CHAPTER 1 : Pesawat Kertas
Seorang namja kecil memandang pantulan dirinya dari air danau yang jernih. Dia bosan. Sangat bosan.
Dia baru pindah hari ini dan hari ini hari pertama masuk ke sekolah barunya juga tapi tak ada orang yang mau dekat dengannya. Mereka hanya suka mengolok-olok kulit tan miliknya yang tabu dimiliki oleh warga Korea dan mata berkantungnya membuat dia semakin jelek. Dia benci hari ini.
“Aw –apa ini?” tanya namja kecil memungut sesuatu –yang ia yakini barusan menabrak kepalanya– di dekat kakinya . Sebuah kertas berbentuk pesawat.
“Uh? Masih zaman bermain pesawat kertas?” batinnya. Tangannya bergerak untuk membuka lipatan-lipatan pesawat itu tapi pandangannya bergerak ke segala arah. Disini sunyi tak ada orang.
Tapi kalau pesawat ini milik seseorang pasti orang itu tidak jauh –secara fakta, pesawat dari kertas hanya bisa terbang jauh saat ada angin berhembus sedangkan angin sekarang hanya sepoi-sepoi. Tapi siapa orang yang ‘membuang’ pesawat ini secara cuma-cuma?
“Woah....Ada tulisannya,” Posisi tengkurap anak berkulit tan itu berubah menjadi posisi telentang. Pandangannya sedikit silau tapi menurutnya itu tak masalah, asalkan kertas itu bisa ia baca dengan jelas.
Aku.....bosan.
Anak disini tidak menarik. Maksudku mereka semua menarik –mereka cantik, lucu, manis, dan imut tapi itu hanya diluarnya saja innernya benar-benar buruk. Hanya karna aku dari Indonesia –yang mereka sebut negara miskin itu mereka langsung mengolokku.
Apa salah kalau aku lahir di Indonesia? Apa karna kulit tan-ku? Hey, nanti juga berangsur-angsur menjadi cream karna cuaca ekstrem yang harus aku hadapi nanti. Aku juga sepenuhnya kurang yakin kulitku akan menjadi cream menyadari genku kebanyakkan dari ayah dan ayah berkulit tan.
Untungnya saat aku menulis ini ada angin! Aku menulis di pesawat kertas, berharap pesan ini bisa sampai ke tuhan –kalau tidak tuhan, aang yang menjadi avatar saja deh! Lalu mereka mengabulkan keinginanku –keinginanku sekarang, pindah sekolah. Amin.
Namja itu hanya bisa menunjukkan cengiran khasnya saat membaca tulisan itu. Rapih. Kentara sekali yang menulis itu anak perempuan. Tapi dia heran, kenapa bisa-bisanya anak kecil dari Indo...apalah itu ‘nyasar’ disini? Dia tidak tau negara apa yang memiliki awalan indo. Dia hanya tau Jepang, Korea Selatan, Korea Utara, Amerika Serikat, dan China karna sering masuk di buku sejarahnya tapi apa itu Indo..apalah itu dia tidak tau
Cengiran namja kecil semakin lebar. Kosakata di surat itu benar. Meksipun dia terkenal sedikit nakal dan tidak suka memperhatikan materi pelajaran –terutama pelajaran bahasa korea tapi gadis dari luar Korea, Jepang, China, dan Amerika terbilang cukup fasih untuk menulis tulisan hangul.
Dari kalimatnya, namja kecil ini yakin kalau anak ini akan menulis sesuatu di pesawat kertas untuk mengirimkan pesannya untuk Tuhan agar Tuhan tau keadaannya di Bumi secara terus menerus. Dia penasaran dan dia –terbilang berjanji akan terus bermain di sungai, menunggu pesawat itu muncul di sini saat istirahat atau pulang sekolah lalu membacanya.
Tidak peduli dengan olok-olok mereka, dirinya disebut anti-social, atau dikira banci hanya karna bermain sendiri. Dia sudah punya teman. Dia, pesawat kertas, dan pemilik pesawat kertas ini.
Seringai muncul di wajahnya saat dia tanpa sadar mengingat masa lalu indah gara-gara pesawat kertas sialan ini.
Nyatanya dia ingin menarik kalimat ‘dia sudah punya teman. Dia, pesawat kertas, dan pemilik kertas ini’. Sudah 4 tahun lamanya pesawat kertas itu tidak muncul di hadapannya dan sudah 3 tahun lamanya siluet atau bayangan gadis pemilik pesawat kertas itu tidak menunjukkan diri di hadapannya.
Lebih sialnya lagi, pesan terakhir di pesawat kertas itu berisi permohonan maaf karna dia tidak bisa bilang ke orang yang ia sukai –siapa yang ia sukai?!
Memang bukan haknya untuk melarang dan mengetahui siapa orang yang berhasil merebut hati pemilik pesawat kertas itu tapi.....gadis itu.....sudah.....aish!
Setelah ia sudah berhasil meremas pesawat itu hingga menjadi bola, ia memasukkannya ke dalam saku celana sebagai jaga-jaga kalau saja ada yang mengusiknya lagi.
“HOY! KIM JONGIN!”
“PARK CHANYEOL! KAU MENGGANGGUKU!” Laki-lak itu –Jongin atau biasa dipanggil Kai– melempar bola kertas itu ke asal suara –ke arah belakang sekuat tenaga yang ternyata menghasilkan sebuah ringisan.
Chanyeol mengusap-usap mata kanannya yang tertusuk bola kertas sambil berjalan menghampiri Kai yang tengah telentang menatap langit.
“Kau merusak pesawat terbang anak kecil itu tau.”
“Masa bodo,” sahut Kai jengkel. Seperti ketenangan sama sekali tidak menghampirinya. Barusan di sekolah ia dikerjar-kejar para gadis seangkatannya berlinang air mata karna kepulangannya setelah menjalani training di SM dan disini dia diusik oleh pesawat kertas serta Chanyeol yang datang-datang langsung menuduhnya.
Ya, Kai adalah salah satu trainee SM. Ia pulang bukan karna dikeluarkan tapi karna semua trainee yang akan debut memiliki waktu 5 hari untuk pulang ke rumah. Maka dari itu dia kesini –ke rumah, sekolah, bukit, dan danaunya.
Chanyeol akhirnya memilih telentang juga di sebelah Kai, matanya menyipit karna matahari yang tadi tertutup awan kembali menunjukkan dirinya.
“Aku tau kau kesal tapi jangan sia-siakan hari terakhir kita disini,” ujar Chanyeol tak lupa dengan pukulan ringannya di bahu kanan Kai. Kai tidak merespon, mungkin karna dia sedang bermain-main di alam bawah sadarnya.
“Chanyeol hyung, aku ingin bertanya,” Chanyeol berjengit kaget –bukan karna nada memelas Kai saja tapi karna ia dipanggil hyung dan nada bicara Kai terdengar serius.
Chanyeol berdehem pelan. ”Ada apa? Sepertinya serius sekali?”
“Hyung.....Masih ingat soal ngigauku karna tertidur setelah latihan,” Chanyeol masih ingat jelas hal itu. Selain karna hal itu baru terjadi awal tahun ini serta Chanyeol berhasil mengetahui rahasia milik seorang Kim Jongin yang tertutup ini. Rasanya dia perlu diberi penghargaan ‘juara kedua pembobol rahasia Kim Jongin’, juara pertama pasti dimenangkan oleh Kyungsoo seorang.
“Aku cerita ke hyung karna pasti Kyungsoo hyung sama sekali tidak tau penyelesaiannya. Tapi yah..aku harus mengambil resiko kar-”
“Aku janji tidak akan bilang ke Baekhyun serta member EXO yang lain –oke, pengecualian untuk Lay dan Kyungsoo,” janji Chanyeol. Dia tau inti dari hal yang akan dibicarakan oleh Kai. Kalau intinya bukan itu, dengan senang hati dia akan menyebarkannya ke semua member EXO agar dorm lebih meriah.
“Apa dia fatamorgana? Atau roh yang tidak tenang di sekitar sini dan sekolahku?” Chanyeol mendelik. Kai sudah cerocos duluan padahal ia belum siap.
“Apa....saja kau melihatnya 2 tahun yang lalu kakinya tidak melayang?” Kai mendengus. Padahal dia bertanya dengan nada serius tapi dibalas pertanyaan yang terkesan candaan. Chanyeol memang sulit di ajak serius, mungkin karna dia juga jarang seserius ini.
“Tentu saja aku tidak melihat kakinya. Kau kira aku orang seperti apa melihat kaki dulu baru wajah,” jawab Kai sewot. Chanyeol hanya terkekeh mendengarnya.
“Aku hanya bercanda, tidak usah seserius itu. Kau juga jangan terlalu serius, nanti kau depresi sebelum debut.”
Kai mendesah hebat. ”Aku tau aku tau tapi kau tidak tau perasaanku, hyung.”
“Aku susah menjawabnya. Aku sarankan agar kau berkeliling tempat ini serta sekolah, siapa tau kau menemukan jawabannya,” Chanyeol menepuk bahu Kai, bangun dari posisi telentangnya, kemudian berlari menanjak bukit.
Kai memutar kedua bola matanya. Ia ikut berdiri, menepuk nepuk punggung dan celananya agar tidak ada rumput yang menempel, kemudian berjalan menuju ke arus awal dari danau favoritenya.
Kepalanya sedikit berdenyut. Entah karna kebanyakkan menatap langit, berjemur di bwah matahari, atau karna terlalu banyak memori masa kecilnya yang mendesak keluar dari otaknya. Sepertinya pilihan ketiga yang paling mendekati.
Kai kecil meremas-remas ulangan matematika yang dibagikan baru beberapa jam yang lalu kemudian ia melemparnya asal. Terpapang jelas angka ‘80’ dengan tinta merah di bola kertas itu. Memang bukan nilai yang jelek untuk pelajaran matematika tapi saingannya mendapatkan nilai 85 –hanya beda 5 point maka dari itu dia merasa jengkel.
Matanya tak sengaja menangkap pesawat kertas di sebelah kertas yang sudah dia remas-remas itu. Ia membungkukkan badan untuk mengambil pesawat itu –sedikit berharap kalau pesawat kertas itu yang ia inginkan.
Tidak usah kecewa! Aku juga mendapat nilai yang kurang bagus ^u^ belajarlah lebih keras! Aku juga akan belajar lebih keras jadi kita sama-sama bekerja ya! -HP-
Senyuman yang jarang ia tunjukkan terpapang jelas di wajahnya. Benar-benar pesan yang aku inginkan, batinnya.
Setelah melipat rapih surat itu dan memasukkannya ke saku celana, ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling dan matanay terpancang di siluet seorang gadis berambut coklat bergelombang yang terbalut seragam sekolah tengah berlari menuruni bukit di ujung kiri –cukup jauh dari posisinya yang berada di tengah-tengah bukit-bukit yang mengelilinginya.
Meskipun tau itu jauh, tapi ia tetap berlari ke arah bukit itu.
Sekarang dia sudah berdiri di atas bukit sedangkan gadis itu sudah turun dari bukit dan sekarang sedang bermain pesawat terbang. Hanya berbeda beberapa meter tapi Kai merasa kakinya terasa sangat lemas seperti sendinya bisa kapan saja terlepas pasca berlari menerjang semak belukar dan berkali-kali jatuh.
Akhirnya dia lebih memilih meneriaki orang itu tapi suara nya tercekat. Suaranya seperti habis. Lehernya seperti tercekik tapi tidak terasa sakit.
“KAU....," Gadis itu menoleh lalu tersenyum manis yang membuat eyesmilenya terlihat jelas. Kalau saja Kai tidak langsung sadar dari suguhan pemandangan yang menyilaukan itu, bisa-bisa dia jatuh terduduk karna kakinya lemas dan ia bisa ‘gelinding’ turun ke bawah secara kasar.
“Kakimu terluka! Cepat disembuhkan ya!” Setelah itu Kai merasa rohnya melayang dan saat matanya terbuka, ia sudah ada di kamarnya tapi pesawat kertas yang ia simpan di dalam saku masih ada.
“Nan gwaenchana?” Kai membuka matanya dan melihat siluet gadis sebayanya berdiri di depannya memakai kemeja cream –sangat cocok dengan kulit cream-nya dengan 3 kancing di atas yang dibuka sehingga menunjukkan dia memakai kaos putih, celana jeans selutut, dan tak lupa sneakers berwarna merah-hitam.
Kai mengedipkan matanya berkali-kali –berharap setelah berkedip, Kyungsoo dengan mata besarnya sudah ada di hadapannya tapi ia masih melihat gadis itu.
Gadis yang selalu memenuhi otaknya saat dia melamun, bayang-bayang gadis itu yang mengikuti setiap langkah yang ia ambil, sosok anak kecil berumur 5 tahun yang menemaninya selama 4 tahun itu berubah menjadi gadis berumur 19 tahun di pemikirannya yang penuh fantasi sekarang ada di hadapannya. Memang ‘wujud’nya berbeda –bukan gadis memakai gaun pengantin yang ada di pemikiran Kai tapi wajahnya tidak berubah meskipun 13 tahun tidak bertemu.
“Halo? Agasshi? Kau mendengarku tidak?”
Bagaimana? Lukamu sudah sembuh belum? Maaf aku tidak bisa mengobati lukamu, ibuku sudah memanggilku! –HP-
Kai meringis. Bukan karna rasa menusuk yang menjalar di kakinya akibat beberapa luka karna kemarin tapi karna pesawat kertas yang masuk ke kamarnya dari jendela kamar.
Meskipun dia sudah mencari gadis itu lagi dari balik jendela, dia tidak melihat apapun –hanya melihat kibaran syal putih yang terbawa angin.
“Kau......kemana saja?” Gadis itu terkekeh –senyuman manisnya masih sama malah tetap manis. Eyesmilenya juga tetap saja –malah makin terlihat menawan.
“Namaku bukan ‘Kau’. Namaku Hana Park. HP. Oh...Aku merasa tersanjung karna kau masih mengingatku dan....semuanya.”
“Aku....Kim Jongin. Kai.”
Hana.....yang berarti satu dalam bahasa Korea dan berarti bunga dalam bahasa Jepang. Satu di hatiku dan terlihat seperti bunga di mataku.
***
Kai POV
“Kau.....kemana saja?” Hana menoleh ke arahku sedangkan kedua kakinya masih asik bergerak-gerak di dalam air danau yang jernih.
“Kau sudah bertanya itu berkali-kali,” sahut Hana sama sekali tidak memuaskan rasa penasaranku.
“Ok ok, aku akan cerita. Kau tidak membacanya? Maksudku aku kan setiap hari menerbangkan pesawat ke jendela kamarmu seperti-”
“Loper koran?” Dia tertawa sekilas –meskipun sekilas tapi tawanya sama seperti Chanyeol, berlebihan padahal menurutku itu tidak terlalu lucu –atau memang rasa humorku terlalu tinggi?
“Ya. Kau benar. Memangnya kau tidak membacanya?” Aku menggelengkan kepala sebagai jawaban sedangkan wajah Hana terlihat shock kemudain dia tertawa lagi.
Sepertinya dia seorang hiperbola dan pemilik tawa tidak elit seperti Chanyeol tapi aku suka, ma-maksudku aku suka karna Hana tertawa sebebas mungkin tidak seperti kebanyakkan gadis yang tertawa dibuat-buat agar terdengar anggun di hadapan laki-laki tampan sepertiku –aku tidak memuji tapi memang itu sebuah fakta yang tidak bisa dibantah lagi. Menurutku, semua gadis terlihat menawan saat menjadi diri sendiri especially Hana.
“Kau....mengirimnya kapan? Sudah 3 tahun kau tidak muncul di depanku dan sudah 4 tahun pesawat milikmu tidak ada –sekalinya ada pun itu hanya ada tuliann -HP- berantakkan. Aku pergi ke kota saat berumur 15 tahun,” jawabku membuat senyuman yang berbekas di wajahnya lenyap.
“Aku....lumpuh selama 3 tahun dan tidak bisa menulis. Maka dari itu tulisan awalku hanya 2 huruf dan makin lama makin ada kalimatnya tapi masih berantakkan. Aku belajar menulis dan tetap menulis biar kamu gak ngerasa sendiri...,” Aku bungkam. Entah mau membalas ucapan Hana yang dalam itu dengan kalimat apa.
Aku, pesawat kertas, dan pemilik pesawat kertas ini –Hana Park.
“Ah! Itu kalimat di novel Perahu Kertas!”
“M-memangnya aku bilang apa?” tanyaku ragu-ragu. Apa karna saking bingungnya mau bicara apa, kalimat yang ada dipikiranku tadi tak sengaja aku ucapkan?
“Aku, pesawat kertas, dan pemilik pesawat kertas ini –Hana Park! Bulan, perjalanan, dan kita! Wow!......” Setelah itu entah dia meracau dengan bahasa apa –mungkin bahasa dari salah satu keluarganya, tapi kalimatnya begitu asing.
Aku hanya bisa meringis. Ingin memotong ucapannya tapi rasanya tidak tega karna dia terlihat begitu antusias. Tapi rasanya rasa penasaranku makin besar dan kepalaku rasanya ingin meledak mendengar sederet kalimat panjang lebar yang tidak aku mengerti sama sekali.
“Itu...bahasa apa ya?” tanyaku saat nada antusiasnya mulai surut. Dia kembali menatapku –bukan menatap danau yang ia ajak bicara sedari tadi dengan tatapan innocent.
“Oh! Maaf maaf! Aku lupa kalau kau tidak mengerti Bahasa Indonesia!”
“Bahasa Indo apa? Itu....kalau tidak salah negara asalmu ya?”
“Ya! Bahasa Indonesia! Bukannya Negara Indonesia sedang gencar-gencarnya dikunjungi oleh artis K-POP? Super Junior?” Ah ya.....aku pernah mendengar kalau SS4 dulu itu di INA. Mungkin itu kependekkan dari Indonesia.
“INA ya?” Hana mengangguk berkali-kali –kalau saja lehernya tidak mempunyai tulang dan sendi, mungkin kepalanya sudah lepas dari tempatnya dan jatuh biar seru.
“Oh...Setelah ini kau mau melakukan apa?”
“Aku? Pergi ke Seoul untuk ikut Audition. Kalau tidak salah, kau juga kan?” Rasanya perasaan senang membuncah meminta aku mengeluarkannya dengan cara lompat-lompat, tertawa, tersenyum lebar, atau melakukan hal konyol yang lain. Rasanya....benar-benar mengasikkan –dibandingkan mendapat materi dance baru dari songsaengnim.
“Ya....”
“Jangan lupa membuka kamarmu! Aku tebak kau belum ke kamar kan? Maksudku kamar masa kecilmu!” sahutnya.
“Ya....Tapi buat apa?” Dia merengut, bibir soft pinknya maju beberapa centi.
“Pesawat kertas yang aku lempar setelah aku tidak lumpuh ada disana semua!” Oh....Ah pasti Ibu tidak tega membuang pesawat kertas yang bertumpuk di atas kasurku. Mungkin ia mengira itu pesawat kenang-kenangan yang patut dibiarkan dan disimpan. Siapa tau kalau Ibuku rindu dengan anaknya yang tampan ini, ia bisa membaca pesan di pesawat...
.........Ini buruk!
“A-aku harus pulang!” Hana berjengit. Ia buru-buru mengeluarkan kakinya dari dalam danau, memakai asal sneakers-nya, dan ikut berdiri.
“Wae?”
“G-gawat! Ibuku kemungkinan sudah membaca pesan di pesawat kertasmu!” seruku panik tapi Hana hanya tertawa.
“Kenapa sepanik itu? Itu kan isinya hanya berisi pertanyaan-pertanyaan konyol dari anak umur 5 tahun dan....” Wajah Hana mendadak berubah menjadi merah –lebih merah dari sebelumnya karna efek berjemur di bawah matahari.
“GAWAT! KAU! CEPATLAH PULANG!”
Tanpa ba bi bu lagi, aku berlari menanjak bukit untuk sampai ke rumahku yang ada di bawah kaki gunung sisi lain.
Bagus. Ibuku bisa membuat anaknya yang santai dan kalem ini sepanik sekarang.
***
“A-Aku pulang!” Chanyeol berjengit dan buru-buru memeluk vas yang hampir jatuh. Kalau saja vas itu menyentuh lantai atau ada sedikit retakkan, mungkin Ibu hanya ceramah 2 hari 2 malam tapi kalau pecah.....Gaji Chanyeol bisa diambil semua oleh Ibu.
“Yah! Aku hampir saja mau memecahkan vas ibumu!” sahut Chanyeol jengkel. Aku hampir saja mau tertawa kalau saja tidak ingat tujuanku lebih cepat kembali ke rumah.
“Eomma! Aku pulang!” Kyungsoo dan Ibuku menoleh ke belakang dan tersenyum ‘selamat datang’. Aku bergidik ngeri. Mau saja Kyungsoo disuruh membantu memasak oleh Ibuku agar bisa mendapatkan makan pagi-siang-malam secara gratis.
“Aku yang menawarkan diri, Jongin,” jawab Kyungsoo seperti mengerti yang sedang aku pikirkan. Bagus bagus, Kyungsoo memang selalu begitu pengertian.
“Jongin! Jadikan Kyungsoo panutan! Lihat! Tanpa disuruh olehku, dia mau saja membantuku memasak! Kyungsoo-ah! Apa di dorm dia juga sering malas-malasan? Ah pasti ya!.....” Ibu mulai ceramah lagi.
“Eomma!” potongku sebelum cerocos Ibu makin panjang melebihi cerocosan Kyungsoo. Kasian Kyungsoo harus menebalkan perasaan sabarnya karna mendengar cerocosan Ibu.
“Ya?”
“Eomma merapihkan kamarku?” Bukannya menjawab, Ibu malah tersenyum yang seperti mempunyai banyak arti. Ini tidak baik.
“Kyungsoo hyung!” Kyungsoo hampir saja mau menjatuhkan pisau daging yang mengerikan itu. Ia mengelus-elus dadanya –merasa beruntung karna pisau itu tidak benar-benar jatuh dan mengenai jari-jari kakinya sebelum menengok ke arahku.
“Ya?”
“Eomma-ku masuk ke kamar masa kecilku ya?”
“Ya, malah Ibumu masuk ke sana berkali-kali,” Aku berlari ke arah pintu kamar masa kecilku, mendobraknya –aku baru ingat kalau kunci asli kamar ini ada di sisi pintu saat sudah mendobraknya, dan merengsak masuk.
Pesawat kertasnya....sudah tidak berupa pesawat kertas lagi. Sudah berubah menjadi kertas lecek yang belum disetrika.
Koleksi pesan dari Hana juga bertebaran di meja belajarku. Kalau aku sedang berada di manga, mungkin telingaku sudah memerah dan mengeluarkan asap seperti banteng siap nerjang siapapun yang menghalanginya. Oh tidak-tidak, aku tidak mau disamakan dengan banteng. Banteng tidak setampan diriku.
“Jadi Kim Jonginku ternyata mempunyai teman perempuan ya...,” seru Ibu membuat telingaku panas. Selain karna ledekkan Ibu yang memalukan itu, aku masih bisa mendengar suara kekehan khas Chanyeol. Halo! Kamarku ini hanya terpisah dengan ruang tamu sebelum sampai ke teras jadi bisa mendengar suara kekehanmu Park Chanyeol!
“Kim Jonginku sudah dewasa rupanya,” Oh please....Anakmu memang sudah dewasa. Umurnya sudah 19 tahun, memangnya dikira masih anak kecil?
Tawa Chanyeol makin menggila –bahkan sudah benar-benar meledak dan tak terkontrol seperti bom. Aku tidak bisa membayangkan Chanyeol yang mungkin sedang melakukan roll like a buffalo. Kalau aku ada di teras mungkin sudah ikut tertawa keras sampai menangis, menertawakan diriku yang mempunyai Ibu seperti ini.
“Teman perempuannya cantik lagi!” Tunggu...
“Eomma? Bagaimana bisa eomma menyimpulkan kalau dia itu cantik?”tanyaku setelah menyembulkan kepala setelah pintu kamarku terbuka.
“Saat kalian berdua sama-sama berumur 17 tahun, dia datang ke sini untuk merayakan bersama sweet seventeen. Manis sekali bukan?” Bagus.
“Oh oh! Eomonim dengar tadi? Jongin bilang secara tidak langsung kalau gadisnya itu cantik!” seru Chanyeol membuat suasana makin panas. Kalau dia ada disini rasanya ingin aku sumpal mulutnya dengan sepatu. Dia bilang dia tidak akan bilang ke siapapun! Tapi kenapa.....Park Chanyeol memang sulit dipercayai!
“Ah iya! Benar bukan, Kim Jongin? Selain dia cantik, dia juga manis. Kulitnya juga tidak beda terlalu jauh dengan kulitmu jadi kalian cocok! Yah.....meskipun dia terlihat tomboy tapi...eomma suka! Cepat bawa kesini ya untuk merayakan ulang tahunmu!” Ah....Ulang tahun....Ulang tahunku kan sudah lewat. Sekarang saja akhir maret.
Aku memijit pelipisku pelan. Migranku sepertinya kambuh.
“Ah, whatever,” Aku masuk ke kamarku, menutup pintunya dengan kursi kayu yang dulu aku gunakan saat belajar, dan menjatuhkan diri di atas tumpukkan kertas.
Aku mulai mengumpulkan pesan-pesan itu. Untungnya pesan-pesannya tidak banyak –um,hanya 20-an.
Meskipun aku hanya membacanya sekilas dan hanya 1 kata tapi sepertinya mataku cukup cermat untuk mendapatkan dengan mudah pesan penting.
Sweat Seventeen! Wow! Aku akan berangkat ke rumahmu! –HP-
Oke, ini sebagai bukti atas ucapan Ibu yang tadi.
Aku ke rumahmu tapi tidak ada kau. Kau masih pergi ya? Cepat kembali sebelum aku menyusulmu! –HP-
Oke, aku merasa sedikit menyesal karna melewatkan sweat seventeen yang tidak terlalu istimewa tapi mungkin akan jadi benar benar sweat dan istimewa saat dirayakan bersama Hana.
Saengil Chukaehamnida, Kim Jongin! Umurmu sudah 19 tahun ya! Tidak disangka kita sudah mengenai satu sama lain selama 14 tahun dalam diam! Kau bahkan tidak mengetahui asal usulku dan namaku! Ahahaha! :b
Aku menyeringai. Memangnya banyak yang mengucapkan ucapan selamat ulang tahun untukku saat bulan Januari tapi rasa senang yang sangat membuncah itu saat fans kami sebelum kami debut sudah mengucapkannya, member EXO mengucapkannya, teman-temanku mengucapkannya, dan Hana mengucapkannya.
Kau....tidak mengucapkan selamat ulang tahun untuk diriku? Jahat sekali. Aku minta hadiah. Hadiah tidak sulit kok untukmu. Hanya perlu datang ke danau. Atau kau harus menerima curhatanku yang tidak langsung ini.
Aku suka kamu. Coba cari kalimat itu!
A....apa? Dia menulisnya dalam bahasa Indonesia? Uh yeah! Aku hafal nama negaranya. Sepertinya aku perlu diberi penghargaan karna bisa mengingat nama negaranya.
“Hoy! PARK CHANYEOL.”
“Iya~~~~~Tuan Kim Jongin~~~~” Demi Kris yang tetap seme meskipun dipasangkan dengan Suho hyung, Chanyeol benar-benar membuat perutku bergejolak dan asam lambungku naik.
“Coba baca surat ini,” Aku menyodorkan surat dari Hana ke Chanyeol dan dengan senang hati, Chanyeol menerimanya.
“A-k-u suka k-a-m-u? Apaan tuh?”
“Makanya saya menanyakan hal itu, Park Chanyeol-ssi...” desisku gemas yang hanya dibalas dengan cengiran khas seorang Park Chanyeol.
“Coba cari itu di kamus atau translate,” Oh, benar juga. Kenapa aku bisa tidak memikirkan sampai situ.
Translate
From : Bahasa Indonesia To : Korean
Aku suka kamu
.....
‘Loading.....’
....
‘.......Nan joahaeyo’
“Great.”
“Apa? Apa artinya?”
‘Flip’
“Rahasia,” Aku buru-buru mengambil kertas lusuh yang sudah kupersiapkan untuk jaga-jaga nanti lalu pergi keluar rumah. Tujuan utamaku, Mencari Hana.
“HOY! MAU KEMANA? SEBENTAR LAGI KITA BERANGKAT!”
***
“B-Bagaimana Kim Jongin?!” Keningku mengerut, terutama saat melihat siluet seorang gadis tengah melambai-lambai ke arahku. Itu Hana. Oh....Dia menungguku?
“Ini,” Aku menyerahkan pesan miliknya dan kertas lusuh yang aku ambil tadi.
“Buat apa?”
Aku mendelikkan bahu. ”Baca saja. Anggap itu hadiah ulang tahunmu yang lewat.”
Hey pemilik kertas ini! Ini aku, Kim Jongin berumur 12 tahun!
Aku tidak suka basa-basi tapi kurasa kali ini perlu sedikit basa basi.
Aku menyukaimu. Oke, mungkin karna 3 tahun tidak ada dirimu itu rasanya hampa dan bayang-bayang dirimu itu mengikuti terus. Aku juga merindukan wangi madu di pesanmu yang selalu jadi penanda itu surat darimu bukan surat dari penggemarku.
Aku....tidak bisa memberitau kan alasan kenapa aku menyukaimu. Karna kau cantik? Ani, banyak yang lebih cantik darimu. Bukankah cinta sejati itu mencintai seseorang karna dia menjadi dirinya sendiri atau tanpa alasan khusus? Mungkin itulah gambaran rasa cintaku padamu. Aku bukan seorang puitis, seseorang yang mudah memuji orang lain, atau seseorang yang romantis jadi maaf :p
“O-oh....Kim Jongin.”
Aku menyeringai. ”Hehehehe Hana Park yang berarti satu dalam bahasa Korea juga satu di hatiku dan berarti bunga dalam bahasa Jepang juga bunga di mataku, would you be mine?” Kuselipkan jari-jariku di sela-sela jari-jari tangannya.
“Pas bukan? Kulit kita cocok, kita juga sama sama cocok dalam kepribadian, kita terbilang ‘senasib’, dan sekarang jari-jariku pas di sela-sela jarimu. Bukankah ini bukan kebetulan saja? Tapi juga takdir? Hehehehe,” Aku berjengit kaget. Jari-jari tangan Hana ikut menyelinap di sela-sela jariku sedangkan tangan kirinya menggenggam tangan kiriku. Seakan-akan tingkahnya yang membalas perilaku ini sebagai jawaban atas pertanyaanku.
“Ya.....cocok sekali.”
Kai POV END
Pesawat kertas....tetaplah terbang. Tetap terbang untuk membawa perasaanku dan tetaplah berhenti terbang di hati Jongin –Hana Park.
-END-
Author Note : Terimakasih sudah membacanya!^^