak sekali orang-orang yang ia kenal. Malam itu Park Jinyoung berbaik hati mengadakan makan malam besar-besaran. Junho memang tersenyum, ia tertawa, namun ketika ia kembali duduk dan bergeming, dunianya lagi-lagi menghablur.

 

Manik kecil Junho berkeliaran menyapu ruangan yang sesak oleh manusia-manusia bahagia. Jo Kwon menjadi pusat perhatian. Ia menari-nari sinting bersama Wooyoung, Min, Jinyoung junior, dan Lim sementara seisi ruangan itu tergelak melihatnya. Konyol mengetahui bahwa terkadang Junho ingin menjadi Jo Kwon yang gila.

 

Ketika suatu hari Junho bertanya pada anggota 2PM, “Apa yang harus kulakukan agar mereka menyukaiku?”

 

Ia ingat Wooyoung menjawab, “Kau tak perlu melakukan apapun. Mereka akan menyukaimu jika kau menjadi Lee Junho.”

 

Tapi Junho tidak mau.

 

Ia tidak mau hanya diam dan berharap sesuatu akan terjadi. Ia tidak mau terus-terusan dikenang sebagai seseorang yang mirip dengan Rain hingga akhir hidupnya.

 

“Jadilah dirimu sendiri, Junho. Kau tidak perlu melucu untuk bisa dikenal oleh orang-orang. Di depan ratusan kamera sekalipun. Percayalah, mereka lebih menyukai dirimu yang apa adanya.” itulah yang dikatakan Jo Kwon beberapa tahun silam.

 

Sekali lagi, Junho tidak mau.

 

Junho berpikir, apakah jika ia tetap menjadi dirinya saat ini, eksistensinya akan diingat? Apakah suatu hari nanti, orang-orang akan menyadari bahwa Lee Junho pernah ada? Atau malah, apakah mereka akan mengerti bahwa seorang Junho pernah membuat mereka tertawa?

Kemudian ia melihat Im Seulong yang berjalan mendekat dengan segelas wine, meneguknya, lalu bertanya dengan senyum yang menawan, “Mengapa kau diam saja, hm? Ikutlah menari-nari gila dengan mereka.”

Junho ingin menjawab, “Tidakkah kau pikir orang-orang disana benar-benar lucu? Aku ingin menjadi demikian.” namun sedetik kemudian Junho menyadari, pria jangkung itu tengah berbicara dengan San E dan bukan dirinya. Junho mengusap tengkuknya pelan, menghela napas hingga kepulan asap meluncur dari mulutnya, lalu perlahan ia berjalan minggir.

Suara Changmin dan Minjun yang menyanyikan lagu-lagu g.o.d menarik perhatian Junho. Diikuti oleh suara halus Yeeun dan Ahyeon. Joo juga tampak bersenandung kecil sambil menari berputar-putar. Junho tidak mengelak bahwa ia berangan-angan menjadi salah seorang dari mereka. Mendapati posisi main vocal tersemat dalam namanya terdengar menyenangkan, namun ia tidak pernah bisa. Kata Park Jinyoung suara Junho tidak pernah membahagiakan telinganya. Omong kosong, beritahulah dia sejak kapan telinga bisa bahagia.

 

“Mengapa kau tak ikut bernyanyi?” suara itu membuat ia tersentak. Yubin sudah berdiri tak jauh darinya sambil melahap setusuk ddeokbokki. Junho mengerjap sesaat, kemudian tersenyum tipis. “Apa kau pikir aku bisa seperti mereka?”

 

“Aku tidak bisa bernyanyi, aku rapper.

 

“Kau bercanda, Jia.”

 

Mendengar dua suara itu Junho menoleh kaget. Disanalah Jia dan Fei berada, tersenyum membalas pertanyaan Yubin yang memang sejak awal tidaklah terucap untuk Junho. Sekali lagi Junho merasakan dadanya mengernyih, tapi ia putuskan untuk tidak memikirkannya lagi. Salah satu alasan mengapa ia berpendapat bahwa hidupnya sulit dimengerti : Lee Junho selalu diabaikan.

Junho kembali melangkah pergi. Ia berjalan ke arah balkon dan merasakan angin malam musim dingin yang menusuk kulit ketika didapatinya Sunye tengah menceritakan kehidupan setelah pernikahannya kepada beberapa orang. Gadis itu tampak bahagia menjawab pertanyaan-pertanyaan dari Park Jimin yang polos. Sohee dan Im Jaebum beberapa kali menuduhnya memiliki kekasih, dan itu membuat Baek Yerin terbahak-bahak. Namun yang sejak tadi mengitari pikiran Junho adalah kenyataan bahwa, ia menginginkannya juga. Junho menginginkan seseorang juga.

Tentu saja Junho juga memiliki seorang partikular yang menempati salah satu sudut kosong di hatinya. Ia juga bisa jatuh cinta.

Selang satu detik, seolah semesta bisa membaca pikirannya, Bae Suzy berjalan mendekat. Paru-paru Junho seketika tertahan dalam fase inspirasi. Gadis itu tersenyum manis dengan dua gigi besarnya yang lucu. Rambut hitamnya yang tergerai tampak melayang-layang tersapu angin. Dengan melihat langkah-langkahnya saja, Junho cukup kebingungan tentang sejak kapan ia sangat, sangat, sangat menyukai Suzy. Junho menyentuh dada kirinya sendiri, menyuruh organ sistem kardiovaskulernya untuk bergerak tenang.

“Permen, oppa?” suara menggemaskan itu menggelitik gendang telinga Junho. Tangan putih Suzy terulur dengan bungkusan-bungkusan permen warna-warni. Junho ingin menerimanya, namun ia lebih ingin mengatakan, “Hey, aku menyukaimu dan tidak pernahkah kau menyadarinya?”

Untungnya, kalimat itu tak pernah terlontar karena pada kenyataannya Suzy tengah berbicara dengan Jinwoon, bukan dengannya.

 

“Terimakasih, Suzy. Ngomong-ngomong, kau terlihat cantik malam ini.”

 

Hanya dua kalimat dari mulut Jinwoon yang dibalas oleh tawa renyah Suzy, namun cukup membuat sukma Junho terhantam baja.

Lagi-lagi pikiran Junho berkecamuk hebat. Kapan. Jika tidak hari ini, kapan Suzy menyadari perasaannya? Kapan Suzy akan mengetahui bahwa selama ini Junho berdiri di sebelahnya, memandangi profil wajahnya, dan diam-diam berharap Suzy akan menolehkan wajahnya untuk balik menatap mata itu? Jika pada saat seperti saja ia belum tentu terlihat.

Pada akhirnya Junho bergerak minggir. Ia kembali masuk ke ruangan dan menghampiri tiga orang yang tersisa, yang belum mencampakkan presensinya untuk malam ini. Taecyeon, Nichkhun dan Chansung yang terlihat tengah memiliki dialog serius membuat Junho termakan penasaran. Jika tawa dan canda bukanlah tempat ia bisa bergabung, maka Tuhan akan mengijinkannya mengikuti pembicaraan semacam ini.

 

“Dia berkeliaran di sekitar sana,” Chansung menunjuk posisi yang agak jauh. “Aku bersumpah.”

 

“Baiklah. Mari kita luruskan ini. Chansung melihatnya, kau melihatnya, dan aku juga.” balas Nichkhun dengan mimik gelisah.

 

Mati-matian Junho bersoal dalam hatinya, apa yang sedang terjadi? Siapa yang berkeliaran? Melihat apa? Junho ingin bertanya namun Taecyeon buru-buru membalas, “Jadi, kita melihat Junho.”

 

Sekonyong-konyong Junho membeku. “Apa?” ia bertanya dengan gamblang, namun tidak dihiraukan.“Memangnya kenapa jika kau melihatku?” dan mereka tak menanggapi lagi. Demi Tuhan, Junho bisa gila memikirkan penyebab semua orang tak mengacuhkannya malam ini.

 

“Mungkin karena kita merayakan segala macam pesta ini tanpanya,” ucap Chansung parau, suara yang bahkan tidak pernah Junho dengar selama ia hidup. “Mengapa kita begitu kejam, hyung?” lalu Nichkhun segera menarik Chansung ke pelukannya. Junho semakin dan amat sangat tidak mengerti.

 

“Hwang Chansung,” panggil seseorang. Tiba-tiba Junho merasakan tubuhnya terdorong dari belakang hingga ia sedikit terhuyung. Pandangannya kabur sesaat, dan ketika ia membuka mata, dengan tak wajarnya sosok Park Jinyoung sudah berada tepat di depannya, seperti melewatinya begitu saja. Junho tertegun. Si boss baru saja menembus tubuhnya dan mau tak mau Junho harus percaya bahwa itulah yang terjadi.

 

“Kau baik-baik saja?” pria berumur 40 tahun itu tampak cemas.

 

Hyung, kita melupakan satu hal,” Taecyeon menghembus napas sejenak sebelum melanjutkan, “Kita belum berdoa untuk Junho.”

 

Park Jinyoung memandanginya beberapa saat, lalu Nichkhun, lalu Chansung. “Makan malam kali ini memang untuk Junho. Ayo kita lakukan.”

 

Dan disitulah Junho berdiri. Tak tahu betapa peningnya ketika ia melihat foto dirinya di salah satu sudut ruangan dengan rangkaian bunga. Samar-samar ia melihat ada namanya di bawah foto itu, kemudian tanggal lahirnya, dan sebuah tanggal lain yang dia tidak mengerti mengapa ada di sana. Beribu pertanyaan kembali menari riang di dalam kepala Junho, menghasilkan suara-suara bising di telinganya yang berangsur menggema.

 

Park Jinyoung menyerukan sesuatu yang tak bisa Junho dengar. Seketika semua orang di dalam ruangan terdiam, bergerak menghadap foto dirinya, menunduk dalam, dan serentak memanjatkan doa. Tubuh Junho benar-benar bergetar tak wajar begitu saja.

 

"Kalian sungguh bodoh," tiba-tiba suara itu terngiang-ngiang di telinga Junho. Segera saja otaknya memutar sebuah kilas balik ketika ia berada dalam pertengkaran hebat bersama anggotanya beberapa waktu lalu. Pertengkaran yang membuat kata 'bodoh' terus terucap berulang-ulang oleh bibirnya sendiri.

 

Junho berdiri di ruang tengah. Kelima kawannya masih sibuk memandanginya penuh kebencian, pandangan yang tidak pernah, bahkan sekalipun seumur hidup Junho, ia temukan di salah satu dari mereka berlima.

 

"Don't be such an attention seeker."

 

Junho memang tidak pandai berbahasa Inggris, tapi ia tahu apa yang Taecyeon katakan.

 

"Berhentilah melakukan ini semua," ucap Junho. "Aku tidak melakukan apapun, aku tidak bersalah, jadi berhentilah berlaku bodoh."

 

Nichkhun yang semula duduk segera berdiri. "Benarkah itu? Benarkah bahwa kau tidak melakukan apapun? Kau meledek kami semua seperti kami adalah sampah bagimu dan kau bilang kau tidak bersalah? Sudah cukup untukmu, Tuan Lee Junho yang terhormat."

 

"Aku pergi," Junho membuat keputusan dan segera melangkah menuju pintu keluar.

 

"Lee Junho!" terdengar Minjun berseru dan menghampiri dirinya dengan tergesa-gesa. Ketika jemarinya telah menarik paksa pergelangan tangan Junho untuk berbalik, ia mendorong tubuhnya sekuat mungkin hingga Minjun jatuh terjerembab ke permukaan lantai kayu.

 

Seketika mata Minjun membulat. Tidak terlihat lagi amarah yang sempat singgah disana. Tak ada lagi tatapan geram. Tak ada lagi aura menyakitkan. Ia terkejut, Junho tahu. Ia terkejut ketika seorang Lee Junho, membernya yang paling ia percayai, mendorongnya seperti Minjun bukanlah seorang hyung yang dua tahun lebih tua darinya.

 

Junho nyaris luluh, nyaris mengucapkan, Ya Tuhan, maafkan aku hyung, namun segera dibatalkan oleh hantaman keras yang mendarat di pipi kirinya detik itu juga. Pedih yang amat sangat membuat ia tidak bisa membuka mata untuk sesaat.

 

Hwang Chansung. Sosok yang pertama kali terlihat ketika Junho berhasil kembali melihat. Dada Chansung naik turun, seperti ia baru saja bisa kembali bernapas setelah waktu yang lama. Kobaran api yang tersulut di dalam matanya membuat batin Junho sedikit meringis, tapi ia tak takut.

 

Junho hanya bisa menerima segala butir-butir murka itu dalam diam ketika mulut Chansung mengeluarkan kalimat-kalimat, "Aku tidak peduli, Junho. Tidak lagi. Meskipun di depan kamera, di depan para fans, di depan siapapun, jangan pernah kau dekati aku lagi."

 

"Chansung," Wooyoung mendekat dan berusaha menariknya mundur, namun itu tak menghentikan Chansung, lebih-lebih ketika Junho bernyali untuk membalas tatapannya sesengit mungkin.

 

"Kau bukan siapa-siapa kami. Tidak ada hyung untukmu, tidak ada keluargamu disini. Kau hanyalah seorang member dan tidak lebih."

 

Junho diam tertohok. Rasanya cukup sakit ketika ia menyadari, ia bukanlah seseorang dengan posisi penting di tempat ini. Junho bukan Minjun yang bersuara indah, bukan pula Nichkhun yang digilai jutaan wanita, bukan Taecyeon yang mendapati teriakan-teriakan histeris dari Hottest, bukan Wooyoung yang menari lincah di depan mata semua orang, juga bukan Chansung si maknae yang disetiai oleh semua penggemarnya.

 

Namanya tak pernah ada di daftar hadir, tawanya hanyalah sebuah potret kilas, dan suaranya tak lebih dari gema.

 

"Kami sama sekali tidak membutuhkanmu, kau mengerti? Bahkan jika kau pergi dan tidak kembali lagi, tidak akan ada yang membutuhkan kehadiranmu."

 

"Hentikan itu, Hwang Chansung."

 

"Kita tidak membutuhkan manusia tidak tahu diri seperti dia, hyung. Biarkan saja dia pergi." Chansung mempertegas sebelum berbalik dan memasuki kamarnya. Bantingan pintu terdengar lantang memecah keheningan.

 

Junho hanya bisa bergeming, merasakan sesak yang semakin menyiksa setengah mati. Ketika kedua matanya dan Minjun kembali bertemu, bisa Junho dapati bahwa Minjun semakin tercengang bukan main. Mulutnya terbuka, menggumamkan sesuatu yang tidak bisa Junho dengar karena telinganya terlalu berdengung bising.

 

Junho menangis. Di hadapannya. Di depan Minjun, anggota tertua yang paling bijaksana.

 

"Jika memang kalian tak butuhkan aku, aku tidak akan keberatan untuk pergi."

 

Malam itu, ia segera berlari keluar dari dorm mereka. Ia tahu tak akan ada yang mengejarnya ataupun memaksanya kembali, maka Junho tak sedikitpun menoleh ke belakang. Sementara kedua kakinya melangkah kalut, penalaran Junho masih berusaha mencerna akan apa yang sedang terjadi.

 

Ia berlari menyeberangi jalan raya yang ramai, menuruti kemana kakinya ingin pergi. Namun saat itu juga, Junho baru menyadari bahwa Wooyoung mengikutinya. Ia menyadarinya ketika dari kejauhan didengarnya pria itu berteriak kencang, "JUNHO AWAS!"

 

Detik ketika Junho menoleh, telinganya menangkap suara klakson yang begitu kencang dari segala arah. Seperti ada ribuan. Seperti tepat di samping telinganya. Kemudian muncul suara hantaman baja dengan baja, decitan ban yang luar biasa memekakkan telinga, pekikan para pejalan kaki, hingga akhirnya semua bunyi-bunyian itu berdengung menjadi satu di telinganya dan hilang tak bersisa.

 

Seluruh kilas balik itu seketika berhamburan pergi, mengembalikan raga Junho ke tempatnya semula berdiri di gedung JYP. Ke tempat ia melihat seluruh orang-orang yang pernah disayanginya tengah menangis hebat, mengucap ribuan doa untuknya. Bahkan telinganya sempat menangkap seseorang berkata, "Junho, kembalilah."

 

“Kami merindukanmu, Junho.”

 

“Junho, maafkan kami.”

 

Dan masih banyak hal lain yang Junho dengar. Berbagai macam lafal yang tertuju padanya, yang ingin ia jawab dengan satu kalimat sederhana : aku merindukan kalian semua.

 

Detik itu pula seorang Junho menemukan segala jawaban yang ia inginkan.

 

Ia akhirnya tahu mengapa ia tinggal, mengapa ia tetap ingin menjadi dirinya, mengapa ia merasa pantas untuk ada di dunia. Karena orang-orang yang luar biasa telah menyusun kepingan hidup seorang Lee Junho. Karena orang-orang itu selalu berada di sampingnya hingga ia beranjak dari lelah. Karena mereka bersedia untuk menangis di hari kepergian Junho yang tragis dan tidak terduga.

 

Ia memang bukan Jo Kwon yang humoris, bukan Changmin yang bersuara merdu, bukan pula seseorang yang berhasil mendapatkan hati Suzy. Namun sebagai dirinya, Junho telah menjadi bagian dari sebuah keluarga.

 

Dan ketika gema-gema itu kembali menghampiri telinganya, Junho merasakan tubuhnya tertarik naik. Terus ia melayang jauh hingga tawa-tawa manis terasa hambar. Terus dan terus sampai akhirnya suara itu berhenti menggema, hilang sama sekali, tersapu kedipan mata. Dan pada akhirnya, Junho tahu ia pernah bahagia.

 

End

----------------------------------------------------------------------

 

Tentang Penulis,

Okay, sebenarnya saya kurang pandai dalam nulis biodata apalagi yang singkat. Jadi, saya hanyalah seorang istri sah dari Lee Junho yang tinggal di JYP Nation bernama lengkap Ivana Azmi Fitria. Berkecimpung di dunia K-Pop sejak awal 2011 dan langsung suka sama 2PM. Masih muda karena lahir tanggal 15 Februari 1998 dan terimakasih pada Tuhan karena udah dikasih hobi nulis yang tersampaikan walaupun selama ini cuma sebatas ngeblog. Saya penghuni SMP yang tahun ini melaksanakan ujian, jadi tolong doain untuk hasil yang terbaik ya ^^ twitter: @ivanaaf

Tags:
Komentar
RECENT FAN FICTION
“KANG MAS” YEOJA
Posted Rabu,16 Juni 2021 at 09:31
Posted Senin,20 April 2020 at 22:58
Posted Sabtu,20 Juli 2019 at 23:42
Posted Sabtu,20 Juli 2019 at 13:08
Posted Sabtu,20 Juli 2019 at 13:07
Posted Sabtu,20 Juli 2019 at 13:07
Posted Sabtu,20 Juli 2019 at 13:06
Posted Sabtu,20 Juli 2019 at 13:06
FAVOURITE TAG
ARCHIVES