CHAPTER 1 : Ong Seongwoo Dan Aku (1)
Seluruh cerita di ambil dari sudut pandang Cha Eunsung (Eunsung’s Point of View)
Ong Seongwoo. Iya benar Ong Seongwoo. Nama keluarnya adalah Ong, bukan Hong atau Gong atau Oh.
Ong Seongwoo…. Jika kau bertanya siapa dia? Apa hubungan aku dengannya?
Aku akan diam dalam waktu yang lama. Berpikir, dari mana aku harus mulai menceritakannya?
*****
Hari itu, hari pertama aku mengikuti les bahasa inggris di Seoul National University tepatnya di Departement Language and Literature, College of Humanity.
Toktoktok aku mengetuk pintu kelas EC 3-A yang berarti kelas English Conversation Level 3 kelas A. Hari pertama masuk kelas aku datang terlambat. Benar-benar bukan murid yang baik.
“Jwesonghamnida(1) ah no I mean, I’m sorry for coming late Mam…”
“Please come in.”
Kim Yoori-seonsaengnim tersenyum padaku yang datang terlambat. Aku duduk di kursi kosong tanpa banyak berpikir.
“So besides following campus club, you and your friends also doing some charity?”
“Yes mam.”
“What a good boy.” Yoori-seonsaengnim tersenyum lebar.
Bagaimana bisa aku tau nama seonsengnim ku? Mudah saja. Dia memakai name tag dibagaian kanan dadanya.
Beberapa anak-anak lain tersenyum dan memberikan tepuk tangan pada namja itu termasuk aku.
“Thank you Ong Seongwoo. Now move on to…” Yoori-saem mengarahkan tanganya padaku.
“Please introduce yourself, tell us everything about you.” tambah Yoori-saem.
“Hi, nice to see you all. I’m Cha Eunsung, 2nd year student of New York Seoul of Communication-Seoul.”
Tanpa banyak berpikir aku segera memperkenalkan diriku dengan bahasa inggris seadanya. Jujur saja aku benar-benar gugup. Semua mata memandangku, termasuk mata anak yang baru memperkenalkan dirinya sebelum giliranku.
*****
Seperti inilah caraku “menikmati” hari sabtu. Tidak ada hal istimewa sejak pertama kali masuk ke kelas tersebut. Berangkat les, belajar bahasa inggris, istirahat sambil ngobrol dengan beberapa teman baru, masuk kelas kedua, pulang ke rumah. Sudah hampir satu setengah bulan kegiatan tersebut terus berjalan.
Meskipun begitu, aku sangat menikmatinya karena tema-teman kelasku suka sekali membuat lelucon jadi suasana kelas tidak akan membosankan.
“Ah Eunsung-ah kenapa lama sekali datang?” Choi Mia menatapku.
“Kita jadi giliran terakhir kan.” tambahnya.
“Kenapa bengong Sung!?” Mia menyadarkan lamunanku.
“Kenapa semua duduk di luar kelas?” Aku terkesan dengan banyaknya siswa yang duduk di lorong kelas. Sebagian makan snack, sebagian membaca buku dan sisanya ngobrol.
“Ujian speaking yang pertama, setelah itu writing. Kita berpasangan ya.” balas Mia.
Setelah menunggu kurang lebih setengah jam. Kini giliran aku dan Mia.
“Please come in…” Yoori-saem tersenyum ketika kami membuka pintu kelas. Aku dan Mia kemudian duduk di depannya.
Toktoktok
“Ong Seongwoo, come in…”
Seongwoo berjalan mendekati Yoori-saem. “Mam, I haven’t done the last one, the dialog.” Seongwoo menjelaskan.
“Ah you’re right. Please wait until they finish first section, expressing opinion then we do the dialog.”
“Ah I see…” Seongwoo tersenyum.
“You may stay here. Take your time.” Yoori-saem membalas.
“Thank you mam.”
Tanpa banyak berpikir aku segera mengambil kursi kosong yang ada di kelas ini dan menariknya ke sebelahku.
Seongwoo tersenyum melihatku. “Eunsung-ah thank you. So sweet of you.”
Hah? Apa itu? Itu bukan hal besar.
“Goodluck!” Seongwoo menyemangati kami untuk ujian sesi pertama.
Yoori-saem memberikan aku dan Mia, masing-masing selembar kertas yang berisi artikel mengenaik pop culture atau budaya popular. Kami diberi waktu selama lima menit untuk membacanya kemudian memberikan opini mengenai budaya populer dari artikel tersebut.
Aku membaca pelan-pelan artikel tersebut dalam hati. Aku mengerti makna dari setiap kata yang ada di sana tapi setelah sampai kata terakhir aku tidak tahu apa yang sudah aku baca. Sejak tadi pikiranku bercabang kemana mana.
Aku melirikkan mataku ke arah kanan. Mataku bertemu dengan mata Ong, dia tersenyum kecil sambil mengepalkan tangannya. “Fighting!” teriaknya tanpa suara. Aku tersenyum kecil, menahan tertawa.
Ong, begitulah kami memanggilnya. Namanya keluarganya memang unik. Dia memang anak yang bisa membuat orang-orang disekitarnya mudah untuk tertawa.
“Okay. So, Miss Cha Eunsung what do you think about popular culture?”
Beruntung, budaya popular menjadi salah satu mata kuliah di kampus ku. Aku baru mempelajarinya selama beberapa minggu tapi itu sudah cukup untuk membuat jawaban asal pada pertanyaan Yoori-saem. Lagipula ini kelas bahasa inggris, tidak peduli opini mu benar atau salah, yang dinilai adalah grammar dan vocabulary saat berbicara.
Setelah itu Yoori-saem memberikan sebuah kartu masing-maisng kepada kami, termasuk ke Ong. Kita di minta untuk melakukan dialog dengan tema dan kata-kata ekspresi yang tertulis dalam kartu tersebut.
“Ah apa yang aku katakan tadi. Sepertinya grammar nya salah.” Aku mengeluh sambil berjalan keluar pintu setelah ujian selesai.
“Sudahlah. Masih ada ujian tertulis setelah ini.” kekeh Ong.
Kami keluar dari kelas dan…. sepanjang koridor, di depan pintu kelas penuh sekali. Aku harus duduk dimana?
“Eunsung-ah. Sini.” Ong menyisakan sedikit tempat di sebelahnya. Ya! Itu sempit sekali. Aku tidak punya pilihan lain. Pada akhirnya aku duduk di antara atau lebih tepatnya di apit oleh Mia dan Ong.
Bahuku menyentuh bahu Ong. Kami benar-benar sangat mepet. Kami sekelas duduk di bawah lantai. Bukannya belajar untuk ujian kedua, kami malah asik ngobrol dan bercanda. Lagipula siapa yang bisa belajar, selain murid kelasku, kelas lain juga melakukan hal yang sama.
Terlalu berisik. Setelah lelah bercanda ramai-ramai, masing-masing dari kami kembali sibuk dengan dunia masing-masing dan terpecah menjadi grup-grup kecil yang terdiri dari 2 sampai 3 orang.
Ong melihat ke arahku. “Kau kasihan sekali.”
“Tak apalah. Sebentar lagi ujian mulai.” balasku. Ong mengangguk kemudian melihat kearah Jisung-sunbae yang sedang berbicara dengan Daniel-sunbae, si cantik Sera-hoobae dan Sungwoon-sunbae.
“Ong.” Aku memanggil namanya. Astaga! Apa yang aku lakukan? Tidak tahu. Aku tidak tahu! Aku hanya ingin berbicara dengan Ong. Ini kesempatan bagus untuk lebih mengenalnya, kan? Selama ini aku tidak pernah berbicara dengannya. Maksudnya berbicara berdua saja.
HAH! ADUH ADA APA DENGANKU! Aneh sekali aku.
“Wae?” tanya Ong.
“Kau murid fakultas kedokteran bukan?” tanyaku.
“Iya, kedokteran gigi tepatnya.”
“Wow. Kebetulan sekali. Jelaskan aku tentang kawat gigi.” pintaku.
“Lihat gigiku. Kira-kira jenis kawat gigi bagaimana yang cocok?” aku tersenyum awkward sambil menunjukkan deretan gigiku.
“Hmmm… gigi atas mu sebenarnya sudah rapi. Sayangnya…”
“Iya, gigi depanku maju.” potongku.
“Benar, menurutku gigi bagian bawahmu juga harus dipasangkan kawat gigi agar lebih rapi.” tambah Ong.
“Begitu? Aku pikir hanya bagian atas saja.”
“Kau ingin pasang kawat gigi?” Ong tanya.
“Iya tapi aku masih ragu…” balasku bohong. Sebenarnya aku hanya ingin berbicara denganmu.
“Memang akan sangat sakit. Jika merasa malu, kau bisa pakai kawat gigi yang lepas pakai. Itu hanya di pakai setiap malam.” jelas Ong.
Kemudian Ong menjelaskan lagi seputar gigi dan juga kawat gigi. Aku mendengarkannya dengan baik meskipun tidak begitu mengerti. Berusaha merespon semua yang dikatakannya.
Tingtongtingtong tingtongtingtong
Bel berbunyi menandakan bahwa sudah waktunya untuk ujian tertulis. Kami memutuskan untuk masuk ke dalam kelas. Tidak lupa aku berterima kasih untuk penjelasan yang Ong berikan.
Di dalam kelas kami duduk berpencar dan berjarah cukup jauh satu sama lain. Aku duduk di belakang Ong. Tidak persis di belakangnya, tepatnya serong belakang.
Dari sini aku bisa melihat wajah Ong yang sedang berpikir sangat keras.
Waktu habis. Kami yang masih tersisa segera berjalan ke depan kelas untuk mengumpulkan kertas ujian. Beberapa teman kami setelah keluar kelas memutuskan untuk segera pulang. Aku, Mia dan Jisung-sunbae berdiri di depan kelas.
“Ayo… kita menunggu siapa?” tanya Mia.
“Ong masih di dalam. Kalian duluan saja.” balas Jisung-sunbae.
Aku melirik ke dalam kelas. Di sana Ong sedang berdiskusi dengan Yoori-saem.
“Kita tunggu saja. Sebentar lagi pasti dia keluar.” kataku. Kami semua setuju untuk menunggu Ong.
“Wah kalian semua masih disini? Menungguku? Wow. Apa aku segitu berartinya bagi kalian?” Ong tersenyum menatap kami begitu keluar dari kelas. Aku bisa melihat deretan gigi atasnya.
Semua menatap Ong dengan ekspresi aneh.
“Seriously Ong?” kataku dengan wajah datar. Aku hanya bercanda. Tidak mungkin aku jujur mengatakan jika aku ingin lebih lama menghabiskan waktu bersamamu meskipun hanya beberapa menit sampai keluar dari area fakultas ini.
“Kalian langsung pulang? Aku ingin ke fakultas sebelah dulu.” Jisung-sunbae menunjuk fakultas psikologi.
“Untuk apa hyung?” Ong membuka suara.
“Nongkrong. Ketemu teman juga hoobae.”
“Aku juga tidak ke halte bus 1. Aku sudah janjian dengan teman untuk bertemu di halte bus 2.” Mia menjelaskan. Halte bus 1 dan 2 letaknya berlawanan.
“Annyeong!” Aku dan Ong melambaikan tangan pada Mia dan Jisung-sunbae.
“Kau ke halte bus 1 Ong?” tanyaku. Ong mengangguk.
“Kajja!”
**TBC**
(1) = maaf (formal)