CHAPTER 2 : Second Meet Up
Kini kamu jarang menelepon Chanyeol kembali. Kamu pun tersadar bahwa Chanyeol tidak akan pernah menjawab teleponmu, meskipun kamu akan meneleponnya lebih dari seribu kali.
Malam sudah tiba dan waktunya untuk tidur. Setelah mengganti pakaianmu dengan baju tidur, kamu berbaring dan melihat foto Chanyeol yang terpasang di meja samping. Kening mengerut, heran dengan keberadaan foto Chanyeol yang tiba-tiba sudah ada di sana.
“Sejak kapan aku memasang foto Chanyeol di sini?” kau bertanya sambil mengambil foto itu dan akhirnya memandangnya.
Jemarimu menyentuh foto itu, menyentuh bibir Chanyeol yang tersenyum dalam foto dan kedua matanya yang begitu berbinar, seolah benar-benar menatapmu.
Kamu merindukannya. Sangat merindukannya.
Kamu merindukan genggaman tangannya, dadanya yang bidang dan hangat tiap kali kamu menyandarkan wajah padanya, suara merdu darinya ketika dia menyanyikan beberapa lagu ketika kamu bersedih, tawanya yang selalu membuat gembira harimu dan segala tentangnya.
“Aku masih ingin menghabiskan waktu denganmu,” kamu menangis… lagi.
Tiba-tiba ponselmu berdering. Kamu menggerutu kesal, "Aish! Siapa yang meneleponmu malam-malam begini?". Kamu meraih ponsel dengan kasar dengan menutup mata dan mengangkat panggilan dari... Kamu pun tidak tahu siapa yang menelepon! "Halo?" jawabmu. "Siapa ini? Sudah malam, maaf."
"___-ah..."
Tunggu dulu, suara itu, suara itu...
Kamu bangkit dengan jantung berdegup kencang. Kamu menjauhkan ponsel dari telingamu dan meneteskan air mata ketika menyadari siapa yang meneleponmu.
Park Chanyeol.
Kamu kembali mendekatkan ponsel ke telinga. "Chanyeol..." kamu sedikit terbata-bata. Panggilan terputus. Kamu terisak dan merasa menyesal hebat. "Chanyeol! Chanyeol!" jeritmu memohon Chanyeol tidak benar-benar mengakhiri panggilan. "Chanyeol! Kumohon... Aku minta maaf... Chanyeol! Oh Tuhan! Aku mohon!"
Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu rumahmu. Pikiranmu hanya tertuju pada Chanyeol seorang, kamu berlari menuju pintu rumah dan membukanya dan…melihat Chanyeol berdiri di hadapanmu. Kamu terpaku dengan kehadirannya. Chanyeol nampak sederhana namun tampan dengan sweater hitam dan jeans di mana ini adalah pakaian terakhir yang ia pakai saat bersamamu.
"Happy 5th Anniversary!" teriaknya.
Kamu memandangnya kosong. Apa-apaan ini? Chanyeol... Chanyeol di sini? Memakai pakaian yang sampai sekarang masih muingat. Kamu memandangnya yang tengah tersenyum, senyumnya yang polos bak bocah yang tidak memiliki sedikit pun dosa. Wajahnya segar dan sangat tampan.
Kamu berjalan mendekat ke arahnya, memegang kedua lengannya yang besar. Tidak tembus pandang, kamu bisa menyentuhnya secara utuh, seperti saat Chanyeol masih ada. Kemudian kamu menatap kedua matanya yang lentik dan tajam itu, di mana kamu bisa melihat pancaran kebahagian darinya.
“Jagiya?" panggilnya.
"Ya?" jawabmu.
"Aku merindukanmu."
Kamu tersenyum lalu memeluknya erat dan enggan melepaskannya. Kamu bernafas pada di lehernya, menghembuskan nafas bahagia karena kamu masih diberi kesempatan untuk bertemu dengan Chanyeol yang sudah lama kamu rindukan. Kamu mengusap bagian belakang kepalanya dan ia selalu nyaman jika kamu berkelakuan demikian. Masih berpelukan, kalian berjalan masuk ke dalam rumah hingga kalian duduk di atas sofa.
"Chanyeol..." panggilmu. "Aku juga merindukanmu."
Kamu melepas pelukan dan kalian saling menatap, Chanyeol tersenyum dan kamu ikut membalas senyumnya.
“Kemari,” Chanyeol berkata, membuka lengannya, mempersilahkanmu untuk memeluknya.
Perlahan kamu mendekatinya dan memeluknya, menyandarkan badanmu pada tubuh Chanyeol yang besar dan hangat. Chanyeol mengusap lembut rambutmu, sesekali menciumnya. Jemari kalian saling bersentuhan, bermain dan ibu jari Chanyeol akhirnya mengusap lembut tanganmu.
“Aku tidak bisa berlama-lama,” ucapnya beberapa menit kemudian dan kini dia tampak sedih. “Kamu harus segar pergi.”
Kamu tersenyum meskipun kamu sebenarnya juga ingin dia berada di sini untuk waktu yang lama, namun kamu sadar dia seharusnya bukan di sini lagi. “Aku tahu,” kamu mengusap air mata, masih mencoba tersenyum. “Kau… kau harus pergi.”
Chanyeol ikut menangis. “Ini pertemuan terakhir kita, kumohon relakan aku pergi, relakan aku pergi meskipun kamu tidak mau, meskipun aku tidak ingin kamu melakukannya untukku,” air matanya mengalir deras. “Meskipun… meskipun…” dia tidak mampu berbicara dengan lancar.
Kamu menangis sambil menganggukkan kepala, kamu mengerti maksudnya dan kamu tidak ingin dia lanjut berbicara karena kamu tidak muat mendengar setiap kalimat yang akan dia ucapkan.
Chanyeol menyeka air matamu seperti kamu menyeka air matanya. Kemudian tangannya memegang lehermu, mendekatkan wajahmu padanya, kalian memejamkan mata dan dia menciummu. Kamu bisa merasakan bibir Chanyeol yang dingin dan halus. Jantungmu berdegup kencang ketika dia menyelipkan tangannya di balik bajumu, merengkuh lehermu dan menyelipkan sedikit nafsu lewat ciumannya.
“Aku harus pergi,” ucapnya seteleh melepas ciuman.
Dia berdiri, begitu juga denganmu. Tangan kalian masih berpeganga hingga Chanyeol berjalan keluar rumahmu.
“Tetaplah di sini,” ia berkata.
Air mata kembali mengalir dari kedua matamu ketika pegangan kalian terlepas, ketika Chanyeol mulai pergi meninggalkanmu. “Chanyeol!” kamu memanggilnya. “Chan-Chanyeol!”
Chanyeol tetap berjalan tanpa menoleh ke belakang, tetap berjalan hingga tidak sadar bahwa cahaya lampu mobil datang dari arah samping, membuat pandangannya silau. Dia menoleh namun tidak sempat untuk menghindar dan berakhir dengan dihantam oleh mobil tersebut.
Apa? Ini sama dengan apa yang kamu alami ketika Chanyeol mengalami kecelakaan waktu itu. Apa… apa-apaan ini? Kenapa semua terulang kembali, semua benar-benar seperti Chanyeol mengalami kejadian waktu itu, tergeletak tak berdaya di atas aspal yang dingin, darah mengucur dari dahinya dan dia tampak sekarat.
Lututmu melemas dan kamu berteriak, “CHANYEOL!!!”
“CHANYEOL!”
“CHANYEOL!”
“CHANYEOL!”
“Hey! Hey! Hey!”