CHAPTER 1 : One Shot
Leave and Comeback to Me!
Sedikit demi sedikit taman ini mengalami perubahan. Banyak perubahan disana-sini namun suasananya tetap sama seperti saat terakhir ia kemari, dua tahun yang lalu. Perlu banyak waktu yang dibutuhkan untuk merenungkan apa yang telah terjadi dan begitu rapinya dia menyembunyikan kenyaaan yang seharusnya ia ketahui.
Kursi taman ini bahkan sudah berubah walaupun hanya cat saja tetapi kenangan yang disimpannya tentang kursi dan dia yang ia rindukan tak akan berubah ataupun terlupakan. Jinyoung menghela nafas panjang dengan buku terbuka di tangan kanannya. Pikirannya melayang mengingat saat itu.
**
Terlihat disana Jinyoung membaca buku dengan serius tanpa menghiraukan seseorang yang di sebelahnya sibuk berbicara. Sesekali orang itu berdecak kesal karena Jinyoung tidak menghiraukannya. Dengan jengkel, dia merebut buku itu membuat Jinyoung terkesiap dan mendengus kesal.
"Kau mengajakku kesini hanya untuk menemanimu membaca, ya?"
Jinyoung lalu mengambil bukunya yang direbut oleh orang itu. Ia melihat orang itu tajam seolah dia sangat mengganggunya namun sesegera mungkin ia mengganti tatapannya itu dengan tatapan lembut penuh kehangatan tettapi terlambat, orang itu terlihat marah.
"Chagiya.."
"Sudahlah, kau selalu seperti ini! Aku pergi," celetuk yeoja itu sudah berdiri akan beranjak pergi sebelum Jinyoung dengan sigap menarik tangan yeojanya itu agar tetap duduk di kursi ini bersamanya.
"Baiklah, akan aku masukkan," pekik Jinyoung sambil memasukkan bukunya membuat yeoja itu tersenyum pada akhirnya yang membuat Jinyoung gemas. Ia mengacak rambut yeojanya itu sambil tertawa kecil.
"Yak! Kau?!"
Kekesalan yeoja itu semakin membuat tawa Jinyoung terdengar keras. Ia benar-benar tertawa bahagia bila bersamanya. Yeoja itu lalu mencupit pinggang Jinyoung dan kembali merapikan rambutnya setelah mendengar Jinyoung meminta maaf.
"Mau mendengarkan musik? Aku akan menunjukkan lagu yang aku buat untuk tugas yang akan ku kumpulkan besok. Jadi kau harus menjadi mentornya hari ini, okay? Ya?"
"Baiklah, Chagi.. apapun akan kulakukan untukmu, apapun itu"
"Gomawo Jinyoung-i,"
"Cheonma, Jung Hee-ah,"
**
Jinyoung tersenyum mengingat kenangan membahagiakan itu. Tanpa sadar, tangan kirinya mengelus kursi kosong di sebelahnya yang dulu selalu diduduki oleh Jung Hee. Tatapan nanar selalu ia tampilkan saat ia melihat kursi itu yang seharusnya diduduki kekasihnya, yeojanya itu.
Ia menolehkan kepalanya ke atas melihat matahari yang akan tenggelam sebentar lagi namun kakinya bahkan enggan beranjak dari sini. Ia jadi merindukan Jung Hee yang selalu merengek padanya agar pulang agak petang dan mereka bisa melihat indahnya matahari yang akan mengakhiri harinya hari ini. Ia merindukan saat-saat itu.
**
"Oppa, Indah kan?"
Jinyoung mempererat pelukannya pada Jung Hee yang ada di sampingnya. Ia menatap sekilas wajah Jung Hee yang disinari cahaya matahari senja membuat wajahnya semakin cantik. Ia lalu menolehkan wajahnya ke arah penglihatan Jung Hee yang masih mengagumi indahnya pemandangan di depan mereka.
" Tidak seindah saat aku melihatmu tertawa bahagia karnaku,"
"Aisshh, kau ini.."
Mereka lalu saling mempererat pelukan manis itu. Bahkan angin tak tega berhembus kencang seolah takut membuat pelukan itu terlepas satu sama lain. Dan matahari seolah menyinari sepasang kekasih itu dengan cahayanya yang hangat dan menentramkan.
đź’«
Jinyoung kembali teringat kenangan demi kenangan indahnya. Tak terasa air matanya mengalir begitu saja. Dalam diam ia merutuki dirinya sendiri. Bagaimana bisa ia melepasnya begitu saja atau tak menyadari keanehan pada setiap tingkahnya yang selalu ceria itu? Betapa bodohnya ia berpikir kalau dia akan selalu baik-baik saja dan membiarkannya sendirian? Menghiraukan segala teleponnya dan pesannya yang bahkan sudah puluhan kali ia kirim?
Jinyoung tersadar hari sudah semakin malam. Ia lalu beranjak pergi dari taman penuh kenangan itu sambil mengingat-ingat bagaimana manisnya yeojanya itu dulu? Lalu pikirannya kembali meracau, apakah setelah dua tahun ia berubah? Namun segera ia rutuki pertanyaan bodoh itu, tentu saja ia berubah! Ini sudah dua tahun. Iapun sedikit demi sedikit sudah berubah atau sebenarnya tidak?
Ia terkesiap, kenapa ia pulang lewat jalan ini. Jalan dimana ia terakhir kali melihat yeojanya yang sangat ia cintai. Pikirannya sekali lagi melayang disaat terakhir.
đź’«
Siang di Konkuk University
"Chagiya! Kenapa kau disini?"
Jinyoung melihat raut muka yeojanya itu yang agak terkejut. Namun seketika air mukanya berubah ceria dengan senyuman lebarnya yang mampu membuatnya bahagia.
"Tidak, oppa.. aku baru saja menyerahkan rekaman lagu yang kutunjukkan padamu kemarin,"
Mereka lalu berjalan bersama membuat mahasiswa lain yang melihatnya berdecak iri. Bagaimana tidak? Jinyoung yang sebelumnya selalu dingin dan serius berubah seketika saat bersama Jung Hee. Banyak pula yang berbisik-bisik sambil sesekali melirik mereka namun tidaak dihiraukan.
"Lalu apa tanggapan Park Saem?"
"Dia senang, tentu saja" celetuk Jung Hee.
Jung Hee memang mahasiswa yang sangat membanggakan di universitas ini. Diusianya yang terbilang masih muda ia sudah bisa menghasilkan sebuah lagu yang luar biasa dengan nada dan lirik yang dapat menyihir siapapun bisa merasakan apa yang disuguhkan dalam lagu itu.
Kami lalu duduk di bawah pohon yang rindang seperti biasa saat kami sudah selesai kuliah. Jung Hee yang biasanya ceria dan menceritakan sesuatu yang dapat membuatnya terhibur hanya diam. Ia tampak memikirkan sesuatu dengan serius tidak seperti biasanya membuat Jinyoung penasaran.
Jinyoung pov
"Chagiya--"
"Oppa, aku ke toilet sebentar," ungkapnya sambil membawa tasnya yang agak besar. Tidak seperti biasanya. Aku hanya menganggukkan kepalaku mengerti, sambil menunggu, aku membuka buku dan membacanya untuk mengurangi rasa bosan.
Perjalanan pulang dari Kampus.
"Apa yang tadi kau pikirkan? Serius sekali,"
"Hanya sesuatu yang merepotkan,"
"Sepertinya tidak seperti itu,"
Sangkalku menatap ke depan. Ia tiba-tiba berhenti dan melihatku yang ikut berhenti karnanya. Ia menghembuskan nafasnya panjang dan menatapku lekat.
"Oppa, ayo ke taman!"
"Baiklah"
Taman
"Oppa, duduklah di sini,"
Jinyoung kemudian duduk disamping Jung Hee. Ia menatap heran dengannya yang bersikap aneh menurut. Jung Hee kembali menghela nafas sepertinya memang apa yang akan dibicarakan sangat penting.
"Oppa, kau percaya padaku, kan?"
"Tentu, memangnya ada apa?"
Jung Hee lalu memeluk Jinyoung erat sambil menenggelamkan wajahnya di dada bidang Jinyoung. Bahunya bergerak cepat, naik dan turun, membuat Jinyoung kaget. Ia merasa dadanya basah akan air mata Jung Hee. Astaga! Yeojanya menangis. Dengan cepat ia membuka pelukan Jung Hee namun ia tak melepasnya. Pelukannya sangat erat seakan ia tak mau menunjukkan kesedihannya di depan Jinyoung sekarang. Yang bisa ia lakukan hanyalah diam sambil mengelus lembut punggung dan rambutnya agar ia merasa tenang.
"Sekarang ceritakan pada oppa, apa yang terjadi,"
"Aku akan pergi ke rumah haraboji karena ia sakit,"
"Haraboji?" Ulang Jinyoung meminta penjelasan lebih rinci.
"Dia tinggal di New York,"
"Kapan kau berangkat? Sampai kapan kau disana?"
"Lusa aku berangkat, mungkin dua minggu. Aku harus menemaninya hingga ia benar-benar sembuh,"
"Selama itukah? Aissh, pantas kau menangis, kau pasti akan merindukanku,"
"Tentu, apa kau tidak?"
"Aku?" Tanya Jinyoung sambil menunjuk dirinya sendiri dan berucap,
"Aku akan sangat merindukanmu,"
**
Jinyoung ada di perpustakaan sekarang, berbagai buku ada di depannya seolah menanti untuk dibaca. Ia bahkan lupa tak menghubungi Jung Hee atau ia memang lupa kalau ia memiliki kekasih? Ia membaca serius bahkan orang yang melihatnya takut untuk menyapanya.
Sore hari telah tiba, Jinyoung selesai membaca semua buku dan ia sekarang berjalan pergi meninggalkan kampus. Ia begitu merindukan kekasihnya sekarang. Kemarin, ia sudah berucap bahwa ia akan sibuk hari ini sehingga yeojanya tak harus menungguinya. Ia membuka ponselnya dan melihat berbagai panggilan dan pesan dari Jung Hee. Ia lalu mencoba untuk menelpon balik namun tidak dijawab. Jinyoung terkekeh kecil, ia menduga kekasihnya itu pastilah kesal sekarang.
"Dia benar-benar kesal sepertinya,"
Ia lalu mencoba menghubungi Jung Hee lagi namun nomornya tidak bisa dihubungi. Firasatnya mulai buruk. Ia terus berusaha menghubungi nomor Jung Hee dan berlari ke rumah kekasihnya itu secepat yang ia bisa.
**
"Jinyoung-ssi?"
Eomma Jung Hee melihat Jinyoung berada di depan rumahnya. Ia lalu membungkuk ke arah eomma Jung Hee yang tersenyum sedih ke arahnya. Jinyoung lalu bertanya.
"Apakah Jung Hee ada di rumah, Jung Hee eomma?"
Raut muka eomma Jung Hee seketika berubah. Ia terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Jinyoung.
"Dia sudah pergi, bukankah dia mengirimimu video?" Ungkap Eomma Jung Hee.
Dengan sigap Jinyoung pamit dengan Eomma Jung Hee dan pergi ke taman untuk melihat video itu. Ia sedikit berharap kalau ia akan menemukan Jung Hee menunggunya di taman seperti biasanya.
**
Ia terduduk lemas dengan deraian air mata yang mulai membanjiri wajahnya. Ia tak menyangka kalau kenyataannya akan sepahit ini. Ia lalu teringat dengan pesan video itu.
" Apakah ini sudah terekam? Ah.. kurasa sudah. Anyeong Oppa, aku sudah menghubungimu sedari tadi tapi sepertinya kau sibuk. Mianhae kalau aku mengganggumu.
Tentang keberangkatanku, aku bohong. Aku berangkat pagi ini dan bukan untuk mengunjungi haraboji juga bukan untuk dua minggu. Aku ke New York untuk belajar menjadi composer terbaik di Korea dan aku mendapat beasiswa untuk itu. Mianhae karena aku berbohong. Mianhae.
Aku tidak tahu ini sampai kapan, bukanlah kau percaya padaku? Kau percayakan? Iya kan? Apakah kau akan menungguku? Apakah ini sulit untukmu?
Jika menunggu menurutmu sulit, tak apa jika kau pergi kelain hati. Aku menerimanya, oppa. Aku disini yang bersalah tapi kau harus percaya padaku kalau aku akan selalu mencintaimu, selalu.
Mianhae, Jinyoung-i oppa. Mianhae. Saranghaeyo oppa!"
**
Jinyoung diam terpaku sekarang. Ia bahkan lupa bagaimana cara bernafas hingga dadanya sesak, dia tak tahu harus bagaimana. Dengan susah payah ia menelan air liurnya sendiri seakan kalimat yang sudah ia rancang di otaknya tidak bisa ia ucapkan dan tersangkut di tenggorokannya. Ia menatapnya, mulai dari atas ke bawah secara berulang-ulang membuat orang itu terkekeh kecil.
Air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. Bahkan sekarang matanya sudah memerah karena tidak percaya pada apa yang ia lihat sekarang. Apakah benar dia adalah kekasihnya? Yeojanya? Atau apakah ini hanyalah ilusi karena terlalu memikirkannya? Dengan terbata-bata Jinyoung bertanya.
"Ka-kau Cheon Jung Hee?"
"Anyyeong oppa, sudah lama kita tidak bertemu. Sudah dua tahun, Park Jin Young oppa,"
Ungkapnya sambil tersenyum lebar. Ia tidak berubah sedikirpun. Penampilan, pancaran matanya dan juga cara bicaranya masih sama. Jinyoung berlari ke arah Jung Hee dan memeluknya erat. Semua rindunya yang sudah ia pendam selama dua tahun membuncah begitu saja. Mereka saling memeluk erat seakan tidak ingin berpisah lagi.
"Bogoshipo, chagi-ya"
"Nadoo oppa"
"Jangan pernah kau tinggalkan aku lagi, aku tidak bisa hidup tanpamu, jebal chagiya.." Sambil tersenyum haru dibalik punggung Jinyoung, Jung Hee bergumam,
"Ne oppa,"
**
Jinyoung mengeratkan pelukan pada pinggang Jung Hee sambil melihat keindahan kota Seoul yang masih sibuk. Sejak pertemuan mengharukan tadi, ia tidak mengizinkan Jung Hee pergi dari sisinya. Jung Hee pun merasa tidak keberatan dengan tingkah laku Jinyoung yang bisa dibilang agak manja bahkan ia menyukainya.
“ Apa kau bahagia disana? “
Jung Hee mengalihkan pandangannya dari bangunan-bangunan indah Seoul dan menatap wajah Jinyoung yang tampak sayu. Dengan mata indahnya yang memancarkan kepedihan itu membuat hatinya merintih sakit. Apakah Jinyoung hidup bahagia disini tanpa dirinya?
“ Yang aku butuhkan disana adalah kerja keras, kebahagiaanku ada disini, Oppa. Saat kita bersama, itu adalah saat yang paling membahagiakan bagiku.”
Jinyoung tersenyum cerah mendengar ucapan Jung Hee. Ia lalu mencium pipi Jung Hee lembut seakan itu adalah sebuah ungkapan terimakasih. Jung Hee tersenyum melihat betapa bahagianya Jinyoung.
“ Bagaimana denganmu, Oppa? “
“ Tidak, karena kau pergi dariku,” Ungkap Jinyoung tersenyum sedih membuat penyesalan menumpuk di hati Jung Hee.
“ Tapi kau ada di sini sekarang, tidak ada yang membuatku bersedih asal kau bersamaku,”
“ Mianhae “
Jung Hee meneteskan air mata karena tersiksa dengan perasaan bersalahnya. Ia mengerti bagaimana perasaan Jinyoung waktu ia pergi tanpa mengatakan yang sejujurnya. Hal itupun membuatnya sengsara juga namun ia tahu ia harus melakukannya agar mimpinya tercapai dan juga agar ia bisa kembali ke Seoul untuk bertemu dengan Jinyoung.
Jinyoung mengusap air mata yang menghiasi wajah manis kekasihnya itu lalu mencium mesra kedua matanya berharap ia akan berhenti menangis. Bagi Jinyoung, sudah cukup air mata yang akan tumpah hari ini yang ada hanyalah tawa ceria yang selalu berada di wajah mereka.
“ Jangan menangis, air matamu membuat hatiku terluka,”
“ Mianhae, jeongmal mianhae..”
“ Tidak, aku yang seharusnya meminta maaf karena aku mengabaikanmu. Mianhae..”
“ Oppa tidak bersalah, “
Mereka lalu saling mempererat pelukan masing-masing karena angin malam yang berhembus membelai tubuh mereka dengan lembut membuat mereka merasa kedinginan. Cahaya bulan bahkan ikut menerangi pandangan mereka agar dapat melihat wajah satu sama lain.
“ Jung Hee-ya, kau harus berjanji tidak akan pergi dari pelukan Oppa lagi, mengerti? “
“ Tidak Oppa, aku berjanji! “
Jinyoung tersenyum girang mendengar jawaban Jung Hee. Ia lalu mencium Jung Hee dengan lembut sambil memeluknya erat. Semuanya sudah berakhir, penantiannya sudah selesai. Mulai sekarang yang ada hanyalah kisah cinta mereka tanpa adanya kesedihan lagi.
Leave and Comeback to Me!
Sedikit demi sedikit taman ini mengalami perubahan. Banyak perubahan disana-sini namun suasananya tetap sama seperti saat terakhir ia kemari, dua tahun yang lalu. Perlu banyak waktu yang dibutuhkan untuk merenungkan apa yang telah terjadi dan begitu rapinya dia menyembunyikan kenyaaan yang seharusnya ia ketahui.
Kursi taman ini bahkan sudah berubah walaupun hanya cat saja tetapi kenangan yang disimpannya tentang kursi dan dia yang ia rindukan tak akan berubah ataupun terlupakan. Jinyoung menghela nafas panjang dengan buku terbuka di tangan kanannya. Pikirannya melayang mengingat saat itu.
**
Terlihat disana Jinyoung membaca buku dengan serius tanpa menghiraukan seseorang yang di sebelahnya sibuk berbicara. Sesekali orang itu berdecak kesal karena Jinyoung tidak menghiraukannya. Dengan jengkel, dia merebut buku itu membuat Jinyoung terkesiap dan mendengus kesal.
"Kau mengajakku kesini hanya untuk menemanimu membaca, ya?"
Jinyoung lalu mengambil bukunya yang direbut oleh orang itu. Ia melihat orang itu tajam seolah dia sangat mengganggunya namun sesegera mungkin ia mengganti tatapannya itu dengan tatapan lembut penuh kehangatan tettapi terlambat, orang itu terlihat marah.
"Chagiya.."
"Sudahlah, kau selalu seperti ini! Aku pergi," celetuk yeoja itu sudah berdiri akan beranjak pergi sebelum Jinyoung dengan sigap menarik tangan yeojanya itu agar tetap duduk di kursi ini bersamanya.
"Baiklah, akan aku masukkan," pekik Jinyoung sambil memasukkan bukunya membuat yeoja itu tersenyum pada akhirnya yang membuat Jinyoung gemas. Ia mengacak rambut yeojanya itu sambil tertawa kecil.
"Yak! Kau?!"
Kekesalan yeoja itu semakin membuat tawa Jinyoung terdengar keras. Ia benar-benar tertawa bahagia bila bersamanya. Yeoja itu lalu mencupit pinggang Jinyoung dan kembali merapikan rambutnya setelah mendengar Jinyoung meminta maaf.
"Mau mendengarkan musik? Aku akan menunjukkan lagu yang aku buat untuk tugas yang akan ku kumpulkan besok. Jadi kau harus menjadi mentornya hari ini, okay? Ya?"
"Baiklah, Chagi.. apapun akan kulakukan untukmu, apapun itu"
"Gomawo Jinyoung-i,"
"Cheonma, Jung Hee-ah,"
**
Jinyoung tersenyum mengingat kenangan membahagiakan itu. Tanpa sadar, tangan kirinya mengelus kursi kosong di sebelahnya yang dulu selalu diduduki oleh Jung Hee. Tatapan nanar selalu ia tampilkan saat ia melihat kursi itu yang seharusnya diduduki kekasihnya, yeojanya itu.
Ia menolehkan kepalanya ke atas melihat matahari yang akan tenggelam sebentar lagi namun kakinya bahkan enggan beranjak dari sini. Ia jadi merindukan Jung Hee yang selalu merengek padanya agar pulang agak petang dan mereka bisa melihat indahnya matahari yang akan mengakhiri harinya hari ini. Ia merindukan saat-saat itu.
**
"Oppa, Indah kan?"
Jinyoung mempererat pelukannya pada Jung Hee yang ada di sampingnya. Ia menatap sekilas wajah Jung Hee yang disinari cahaya matahari senja membuat wajahnya semakin cantik. Ia lalu menolehkan wajahnya ke arah penglihatan Jung Hee yang masih mengagumi indahnya pemandangan di depan mereka.
" Tidak seindah saat aku melihatmu tertawa bahagia karnaku,"
"Aisshh, kau ini.."
Mereka lalu saling mempererat pelukan manis itu. Bahkan angin tak tega berhembus kencang seolah takut membuat pelukan itu terlepas satu sama lain. Dan matahari seolah menyinari sepasang kekasih itu dengan cahayanya yang hangat dan menentramkan.
đź’«
Jinyoung kembali teringat kenangan demi kenangan indahnya. Tak terasa air matanya mengalir begitu saja. Dalam diam ia merutuki dirinya sendiri. Bagaimana bisa ia melepasnya begitu saja atau tak menyadari keanehan pada setiap tingkahnya yang selalu ceria itu? Betapa bodohnya ia berpikir kalau dia akan selalu baik-baik saja dan membiarkannya sendirian? Menghiraukan segala teleponnya dan pesannya yang bahkan sudah puluhan kali ia kirim?
Jinyoung tersadar hari sudah semakin malam. Ia lalu beranjak pergi dari taman penuh kenangan itu sambil mengingat-ingat bagaimana manisnya yeojanya itu dulu? Lalu pikirannya kembali meracau, apakah setelah dua tahun ia berubah? Namun segera ia rutuki pertanyaan bodoh itu, tentu saja ia berubah! Ini sudah dua tahun. Iapun sedikit demi sedikit sudah berubah atau sebenarnya tidak?
Ia terkesiap, kenapa ia pulang lewat jalan ini. Jalan dimana ia terakhir kali melihat yeojanya yang sangat ia cintai. Pikirannya sekali lagi melayang disaat terakhir.
đź’«
Siang di Konkuk University
"Chagiya! Kenapa kau disini?"
Jinyoung melihat raut muka yeojanya itu yang agak terkejut. Namun seketika air mukanya berubah ceria dengan senyuman lebarnya yang mampu membuatnya bahagia.
"Tidak, oppa.. aku baru saja menyerahkan rekaman lagu yang kutunjukkan padamu kemarin,"
Mereka lalu berjalan bersama membuat mahasiswa lain yang melihatnya berdecak iri. Bagaimana tidak? Jinyoung yang sebelumnya selalu dingin dan serius berubah seketika saat bersama Jung Hee. Banyak pula yang berbisik-bisik sambil sesekali melirik mereka namun tidaak dihiraukan.
"Lalu apa tanggapan Park Saem?"
"Dia senang, tentu saja" celetuk Jung Hee.
Jung Hee memang mahasiswa yang sangat membanggakan di universitas ini. Diusianya yang terbilang masih muda ia sudah bisa menghasilkan sebuah lagu yang luar biasa dengan nada dan lirik yang dapat menyihir siapapun bisa merasakan apa yang disuguhkan dalam lagu itu.
Kami lalu duduk di bawah pohon yang rindang seperti biasa saat kami sudah selesai kuliah. Jung Hee yang biasanya ceria dan menceritakan sesuatu yang dapat membuatnya terhibur hanya diam. Ia tampak memikirkan sesuatu dengan serius tidak seperti biasanya membuat Jinyoung penasaran.
Jinyoung pov
"Chagiya--"
"Oppa, aku ke toilet sebentar," ungkapnya sambil membawa tasnya yang agak besar. Tidak seperti biasanya. Aku hanya menganggukkan kepalaku mengerti, sambil menunggu, aku membuka buku dan membacanya untuk mengurangi rasa bosan.
Perjalanan pulang dari Kampus.
"Apa yang tadi kau pikirkan? Serius sekali,"
"Hanya sesuatu yang merepotkan,"
"Sepertinya tidak seperti itu,"
Sangkalku menatap ke depan. Ia tiba-tiba berhenti dan melihatku yang ikut berhenti karnanya. Ia menghembuskan nafasnya panjang dan menatapku lekat.
"Oppa, ayo ke taman!"
"Baiklah"
Taman
"Oppa, duduklah di sini,"
Jinyoung kemudian duduk disamping Jung Hee. Ia menatap heran dengannya yang bersikap aneh menurut. Jung Hee kembali menghela nafas sepertinya memang apa yang akan dibicarakan sangat penting.
"Oppa, kau percaya padaku, kan?"
"Tentu, memangnya ada apa?"
Jung Hee lalu memeluk Jinyoung erat sambil menenggelamkan wajahnya di dada bidang Jinyoung. Bahunya bergerak cepat, naik dan turun, membuat Jinyoung kaget. Ia merasa dadanya basah akan air mata Jung Hee. Astaga! Yeojanya menangis. Dengan cepat ia membuka pelukan Jung Hee namun ia tak melepasnya. Pelukannya sangat erat seakan ia tak mau menunjukkan kesedihannya di depan Jinyoung sekarang. Yang bisa ia lakukan hanyalah diam sambil mengelus lembut punggung dan rambutnya agar ia merasa tenang.
"Sekarang ceritakan pada oppa, apa yang terjadi,"
"Aku akan pergi ke rumah haraboji karena ia sakit,"
"Haraboji?" Ulang Jinyoung meminta penjelasan lebih rinci.
"Dia tinggal di New York,"
"Kapan kau berangkat? Sampai kapan kau disana?"
"Lusa aku berangkat, mungkin dua minggu. Aku harus menemaninya hingga ia benar-benar sembuh,"
"Selama itukah? Aissh, pantas kau menangis, kau pasti akan merindukanku,"
"Tentu, apa kau tidak?"
"Aku?" Tanya Jinyoung sambil menunjuk dirinya sendiri dan berucap,
"Aku akan sangat merindukanmu,"
**
Jinyoung ada di perpustakaan sekarang, berbagai buku ada di depannya seolah menanti untuk dibaca. Ia bahkan lupa tak menghubungi Jung Hee atau ia memang lupa kalau ia memiliki kekasih? Ia membaca serius bahkan orang yang melihatnya takut untuk menyapanya.
Sore hari telah tiba, Jinyoung selesai membaca semua buku dan ia sekarang berjalan pergi meninggalkan kampus. Ia begitu merindukan kekasihnya sekarang. Kemarin, ia sudah berucap bahwa ia akan sibuk hari ini sehingga yeojanya tak harus menungguinya. Ia membuka ponselnya dan melihat berbagai panggilan dan pesan dari Jung Hee. Ia lalu mencoba untuk menelpon balik namun tidak dijawab. Jinyoung terkekeh kecil, ia menduga kekasihnya itu pastilah kesal sekarang.
"Dia benar-benar kesal sepertinya,"
Ia lalu mencoba menghubungi Jung Hee lagi namun nomornya tidak bisa dihubungi. Firasatnya mulai buruk. Ia terus berusaha menghubungi nomor Jung Hee dan berlari ke rumah kekasihnya itu secepat yang ia bisa.
**
"Jinyoung-ssi?"
Eomma Jung Hee melihat Jinyoung berada di depan rumahnya. Ia lalu membungkuk ke arah eomma Jung Hee yang tersenyum sedih ke arahnya. Jinyoung lalu bertanya.
"Apakah Jung Hee ada di rumah, Jung Hee eomma?"
Raut muka eomma Jung Hee seketika berubah. Ia terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Jinyoung.
"Dia sudah pergi, bukankah dia mengirimimu video?" Ungkap Eomma Jung Hee.
Dengan sigap Jinyoung pamit dengan Eomma Jung Hee dan pergi ke taman untuk melihat video itu. Ia sedikit berharap kalau ia akan menemukan Jung Hee menunggunya di taman seperti biasanya.
**
Ia terduduk lemas dengan deraian air mata yang mulai membanjiri wajahnya. Ia tak menyangka kalau kenyataannya akan sepahit ini. Ia lalu teringat dengan pesan video itu.
" Apakah ini sudah terekam? Ah.. kurasa sudah. Anyeong Oppa, aku sudah menghubungimu sedari tadi tapi sepertinya kau sibuk. Mianhae kalau aku mengganggumu.
Tentang keberangkatanku, aku bohong. Aku berangkat pagi ini dan bukan untuk mengunjungi haraboji juga bukan untuk dua minggu. Aku ke New York untuk belajar menjadi composer terbaik di Korea dan aku mendapat beasiswa untuk itu. Mianhae karena aku berbohong. Mianhae.
Aku tidak tahu ini sampai kapan, bukanlah kau percaya padaku? Kau percayakan? Iya kan? Apakah kau akan menungguku? Apakah ini sulit untukmu?
Jika menunggu menurutmu sulit, tak apa jika kau pergi kelain hati. Aku menerimanya, oppa. Aku disini yang bersalah tapi kau harus percaya padaku kalau aku akan selalu mencintaimu, selalu.
Mianhae, Jinyoung-i oppa. Mianhae. Saranghaeyo oppa!"
**
Jinyoung diam terpaku sekarang. Ia bahkan lupa bagaimana cara bernafas hingga dadanya sesak, dia tak tahu harus bagaimana. Dengan susah payah ia menelan air liurnya sendiri seakan kalimat yang sudah ia rancang di otaknya tidak bisa ia ucapkan dan tersangkut di tenggorokannya. Ia menatapnya, mulai dari atas ke bawah secara berulang-ulang membuat orang itu terkekeh kecil.
Air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. Bahkan sekarang matanya sudah memerah karena tidak percaya pada apa yang ia lihat sekarang. Apakah benar dia adalah kekasihnya? Yeojanya? Atau apakah ini hanyalah ilusi karena terlalu memikirkannya? Dengan terbata-bata Jinyoung bertanya.
"Ka-kau Cheon Jung Hee?"
"Anyyeong oppa, sudah lama kita tidak bertemu. Sudah dua tahun, Park Jin Young oppa,"
Ungkapnya sambil tersenyum lebar. Ia tidak berubah sedikirpun. Penampilan, pancaran matanya dan juga cara bicaranya masih sama. Jinyoung berlari ke arah Jung Hee dan memeluknya erat. Semua rindunya yang sudah ia pendam selama dua tahun membuncah begitu saja. Mereka saling memeluk erat seakan tidak ingin berpisah lagi.
"Bogoshipo, chagi-ya"
"Nadoo oppa"
"Jangan pernah kau tinggalkan aku lagi, aku tidak bisa hidup tanpamu, jebal chagiya.." Sambil tersenyum haru dibalik punggung Jinyoung, Jung Hee bergumam,
"Ne oppa,"
**
Jinyoung mengeratkan pelukan pada pinggang Jung Hee sambil melihat keindahan kota Seoul yang masih sibuk. Sejak pertemuan mengharukan tadi, ia tidak mengizinkan Jung Hee pergi dari sisinya. Jung Hee pun merasa tidak keberatan dengan tingkah laku Jinyoung yang bisa dibilang agak manja bahkan ia menyukainya.
“ Apa kau bahagia disana? “
Jung Hee mengalihkan pandangannya dari bangunan-bangunan indah Seoul dan menatap wajah Jinyoung yang tampak sayu. Dengan mata indahnya yang memancarkan kepedihan itu membuat hatinya merintih sakit. Apakah Jinyoung hidup bahagia disini tanpa dirinya?
“ Yang aku butuhkan disana adalah kerja keras, kebahagiaanku ada disini, Oppa. Saat kita bersama, itu adalah saat yang paling membahagiakan bagiku.”
Jinyoung tersenyum cerah mendengar ucapan Jung Hee. Ia lalu mencium pipi Jung Hee lembut seakan itu adalah sebuah ungkapan terimakasih. Jung Hee tersenyum melihat betapa bahagianya Jinyoung.
“ Bagaimana denganmu, Oppa? “
“ Tidak, karena kau pergi dariku,” Ungkap Jinyoung tersenyum sedih membuat penyesalan menumpuk di hati Jung Hee.
“ Tapi kau ada di sini sekarang, tidak ada yang membuatku bersedih asal kau bersamaku,”
“ Mianhae “
Jung Hee meneteskan air mata karena tersiksa dengan perasaan bersalahnya. Ia mengerti bagaimana perasaan Jinyoung waktu ia pergi tanpa mengatakan yang sejujurnya. Hal itupun membuatnya sengsara juga namun ia tahu ia harus melakukannya agar mimpinya tercapai dan juga agar ia bisa kembali ke Seoul untuk bertemu dengan Jinyoung.
Jinyoung mengusap air mata yang menghiasi wajah manis kekasihnya itu lalu mencium mesra kedua matanya berharap ia akan berhenti menangis. Bagi Jinyoung, sudah cukup air mata yang akan tumpah hari ini yang ada hanyalah tawa ceria yang selalu berada di wajah mereka.
“ Jangan menangis, air matamu membuat hatiku terluka,”
“ Mianhae, jeongmal mianhae..”
“ Tidak, aku yang seharusnya meminta maaf karena aku mengabaikanmu. Mianhae..”
“ Oppa tidak bersalah, “
Mereka lalu saling mempererat pelukan masing-masing karena angin malam yang berhembus membelai tubuh mereka dengan lembut membuat mereka merasa kedinginan. Cahaya bulan bahkan ikut menerangi pandangan mereka agar dapat melihat wajah satu sama lain.
“ Jung Hee-ya, kau harus berjanji tidak akan pergi dari pelukan Oppa lagi, mengerti? “
“ Tidak Oppa, aku berjanji! “
Jinyoung tersenyum girang mendengar jawaban Jung Hee. Ia lalu mencium Jung Hee dengan lembut sambil memeluknya erat. Semuanya sudah berakhir, penantiannya sudah selesai. Mulai sekarang yang ada hanyalah kisah cinta mereka tanpa adanya kesedihan lagi.