CHAPTER 1 : Song Of My Heart
Namaku Ahn Ha Na. Usiaku 15 tahun dan sekarang kelas 3 SMP. Anak tunggal yang dibanggakan oleh appa dan eomma. Halmeoni juga sangat memanjakanku. Appa seorang dosen, sedangkan eomma dulu seorang guru les piano dan memilih jadi ibu rumah tangga setelah aku lahir. Setelah pulang sekolah, aku biasa menyanyi dan eomma mengiriku bermain piano. Iya, aku suka menyanyi! Bahkan aku menjuarai perlombaan menyanyi antar sekolah! Dengan cinta yang tercurahkan hanya untukku, tentu saja aku tumbuh dengan baik.
Aku punya tetangga yang sangat baik, keluarga Kwon. Anak mereka bernama Kwon Jiyong dan Kwon Dami. Usiaku dan usia Jiyong oppa terpaut cukup jauh, 7 tahun. Aku sering menggoda Jiyong oppa dengan memanggilnya ahjussi kkkkk. Aku sangat dekat dengannya dan menganggapnya seperti kakakku sendiri. Jiyong oppa kuliah jurusan musik dan orang yang jenius. Aku sungguh mengaguminya!
“Saat besar nanti, aku ingin diproduseri oleh Jiyong oppa!”
*********
Sewoon memetik gitar dan teman lain mengiringinya bernyanyi. Kelasku selalu berisik setiap jam kosong. Tiba-tiba wali kelas kami, Shim ssaem masuk ke kelas padahal bukan jadwalnya mengajar,
“Yedera.. Tolong perhatikan. Park ssaem ada rapat bersama komite sekolah, jadi jam pelajaran beliau kosong tapi ada tugas.”
“Yahhhhhh…..” Ucapan Shim ssaem disambut gaduh oleh teman sekelas
“Tapi untuk Ha Na, ikut ssaem ke ruang guru.” Tambahnya
Teman-teman bertanya kenapa hanya aku yang dipanggil. Aku sama bingungnya. Sesampainya di ruang guru, tanpa menjelaskan apa-apa, Shim ssaem bilang aku harus pulang ke rumah.
Kwon ahjussi menjemputku. Aku tak tahu apa yang terjadi hingga aku harus pulang padahal ini jam sekolah. Aku tak punya firasat apapun.
*****
Betapa kagetnya aku ketika melihat banyak orang dan bunga bela sungkawa terpampang di depan rumah.
Aku lemas. Kakiku begitu berat untuk melangkah. Mata ini begitu berat menahan air mata yang hampir jatuh.
“Halmeoni? Andweeeeeee!!!!!” Pikiranku melayang
Halmeoni sudah tua tapi aku tak mau ditinggal secepat ini. Halmeoni, jangan pergi T_T
“Apa yang terjadi, Ahjussi?” Tanyaku ke Kwon ahjussi
Tapi ahjussi tak menjawab, hanya memeluk sambil mengelus rambutku. Aku perhatikan wajahnya kembali. Matanya sembab.
Aku melangkah masuk. Entah kenapa jarak dari pagar ke dalam rumah hari itu berasa begitu jauh.
Aku semakin kaget dengan perlakuan Jiyong oppa. Dia menghampiri dan memelukku dengan erat,
“Ige mwoya? Tumben sekali Jiyong oppa seperti ini.” Ujarku dalam hati
“Kamu harus kuat! Kamu dongsaeng terbaik oppa.” Katanya sambil memegang pundakku
Aku senang mendengar Jiyong oppa memujiku. Sikapnya selama ini memang manis tapi kali ini berbeda. Dia seperti ingin melindungi dan memberiku kekuatan.
Aku bersyukur setelah melihat halmeoni duduk di sebrang pandanganku,
“Syukurlah halmeoni baik-baik saja. Lalu…. Maksud semua ini apa? Bunga dan semua orang ini sedang apa? Nggak mungkin kan Tolbi meninggal terus banyak orang datang? Dia kan cuma kucing yang aku ambil di jalan.” Aku bergumam lirih
Aku semakin penasaran apa yang sebenernya terjadi.
Deg. Jantungku seakan berhenti sejenak. Melihat foto appa dan eomma berjejer dan dikelilingi bunga. Aku tak percaya semua ini. Air mataku mengalir tanpa aku sadari. Aku terjatuh lemas di lantai. Jiyong oppa memelukku erat.
Oh Tuhan... Saat itu aku merasa hidupku sudah berakhir. Appa dan eomma pergi meninggalkanku T_T
Aku tak sadarkan diri.
Jiyong oppa ada di sampingku saat aku membuka mata.
“Ha Na~ya, uri dongsaeng yang paling pintar. Ada oppa di sini. Kamu pasti bisa melewati semua ini.” Jiyong oppa berusaha menenangkanku
Aku terdiam membisu. Tak tahu harus berkata apa.
Bagaimanapun juga pemakaman harus tetap berlangsung. Air mataku tak berhenti menetes. Aku masih tertunduk lemas sedangkan Jiyong oppa terus mencoba menguatkanku.
********
Kepergian appa dan eomma tentu saja membuatku down. Selama 2 bulan ini aku sering sakit dan jarang masuk sekolah. Aku absen dari beberapa perlombaan sekolah. Aku memutuskan untuk berhenti bernyanyi.
“Untuk apa aku menyanyi kalau appa dan eomma nggak ada? Aku selama ini bernyanyi untuk membuat mereka tersenyum!”
Melihat keadaanku yang sekarang, halmeoni memutuskan untuk memboyongku pulang ke kampung halamannya, Busan setelah aku lulus SMP. Halmeoni bilang aku akan mendapatkan suasana dan teman baru yang bisa membuatku kembali ceria seperti semula.
Aku sendiri tak mengerti perasaanku. Entah apa yang aku rasakan setelah halmeoni bilang akan pulang ke Busan. Aku tak bisa begitu saja meninggalkan kota Seoul yang selama ini aku tinggali. Seoul yang penuh dengan kenangan. Rumah ini adalah tempatku pulang, tempatku berbagi kasih dengan kedua orang tuaku T_T
Tiba-tiba ingatanku setahun yang lalu muncul. Saat itu aku baru saja memenangkan kejuaraan menyanyi antar sekolah...
“Annyeonghaseyo, eomma…. Ha Na pulang!”
Tak ada jawaban
“Eomma.. Appa.. Halmeoni.. Eodiya?”
Lampu rumah tiba-tiba mati. Aku kaget…
Lampu kembali menyala dan terlihat appa, eomma dan halmeoni membawakan kue ulang tahun berangkakan 14,
“Saengil chukha hamnida, saengil chukha hamnida, saranghaneun uri Ha Na, saengil chukha hamnida. Yeahh….”
Mereka terlihat bahagia membawakan kue ulang tahun untukku
“Uri ttal, saengil chukhahae..” Ucap eomma sambil mencium pipiku
“Uri ttal, udah gede, sebentar lagi udah bisa pacaran sama Jiyong oppa.” Appa menggodaku
“Uri gangaji, saengil chukhahae.” Ucap halmeoni sambil mencium kedua pipiku
“Ahh… Kamsahamnida uri appa, eomma, halmeoni.”
Aku sangat bahagia saat itu tapi pura-pura ngambek karena mereka tak memberiku selamat karena sudah memenangkan perlombaan. Sebenernya, aku saja lupa kalau hari itu ulang tahunku karena sibuk menyiapkan perlombaan.
Tok tok tok tok…. Ketukan pintu membuyarkan lamunanku
“Annyeong Ha Na~ya. Yahhh.. Wae? Kok lemas banget?!” Ah Hyun masuk ke kamarku
Aku membalas pertanyaan Ah Hyun dengan senyum tipis.
Ah Hyun adalah sahabatku dari kecil. Dia sahabat yang sangat mengerti bagaimana perasaanku, yang selalu ada di sampingku dalam suka dan duka. Aku juga tak ingin meninggalkan sahabat tersayangku ini.
Tak hanya itu, kalau aku pindah, aku akan jauh dari Jiyong oppa dan keluarganya yang sangat baik. Aku tumbuh bersama mereka. Aku pasti akan merindukan mereka.
Tapi aku harus berubah! Tak boleh seperti ini terus. Aku harus kuat dan menghadapi ini semua! Mungkin benar kata halmeoni, suasana baru bisa membantuku memulihkan sakit hati yang aku rasakan.
************
Setelah lulus dari SMP, aku pindah ke Busan. Aku pergi tanpa pamitan ke Jiyong oppa dan Ah Hyun secara langsung. Beberapa kali mereka menghubungiku tapi aku hiraukan. Aku pasti akan lebih sakit saat berpamitan kepada mereka.
Memang benar apa yang dikatakan halmeoni. Busan membuatku lebih baik. Aku lebih ikhlas menerima kenyataan. Aku bisa dengan hidup dengan baik kembali dan terus mendo’akan appa dan eomma. Aku berasa menemukan kehidupan baru di Busan ini.
*********
Saat itu aku sedang menangis di atap gedung sekolah dan teman sekelasku, Yoon melihatku. Aku memintanya untuk merahasiakan ini dan dia setuju. Dari situ kita mulai sering bertemu di atap sekolah,
“Eh.. Ada Ha Na lagi di sini. Mwohae? Mau nangis lagi, ya?” Yoon coba menggodaku
“Anio.” Balasku cuek
“Terus kalau nggak nangis, air mata di pipi itu apa?”
“Mwo?”
Reflek aku pun mengecek pipiku tapi ternyata Yoon hanya menggodaku. Yoon tersenyum. Aku hanya meliriknya. Melihatnya tersenyum ternyata manis juga. Tapi aku diam saja seakan-akan tak menghiraukan keberadaannya.
“Ha Na~ya... Kita itu sekelas, chingu jana… Sering ketemu di atap berdua kayak lagi pacaran terus takut ketauan aja. Bagaimana kalau kita pacaran beneran, otte?” Tanyanya sambil melihatku dari samping
Aku hanya diam. Tak menjawab.
Hari-hari berikutnya aku dan Yoon bertemu di atap sekolah. Entah kenapa Yoon selalu datang ke atap setiap aku juga di sana padahal atap sekolah adalah tempat favoritku saat ingin menyendiri.
Hubungan kami berjalan secara alami. Dari seringnya bertemu di atap, kami mulai dekat dan saling bertukar cerita. Akhirnya kami saling merasakan nyaman saat bersama. Yoon ikut membantu menyembuhkan sakit yang selama ini aku rasakan.
Yoon merupakan siswa terkenal di sekolah. Personil band sekolah bernama PEMENANG. Dia leader dan pandai bermain gitar. Tingginya 178cm, bibirnya merah dan berkulit kuning langsat. Sedangkan aku rangking 1, tinggi 168cm, berkulit putih dan berambut panjang. Kami pasangan yang serasi kan?
Yoon memberiku rasa nyaman. Aku bisa bercerita dengannya tentang orang tauku, tentang sekolahku yang dulu. Tentang apa yang terjadi sebelum bertemu dengannya. Dia pendengar yang baik. Sama seperti lelaki yang dulu pernah aku kenal,
……………… Kwon Jiyong.
Tapi ada satu yang tak pernah aku ceritakan kepadanya. Tentang aku yang dulu suka menyanyi. Meski hatiku tak sesakit dulu tapi aku tak mau menyanyi lagi. Kenangan bersama appa dan eomma akan kembali dan aku paling lemah akan hal itu.
********
Waktu di Busan berjalan cepat. Sekarang aku sudah naik kelas 3 SMA. Tentu saja aku tak melupakan appa-eomma dan terus mendo’akan mereka. Tak jarang juga aku ke Seoul untuk menengok makam mereka bersama halmeoni.
Aku masih berhubungan baik dengan Yoon meski sekarang kami tidak sekelas.
Oh iya, aku sudah baikan dengan Ah Hyun. Aku bertemu dengannya di makam orang tuaku. Ah Hyun memang sahabat terbaikku. Bahkan setelah apa yang aku lakukan kepadanya, dia tetep menengok makam orang tuaku. Ah Hyun~ah… Mianhae.
Hari ini adalah hari pertama masuk sekolah setelah liburan. Hari yang melelahkan akan segera dimulai untuk siswa tingkat akhir sepertiku.
Kim ssaem sekarang menjadi wali kelasku,
“Yedera, belum lama ini guru kesenian kita ada yang keluar, hari ini kita kedatangan guru baru..… Silakan masuk Kwon ssaem.” Ucap Kim ssaem sambil menoleh ke pintu masuk kelas
Aku kaget. Pulpen yang aku pegang terjatuh di lantai. Aku melongo saat melihat orang di depan...
“Benarkah dia orang yang aku kenal? Aku nggak salah lihat kan?” Kataku sambil mengucek mata
“Annyeonghaseyo.. Jo neun Kwon Jiyong imnida, saya akan mengajar kesenian mulai hari ini.” Ucapnya sambil tersenyum tipis
Teman sekelas ramai menyambut guru baru yang tampan.
Benar. Dia Kwon Jiyong yang aku kenal. Senyumnya dan suaranya masih seperti dulu, lembut. Pembawaannya kalem tapi berwibawa. Jiyong oppa terlihat semakin dewasa. Ahh... Meskipun begitu, aku bisa merasakan bagaimana gugupnya dia saat memperkenalkan diri.
Aku hanya bisa melihatnya. Menatapnya dari bangkuku. Sekali-kali menghindar di saat pandangan kita akan bertemu.
*Bel istirahat berbunyi*
Aku masih terdiam di kelas, sedangkan teman-teman mulai berhamburan keluar untuk ke kantin. Seseorang mendekatiku…
“Ha Na~ya, mwohae? Nggak ke kantin?” Jiyong oppa, eh.. maksudku Kwon ssaem bertanya kepadaku
“Ah.. Ah.. Ah.. Ne, Ssaem.” Jawabku gagap
Kedatangan Jiyong oppa ke hidupku lagi membuatku sedikit resah. Bukan apa-apa, setelah pergi begitu saja tanpa pamit 2 tahun lalu, akan sangat awkward untuk bertemu dan berbicara padanya. Apalagi untuk bisa seperti dulu tentu saja tidak mungkin.
Aku berlari ke kantin. Makan siang bersama Yoon. Aku melamun dan Yoon merasa dicueki
“Ha Na~ya, Ha Na~ya. Ya! Ha Na~ya!” Suara Yoon meninggi
“Ah.. Mian. Tadi kamu lagi ngomongin apa?”
“Kamu lagi mikirin apa sih? Aku tuh lagi pusing tahu karena masalah band. Ketemu kamu biar bisa cerita malah kamunya kayak gitu!” Muka Yoon cemberut
“Mianhae.. Mianhae.. Mianhae..” Balasku sambil menyatukan kedua tanganku
Tumben, Yoon sensitif sekali. Dia tidak mau cerita. Aku tanya ke teman bandnya, Mino, ternyata bandnya ada masalah. Vokalis mereka, Nami, pindah sekolah padahal mereka harus tampil di perlombaan cukup besar 17 Agustus nanti.
Agustus tinggal dua bulan lagi. Yoon sudah mencoba mencari vokalis baru tapi belum ada yang cocok. Dia cukup frustasi.
“Lagian Nami kenapa pake pindah segala sih? Udah kelas 3 dan ada perlombaan juga. Udah mepet gini? Wae?” tanyaku
“Ya kenapa tanya aku? Aku juga nggak mau ada masalah di band. Kamu bukannya bantu malah kebanyakan nanya. Nambah pusing aja!” Jawab Yoon dengan nada tinggi
Aku terdiam. Yoon tak seperti biasanya. Dimana Yoon yang sabar dan lembut itu?
Aku pun frustasi menghadapi Yoon yang akhir-akhir ini sering marah.
Sementara itu, Jiyong oppa sudah aktif mengajar. Beberapa kali aku berpapasan di luar kelas tapi hanya sekedar menyapa, tak pernah bertanya tentang kabarnya selama ini. Aku bingung untuk memulainya.
*********
Memasuki bulan Juli, itu artinya persiapan tampil band Yoon tinggal sebulan. Tapi Yoon masih belum menemukan pengganti Nami. Dia tak banyak bercerita tapi lebih banyak kesal dan meninggalkanku. Sangat berbeda dengan Yoon yang sebelumnya aku kenal.
Aku tetap menemani Yoon latihan. Yoon lagi-lagi marah dengan teman bandnya.
Seseorang membuka pintu ruang latihan…
“Annyeong.. Ada masalah apa ini? Kok ribut begitu? Sampai suaranya terdengar dari luar.” Tanyanya kalem
Orang itu adalah Kwon ssaem...
“Gini ssaem, band kami ada masalah karena vokalis kami pindah sekolah tapi sampai sekarang kami belum ada pengganti tapi Yoon malah….”
Belum juga Mino selesai berbicara, Yoon membalas
“Sikeuroe! Kamu juga nggak bantu cari vokalis baru, kan? Aku doang yang capek!”
“Bukan salahku kan kalau ada vokalis baru yang daftar tapi kamu bilang nggak cocok terus?” Mino membalas
“Ya karena emang nggak ada yang bagus. Suara mereka nggak cocok buat laguku.” Suara Yoon mengeras
“Ne? Lagumu? Ya! Kita bikin lagu itu bareng-bareng. Jangan sok…”
Hampir saja mereka ribut. Untung dilerai oleh Kwon ssaem..
“Oh.. Jadi masalahnya di vokalis? Kenapa nggak Ha Na aja yang jadi vokalis?” Kwon ssaem menunjukku
Semuanya terlihat kaget. Begitu juga aku.
“Hah? Nega?” Jawabku sambil menunjuk diri sendiri
“Iya, kamu. Kan dulu waktu SMP beberapa kali menang perlombaan nyanyi.” Timpal Kwon ssaem
“Mwo? Jadi kamu bisa nyanyi tapi selama ini diem aja?! Bahkan saat aku pusing nyari vokalis gini? Nggak ada pengertiannya sama sekali kamu ya!” Ucap Yoon sambil keluar ruang latihan
“Yah… Yoonie~ya, bukan begitu maksudku, Yoonie~ya...” Aku coba mengejarnya
Tapi Yoon langsung menaikki motornya dengan kencang. Aku mau mengejarnya tapi,
“Ha Na~ya, oediga? Kenapa kita nggak ngobrol dulu?”
“Hm? Oh… “ Jawabku setuju
Kami mengobrol di kafe dekat sekolah…
“Yoon itu namja chingu kamu? Udah gede ya uri dongsaeng, udah tau pacaran.” Ucapnya sambil mengacak-ngacak hatiku rambutku
“Apaan sih Kwon ssaem...” Jawabku
Dari sini, aku dan Jiyong oppa mulai ngobrol lagi. Saling bertanya bagaimana keadaan masing-masing..
“Wae? Pas pindah nggak pamit dulu?”
Aku hanya bisa terdiam. Aku tak mau, dia tahu alasanku sesungguhnya.
Saat itu pikiranku kacau. Aku masih memikirkan Yoon yang naik motor saat marah. Aku khawatir.
“Oppa~ya, bisa bantu Yoon? Dia sangat frustasi dengan keadaan bandnya saat ini.”
“Wae? Kalau kamu khawatir, kenapa nggak kamu aja yang nolong dia? Yoon pasti lebih seneng.”
Aku tak bisa berkata apa-apa. Air mataku malah menetes. Ahh.. Sudah lama aku tak menangis. Setelah mengenal Yoon, aku lebih sering tersenyum di depannya. Yoon memang cukup pengertian tapi rasanya berbeda. Entah kenapa aku seperti ini di depan Jiyong oppa. Rasa sakit yang pernah ada, beban yang tertimbun dan kesedihan yang aku pendam terasa meluap dan mencair.
Aku ceritakan apa yang membuatku tak mau menyanyi lagi. Jiyong oppa sama seperti dulu, seorang pendengar yang baik dan memberiku saran layaknya seorang kakak.
“Orang tuamu di atas sana pasti akan senang melihatmu menyanyi lagi. Mereka akan bangga.” Jiyong oppa menenangkanku
“Oh Tuhan, perasaan apa ini? Kenapa hatiku terasa sesak sekali?” Ucapku dalam hati
********
Seminggu berlalu, Yoon masih saja diam. Saat aku mendekatinya, dia pergi. Teman bandnya pun tak tahu dengan tingkah Yoon yang seperti itu.
Seperti permintaanku, Jiyong oppa berusaha berbicara dengan Yoon.
“Jiyong oppa itu orang yang sangat dewasa. Aku yakin Yoon akan mengerti.” Gumamku
Dari pandanganku, Yoon masih penuh emosi sedangkan Jiyong oppa memberikan saran dengan sabar.
Setelah lama berbicara, Jiyong oppa berhasil membujuk Yoon. Yoon sudah mau latihan lagi di depanku tapi sikap cueknya belum juga hilang.
Bukannya mendamaikanku dengan Yoon, Jiyong oppa malah mengajakku keluar ruang latihan dan bilang jangan ganggu Yoon dulu. Aku makin bingung dengan sikapnya.
“Waeyo? Kenapa aku malah disuruh pulang? Bukannya bikin aku sama Yoon baikan? Waeyo?” Aku protes sambil cemberut
“Kita cari tempat yang enak buat ngobrol dulu ya uri dongsaeng~~.” Jawabnya kalem
Kami kembali duduk di kafe dekat sekolah,
“Kamu mau minum apa? Lemonade kan pasti?” Jiyong oppa masih ingat apa yang aku suka
“Ne….” Jawabku cuek
Jiyong oppa menceritakan apa yang dia dan Yoon bicarakan. Tentang apa yang terjadi pada keluarga Yoon. Kakek Yoon sakit. Kalau Yoon bisa menang di perlombaan ini, tentu saja hadiah bisa dipakai untuk tambahan berobat kakek.
“Yoon nggak mau kamu tahu tentang masalah dia. Dia nggak mau kamu ikutan kepikiran. Makanya dia nggak bilang ke kamu. Bahkan butuh waktu lama buat Yoon mau cerita sama oppa.”
Kami terdiam sejenak
“Kamu tahu kan kalau kamu orang yang penting buat Yoon? Dengan kamu menjadi vokalis di band PEMENANG, itu artinya kamu membantu Yoon. Itu akan sangat berarti buat Yoon.” Jiyong oppa berusaha memberiku pengertian
Sampai rumah, aku masih kepikiran. Aku merasa bersalah. Menyesal. Aku bahkan tak mengerti apa yang sebenernya dirasakan Yoon padahal selama ini dia selalu berusaha mengerti keadaanku.
Aku teringat bagaimana sedihnya aku saat nenek sakit. Pasti Yoon juga sangat sedih kakek tersayangnya sakit.
Aku seperti sedang berkelahi dengan batinku sendiri.
“Apa aku bisa menyanyi di atas panggung lagi?” Tanyaku dalam hati
********
Pergulatan batinku cukup panjang. Aku menggalau....
Setelah aku menang berperang dengan batinku sendiri, akhirnya aku memutuskan mau menjadi vokalis band PEMENANG. Terimakasih Jiyong oppa, karena sudah membantu menyadarkanku.
Yoon dan temannya latihan tanpa vokalis di ruang latihan.
Perlombaan tinggal 3 minggu lagi. Aku datang dengan Kwon ssaem..
“Yedera… Coba liat siapa yang ssaem bawa? Mari kita sambut vokalis baru kita, Ahn Ha Na!”
Hatiku belum sepenuhnya yakin…
“Benar kan kata Jiyong oppa? Appa dan eomma akan bahagia juga saat melihatku menyanyi lagi? Yoon pasti senang kalau aku menyanyi bersama bandnya kan?” Ucapku dalam hati. Khatawir.
“Yoonie~yah, acaranya nggak lama lagi. Kamu akan bantu aku biar bisa membawakan lagu itu dengan baik, kan?” Tanyaku lirih ke Yoon
Yoon tersenyum. Tatapan hangatnya kembali lagi
“Geurae, Ha Na~ya, aku akan bantu kamu sampai kamu bisa menampilkan lagu ini dengan baik. Neol mido. Kamu akan sangat cocok membawakan lagu ini. Karena aku bikin lagu ini sambil memikirkanmu.” Ucapnya penuh antusias
Semuanya bersorak. Aku pun tersenyum. Lega rasanya bisa melihat Yoon semangat lagi.
Latihan dimulai kembali.
Hari-hariku diisi dengan latihan. Jiyong oppa memproduseri band ini agar lebih bagus. Aku sangat bahagia bisa berada di dekat dua lelaki yang aku sayangi. Sebenarnya aku sudah cukup banyak tahu tentang lagu ini karena sering menemani Yoon latihan tapi tetap saja aku gugup akan tampil di depan banyak orang. Ini akan jadi penampilan pertamaku dalam 3 tahun terakhir.
********
17 Agustus
Perlombaan dimulai! Tinggal 2 jam lagi untuk tampil. Aku gugup sekali.
“Ha Na~ya, tenang. Yakin deh, kamu bisa. Neol mido.” Yoon coba menenangkanku
“Oh..Uri Ha Na gugup? Di mana Ha Na yang dulu tampil di acara besar di Seoul aja bisa dengan tenang dan percaya diri?” Jiyong oppa malah mengejekku
“Ih.. Rese deh.” Sahutku sambil memukul Jiyong oppa
“Eh.. Eh.. Eh.. Nggak boleh skinship gitu ya. Aku cemburu.” Yoon berubah jadi posesif
“Haduh.. Yang namja chingu-nya cemburu.”
Jiyong oppa malah memainkan pipiku. Membuat Yoon cemberut. Ahh.. Sungguh lucu para lelakiku ini.
Waktu yang ditunggu telah datang….
“Kita sambut, penampilan band PEMENANG formasi baru dengan Ahn Ha Na sebagai vo..ka..lis..” Suara MC bersemangat
Aku deg-deg-an tapi Yoon menenangkan dengan memegang tanganku.
Aku tersenyum dan mengangguk ke Yoon dan Jiyong oppa.
“Aku pasti bisa! Fighting!”
*Penampilan dimulai!*
Aku gugup saat tampil di panggung tapi Yoon terus tersenyum kepadaku. Saatku melihat ke arah Jiyong oppa, dia juga terlihat bangga dan menikmati musik yang kami tampilkan. Aku bahagia.
Selesai tampil, penonton ramai bertepuk tangan. Personil band PEMENANG memberiku selamat. Begitu juga Yoon. Aku kemudian menghampiri Jiyong oppa…
“Gumawoyo oppa, sudah membuatku mau bernyanyi lagi. Sudah menyadarkan dan memberiku kekuatan.” Suaraku lirih sambil menunduk
Jiyong oppa memegang kedua lenganku. Kami saling bertatapan...
“Bukan karena oppa tapi semuanya datang dari hati kamu sendiri. Hati kamu yang membawamu kembali tampil di panggung. Bernyanyi, memperlihatkan ke dunia bagaimana indahnya suaramu. Kedua orang tuamu pasti bahagia. Kamu sudah melalui hari yang sulit selama ini, sekarang waktumu untuk bahagia dan melakukan apa yang kamu inginkan. Kamu sudah mulai dewasa dan mencoba memahami hati orang lain. Hati orang yang selama ini berada di sampingmu. Lihat dia di sana, selalu memperhatikanmu meski kamu jauh.” Jiyong oppa menunjuk Yoon
Jiyong oppa memang orang yang sangat dewasa dan sering memberiku nasinat. Aku tersentuh. Aku menoleh ke arah Yoon dan melihat senyum tulusnya.
“Perjuanganmu melawan kerasnya hati sudah sukses. Sugohasaeyo, Ha Na~ya.” Jiyong oppa melanjutkan
Aku kembali tersenyum
“Gomawoyo oppa. Dan mianhae, selama ini aku nggak bisa berbuat apa-apa buat oppa.”
Jiyong oppa tersenyum. Menatapku dengan lembut, memelukku dan berbisik…
“Oppa pamit pulang ke Seoul lagi ya. Ini salam perpisahan dari oppa. Bilang ke Yoon, jangan suka cemburu sama oppa. Oppa nggak bakal ngerebut Ha Na dari Yoon.” Ucap Jiyong oppa sambil melepas pelukannya
“Sekali lagi Gumawoyo oppa, sudah mewujudkan impianku diproduseri oleh oppa. Meski bukan sebagai penyanyi professional tapi aku seneng.”
“Ya udah, oppa pamit ya.. Salam untuk semuanya.”
Jiyong oppa pergi. Aku tersenyum melepas kepergiannya dan kembali ke Yoon.
“Udah pamitannya? Dibilangin jangan suka skinship juga malah peluk-pelukan.” Yoon kembali dengan sikap posesifnya
“Mwoya… Sama Jiyong oppa aja cemburu. Huh.”
“Lagian mesra banget. Kan aku juga lelaki yang punya rasa cemburu.”
Mendengar itu aku malah tersenyum
******
Seperti yang diharapkan, band PEMENANG berhasil meraih juara pertama. Hadiah lomba dipakai dulu untuk membantu pengobatan kakek Yoon. Personil lain juga setuju akan hal itu.
Sepulang sekolah, aku dan Yoon duduk bersama…
“Jiyong hyung sudah cerita tentang alasan kamu nggak mau menyanyi lagi. Gumawo karena sudah membantuku dan mau kembali bernyanyi. Itu sangat berarti buatku. Aku benar-benar berterimakasih kepada Jiyong hyung. ”
Aku tersenyum dan membalasnya
“Ne, Jiyong oppa juga yang menyadarkanku. Dia orang yang berarti untukku, sama sepertimu. Maafkan aku yang kurang peka tentang perasaanmu. Gumawo, sudah menjadi salah satu alasanku untuk kembali bernyanyi. Jjinja gumawo... “
Kami saling bertatap muka dan tersenyum bersama…
“Beli minum yuk? Haus nih…” Yoon menyeletuk
“Ayok... “ Jawabku dengan antusias
------
“Kamu mau minum apa?” Tanyaku
“Lemonade.” Yoon menjawab
“Bukannya kamu nggak suka lemonade?”
“Tapi itu kan kesukaanmu.”
-------
18 tahun. Usia di mana kita mulai merasakan sakit dari permasalahan kehidupan. Di 18 tahunku, aku sudah melewati kesakitan itu. Aku tahu bagaimana rasanya disayangi dan menyayangi. Aku bisa kembali bernyanyi dan meraih salah satu cita-citaku. Aku sudah berjuang sehingga mendapatkan kebahagiaanku kembali. Terimakasih untuk semua orang yang berasa di sampingku untuk mendukungku. Semoga selanjutnya hidupku bisa terus bahagia….