CHAPTER 1 : One Shot
"Mengapa? Mengapa semuanya tidak bisa kembali seperti semula? Saat aku belum menjadi seperti ini ; sesosok roh yg tidak lagi memiliki jasad sebagai sandaranku. Pelindung di kala panas + hujan. Jari jemariku tak lagi dapat menyentuhmu Aku hanya akan menjadi seperti ini. Terus bergentayangan tidak terarah." Namaku Minmi, aku gadis muda berusia 18tahun. Aku seperti gadis muda yg lain, tumbuh cantik dan jatuh cinta. Ya, aku jatuh cinta dengan seorang pria yg 6 tahun lebih tua dariku. Dia Lee Jonghyun. Seorang pria berkulit putih pucat, pemilik paras tampan dengan lesung pipi menghiasi senyumnya. Aku mencintainya dan dia... Tidak mencintaiku. Aku melihatnya di gedung tempat seminar kesehatan yg aku hadiri beberapa waktu silam. Lee Jonghyun berada tepat di samping kursiku. Sesekali dia melemparkan senyum padaku, senyum termanis yg pernah ada(menurutku). Pandanganku tidak lagi terfokus pada apa yg narasumber presentasikan di depan melainkan aku hanya terus memandang namja di sampingku ini. Kami hanya membisu dan sesekali saling melempar senyuman. Tak ada kata2 sampai seminar itu selesai. Kami berpisah, aku tak pernah lagi bertemu ataupun melihatnya. Beberapa bulan kemudian, aku kembali bertemu dengannya di sebuah taman di sekitar Namsan. Aku memberanikan diri bertanya padanya. "Kau, yg waktu itu menghadiri seminar kesehatan dan duduk di sebelahku, kan?" tanyaku. Dia hanya mengangguk sambil tersenyum. Lagi2 senyumnya berhasil membuat aku tergelitik di perutku, dan berdebar di jantungku. "Kau tinggal di dekat sini?" tanyaku lagi. Dia menggeleng "Rumahku di Busan..." Setelah itu kami memulai lebih banyak obrolan sambil berjalan2 mengelilingi taman. Aku jadi semakin dekat dengannya. Entah bagaimana ceritanya, tak lama setelah itu kami menjalin hubungan. Dia seorang namja yg hangat. Aku menyayanginya dan dia "sepertinya" menyayangiku. Kami saling mencintai. Indah rasanya dapat merindukannya setiap hari. Merindukan kehangatannya, senyumnya, tawanya, segalanya. Walaupun kenyataan tak pernah seindah impian. Hari itu hujan deras, dia menjemputku dari sekolah. Membukakan payung untuk kami. Karena hujan yg sangat deras, kami tetap kebasahan walaupun memakai payung. Kami memutuskan untuk berteduh di rumahnya karena kebetulan sekolahku berada di sekitar Busan. Dia meminjamkan aku baju ganti dan memberikanku coklat hangat. Kami mengobrol di kamarnya. Menunggu hujan yg tak kunjung reda. Entah karena dingin atau apa, tiba2 dia mendekatkan diri padaku dan kemudian memberikan ciuman yg hangat pada bibirku. Layaknya seorang gadis yg terbakar api cinta, aku membalas ciumannya. Tak usah ku perpanjang, sore itu kami melakukan kesalahan. Kesalahan yg seharusnya tak pernah terjadi. Dalam ketakutanku, aku terus berdoa semoga Tuhan mengampuni dosaku yg tak terampuni ini. Apa yg selalu aku takutkan, berbuah juga. Aku mengandung, ya, hasil hubungan terlarangku dengannya sore itu. Ibuku curiga karena aku terus saja mengeluh bahwa perutku sakit dan kepalaku pusing. Saat aku diperiksa ternyata aku positif hamil 2 bulan. Ibuku marah besar. Sambil terisak ibu terus saja bertanya siapa ayah dari anakku ini. Aku tetap diam, aku terus melindunginya, aku takut keluargaku akan berbuat sesuatu yg tidak baik padanya. Ayah sangat murka dan kemudian mengusirku dari rumah. Di sisi yg lain, aku berpikir "Akankah Lee Jonghyun bertanggung jawab atas semua ini? Bukankah dia masih muda pula?". Aku memberanikan diri datang ke rumahnya dan memberitahukan semua ini. Seperti dugaanku, dia langsung terkejut dan wajahnya tampak bingung. Aku terus saja menangis, dia memelukku dan berkata "ikut aku..." Lee Jonghyun membawaku ke sebuah sungai yg jalannya sangat curam. Aku tidak pernah tahu apa maksudnya dia membawaku ke tempat seperti ini. Aku hanya terus mengikutinya. Aku tidak berkata apa2 karena aku sangat mencintainya dan sangat mempercayainya. Dia juga tidak berkata apa2, kami hanya diam. Kami sampai pada sebuah tebing yg sangat curam. Aku mulai mempunyai prasangka buruk, tetapi aku terus menepisnya. Dia melepaskan genggaman tangannya. Lalu, dia berbalik dan kemudian berkata... "Mianhae, minmi-ya. Aku tidak pernah menginginkan kejadian seperti ini. Aku masih di ambang masa mudaku dan aku harus tetap seperti ini... Tanpa kau..." Aku terkejut dengan kata2nya. Belum lagi tiba2 dia mengeluarkan pisau dari kantung bajunya dan kemudian menusuk perutku. Darah keluar banyak dari perutku, entah itu darahku atau darah anak kami. Aku tak tahu lagi. Rasanya aku ada di ambang antara hidup dan mati. Samar2 aku mendengar suaranya... "Kau, aku tidak mencintaimu. Kau gadis bodoh yg selalu mengharapkan cintaku. Selamat tinggal..." Aku terkapar memandang ke langit. Malam.ini bulan biru. Bulan biru yg melenyapkan nyawaku, cintaku, buah hatiku, perasaanku, segalanya. Aku tersenyum. Kau tau Jonghyun-ah? Cintaku padamu tak pernah menuntut balas. Walaupun kau tak pernah mencintaiku, aku tetap mencintaimu. Dengan wujudku yg seperti ini, aku jadi lebih leluasa memperhatikanmu. Senyummu, wajahmu, mendengar tawamu dan nyanyianmu. Terimakasih telah hadir di hidupku. Walaupun tidak berakhir bahagia, bagiku kebahagiaan adalah saat kau terus ada di sampingku sampai akhir menutup mataku. Sesalku bukan kau, tapi diriku sendiri yg terlalu mencintaimu. Sekarang, aku tak lagi bisa menyentuhmu. Menyentuh tiap inci kehangatan tubuhmu. Aku sangat merindukanmu. Dalam diamku.