CHAPTER 1 : Second Chance
Oneul, nan jeongmal haengbokhae. Penantianku selama beberapa tahun terakhir ini akan segera usai. Kekasihku akhirnya memintaku untuk menjadi istrinya setelah sekitar 8 tahun kami berpacaran. Kami berpacaran sejak kami masih SMP. Pada awalnya aku berpikir kalau itu hanya sekedar cinta monyet karena usia kami yang masih sangat muda saat itu, tapi ternyata dia benar-benar serius dengan hubungan kami itu.
“Aigoo, anak eomma cantik sekali. Eomma nggak menyangka kalau eomma sudah harus melepas kamu sekarang, Seohyun-nie,” kata eomma ketika masuk ke kamarku. Aku hanya bisa tersenyum mendengarnya.
“Gomawo, Eomma. Tapi eomma nggak perlu khawatir, aku janji akan sering mengunjungi eomma,” kataku sambil memeluknya.
Eomma kemudian kembali menceritakan masa kecilku yang sebenarnya sudah aku dengar dua hari yang lalu, tapi aku tahu eomma hanya ingin bersama denganku sedikit lebih lama lagi karena sebentar lagi, aku tidak bisa terlalu sering mendengar ceritanya.
***
Malam hari setelah kami sudah selesai menggelar resepsi pernikahan, kami segera pergi ke kamar hotel untuk beristirahat. Namun yang terjadi hanyalah suasana canggung. Mungkin ini yang dirasakan banyak orang yang akan menjalani malam pertama. Entah apa yang harus kami lakukan. Biasanya kami akan saling menggoda satu sama lain. Dengan canggung, aku memilih untuk mandi terlebih dahulu.
“Ini kenapa kita jadi canggung gini ya?” tanya Kyuhyun dengan gugup. Dia adalah suamiku sekarang.
“Entahlah,” jawabku singkat dan suasana kembali hening.
“Kamu masih inget apa keinginan kita kalau sudah menikah?” tanya Kyuhyun sambil mendekat ke arahku, mencoba menghilangkan rasa canggung di antara kami.
“Tentu saja masih. Kita ingin membuat keluarga kecil yang bahagia. Dengan dua atau tiga anak. Laki-laki dan perempuan. Lalu menghabiskan masa tua di desa tempat keluargamu membangun kebun buah,” jawabku dengan semangat. Kyuhyun tersenyum sangat manis padaku, mempersempit jarak di antara kami, dan akhirnya kami melakukan apa yang biasa dilakukan pasangan lain saat malam pertama mereka.
***
Tidak terasa, tiga bulan sudah aku menikah dengan Kyuhyun. Dia tidak berubah banyak, dia hanya tambah protektif dari biasanya padaku. Aku sangat bahagia dengan pernikahan ini, ditambah saat ini aku sedang mengandung buah cinta kami. Walau masih awal, aku berharap kalau anak pertama kami ini adalah anak laki-laki. Sama halnya dengan Kyuhyun, tapi yang paling penting adalah anak kami sehat dan memiliki fisik yang sempurna.
Pagi ini aku menjalani aktivitas seperti biasa. Aku bersyukur kehamilanku tidak membuatku kesulitan. Menyiapkan sarapan untuk Kyuhyun adalah hal yang paling senang aku lakukan sejak hamil.
“Jagiya, seandainya nih ya. Seandainya aku nggak bisa menemani kamu sampai melahirkan, aku harap kamu bisa membesarkan anak kita dengan baik,” katanya dengan serius. Ini pertama kalinya dia berbicara seserius ini denganku. Membuatku sedikit takut mendengarnya.
“Aish, kamu ini ngomong apa sih? Memangnya kamu mau pergi kemana? Awas saja kalau kamu selingkuh, ‘adik’ kamu nanti aku potong,” kataku dengan sadis. Menghilangkan rasa tidak nyamanku dengan pembicaraan ini.
“Kan cuma seandainya, Jagiya. By the way, nanti aku nggak makan malam di rumah, soalnya ada rapat dengan klien, jadi sekalian makan malam. Kamu jangan makan yang aneh-aneh,” pesannya mengubah topik pembicaraan.
“Oke sip. Lagian aku bukan anak kecil yang harus kamu cerewetin kayak gini,” kataku sebal. Kehamilan membuatku sedikit sensitif. Aku senang Kyuhyun hanya tersenyum dengan tingkahku yang seperti anak kecil ini.
Kyuhyun melanjutkan sarapannya dengan lahap. Aku senang kalau Kyuhyun selalu menyukai apapun yang aku buat, padahal aku bukanlah seorang istri yang pandai memasak. Dia tidak pernah mengeluh jika makananku tidak terasa enak. Pernah aku bertanya apa alasannya, dan dia hanya menjawab kamu sudah berusaha, tidak semuanya harus terasa enak. Jawaban sederhana, tapi mampu membuatku terharu.
“Jaga diri baik-baik selama aku nggak ada ya,” pamitnya lengkap dengan kecup sayang di keningku seperti biasanya. Ketika dia sudah menghilang dari pandanganku, aku segera masuk dan melanjutkan pekerjaan rumah tanggaku.
***
Jujur, sejak Kyuhyun pamit kerja, ditambah pembicaraan anehnya saat sarapan tadi membuat hatiku tidak tenang. Entah apa karena aku yang sedang sensitif atau bagaimana. Aku sangat mencemaskannya. Sudah pukul sepuluh malam, tapi Kyuhyun belum juga sampai di rumah. Aku sudah menghubungi sekretarisnya, dan dia bilang kalau Kyuhyun sudah pulang sejak pukul delapan tadi. Aku juga sudah berusaha menelpon nomernya, tapi tidak bisa di hubungi.
“Kamu tenang saja, Sayang. Pasti jalanan sedang macet makanya Kyuhyun telat pulang,” kata ibu mertuaku mencoba mengusir kegundahanku.
Terdengar suara mobil dari luar rumah. Dengan tidak sabar aku membuka pintu, berharap itu adalah Kyuhyun, tapi harapanku pupus ketika tiga orang polisi yang datang dan menceritakan kalau Kyuhyun mengalami kecelakaan dan meninggal ketika dibawa ke rumah sakit. Saat mendengar berita itu, duniaku seakan runtuh.
Harapan yang pernah kami buat hancur berkeping-keping. Mungkin, Kyuhyun sudah merasakan hal ini makanya dia berbicara aneh seperti itu. Hanya satu hal yang harus kulakukan sekarang. Mengikhlaskan kepergiannya.
***
“Ada yang ingin aku bicarakan, Seohyun-nie,” Donghae berbicara sangat serius kepadaku.
Donghae adalah sahabat Kyuhyun. Jika aku boleh memberi pengandaian, mereka seperti kembar. Tapi bukan kembar fisik, melainkan kembar sifat dan tingkah laku. Saat pernikahanku dengan Kyuhyun, dia tidak bisa hadir karena tiba-tiba dia terkena cacar. Sebenarnya Kyuhyun sempat kesal karena sahabat terbaiknya itu tidak bisa hadir, tapi itu juga bukan keinginan Donghae, jadi Kyuhyun memaafkannya dengan syarat yang hanya mereka berdua dan Tuhan yang tahu.
“Ada apa?” tanyaku dengan penasaran.
“Aku ingin kita menikah.” Ucapannya itu berhasil membuatku menyemburkan minuman yang sedang ku minum ke wajahnya. Dia hanya bisa pasrah sambil mengeringkan wajahnya. Aku sangat terkejut dengan perkataannya itu.
“Kamu pikir pernikahan itu mainan?” Aku masih tidak habis pikir dengan pemikiran Kyuhyun itu.
“Tentu saja tidak, Seohyun-nie. Ada hal yang tidak Kyuhyun ceritakan padamu.” Aku yang sedang meminum kembali jusku hanya bisa memandang Donghae dengan bingung.
“Mworago? Bagian mana yang tidak Kyuhyun ceritakan padaku?” tanyaku bingung.
“Ada dua hal, tapi aku hanya akan memberi tahumu satu hal, dan yang lain akan kamu temukan sendiri jawabannya nanti.” Aku hanya memandangnya dengan curiga, mencoba mencari celah kebohongan yang ternyata memang tidak ada. Donghae sedang berkata jujur padaku.
“Malhaebwa!” perintahku sambil menatapnya tajam.
“Sebenarnya, aku dan Kyuhyun sama-sama menyukaimu. Ah ani, lebih tepatnya kami berdua sama-sama mencintaimu, tapi berhubung yang kamu pilih adalah Kyuhyun, makanya aku memilih mundur.” Aku hanya bisa membatu mendengarnya. Ini merupakan sebuah kebenaran yang tidak pernah terpikirkan olehku.
Donghae kemudian menyerahkan sebuah surat untukku. Dia mengatakan kalau itu penjelasan hal lain yang tidak pernah Kyuhyun katakan padaku. Dengan sedikit gemetar aku membaca surat itu, yang ternyata ditulis langsung oleh Kyuhyun. Aku hanya bisa menangis ketika membacanya. Aku tidak tahu harus berkata apa lagi. Pada akhirnya aku menerima tawaran yang Donghae berikan padaku.
***
Untuk kedua kalinya aku melakukan upacara sakral ini, yaitu pernikahan keduaku. Pernikahanku dengan Donghae. Entah akan seperti apa kehidupan pernikahanku yang kedua ini. Banyak hal yang harus aku lalui sebelum semua ini terjadi, terutama dalam kondisi kehamilanku yang sudah mulai membesar. Gunjingan dari para tetangga berusaha ku usir jauh-jauh dari pikiranku, walau hatiku terasa sakit.
Meskipun begitu, aku senang kalau ibu Kyuhyun mendukungku seratus persen. Membuat keyakinanku akan hal ini semakin meningkat. Aku sendiri tidak bisa berjanji untuk mencintai Donghae seperti aku mencintai Kyuhyun, tapi aku yakin Donghae juga butuh kesempatan dariku. Lagipula, anakku membutuhkan sosok seorang ayah. Walau ketika sudah besar nanti dia harus tahu siapa ayah kandungnya.
Aku tahu persiapan pernikahan sangat merepotkan karena aku pernah merasakannya, tapi entah mengapa mereka bisa menyelesaikannya dengan waktu yang relatif singkat.
“Sedang memikirkan apa?” tanya Donghae membuyarkan lamunanku.
“Aku hanya sedang berpikir apa Kyuhyun sudah tenang dengan adanya pernikahan ini?” Donghae hanya memberi senyum untuk menenangkanku. Dia tahu kalau aku masih bingung dengan semua ini.
“Seohyun-nie, aku tidak akan memaksamu untuk mencintaiku seperti aku mencintaimu. Aku tahu di hatimu hanya untuk Kyuhyun, tapi bolehkah aku berharap? Aku hanya perlu menunggu.” Untuk pertama kalinya aku merasa terharu dengan apa yang Donghae ungkapkan. Mungkin aku memang perlu waktu untuk menerima semua ini secara utuh.
“Donghae, apa selama ini kamu tidak punya orang yang kamu cintai selain aku?” tanyaku penasaran.
“Aish, kamu ini bicara apa? Kalau aku punya orang lain selain kamu, tentu aku tidak akan menikah denganmu. Meski Kyuhyun memaksa pun, aku tetap tidak mau. Ini adalah pernikahan, tentu saja harus di landasi dengan cinta. Dan aku mencintai kamu,” jawab Donghae tanpa ragu.
“Soalnya aku dengar waktu kita masih kuliah, ada seorang yeoja yang menyatakan perasaannya padamu, dan katanya kalian sempat dekat. Makanya aku bertanya,” kataku membela diri.
“Mungkin karena aku terlalu baik pada semua orang, makanya sampai ada yang salah paham seperti itu,” jawab Donghae dengan cengiran menyebalkannya.
Sisa malam ini kami habiskan untuk saling jujur satu sama lain. Aku tidak ingin di pernikahanku ada rahasia lain yang tidak kuketahui.
***
“Astaga! Seohyun! Kamu ini sudah gila atau apa sih?” Teriakkan Donghae cukup memekakan telingaku. Wajahnya terlihat sangat seram. Menandakan kalau dia sedang marah besar. Apa aku berbuat salah? Aku mengikuti arah pandangannya, dan seketika aku sadar. Aku memang salah.
“Aku kan cuma mau ganti lampu. Apa aku salah?” tanyaku tidak ingin disalahkan.
“Kamu yang benar saja dong. Masa kamu lagi hamil malah ganti lampu? Kamu pikir aku ini nggak bisa ganti lampu apa?” Aku hanya tersenyum geli melihat tingkah Donghae yang seperti anak kecil ini. Entah kenapa justru terlihat sangat menggemaskan.
“Aduh! Aw! Aw!” keluhku saat merasakan perutku sakit.
“Astaga! Ya ampun! Kamu kenapa? Kamu mau melahirkan ya? Astaga! Ahjumma!” teriak Donghae panik bercampur bingung. Beruntung Jung Ahjumma, pembantu kami, langsung memahami situasi. Dengan sigap dia mengambil perlengkapan yang sudah aku siapkan sebelumnya dan membantuku menyusul Donghae yang sedang memanaskan mobil.
***
Di perjalanan menuju rumah sakit, tidak hentinya Donghae memaki mobil-mobil yang menghalangi jalannya. Aku sendiri bingung harus kesal padanya atau berterima kasih. Di satu sisi, aku ingin cepat sampai melahirkan buah hatiku bersama Kyuhyun, tapi di sisi lain, aku tidak tahan dengan omelan buruk yang di ucapkan Donghae. Aku berharap anakku ini tidak menirunya.
Dengan perjalanan yang menurutku cukup panjang, akhirnya aku berhasil sampai di rumah sakit. Dengan sigap semua perawat beserta dokterku segera memindahkanku ke ruang bersalin. Donghae pun juga sudah menyiapkan mentalnya untuk menemaniku melahirkan.
Sakit luar biasa aku rasakan saat ini. Entah mengapa di saat-saat seperti ini, aku menjadi ingat dengan mama. Aku merasa berdosa karena aku sering melanggar larangannya. Mungkin saat itu juga aku menyakiti hatinya, padahal perjuangannya untuk membuatku melihat dunia sangatlah besar.
Ketika mendengar suara tangis bayi, saat itulah aku merasakan kebahagiaan luar biasa. Walau tidak ada Kyuhyun di sisiku, tapi aku yakin dia melihatnya di atas sana. Tak lama aku merasa mengantuk. Merasa lelah luar biasa. Hal terakhir yang aku lihat adalah wajah panik bercampur cemas dari Donghae.
***
“Seohyun-nie, kamu sudah sadar?” tanya Donghae ketika aku sudah bangun. Aku tidak tahu apakah tadi aku tertidur atau pingsan.
“Aku kenapa?” tanyaku lemah.
“Awalnya aku pikir kamu pingsan, tapi ternyata kamu cuma tertidur. Aku sangat khawatir,” kata Donghae sambil mengelus tanganku lalu mengecupnya. Sesuatu yang sering dia lakukan sejak kami menikah. Jujur, aku menyukai caranya memperlakukanku.
“Donghae-ya, gomawo.”
“Terima kasih untuk apa?”
“Moduleul-wihan.”
“Tidak perlu, Seohyun-nie. Aku hanya melakukan apa yang harus aku lakukan. Walau aku tahu kamu belum bisa membalas perasaanku. Bisa bersamamu seperti ini sudah cukup untukku. Mungkin kamu masih butuh waktu, tapi aku tidak apa.”
“Saranghae, Donghae,” kataku dengan malu-malu. Donghae terlihat sangat terkejut dengan pengakuanku.
“Mworago?” Aku yakin dia sebenarnya mendengarnya, tapi mungkin dia butuh keyakinan.
“Saranghae, Donghae,” kataku dengan tegas sambil menatap tepat di manik matanya.
Tak lama kemudian, aku merasakan pelukan yang hangat darinya. Entah kenapa aku merasa sangat bahagia. Aku juga tidak tahu bagaimana aku bisa mencintai Donghae. Yang jelas, aku sangat bahagia ketika dia ada di sampingku, memastikan aku dalam keadaan baik-baik saja.
“Gomawo, Seohyun-nie. Aku nggak tahu harus bilang apa ke kamu. Yang jelas aku sangat bahagia. Kamu tahu aku udah nunggu ini sangat lama. Gomawo, Seohyun-nie. Jeongmal gomawo,” kata Donghae sambil kembali memelukku. Dan aku sangat menikmatinya.
“Tidak perlu berterima kasih. Jangan tanya bagaimana bisa karena aku sendiri juga tidak tahu kenapa. Aku hanya merasa, kamu berhak mendapatkan hal ini. Kamu tahu sendiri aku baru sebentar merasakan kehidupan pernikahan, tapi Tuhan berkehendak lain dengan mengambil Kyuhyun dari sisiku. Lalu kamu hadir dan memberiku kesempatan kedua untuk merasakan indahnya pernikahan. Kamu menungguku dengan sabar walau kamu pikir mungkin aku tidak akan bisa. Jadi mungkin karena kesabaranmu itulah membuatku secara perlahan mencintaimu.” Senyum bahagia terpancar sangat jelas di wajah Donghae. Mungkin sama denganku.
“Ngomong-ngomong kita belum kasih nama untuk anak kita,” kata Donghae sambil membawa putra kecil kami.
“Aku mau namanya Lee Kyu Hae.” Kami berdua tersenyum bahagia setalah aku memberikan nama untuk kami.
Aku senang, Donghae tidak marah ketika aku memberi nama yang mengingatkan aku dengan Kyuhyun walau aku baru saja menyatakan cintaku padanya. Dia hanya berkata, “Tidak apa, Kyuhyun adalah ayah kandungnya. Dia berhak mendapat nama itu,” saat aku bertanya bagaimana perasaannya tentang nama yang kuberikan kepada anak kami.
***
Dear Honey,
Saat kamu membaca surat ini, mungkin aku udah nggak ada di dunia ini lagi. Maaf aku harus meninggalkanmu secepat ini. Kita bahkan belum mewujudkan semua mimpi-mimpi kita. Sebenarnya, aku bisa melihat masa depan yang nggak akan bisa aku ubah. Aku tahu aku akan meninggal, oleh karena itu aku ingin memanfaatkan sedikit waktuku yang tersisa untuk bersamamu. Aku yakin kalau Donghae sudah mengakui kalau dia juga mencintaimu. Aku tahu aku egois, tapi bisakah kamu menikah dengan Donghae? Aku yakin dia bisa membahagiakanmu. Aku titip anak kita ya. Katakan padanya, walau papa kandungnya tidak pernah ada untuknya, aku ingin dia tahu kalau aku sangat mencintainya. Berbahagialah, Honey. Saranghae.
***
Aku membaca lagi surat yang dititipkan Kyuhyun kepada Donghae. Dan aku selalu menangis mengingatnya. Tak terasa sudah dua tahun dia meninggalkanku. Kyunghae sekarang sudah berumur satu tahun. Dia sudah bisa berdiri, dan mulai belajar berbicara. Aku yakin Kyuhyun akan sangat bangga dengan putra kami ini.
“Kamu kepikiran Kyuhyun lagi ya?” tanya Donghae lembut sambil memelukku dari belakang.
“Mianhae,” jawabku menghapus air mataku.
“Ingat! Aku tidak pernah keberatan kalau kedudukanku berada di bawah Kyuhyun. Kamu jangan khawatir, aku tidak akan pernah kecewa. Yang penting aku tahu kalau kamu sudah membalas perasaanku. Dan itu cukup untukku. Ditambah sekarang kamu mengandung buah cinta pertama kita. Aku yakin Kyunghae sangat senang akan punya adik. Aku harap kali ini perempuan. Sama seperti keinginanmu dan Kyuhyun.” Donghae mengelus perutku yang masih datar dengan penuh kasih sayang. Aku baru ingin memprotes ucapannya, tapi dia sudah menciumku dan membuatku terbuai ke tempat lain.
Gomawo, Donghae. Kamu membuatku merasakan indahnya pernikahan lagi. Aku sangat bahagia dengan pernikahan keduaku ini. Kyuhyun, maaf aku membagi cintaku untuk yang lain. Sampai kapanpun aku akan selalu mencintaimu.
THE END
Footnote:
- Oneul, nan jeongmal haengbokhae = Hari ini, aku sangat bahagia
- Gomawo = Terima kasih
- Mworago = Apa katamu
- Yeoja = Perempuan
- Mianhae = Maaf
- Malhaebwa = Katakan, ceritakan
- Moduleul-wihan = Untuk segalanya