CHAPTER 1 : My Turn To Cry
Seumur hidupnya Baekhyun tidak pernah menonton drama televisi yang lebih mengharukan dari kehidupannya. Apa karena ia jarang menonton drama? Mungkin Baekhyun harus bertanya dulu pada Ibunya untuk memastikan. Tapi kadang hal itu membuat baekhyun mengasihani dirinya sendiri, ia berpikir apakah ia sedang memainkan cinta segitiga? Cinta bertepuk sebelah tangan? Atau cerita sad romance yang selalu ditunggu setiap Ibu rumah tangga yang menonton drama? Entahlah, ia hanya ingin membuat Se Na bahagia, membuat Se Na mendapatkan cinta yang ia mau, Baekhyun akan merelakan apapun untuk Se Na. Mungkin dengan begini saja semua orang sudah tahu bagaimana cerita ini berjalan.
“Baekhyun-ah”
“Wae eomma?” Baekhyun menjawab dengan malas.
“Ada apartement bagus dan murah di dekat rumah teman Ibu, apa kau..”
“Ibu menyuruhku pindah lagi?”
“Baekhyun, tentangga mulai membicarankanmu dengan Se Na, lagi pula kau bisa tinggal dengan Ibu kan?”
“Tapi bukannya Ibu tidak pernah menganggap Se Na?”
“Itu karena..”
“Sudahlah aku harus pergi”
-
Saat itu musim dingin petengahan bulan Desember, orang-orang mulai berharap turunnya salju pertama jadi mereka bisa menghabiskan waktu bersama pasangan mereka atau menyatakan perasaan kepada orang yang mereka sukai. Harusnya Baekhyun merencanakan itu juga, bukannya perasaannya sekarang sedang bersemi? Atau mungkin kini ia menggunakan pengecualian lagi, karena bagi Baekhyun ia selalu punya alasan untuk kembali memendam perasaannya.
Bahkan saat salju pertama benar-benar turun, orang-orang sibuk menangkap butiran salju sedangkan Baekhyun berlari secepat yang ia bisa, melalui indahnya salju pertama yang turun, ia mulai kelelahan, wajahnya merah tapi kakinya masih terus berlari sampai ia berhasil menemui gadis yang lima belas menit lalu meneleponnya itu.
“Hya..” Baekhyun langsung duduk dihadapan gadis itu dan memegang kedua bahunya “Neo Gwenchana?” Baekhyun menunggu gadis itu mengangkat kepalanya. Jantungnya berdetak kencang, kekhawatiran dihatinya tidak bisa terbendung. Mungkin karena Baekhyun tahu bagaimana keadaan gadis dihadapannya itu.
“kau benar-benar berlari huh?” Gadis itu tersenyum dan mengangkat kepalanya, ia tertawa.
“cepat jawab, apa kau baik-baik saja?” Baekhyun masih menanyakan jawaban yang sudah ia tahu.
“aku masih hidup, itu yang terpenting” gadis itu terseyum lagi.
“Hya, Lee Min Ji!!” Baekhyun berseru, gadis yang dipanggil namanya terperanjat dan menarik kembali senyumnya.
“wae? Padahal kau yang selalu bercanda denganku, kenapa aku tidak boleh?”
Baekhyun berdiri dari duduknya, ia terlihat sangat kesal “kau boleh melakukan apa saja asal pergi dan tinggalkan orangtua tidak tahu diri itu”
“Bodoh, yang kau bicarakan itu Ayahku tahu”
Mata Baekhyun melebar, tidak terima dengan apa yang dikatakan gadis itu. “mana ada Ayah yang tega memukuli anak perempuannya terus, huh?” serunya lagi kali ini dengan nada yang cukup tinggi.
Seolah membenarkan perkataan Baekhyun, Min Ji, gadis yang membuat Baekhyun berlari di tengah turunnya salju menundukan kepalanya. Baekhyun tahu ia tidak seharusnya marah dan kesal saat orang yang sangat membutuhkannya untuk menembukan jalan keluar atau setidaknya untuk menghibur. Tapi ini sudah keterlaluan, rasanya ia ingin membawa Min Ji pergi jauh dari tempat mereka berada.
“Mianhae” Baekhyun kembali duduk dan berusaha menghilangkan rasa kesalnya dengan meminta maaf.
“Tahun depan kita akan lulus dan masuk universitas, aku yakin semua akan sesuai rencana, kita akan dapat beasiswa dan pergi dari kota ini secepatnya” Baekhyun melebarkan senyumnya “Ayo kita lupakan semua ini dan makan sate ikan yang banyak, aku yang traktir” ia menarik tangan Min Ji untuk keluar dari taman dan kembali mengacuhkan salju yang turun. Padahal Baekhun habis berlari, tapi rasa lelah habis berlari hilang setelah melihat senyum Min Ji yang mengembang.
“Aku sedang sangat lapar, jadi berhati-hatilah dengan uangmu”
“Aku rela menghabiskan uangku sekarang karena saat kita lulus dan masuk universitas kau yang harus mentraktirku, arrachi?”
Baekhyun dan Min Ji duduk disamping penjual sate ikan, mereka sudah menghabiskan sepuluh tusuk dan tak kunjung selesai. Meski hal yang mereka lakukan ini sederhana tapi semua itu sudah membuat hati Baekhyun bahagia. Seharian dengan Min Ji, makan bersama, pergi bersama, hal ini sudah berlangsung sejak mereka kecil tapi tetap saja masih membuat Baekhyun bahagia dan ia juga yakin Min Ji pun bahagia dan itu hal terpenting.
“Hya Baekhyun-ah, hari ini adalah hari pertama salju turun kau tidak mau menyatakan cinta pada siapapun?” Min Ji mengigit sate ikannya kembali.
Baekhyun tertawa keras “kau masih saja percaya? Padahal kau sendiri yang tidak mau membahas hal ini lagi” Baekhyun kembali tertawa.
“Ya, ya, ya, tertawalah sesukamu, hal itu memang memalukan aku menyatakan cinta pada Jaehwa Sunbaenim saat turun salju pertama dan semua murid mentertawaiku, aah aku penasaran siapa yang berani-beraninya menyebarkan gosip itu”
“gosip apa?”
“Gosip kalau aku ditolak, ck” Minji berdecak.
“jadi kau diterima?” Baekhyun terlihat terkejut, terkejut yang dibuat-buat.
“tidak, dia hanya berlalu saja setelah aku menyatakan perasaanku dan tidak mengatakan apapun”
“menurutku itu sama saja ditolak” Baekhyun terlihat menahan tawanya dan menyantap kembali sate ikannya. Min Ji segera melayangkan tepukan di kepala Baekyun membuat sate ikannya terjatuh.
“Hya!”
-
Saat matahari bersinar namun salju masih bisa turun kapan saja dan semua itu tinggal hari kemarin, kehidupan Baekhyun harusnya berjalan indah lagi, ia kembali mendapatkan hari bahagianya saat ia kembali ke rumah. Lalu akan menghabiskan waktu dengan Se Na, makan malam bersama Se Na, pergi bersama Se Na dan melakukan semua hal yang Se Na inginkan, semua itu terjadi dengan begitu menggembirakan, seolah ia mendapatkan cintanya kembali yang tidak ia dapat dari Min Ji.
“Malam ini? Sayang sekali aku tidak bisa” Baekhyun memasang wajah bersalah.
“Kau akan pergi dengan Se Na lagi?” tebak Joon Ki teman yang ikut menjadi penonton kehidupannya selama ini.
“Ne, malam ini aku ada makan malam bersama dengannya kemudian kami akan pergi jalan-jalan sebentar, dia ingin sekali kepusat kota karena…”
“sudah, sudah kau tidak perlu ceritakan semuanya, aku cukup tahu kalau kau sudah tidak ingin pergi dengan kami lagi”
“Eih, bukan begitu, kalian bisa mengadakan pesta di rumahku juga kalau kalian mau tapi aku…”
“ya aku tahu, kau harus mendahulukan Se Na kan? Dia segalanya bagimu aku tahu” Joon Ki menyela dengan mengibaskan tangannya“hah… aku jadi bingung cinta apa yang seperti ini, kau terlihat langsung mencintainya saat ia datang kekehidupanmu”
Baekhyun tersenyum mendengar pernyataan temannya itu, siapa yang tidak begitu bahagia ketika seseorang akhirnya datang untuk membalas cintanya ketika ia sudah merasa kehilangan.
Musim berganti dan kehangatan itu datang disaat yang tidak tepat, saat langit terlihat cerah tapi bagi Baekhyun hari itu menjadi hari paling kelabu baginya. Saat mimpi yang datang berupa kenyataan harus ia relakan begitu saja, berhembus bagai angin, tak tersisa. Tapi entah mengapa menimbulkan sedikit rasa bahagia.
Surat itu datang, diantar dengan kurir berseragam lengkap. Akhirnya surat yang ditunggu-tunggunya datang. Baekhyun berlari setelah membaca lengkap surat itu, berlari ke salah satu ruangan didalam rumahnya.
“Yeobseo?” kakinya bergerak tidak karuan, rasanya tidak sabar menyapa Min Ji.
“Siapa ini?”
“Eommonim, ini Baekhyun apa Min Ji ada?”
“dia sudah pergi sejak pagi”
“pergi? Kemana?”
“tentu saja bekerja… omo, dia tidak memberitahumu?” Baekhyun mematung sejenak.
“Apa dia mendapat surat dari Universitas?” Baekhyun bertanya dengan hati-hati.
“Universitas? Apa dia mendaftar universitas? Bagaimana ini, dia sudah memiliki kontrak kerja di cafetaria”
Baekhyun terdiam dan mencerna semua informasi yang ia terima “Tenang saja Eommonim, sepertinya ia tidak benar-benar mendaftar, boleh aku tahu dimana ia bekerja?”
Ini adalah mimpi mereka bersama, bagaimana Min Ji bisa menyerah begitu saja? Hanya Baekhyun yang tahu jawabannya. Kehidupan lebih kejam terhadap Min Ji, Baekhyun yang memiliki takdir lebih baik dengan kehidupan yang serba cukup bisa membandingkan kehidupan miliknya dengan orang lain, termasuk dengan kehidupan yang dimiliki Min Ji.
Gadis itu menegakan badannya saat ia selesai mengantarkan kopi hitam ke salah satu meja. Matanya tidak terbelalak hanya nafasnya saja yang jadi terasa berat. Ia melihat Baekhyun didepan cafeteria tempatnya bekerja sejak ia dinyatakan lulus SMA, wajahnya masam Min Ji dapat menebak apa yang akan di katakana Baekhyun.
“Mianhae” Min Ji tidak menatap Baekhyun, setiap tatapan Baekhyun mengandung pertanyaan yang sudah ia ketahui, jadi ia lebih memilih berpaling agar Baekhyun tetap bertanya, setidaknya ia masih bisa mendengar suara Baekhyun.
“Jadi kau mendaftar Universitas atau tidak?”
“tidak” Min Ji menatap Baekhyun dalam “kau tahu apa yang baru saja terjadi pada keluargaku, dan Cafetaria kurang ajar yang baru dibangun ini membutuhkan banyak tenaga kerja sepertiku, aku akan terus berada di Kota ini Baekhyun, mimpiku harus berganti sekarang”
Beakhyun menarik senyum dibiirnya “Seperti jadi pemilik Café terkenal di Kota ini?” Min Ji tertawa suasana hatinya membaik, “ itu berarti aku tidak jadi dapat traktiran ya?” Baekhyun merubah ekspresi wajahnya menjadi wajah kecewa.
“Kau pasti mendapatkannya, kan? Beasiswa itu” Min Ji memberikan pertanyaan baru.
“Sayangnya tidak, aku sudah sangat malu padahal dan saat aku tahu kau malah sudah bekerja setidaknya aku memiliki nyali untuk bertemu denganmu”
“kau tidak bohongkan?”
“untuk apa aku bohong, lihat tidak ada wajah kebahagiaan” Baekhyun menunjuk wajahnya sendiri.
“jadi kita tidak ada yang pergi?” Min Ji memastikan.
“tidak, kota ini begitu menginginkan kita tetap disini” Baekhyun menjawab.
“kalau begitu ayo aku traktir kopi”
Yang mendewasakan seseorang bukan dari perjalanan yang mereka lalui tapi pilihan yang mereka jalani. Ketika Baekhyun memutuskan tidak menerima Beasiwa, itu berarti ia memilih untuk tidak merubah takdirnya yang ia yakini bahwa Min Ji adalah takdirnya dimana ia akan selalu bersama gadis itu, dimana baginya pusat tata surya bukan lagi matahari, melainkan gadis bernama Min Ji.
-
From: Eomma
Ibu sudah bilang harusnya kau terima saja waktu itu dan pergi keluar kota, setelah itu kau bisa ambil S2 diluar negeri dan bekerja di perusahaan besar, ah~ kau benar-benar.
From: Baekhyun
Memang uang yang aku kirimkan itu tidak cukup? Padahal perusahaanku sudah membuka cabang di luar kota kkkk~ sudahlah, minggu depan aku dan Se Na akan ke rumah Ibu, aku akan membawakan banyak hadiah tunggu saja.
From: Eomma
Kau tahu Ibu tidak memerlukan itu semua, Ibu hanya menyayangkan kau tidak mendapatkan apapun karena mencintainya, lupakanlah dia dan ikuti saran Ibu, semua sudah berlalu ini bukan saatnya kau yang menderita karena kau menerimanya kembali
Oh ya, Ibu akan pergi dan menginap di rumah nenekmu tidak usah berkunjung, bawalah Se Na kemana pun kau mau.
-
Banyak yang menjadi saksi betapa memilukan sekaligus indahnya kisah itu berlangsung. Orang-orang bilang Min Ji yang beruntung tapi mereka belum melihat ketika Baekhyun bersam Se Na, ini tidak lagi menjadi hal yang memilukan karena anugerah itu benar-benar datang pada Baekhyun. Buah dari pengorbanan mungkin, karena takdir tidak bisa bohong, Baekhyun akan tetap dicintai.
“aku di terima bekerja di perusahaan Hongwa, ah beruntungnya aku” Min Ji memeluk dirinya sendiri, merasa bangga.
“lihat saja setelah lulus kuliah di kota ini, aku akan bekerja di perusahaan yang lebih besar”
“itu berarti kau akan meninggalkan kota? Karena perusahaan besar biasanya berada di kota-kota besar”
“tentu saja tidak, aku akan membangun perusahaanku sendiri di kota ini” Baekhyun melipat tangannya.
“terus saja bermimpi, tapi setelah itu bantu aku membangun Café ku sendiri, arrachi?”
“Arraseo” Baekhyun tersenyum dan merangkul bahu Min Ji.
Min Ji selalu merasa malu, Baekhyun selalu punya mimpi yang tidak pernah Min Ji miliki. Dan Min Ji tahu, meski Baekhyun dengan tidak sengaja memiliki mimpi itu, semuanya tercapai. Seberuntung itukah Baekhyun?
“tapi bagaimana kau bisa diterima bekerja di perusahaan itu?” Baekhyun terlihat penasaran.
“sebenarnya ada seseorang yang membantuku, orang yang cukup baik, kau mengenalnya”
“siapa?”
“itu.. dia pria” Baekhyun menyernyitkan kening “salju? Halaman belakang sekolah?” Baekhyun menggeleng “gosip? Senior? Hmm?” Min Ji berharap Baekhyun bisa menebaknya tanpa Min Ji harus menyebutkan namanya.
“Jinjjayo? Jaehwa Sunabaenim?” Baekhyun menatap wajah Min Ji dengan mata yang membelalak.
“Ssst, kau menyebutnya dengan sangat keras, orang-orang bisa dengar”
“kau benar-benar tidak tahu malu” Baekhyun menatap Min Ji sinis “dia sudah menolakmu, kau masih saja mengejarnya”
“aku tidak mengejarnya, kebetulan saja dia punya jabatan penting disana, lagi pula dia bukan satu-satunya pria yang aku sukai kok” kini Min Ji yang melipat tangannya.
“Benarkah? Memang siapa lagi yang kau sukai?”
“bukan urusanmu” Min Ji menjawab dengan acuh. Baekhyun yang kesal segera mengacak rambut Min Ji dengan sengaja merusak tatanan rambutnya. “Hyaa!”
Baekhyun malah merasa ia yang beruntung. Setiap pelajaran kehidupan lebih banyak ia dapatkan dari Min Ji. Gadis itu bagai rumah bagainya, saat ia merasa kesepian, gundah dan marah ia akan selalu datang pada Min Ji, menganggu gadis itu dengan semua masalah yang ia miliki. Entah menggunakan sihir apa, Min Ji selalu punya jalan keluar dari masalah yang ia hadapi, termasuk membuat Baekhyun terlepas dari hukuman hidup. Hadiah itu ia dapatkan saat ia tidak lagi mempunyai mimpi. Baginya Min Ji adalah penolong, meski orang-orang menganggapnya bukan.
-
“oh Annyeonghaseyo, ahjumma” Baekhyun kembali menutup pintu.
“Baekhyun, pagi-pagi sekali sudah rapi, apa kau tidak libur kerja?” wanita bertubuh gemuk itu terlihat penasaran.
“Ah tidak, aku hanya ingin membeli beberapa kebutuhan saja”
“Oh begitu, apa Se Na tidak ikut denganmu?”
“Tidak, Ahjuma dia masih tertidur sebenarnya dia sedikit demam, maka dari itu aku sangat terburu-buru”
“Benarkah?” Ahjuma itu menghalangi langkah Baekhyun “Apa kau butuh sesuatu? Tanyakan saja padaku siapa tahu aku bisa bantu, kau ini masih muda tapi terlihat sibuk sekali, sepertinya kehadiran Se Na tidak begitu membantu”
Baekhyun terdiam, sebenarnya ia sudah biasa dengan pernyataan langsung seperti itu tapi yang ia pikirkan adalah bagaimana ia bisa membuat semua orang mengerti.
Tidak, Baekhyun ingat sekarang, yang ia butuhkan bukan pengakuan orang-orang. Dunia yang ia miliki hanya miliknya, tidak perlu orang-orang tahu bagaimana indah dan memilukannya, jika Se Na saja bisa bahagia dengan semua ini kenapa ia harus khawatir?
-
“bagaimana kau menghadapinya? Saat semua itu terjadi padamu?” Baekhyun masih menahan tangisnya. Kakinya terlipat dan ia bisa saja memeluk lututnya tapi itu terlihat bahwa ia benar-benar akan menangis.
“mwoya?” Min Ji menatap Baekhyun dari sudut yang lain. Pakaian mereka basah karena air hujan yang menganggu perjalanan mereka, atau sengaja menganggu perjalanan mereka.
“Saat semua masalah itu datang, bagaimana kau menghadapinya?”
“Aku tidak tahu” Min Ji menjawabnya singkat dan Baekhyun menatapnya “aku tidak pernah punya rencana, bagaimana aku akan melalui hari-hari sulitku aku tidak tahu, aku hanya punya takdir yang harus aku turuti itu saja” Min Ji menatap air yang masih menetes dari atap.
“Saat Ayahku memukuliku misalnya” Min Ji menerawang “aku tidak pernah menyumpahinya dan berusaha agar ia celaka, mana tahu kalau dia akan masuk penjara” lanjutnya.
“Lee Min Ji!” Baekhyun menatapnya tajam.
“Baekhyun tidak sadarkah kau, yang mengajariku bagaimana aku harus bersikap adalah dirimu, atau aku perlu mentraktirmu sate ikan dulu agar kau sadar, huh?” Min Ji menaikan suaranya “Kau mengajarkanku setiap kesedihan yang aku hadapi, aku harus melawannya dengan kebahagiaan yang lain, kau tidak memberitahuku dengan kata-kata, tapi tindakanmu memberitahuku seperti itu”
Min Ji dapat melihat air mata Baekhyun yang mengalir kehidungnya “kau harus merelakannya, Ayahmu orang baik tapi tidak semua orang baik sanggup memikul beban seberat itu” Min Ji melanjutkan “kau harus ingat Ibumu, dia memerlukanmu disaat seperti ini, tidak hanya kau yang merasa kehilangan Ayahmu”
Min Ji bangkit dan menarik bahu Baekhyun, tangan Min Ji menghapus semua air mata yang ia lihat diwajahnya “kau harus melawannya dengan kebahagiaan itu saja”
Ternyata itu bukan sihir, hanya kata-kata yang bisa diucapkan semua orang. Tapi tidak semua orang bisa mengucapkannya dan membuat kata-kata itu sebagai jalan keluar.
-
“Dia melamarku” Baekyun hampir menyemburkan kopi yang baru saja ia minum.
“khm, Siapa?” Baekhyun berusaha menormalkan suaranya.
“Bossku” pipi Min Ji bersemu saat mengatakannya.
“Jaehwa Sunbaenim?” Baekhyun memperjelas.
Min Ji mengangguk “dan aku menerima lamarannya, kami akan menikah bulan Desember”
“Desember? Tapi itu dua bulan lagi, mana bisa secepat itu? Bukankah kalian belum lama saling mengenal?” Baekhyun terlihat kebingungan
“kita mengenalnya sejak SMA kan?” Min Ji membela diri.
“tapi tetap saja , aku dulu tidak begitu dekat dengannya, kau harus mencari tahu latar belakangnya, kau harus memata-matainya dan… dan… ah sudahlah percuma aku bicara pada orang keras kepala sepertimu” Baekhyun meletakan cangkir kopinya dan pergi meninggalkan Min Ji. Gadis itu terdiam dan melipat mengerutkan keningnya, merasa heran dengan perubahan suasana hati Baekhyun.
-
Jika semua orang didunia ini punya kesempatan untuk memperbaiki kehidupan mereka sebanyak yang mereka mau, lalu berapa banyak orang yang didunia ini yang akan melakukan kesalahan yang sama, seberapa besar kekacauan yang akan terjadi didunia ini, setidaknya didunia Baekhyun dan Min Ji. Maka waktu adalah berharga bagi mereka, episode ini tidak akan berakhir sebelum ada penyesalan di kehidupan mereka, dan happy ending akan jadi mitos belaka.
“Annyeonghaseyo Eommonim” Min Ji membungkuk sesaat dengan wajah yang sumringah “Apa Baekhyun ada di rumah? Aku tidak bisa menghubungi ponselnya”
Ibu Baekhyun melipat tangannya “Untuk apa kau datang lagi kesini?”
Min Ji sedikit terkejut melihat Ibu Baekhyun yang tidak begitu ramah “Aku.. hanya ingin memberitahu Baekhyun jadwal kepergianku ke Jepang nanti”
“Ck, dia sudah tahu” Ibunya menjawab dengan kesal “tanpa kau beritahu, Baekhyun akan selalu mengetahui apa yang terjadi pada hidupmu Min Ji, mungkin itu sebabnya ia harus buru-buru membuang semuanya”
“membuang semuanya?” Min Ji merasa bingung.
“iya membuang semua hal mengingatkan dia dengan dirimu, karena kau akan pergi selamanya bukan?”
“Ne?”
“Min Ji-ya Ibu tahu kau anak yang baik tapi aku tidak menyangka kau begitu tidak bisa melihat bagaimana Baekhyun sungguh-sungguh mencintaimu, kau ini tumbuh bersamanya, bagaimana kau bisa tidak menyadarinya juga?” wanita itu menghembuskan napas beratnya.
“Baekhyun…”
“padahal dulu ia rela tidak pergi ke universitas karenamu, dan dia menolak promosi perusahaan untuk pindah ke luar kota juga karenamu, bagaimana bisa kau meninggalkannya sekarang” Ibu Baekhyun terlihat tidak habis pikir.
“maaf Min Ji, tapi aku merasa kasihan padamu, sebagai Ibu aku harap Baekhyun bisa bahagia tanpamu” Ibu Baekhyun menutup pintu, meninggalkan Min Ji yang mematung, beberapa kejadian terputar dipikirannya bersamaan dengan ucapan Ibu Baekhyun. Tiba-tiba dada Min Ji terasa sakit, napasnya sesak dan ia terduduk di salah satu anak tangga. Ternyata tebakannya selama ini benar tapi ini lebih menyakitkan, rasanya ia baru saja disadarkan dengan tamparan yang cukup keras. Benarkah? Benarkah semua ini terjadi? Ia dan Baekhyun ternyata benar-benar saling mencintai, tapi mengapa begini? Mengapa harus begini jalan ceritanya?
Min Ji segera berlari, ia tahu kemana Baekhyun pergi, ia berlari dengan cepat secepat bagaimana Baekhyun selama ini berlari untuknya. Min Ji melawati pagar sekolah, tempat ia bersekolah dulu. Suasana disana sangat sepi karena sudah masuk libur musim dingin. Ia segera berlari melewati setiap koridor sekolah dan berlari menuju halaman belakang sekolah yang luas.
Ia menemukannya, Baekhyun sedang memandangi pohon dengan banyak ukiran nama disana. Min Ji mengatur napasnya yang habis berlari. Ia berjalan mendekat dan Baekhyun belum menyadari keberadaannya. Min Ji tahu apa yang sedang Baekhyun pandang. Nama mereka yang tertulis di pohon itu. Setiap siswa wajib menuliskan nama mereka dipohon besar yang berada di halaman belakang sekolah setelah mereka dinyatakan lulus. Hati Min Ji kembali merasa sakit, ia melihat begitu banyak cinta dalam pandangan Baekhyun.
“kau begitu mencintaiku, benarkah?” Min Ji menyadarkan lamunan Baekhyun.
“Min Ji, kau disini?” Baekhyun terkejut.
“Bagaimana kau bisa mencintaiku seperti itu?” Min Ji melangkah maju, matanya yang berkaca-kaca membuat Baekhyun bingung.
“Apa yang sedang kau bicarakan?”
“aku bicara tentang dirimu!!” Min Ji terlihat marah dan kesal “kau.. Byun Baekhyun, mengapa kau lakukan ini? Kenapakau tidak memberitahuku? Bagaimana aku bisa hidup seperti ini..”
“Min Ji, apa yang kau maksud?”
“Aku sudah tahu semuanya, dari Ibumu.. Harusnya aku sudah sadar, saat kau bilang kau tidak mendapat Beasiswa di universitas yang sangat kita inginkan, saat kau selalu berlari kearahku melewati hujan atau salju, kau akan melewatinya hanya untuk memastikan aku baik-baik saja dan dengan semua yang telah kau lakukan, bagaimana kau bisa begitu bodoh?” Min Ji mendekat “katakan bagaimana kau bisa melakukan semua ini, kau.. mencintaiku Baekhyun?” Min Ji menarik jaket Baekhyun menatap mata Bekhyun dalam.
“bagaimana kau bisa menyembunyikan semua itu? Kenapa kau membiarkan semua itu?” Min Ji berusaha menyadarkan Beakhyun bahwa semua yang ia lakukan itu salah. Ia memukuli bahu Baekhyun, menarik jaketnya, menangis dengan kenacang. Dan akhirnya Min Ji menunduk tidak sanggup untuk kembali menangis.
“Karena aku punya mimpi” Baekhyun akhirnya bersuara, Min Ji masih tidak bisa mengangkat kepalanya.
“aku akan membuat diriku sendiri bahagia, karena kata orang aku harus mendahului kepentingan diriku dahulu… dan aku melakukannya” ucap Baekhyun dengan mata mulai memerah. Min Ji mengangkat kepalanya dan menatap Baekhyun yang juga ikut menatapnya.
“Aku tidak menicintaimu Min Ji” Baekhyun memberitahu dengan tatapan mata yang hangat “dengan membuat Ibuku bahagia aku akan bahagia dan melihatmu bahagia aku juga bahagia, kau adalah sahabatku terbaik selamanya, aku akan menjagamu, aku akan menjaga kebahagiaanmu seperti kau juga akan menjaga kebahagiaku, inilah mimpiku, jika ini memang cinta kau tahu cinta apa ini, aku tidak mencintaimu” cara terbaik untuk menguatkan hati adalah dengan membohongi diri sendiri, karena semua sudah terlambat Baekhyun tidak akan pernah mengakuinya.
“Neo, pabbo-ya, kau mencintaiku! bagaimana aku bisa hidup begini, bagaimana kau bisa hidup begini!!” Min Ji berseru dan kembali menarik jaket Baekhyun lagi, merasa tidak terima dengan pengakuan Baekhyun.
“Aku sudah bilang, aku tidak mencintaimu” ucap Baekhyun datar.
“Aku sudah menikah Baekhyun! Bagaimana aku bisa meneruskan hidupku, bagaimana aku bisa melewati semua ini” Min Ji kembali berseru dengan air mata yang lebih deras.
“aku.. tidak.. mencintaimu Min Ji”
“Aku akan segera pergi.., bagaimana kau bisa bertahan dengan keadaan seperti ini?” Min Ji akhirnya menenggelamkan kepalanya didada Baekhyun. Dengan tangan bergetar Baekhyun mengangkat tangannya dan memeluk Min Ji dengan erat.
“Dengarkan aku, aku menyayangimu, kau sahabatku”
“Kau mencintaiku Baekhyun, kau mencintaku” Ucapan Min Ji terdengar seperti gumaman. Air mata Baekhyun akhirnya menetes “bagaimana kita bisa melewati semua ini?”
“dengan kebahagian Min Ji, berbahagialah maka aku akan melakukan hal yang sama”
“bagaimana kau bisa begitu mencintaiku begitu dalam Baekhyun?”
“aku tidak mencintaimu Min Ji.. tidak pernah” Baekhyun ikut meluapkan emosinya, ia menangis dengan semua penolakan dari mulutnya, Baekhyun tidak pernah mencintai Min Ji, tapi sangat sangat mencintai Min Ji dan tanpa bicarapun mereka berdua tahu itu.
Inikah yang disebut cinta terlambat?
-
Hari itu lampu-lampu sudah ditata dengan indah di sudut-sudut sekolah. pohon cemara yang dihias lampu dan lonceng juga terlihat indah di sudut ruangan. Baekhyun tidak lupa membeli sebuket bunga. Beberapa orang tersenyum padanya, menyapanya dan memberitahu bahwa mereka terpesona padanya. Baekhyun hanya tersenyum sopan menanggapinya.
Semua orang yang berada di luar sekolah mulai memasuki ruangan khusus yang telah dirancang sedemikian rupa untuk acara tahunan mereka, namun sebelum memasuki ruangan itu mereka semua mengantri mengambil sesuatu yang sudah disiapkan seorang wanita di depan pintu masuk.
“Atas nama siapa Tuan?”
“Se Na, Byun Se Na” jawab Baekhyun, kemudia wanita itu memberikan sebuah kotak berwarna merah muda dengan pita biru diatasnya.
“Kotak ini mohon dibuka sebelum pertunjukan dimulai, Anak-anak diberi tugas bahasa Korea dan membuat surat untuk orangtua mereka” wanita dengan pakaian seperti seorang gutu itu memberitahu.
“Ne, gamsahamnida” Baekhyun membungkuk sejenak kemudian masuk kedalam ruangan yang sudah terdapat panggung kecil disana. Baekhyun duduk tidak terlalu jauh dari panggung. Ia menatap sekeliling dan melihat beberapa pasangan datang dengan wajah yang sumringah, Bekhyun juga tidak sabar melihat pertunjukannya, panggung yang ditata dengan manis dengan tema natal. Semua orang bersiap tapi lampu masih menyala benderang, mungkin ini saatnya Baekhyun membuka isi kotak itu.
Disana terdapat sebuah surat dan sebuah scraf yang dirajut dengan tangan. Ia tahu betul pasti Se Na yang mebuatnya benda itu, senyum Baekhyun mengembang menahan tawa gelinya tapi semua itu segera pudar ketika ia segera membaca surat itu.
-
Saat itu natal hampir tiba, semua orang mengharapkan hadiah yang indah tapi Baekhyun tidak menyangka dengan apa yang ia dapat. Sudah sekian lama ia tidak bertemu dengan Min Ji, dan ia kembali dipertemukan oleh gadis itu. Min Ji terduduk, diam, tidak berani menatap Baekhyun. Baekhyun yang baru saja datang menghampirinya dan duduk di sampingnya.
Baekhyun mencoba memperhatikan keadaan Min Ji yang mungkin tidak ia sadari, Min Ji sedang hamil besar dan ia pulang kembali ke Korea tanpa suaminya. Semua orang sudah bisa menebak apa sebabnya tapi Baekhyun tidak ingin mendengar kata orang lain.
“sudah lama tidak bertemu” Baekhyun memulai obrolan, Min Ji masih tertunduk dengan tangannya yang memeluk perutnya yang membesar.
Baekhyun memberanikan diri menyentuh bahu Min Ji “Neo Gwenchana?” tanyanya, pertanyaan yang sudah sekian lama tidak ia tanyakan.
Min Ji hanya mengangguk dan masih tidak mau menatap wajahnya. Baekhyun mendekat dan merengkuh tubuh Min Ji untuk memeluknya. Baekhyun begitu terkejut, betapa kurusnya Min Ji saat ia memeluk tubuh yang terasa sangat rapuh itu. Lebam yang berada di tangan Min Ji ikut menggambarkan kondisi fisiknya meski gadis itu berusaha menutupi. Baekhyun merasakan gengangaman tangan Min Ji pada bajunya, ia semakin mengeratkan pelukannya dan Baekhyun tahu Min Ji sedang menangis sekarang, hanya saja tanpa isakan, tanpa suara. Hati baekhyun Begitu sakit melihatnya. Mengapa Min Ji harus kembali dengan keadaan seperti ini. Mengapa kebahagian antara mereka beruda begitu sulit diraih, ternyata mereka memang belum menemukan jalan keluarnya.
Sekarang orang-orang kembali berasumsi, Ini bukan sekedar reuni antar sahabat yang lama tidak bertemu, ini adalah saat-saat dimana mereka diberikan kesempatan untuk mengucapkan selamat tinggal. Saat-saat dimana tidak seorangpun berani menghakimi mereka.
Min Ji sudah meminta cerai suaminya dan menuntut dengan segala apa yang telah dilakukan suaminya- yang telah berselingkuh dan melakukan kekerasan padanya. Ia kembali ke Korea, ke kota tempat ia dilahirkan, ke kota dimana ia bisa menemukan obat dari masalahnya. Tidak perduli seberapa banyak orang yang akan membenci dan mengasihininya, mereka akan tetap menerima Min Ji tanpa syarat.
Mau tak mau, Min Ji akan pergi ke tempat dimana seseorang akan rela berlari untuknya, rela mencintainya begitu dalam tanpa minta imbalan, rela menatapnya saat ia sudah dengan kejam meninggalkannya. Begitu Min Ji membenci dirinya sendiri karena harus kembali membuat Baekhyun menderita. Tapi Baekhyun bukan pelariannya, Baekhyun adalah rumah baginya. Mereka akan sama-sama berlari untuk menggenggam tangan masing-masing. Itulah intinya.
Saat-saat kritis itu, saat Min Ji terbaring di rumah sakit, Baekhyun tahu situasinya. Ia akan dihadapkan dengan takdir yang mungkin akan disesalinya.
Sesaat setelah Min Ji melahirkan, waktu bersamanya tidaklah lama. Seperti ini sudah diujung jalan. Mereka seperti benar-benar tidak memiliki jalan keluar. Kebahagiaan tinggalah cerita dan kenangan, bukan lagi jalan yang akan membawa mereka pada cahaya dalam gelap.
Mesin itu bagai jam yang berdetak, membuat napas Baekhyun sesak, tapi ia tetap disana menggenggam tangan Min Ji dengan erat.
“Harusnya aku menyatakan cintaku bukan pada Jaehwa, tapi padamu” Min Ji tersenyum.
“Hya! Diamlah”
“semua orang pasti pernah berkata seperti ini, ‘andai waktu bisa diputar’ dan aku juga sependapat dengan mereka” Min Ji menatap langit-langit ruangan itu. “ tapi ini takdir yang aku pilih, ini kehidupan yang aku pilih, dan tidak seorangpun berhak menyalahkan diri sendiri atas apa yang aku pilih, termasuk kau Baekhyun”
“Min Ji diamlah dan beristirahat”
“tidak Baekhyun, kau pasti berpikir ‘jika aku tahu, aku pasti tidak akan membiarkanmu menikahi keparat itu, jika aku tahu aku pasti akan menyatakan cintaku, jika aku tahu begini maka aku…”
“Lee Min Ji”
“kau tidak bisa menyalahkan dirimu atas apa yang sudah aku pilih dan jalankan, kau tidak seharusnya terus berpikir tentang aku” Min Ji menatapnya “bukankah ini waktunya menyelesaikan semuanya? Baekhyun, ini saatnya membuat pengakuan” suara Min Ji terdengar seperti berbisik.
“saranghae…” ucapan Baekhyun membuat Min Ji terdiam “…yeongwonhi”
“Na do Baekhyun-ah, Na do..”
Cinta tidak harus memiliki, itu adalah ucapan setiap pejuang cinta yang tak bisa menanggapai hati sang pujaan. Cinta yang mendewasakan Baekhyun ini telah banyak berpengaruh dihidupnya, meski ia tidak memilikinya. Jodoh, takdir dan cinta semua itu hanya ungkapan semu untuk orang-orang yang berharap dan takut akan kehidupan. Tapi tidak bagi Bekhyun, ia tidak pernah meyakini takdir seperti Min Ji lakukan, ia tidak pernah berharap, tidak pernah meminta dan tidak pernah bersembunyi dibalik nama cinta. Yang terpenting baginya adalah bagaimana cintanya bisa melindungi orang yang ia sayangi, bagaimana ia dan orang yang ia cintai bahagia, membuat cinta yang mereka miliki dapat memberi jalan keluar pada setiap masalah yang mereka hadapi, dengan begitu cintanya terbalas, dengan begitu arti cinta yang sesungguhnya.
“aku akan mengadopsinya, aku akan mengambil hak asuhnya”
“kau sudah tidak waras Baekhyun? Kenapa kau harus perduli padanya? Tidak bisakah kali ini kau memikirkan hidupmu sendiri?”
“hidupku ini sangat baik Eomma, aku baru saja mendapatkan cintaku kembali, dan aku ingin tahu bagaimana rasanya dicintai olehnya, dengan membawa Se Na aku akan bahagia selamanya”
“apa yang telah dia berikan untukmu Baekhyun? Sampai-sampai kau merelakan hidupmu padanya, kembalilah pada kenyataan, semua orang juga tahu bagaimana kau berkorban banyak untuknya”
“Eomma, dialah yang membuatku mendapatkan segalanya, karenya aku bisa lulus sekolah dengan peringkat terbaik dikelas, karenanya aku tidak pergi melarikan diri saat Ayah meninggal, karenanya aku bisa membangun perusahaanku sendiri di kota ini, karenanya aku masih mempunyai mimpi hingga saat ini, tidak kah Eomma sadar siapa yang memberikan segalanya pada siapa”
Ibu Baekhyun terdiam, ia menutup mulutnya tidak percaya dengan apa yang didengarnya. “Ne, Eomma karenanyalah aku memiliki kehidupan seperti ini, karena gadis yang selalu dipandang sebelah mata oleh orang-orang, karena gadis yang aku cintai”
“aku tetap akan membawa Se Na, aku akan pergi membawa Se Na kemanapun aku mau, Min Ji telah memberikannya untukku, aku akan jadi seorang Ayah aku tidak akan membiarkan ia sendiri didunia ini”
-
Baekhyun membuka surat ditangannya, hatinya berdebar namun sangat bahagia.
Surat untuk Appa
Appa! Apa kau sudah makan? Apa tidurmu cukup? Apa kau bahagia?
Appa!Aku sangat banggap mempunyai Ayah sepertimu, Appa berjuang demi aku, bekerja demi aku, Appa juga harus bahagia demi aku
Appa! Aku tahu apa yang orang-orang katakan, aku tahu artinya saat teman-teman bilang aku anak yang tidak diharapkan, aku tahu artinya ketika nenek bilang aku hanya beban dan aku tahu artinya ketika kita harus pindah rumah lagi. Appa, Nan gwenchana..
Appa! Jangan bersedih lagi, jangan menangis lagi, aku berjanji aku akan selalu menyayangi Appa, ketika aku sudah dewasa nanti aku akan tetap menyayangi Appa. Aku akan bilang pada semua orang bahwa Appa adalah Ayah terbaik, tidak ada yang dapat memisahkan aku dan Appa. Aku ingin Appa bahagia, dan walau nenek suka memarahiku aku tetap sayang padanya dan juga Appa.
Appa! Neomu Neomu saranghae..
Baekhyun menyeka ujung matanya, tulisan tangan Se Na berhasil membuatnya menangis. Se Na memang tumbuh menjadi gadis yang ceria dan pintar, tanpanya entah apa dan bagaimana hidup Baekhyun setelah Min Ji yang selama ini sebagai pusat tata surya bagi Baekhyun pergi.Se Na, matahari kecil itu begitu bersinar, begitu menyilaukan, begitu menghangatkan hati.
Dan surat itu menyadarkannya akan sesuatu, bahwa ia akhrinya dicintai.
Lampu di panggung itu menyala memperlihatkan anak-anak yang berdiri berbaris dengan rapi, ditangan mereka terdapat lilin yang membuat panggung semakin bercahaya. Disitu Baekhyun melihat cahaya lebih terang, Se Na berdiri di baris kedua, ia tidak jauh berada dari pandangan Baekhyun, gadis itu tersenyum mendangkap bayangan Ayahnya, dan musik pun dinyalakan suara anak-anak itu bernyanyi terdengar. Bagai suara malaikat.
Baekhyun tidak bisa menahan air matanya lagi, selama ini ia tidak pernah menangis begitu deras karena merasa bahagia, ini adalah tangis bahagia pertama bagi Baekhyun. Ia sudah menemukan jalan keluarnya, ia akan tetap bertahan dan menjaga Se Na.
Ini adalah kisah cinta Baekhyun, ia mendapatkan cintanya di bulan desember.
The end