CHAPTER 2 : Fist Day
"Onew. Just call me Onew."
Kalimat terakhir yang selalu terngiang olehku saat aku sedang sendiri. Terbayang juga ekspresi wajahnya waktu itu. Senyumannya menggodaku sampai aku tenggelam dalam halusinasiku sendiri jika mengingatnya. Seolah-olah ia selalu ada dalam benak dan pikiranku. Tak bisa kubayangkan betapa merahnya wajahku saat itu, mungkin. Tapi yang jelas, aku ingin sekali bertemu dengannya lagi, lagi dan lagi.
Ting tung ting tung ting ~🎵🎶
Nada pengingat mesin cuci yang sudah selesai melakukan tugasnya berbunyi. Aku bangun dari bangku setelah menunggu salam 30 menit di laundy shop yang berada di seberang appartemenku.
"Akhirnya... selesai juga." Batinku lega.
"Silahkan datang kembali..." salam pegawai laundry untuk pelanggannya, aku.
Kakiku ringan melangkah mewakili perasaanku yang sedang berbunga-bunga. Bahkan aku pun bersiul dan mendengdangkan lagi. Padahal itu semua di luar kebiasaanku. Mungkin ini karena faktor jatuh cinta?
Cinta pada pandangan pertama? Apakah benar-benar ada? Annimyeon, hanya impianku saja karena kebanyakan nonton drama.
Tapi... sampai kapan aku akan menyendiri terus seperti ini? Umurku sudah tak muda lagi. Sudah menginjak 25 tahun. Meskipun aku ingin herkarir, tapi aku juga ingin menikah muda. Salahkah? Memangnya apa lagi yang harus kucari sekarang? Aku sudah punya tempat tinggal, jabatan sebagai sekretaris di kantor meskipun di perusahan keluarga, sedangkan status sekolahku pun juga tinggi. Di usia muda aku sudah bergelar S2. Karena aku hanya butuh melewati sekolah dasar selama empat tahun, sekolah menengah pertama dan atas masing-masing dua tahun. Jadi cukup panjang waktuku menganyam pendidikan S2-ku.
Intinya, aku bosan! Aku butuh seseorang yang bisa berbagi denganku. Tak hanya sukaku tapi juga dukaku. Aku butuh orang yang bisa kujadikan tempat mencurahkan segala perasaanku. Aku butuh seseorang yang menemaniku kapanpun dan dimanapun. Aku ingin berkencan dengan namja yang kucintai. Pergi ke taman hiburan, pantai hingga ke pelaminan. Ah ~
Percuma aku mengeluh. Toh aku belum menemukannya. Hingga akhirnya kemarin aku bertemu dengan namja itu. Ya, namja berwajah imut, lucu namun berkharisma itu.
"Onew... Onew... Onew..."
Tanpa sadar aku hanya menulis namanya saja di lembar diaryku. Selembar penuh berisi namanya yang ku hiasi dengan pernak-pernik sticker dan warna-warni tinta pulpenku. Aku sudah tidak waras sepertinya.
"Ah... apa yang aku lakukan?" Aku terus merutuki diriku sendiri sampai-sambil membuatku kesal. Lelah... kurebahkan tubuhku di atas tempat tidur. Kuluruskan kaki dan tanganku rileks. Kutatap langit-langit kamarku. Menghela nafas dan desah keputusasaan.
"Tuhan... kau tahu bagaimana kehidupanku. Kau tahu bagaimana baiknya aku menjalani hidup tanpa pernah membuat satu masalahpun. Kau tahu bagaimana menurutnya aku pada kedua orangtuaku. Setidaknya berikanlah aku sedikit pengharagaan atau hadiah kecil yang memungkinkanmu dengan mudah melakukannya. Bolehkah dia untukku? Aku ingin dia. Ya, dia. Orang yang tempo hari kau izinkan untuk bertemu denganku. Orang yang bersikap baik padaku meski kami tak pernah mengenal satu sama lain sebelumnya. Ya, orang itu. Namja yang bernama Onew!"
Rasa kantuk mulai menyelinap ke balik pelupuk mataku. Semakin lama semakin berat untuk kubuka. Semuanya pandangan berubah menjadi gelap. Aku pun hanyut dalam mimpi tidur siangku.
Entah berapa lama aku tertidur sudah. Saat kulihat jam di dinding kamarku, jarum jam menunjukkan pukul 16.00.
"Sudah sore rupanya." Pikirku, lalu bangkit dari tempat tidurku dan melakukan beberapa peregangan disusul uapan dari kantuk yang terasisa.
Ting tong... ting tong...
"Apakah ada tamu?"
Aku lalu menuju layar intercom. Rupanya ada seseorang di depan pintuku. Begitu aku membuka pintu, ternyata seorang kurir yang kulihat sambil meminta tanda penerimaan paket yang telah dibawanya.
"Chogiyo... Siapa yang mengirimkan ini pada saya, Ahjussi?" Tanyaku bingung sekaligus penasaran.
"Maaf, kami hanya bertugas mengirim saja. Untuk mengetahui pengirimnya, silahkan Agassi lihat di lembar bon yang anda tandatangani."
"Aigesseo. Kamsahamnida Ahjussi."
Sebuah kertas bertuliskan alamat pengirim yang tak jelas. Hanya nama tokonya saja, 'Shinee Shop'. Siapa sebenarnya yang mengirimku paket ini?
Terlihat seperti papan yang terbungkus rapi dengan balutan kertas minyak berwarna coklat. Kira-kira berukuran 50 x 100 cm. Aku terus berpikir, siapa yang kemungkinan memberiku hadiah? Tapi aku sedang tak berulan tahun.
Kubuka pembungkus itu perlahan. Aku pun terkejut. "Ternyata sebuah lukisan!" Lukisan diriku dengan wajah innocentku juga penampilan lusuh. Tapi wajahku terlihat bahagia di sana. Meski tipis, tapi aku bisa melihat senyumku di bagian sudut bibir yang digambarkannya. Dan lagi, aku melihat tanda tangan yang ada di sudut kanan bawah lukisan itu. Tertera nama 'Onew'.
"OMO!!!"
Jantungku tiba-tiba menjadi berdebar-debar. Saat kuletakkan tanganku di dada, aku bisa merasakan denyutnya yang begitu cepat seperti drum yang dipukul berderu cepat.
Saking girangnya aku saat itu, aku langsung berguling-guling sambil memeluk kencang teman tidurku, Dora. Ya, si beruang besar berwarna putih pemberian Eomma saat ultahku yang ke 10, dia yang selama ini selalu setia menemani tidurku.
"Dora-ah... apa kau tahu apa yang sedang kupikirkan saat ini? Kurasa... aku sedang jatuh cinta! Ah ~ jangan tatap aku seperti itu! Aku jadi malu, Dora! Hihihi..."
Selain lukisan itu, ternyata Onew mengirimiku surat kecil yang isinya ingin agar kami berdua bertemu di tempat kemarin kami bertemu pertama kali.
"Jam 14.00 katanya? Ya ampun, sekarang kan sudah jam 13.00."
Saking senangnya aku pun berlarian di dalam rumah. Mondar-mandir karena kebingungan apa yang harus aku lakukan terlebih dahulu. Mandi, memilih pakaian seperti apa, berdandan yang bagaimana, semuanya aku tak tahu!
"Eomma... eottoke?" Keluhku menyalahkan diriku sendiri yang tak punya pengalaman berkencan sama sekali.
Akhirnya aku memutuskan untuk memakai dress berwarna hijau muda dengan sweater rajut coklat muda. Rambutku kubiarkan tergerai dengan bebasnya tanpa menggunakan assesoris apapun di atasnya.
"Aku tak tahu harus memilih apa untuk rambutku. Lagi pula aku kami belum tentu berkencan kan? Aku tak ingin berpenampilan yang berlebihan untuknya. Karena aku tak ingin terlalu kentara dengan perasaanku. Umm!"
Setelah kuselesai berbicara empat mata dengan diriku sendiri di cermin, aku memutuskan untuk berangkat saat itu juga dengan perasaan gugup dan berdebar-debar.
Sepanjang perjalanan aku terpikirkan tentang Onew-ssi. Namja pertama dalam hidupku yang bisa membuatku jadi bertingkah serba salah dan berpikir irrasional. Fiuh...
"Akhirnya sampai juga. Kenapa ya, rasanya hari ini busway melaju lebih cepat dan lancar dari biasanya. Aku jadi cepat sampai, kan! Eoh... eottoke??? Aku masih merasa deg-degan!"
Saat aku datangi pohon tempat kami pertama kali bertemu, aku tak melihat siapapun di sana. Kupikir aku akan datang terlambat karena dia sudah menungguku. Tapi rupanya tidak seperti itu.
Kulihat jam tanganku, "Sudah jam 14.00, tapi kenapa dia belum datang? Semoga saja dia tidak terlambat!"
Awalnya aku jengkel karena Onew belum datang. Tapi tiba-tiba saja aku dikejutkan dengan tepukan pelan di punggungku.
"Chogiyo..."
Ah... suara ini terdengar seperti suaranya. Mungkinkah itu dia? Ku berbalik ke arah sumber suara. Rupanya benar, itu adalah suaranya.
"Onew-ssi?!" Seruku girang dan dengan senyum mengembang.
"Anyyeong hashimika, Kwon Yuri-ssi?" Sapanya dengan tatapan penuh pesona dan senyum lebarnya sampai menunjukkan barisan gigi putihnya yang tampak teratur rapi dan tampak seperti gigi kelinci di bagian terdepannya. Bagiku itu semua terlihat sangat menawan ~
"Ah, aku baik-baik saja, Onew-ssi. Dan tolong panggil saja aku Yuri. Tak perlu sampai menyebut nama keluargaku juga. Hihihi..." balasku di tanggapinya dengan senyum dan kekehan.
"Nde. Aegisumnida!"
"Dan tolong bicaralah biasa saja denganku. Agaknya tak terlalu nyaman."
"Kure? Eoh... arraseo! Hehe..."
Tipe orang yang ceria dan riang, kapanpun dan dimanapun aku melihatnya. Semoga dia juga menyenangkan.
"Keundae... untuk lukisannya, aku mengucapkan terimakasih, Onew-ssi. Sekaligus untuk bantuanmu padaku tempo hari itu juga... jeongmal kamsahamnida!" Ujarku seraya membukkukkan badan.
"Anniyo... gwaenchanayo!" Jawabny dengan wajah agak tersipu. Namun tak lama dia mengajukan permintaan padaku.
"...keunyang, aku ingin mengajakmu pergi ke Insa-dong? Ada seauatu yang ingin kubeli untuk peralatan lukisku."
"Benarkah? Ah... maksudku, apa tidak apa-apa aku ikut menemani?"
"Kure, kurom! Kajja!"
"Umm!" Anggukku setuju.
Busway yang datang pun menjadi saksi perjalan bersama kami untuk pertama kalinya. Aku harap ini disebut dengan kencan!
*****TBC*****