CHAPTER 1 : WHAT!?
WHAT?
Pagi yang cerah di hari libur, sangat cocok untuk berolahraga. Sinar mentari pagi yang menyehatkan, angin yang bertiup lembut menyegarkan, serta cuaca yang sedang bersahabat membuat banyak orang bersemangat untuk berolahraga di pagi hari.
Tapi nampaknya hal itu tidak berpengaruh untuk seorang namja bernama Kim Jongin. Ia masih betah bersembunyi di balik selimut motif bunga-bunga nya sambil memeluk bantal guling dengan bercak liur yang menghiasi setiap sisinya. Kai –nama panggilan namja itu– terlihat sangat damai dalam tidurnya. Entah apa yang sedang ia mimpikan, ekspresi wajahnya seperti menampakkan ketidakinginannya untuk pergi dari mimpi tersebut.
Tetapi kedamaian itu hanya berlangsung beberapa saat saja. Bunyi nada dering ponsel dalam sekejap mengubah kedamaian itu menjadi sebuah kebisingan. Dan saat panggilan itu dijawab, kedamaian pun berubah menjadi kepanikan yang sangat luar biasa….
Oke itu lebay -_-
*Kai POV*
Aku masih sibuk bergelut dengan selimut serta gulingku, menikmati indahnya mimpi yang sedang aku alami saat ini.
Careless careless
Shoot anonymous anonymous
Heartless mindless
No one who care about me
Suara itu terdengar seperti nada dering pada ponselku. Ah sudahlah, mungkin itu hanya orang iseng yang tidak sengaja menelpon ke nomorku. Lagi pula ini masih sangat pagi bukan?
Careless careless
Shoot anonymous anonymous
Heartless mindless
No one who care about me?
Nada dering itu terdengar lagi, malah lebih keras dari yang tadi. Mengganggu tidurku saja, gumamku dalam hati. Dengan nyawa yang belum terkumpul sepenuhnya, aku pun menjawab panggilan yang masuk ke ponselku itu.
"Yoboseo?" ucapku memulai pembicaraan. Hening. Tidak ada jawaban dari sebrang telpon sana. Aku pun langsung melihat layar ponselku untuk mencari tahu siapa orang yang sedang menelponku. 'Chagiya' nama itu yang tertera di layar ponselku. Yup, yang sedang menelponku sekarang adalah yeojachinguku. Tetapi kenapa ia tidak berbicara apa pun?
"Yoboseo? Yebin-ah, ada apa?" aku bertanya dengan nada khawatir. Tetap tidak ada jawaban. Apa yang sebenarnya terjadi?
"Yebin-ah, jawab aku, kau kenapa eoh? Apa yang terjadi?" aku kembali bertanya dengan sedikit menaikkan volume suaraku. Akhirnya suaranya terdengar juga. Tunggu dulu, Yebin ku….. dia…. menangis?
"Jongin-ah, hiks.. bantu, hiks.. aku hiks hiks.. " ucap Yebin yang terdengar sangat lirih.
"Chagiya, ada apa sebenarnya? Kau menangis eoh?" tanyaku masih dengan nada khawatir.
"Bantu aku hiks Jongin.. hiks hiks.. datang ke rumahku hiks sekarang juga.. hiks aku hiks butuh bantuanmu hiks.. tolong aku Jongin-ah, hiks jebal..."kata Yebin sambil terisak.
"Ba, baiklah aku akan segera ke sana. Kau tunggu di sana ya." Tanpa babibu lagi aku segera berlari keluar rumah, mengambil motorku di garasi, dan langsung memacunya dengan kecepatan tinggi. Tidak aku pedulikan rambutku yang acak-acakan serta air liur yang masih menempel di pipiku sisa dari mimpi indahku tadi. Aku benar-benar khawatir padanya. Aku tidak mau sampai terjadi apa-apa pada yeojachingu ku.
Ah, aku sampai lupa memperkenalkan diri. Namaku Kim Jongin, tapi kalian cukup memanggilku Kai saja. Aku hanya seorang remaja berumur 16 tahun yang masih duduk di bangku kelas 2 senior high school. Orang yang menelponku tadi adalah yeojachinguku, Kang Yebin. Ia adalah seorang mahasiswa jurusan musik di sebuah universitas yang berada di kota Seoul. Aku mengenalnya saat universitasnya sedang mengadakan seminar yang biasa dikunjungi oleh anak-anak sekolah menengah.
Kami sudah berpacaran hampir satu tahun. Tetapi banyak teman-temanku yang kurang suka dengan hubungan kami. Mereka sering bilang padaku kalau sebenarnya Yebin hanya memanfaatkanku saja. Aku tidak tahu memanfaatkan apa yang mereka maksud, yang jelas teman-temanku itu selalu mengompor-ngomporiku agar aku cepat putus dari Yebin. Sayangnya hal itu sama sekali tidak berpengaruh untukku. Aku tetap menjalani hubungan yang baik dengan Yebin, bahkan sampai sekarang.
Akupun sampai di depan rumah Yebin. Setelah memarkirkan motorku di halaman, aku langsung berlari ke arah rumah itu untuk menemui Yebin.
"Yebin-ah, apa kau di dalam? Yebin-ah buka pintunya! Ini aku, Jongin." Kataku sambil mengetuk pintu rumahnya berkali-kali. Beberapa saat kemudian pintu terbuka, menampakkan sosok yeoja dengan mata besarnya yang basah dan bibir kissable nya yang mengerucut imut. Ya, dialah Yebin.
"Jonginnie, akhirnya kau datang juga! Huweeee" kata Yebin yang langsung menangis di pelukanku. Aku membalas pelukannya, mencoba memberikannya rasa aman.
"Sudahlah jangan menangis lagi chagi. Aku kan sudah di sini." Kataku mencoba menenangkannya. Ia pun berhenti menangis dan mulai melepaskan pelukannya padaku.
"Jadi, apa yang membuatmu menangis seperti ini? Apa terjadi sesuatu?" tanyaku setelah tangisnya mereda.
"Itu, televisi ku rusak. Padahal hari ini film romantis kesukaanku akan ditayangkan di salah satu channel lokal. Tapi aku jadi tidak bisa menontonnya kan kalau televisi nya rusak." Curhat Yebin sambil mengelap air matanya yang masih tersisa. Aku hanya bisa mengangguk tanda mengerti. Eh, tunggu dulu…
"Lalu, kenapa kau memanggilku ke sini?" tanyaku lagi.
"Ya itu, aku ingin minta bantuanmu untuk memperbaiki televisi ku." Kata Yebin sambil memasang wajah innocent andalannya.
JELEGERRR
Mwoya? Jadi aku dibuat panik setengah mati hanya karena televisinya rusak? Ah itu tidak seberapa. Tapi ini? Aku disuruh datang dengan cepat ke rumahnya, hanya untuk memperbaiki televisinya? Apa-apaan dia.
"Jadi kau menyuruhku datang ke sini hanya untuk memperbaiki televisimu yang rusak? Kau pikir aku ini tukang service, eoh?" kataku agak sedikit emosi. Ku lihat mata Yebin mulai berkaca-kaca, tanda ia ingin menangis lagi.
"Aku kan hiks hanya hiks minta tolong hiks hiks.. Kalau kau hiks tidak mau hiks yasudah hiks aku cari tukang hiks service hiks lain saja hiks.." kata Yebin sambil menangis. Ah sial, aku paling tidak bisa melihat orang menangis.
"Ba, baiklah. Aku akan memperbaiki televisimu itu. Tapi kau harus berjanji tidak akan menangis di depanku lagi, mengerti?" kataku mengalah. Wajah Yebin pun mendadak berubah menjadi cerah.
"Benarkah? Ah gomawo Jonginnie! Kau memang namjachinguku yang terbaik {}" kata Yebin sambil memelukku sekilas. Hanya sekilas.
"Baiklah ayo masuk. Sambil kau memperbaiki televisiku, aku akan membuatkanmu minum oke?" kata Yebin dengan nada riang. Hei hei kemana isakan mu tadi itu, eoh? Aku hanya bisa membatin sambil tersenyum kecut menanggapi ocehannya. Untung saja ia tidak melihatnya.
Saat sudah berada di ruang keluarga –tempat di mana televisinya diletakkan–, Yebinpun meninggalkanku sendirian untuk membuatkanku minum di dapur.
"Hhh, yang benar saja. Aku di suruh datang kemari hanya untuk memperbaiki televisinya yang rusak. Sebenarnya aku ini namjachingunya atau apa?" celotehku pada diri sendiri.
Aku pun mendudukkan diriku di sofa yang ada di sana. Memang benar televisi yang ada di sana mati. Tapi aku melihat ada sesuatu yang janggal. Aku langsung saja mendekati televisi itu untuk memastikan kejanggalan tersebut. Dan ternyata dugaanku benar. Kabel televisi itu belum terhubung dengan stopkontak.
"Haissh, jelas saja televisinya mati. Kebelnya saja belum dihubungkan ke stopkontak. Dasar bodoh." Tanpa membuang waktu lagi aku pun segera mencolokkan kabel televisi itu ke stopkontak tanpa melihat terlebih dulu keadaan kabel tersebut. Sampai akhirnya...
Prang!
“JONGIN!”
BBZZZZZZTTTTTT
….semua berubah menjadi gelap.
*Kai POV END*
3 minggu kemudian
"Dokter, pasien ini sudah sadar dok!" kata seorang suster kepada sang dokter.
"Benarkah? Coba cek keadaannya, apa dia sehat atau tidak." Perintah sang dokter.
"Pasien ini sehat dokter. Dan lihat, matanya mulai terbuka!" Kata sang suster heboh.
Seorang namja yang merupakan pasien dari suster dan dokter itupun perlahan membuka matanya. Ia nampak kebingungan saat melihat ruangan tempat di mana ia berada sekarang. "Enngghh, ini dimana?" tanya sang namja. Ia mencoba mendudukkan dirinya di bantu oleh suster.
"Anda sekarang sedang berada di rumah sakit." Kata sang suster.
"Rumah sakit? Memangnya apa yang terjadi pada saya?" tanya namja itu bingung.
"Anda tersengat aliran listrik saat hendak mencolokkan kabel ke stopkontak. Anda tidak sadarkan diri selama 3 minggu." Kata dokter menjelaskan.
"Mwo? 3 minggu? Siapa yang mengantar saya kemari waktu itu dokter?" tanya namja itu lagi. Ia nampak masih tidak percaya.
"Entahlah saya tidak tahu. Dia bilang namanya Yebin." Kata dokter itu mengingat ingat.
"Lalu dia dimana dok? Apakah dia sering mengunjungi saya selama saya tidak sadarkan diri?" tanya namja itu lagi.
"Tidak. Terakhir kali ia mengunjungi anda 3 minggu yang lalu. Ia bilang tidak bisa menjaga anda di sini karena harus membeli televisi baru." Kata dokter.
JELEGERRR
"APA? HHHHH" setelah mendegar perkataan dokter tadi, namja itu pun kembali tidak sadarkan diri membuat sang dokter dan suster yang ada di sana panik. . . . .
"Apa-apaan dia, apa sebegitu pentingnya kah televisi dibanding nyawa namjachingunya? Huh kekasih macam apa dia itu." nampak seorang namja sedang mengoceh sendiri di koridor rumah sakit. Yap, namja itu adalah Kai.
Ternyata sewaktu ia hendak mencolokkan kabel tv ke stopkontak, kabel itu sudah agak terkelupas sehingga menyebabkan ia tersengat aliran listrik dan akhirnya koma selama 3 minggu.
Kemana Yebin? Ia lebih memilih untuk memanggil tukang service tv yang lain daripada harus menunggu Kai sembuh dari komanya. Jadi Kai hanya dianggap tukang service dadakan, eoh?
"Untung saja aku tidak mati." Ia terus mengoceh sambil berjalan menyusuri koridor rumah sakit. Ia masih tidak habis pikir dengan apa yang dilakukan Yebin padanya.
"Hhhh~ apa mungkin yang dibilang teman-temanku itu benar ya? Ah, masa bodo lah dengan Yebin. Toh yeoja cantik di negri ini masih banyak kan?" kata Kai lagi. "Aku harus melupakannya, dan cari yeojachingu yang baru! Yap, semangat Jongin!" kata Kai menyemangati dirinya sendiri.
Kai terus berjalan menyusuri koridor sambil sesekali bergumam sendiri. Saat ia akan melewati ruang tunggu rumah sakit, matanya menangkap sesosok yeoja cantik yang sedang duduk di bangku ruang tunggu tersebut.
Seketika Kai langsung menghentikan langkahnya untuk melihat kecantikan yeoja tersebut. Kulit putih susunya agak pucat, bibir berwarna merah muda yang tipis, serta surai hitamnya yang berkilau terkena sinar lampu membuat Kai terpesona pada pandangan pertama.
"Ah, cantik sekali. Apa dia manusia?" gumam Kai dalam hati. Ia pun langsung menghampiri yeoja itu dan mencoba mengajaknya berkenalan. Modus sekali -_-
"Ekhem, annyeong~" Sapa Kai kepada yeoja tadi. Yeoja yang disapa oleh Kai menoleh dan tersenyum, membuat Kai harus menahan detak jantungnya yang mulai berdetak tak beraturan.
'Aku semakin yakin kalau dia bukan manusia! Lihat saja senyumnya, seperti senyuman malaikat!' batin Kai heboh sendiri.
"Annyeong~ Nuguya?" tanya yeoja itu pada Kai.
"Kim Jongin imnida, tapi kau bisa memanggilku Kai." Kata Kai sambil mengulurkan tangannya ke arah namja itu. Tak lupa ia sunggingkan senyum mematikan andalannya.
"Ah, Kai. Minkyung, Kim Minkyung imnida." Kata yeoja itu menerima uluran tangan Kai.
"Nama yang indah, sama seperti orangnya." Kata Kai mencoba memuji. Nampak semburat merah muda muncul di kedua pipi Minkyung, membuatnya terlihat lebih manis.
"Eh? gomawo." Ucap Minkyung malu-malu. Kai hanya balas tersenyum. Ia jadi ingat saat menggombali Yebin dulu wajahnya juga sama seperti Minkyung sekarang. Eh, bukan kah tadi dia bilang mau melupakannya?
"Hmm, ngomong-ngomong kau sendirian saja? Sedang menunggu siapa?" tanya Kai pada Minkyung.
Tetapi entah kenapa setiap Kai berbicara kepada Minkyung, seorang ahjuma yang duduk di sebelah Minkyung melihatnya dengan tatapan yang aneh. Karena merasa risih diperhatikan seperti itu, Kai pun bertanya kepada ahjuma itu.
"Ahjuma kenapa menatap saya seperti itu? Apa ada yang salah dengan saya?" tanya Kai.
"Kau sedaritadi bicara dengan siapa?" ahjuma itu malah balik bertanya. Kai mengernyitkan alisnya bingung.
"Tentu saja dengan orang yang duduk di samping ahjuma. Yeoja cantik ini." kata Kai sambil menepuk pundak Minkyung.
"Apa kau gila? Daritadi bangku itu kosong. Hii lebih baik aku pergi saja." Kata ahjuma tadi lalu pergi meninggalkan Minkyung dan Kai. Kai hanya bisa melongo saat mendengar perkataan ahjuma tadi. Sedangkan Minkyung langsung menundukkan kepalanya.
"Ja, jadi ahjuma itu tidak bisa melihatmu?" tanya Kai masih dengan raut wajah tidak percaya. Minkyung mengangguk pelan.
"Ya, hanya kau yang bisa melihatku." Kata Minkyung lirih. Kai membelalakkan matanya tidak percaya.
"Jadi… Kau… ha, ha, HANTU!" jerit Kai sambil berlari secepatnya meninggalkan Minkyung. Kai terus berlari, membuat orang-orang di sana menatapnya dengan tatapan heran. Ia tak habis pikir kalau ternyata tadi dia berbicara dengan hantu.
Saat dirasa sudah cukup jauh dari rumah sakit, Kai pun menghentikan langkahnya sejenak untuk mengatur nafasnya yang sudah tidak beraturan karena berlari.
"Haah.. haaahh.. yang benar saja. Ternyata dia memang bukan manusia.. haaahh… haahh.. aku kira aku sudah bisa menemukan pengganti Yebin. Tapi ternyata.. haaahh.." kata Kai dengan nafas yang masih terengah. Kai menoleh ke belakang untuk memastikan bahwa Minkyung tidak mengikutinya. Dan benar saja, dibelakangnya tidak ada siapa-siapa.
"Untunglah hantu itu tidak mengejarku sampai kema– UWAAAA!" saat Kai kembali menoleh ke depan, tiba-tiba Minkyung sudah berada di hadapannya.
"A, ampun hantu to tolong jangan dekati saya. Saya masih mau hidup, saya masih mencintai Yebin. Saya mohon jangan sakiti saya tolong hantu saya mohon.." ucap Kai ketakutan sambil berlutut di hadapan Minkyung dengan tangannya yang saling bertautan dan mata tertutup. Minkyung hanya bisa memiringkan kepalanya, menatap Kai dengan tatapan 'dia-kenapa'.
"Hei sudahlah, aku tidak akan menyakitimu kok. Lagipula aku ini bukan hantu, jadi tidak perlu takut." Kata Minkyung. Kai yang mendengar hal itu mencoba memberanikan diri untuk melihat Minkyung.
'Memang tidak terlihat seperti hantu sih.' Gumam Kai dalam hati. Tapi ia langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat untuk menyangkal pemikirannya itu.
"Mana mungkin bukan hantu. Buktinya orang-orang tidak bisa melihatmu." Kata Kai membantah ucapan Minkyung.
"Tapi kau bisa melihatku." Ucap Minkyung sambil memasang wajah innocent.
'I iya juga ya?' batin Kai.
"I itu mungkin ha hanya kebetulan. Sudahlah aku mau pulang, kau bergentayangan saja di rumah sakit." Kata Kai hendak pergi meninggalkan Minkyung.
Saat baru bergerak selangkah, Minkyung menahan tangan Kai agar Kai tidak pergi kemanapun. Bulu kuduk Kai berdiri saat tangannya dipegang oleh Minkyung.
"Jangan pergi. Aku butuh bantuanmu." Ucap Minkyung. Kai kembali menoleh ke arah Minkyung dengan sedikit perasaan takut.
"Kenapa aku? Cari saja orang lain yang bisa membantumu. Aku tidak mau berurusan dengan hantu." Kata Kai dengan nada sinis, tetapi sebenarnya ia masih takut dengan Minkyung.
"Tidak ada yang bisa melihatku selain kau. Makanya aku minta bantuanmu." Kata Minkyung.
"Kalau aku tidak mau?" kata Kai.
"Oh ayolah, menolong seseorang itu kan perbuatan yang baik dan terpuji." Kata Minkyung mencoba membujuk Kai.
"Tapi kau kan bukan orang. Kau itu hantu." Ucap Kai.
"Aissh, sudah berapa kali ku katakan aku bukan hantu Kim Jongin!" kata Minkyung yang mulai terlihat kesal.
"Lalu kau itu apa kalau bukan hantu, eoh?" Kata Kai dengan nada yang sedikit meremehkan.
"Aku itu sama sepertimu, aku manusia. Hanya saja saat ini aku sedang koma. Sebagian jiwaku terpisah dari ragaku, makanya orang-orang tidak bisa melihatku." Kata Minkyung menjelaskan.
"Lalu kenapa aku bisa melihatmu?" tanya Kai.
"Entahlah. Mungkin karena kau juga baru sembuh dari koma makanya kau bisa melihatku." Kata Minkyung.
"Yang benar saja. Lalu kenapa kau bergentayangan seperti ini? kenapa tidak diam saja di kamar rawatmu, menunggu kau sembuh?" tanya Kai lagi. Minkyung terdiam sejenak sebelum akhirnya berbicara.
"Aku tidak tega melihat eomma ku yang terus-terusan menangis karena aku. Lagi pula sebentar lagi dokter akan melepaskan alat-alat yang menyambung hidupku jika eomma tidak membayar biaya pengobatan. Aku kasihan melihat eomma ku setiap hari bekerja banting tulang hanya untuk membiayaiku. Bahkan ia pernah bilang akan meminjam uang dari rentenir jika memang semua kerja kerasnya tidak cukup untuk biaya pengobatanku. Kau tahu kan bagaimana kejamnya rentenir itu? Aku tidak mau sampai eomma membahayakan dirinya sendiri demi aku." Cerita Minkyung panjang lebar. Ia terlihat menahan tangisnya saat menceritakan hal itu pada Kai.
"Hfff, berat sekali masalahmu. Baiklah, apa yang bisa aku lakukan? Yang penting eomma mu jangan sampai meminjam uang dari rentenir." Kai akhirnya mau membantu Minkyung.
Minkyung yang mendengar hal itu langsung menatap Kai dengan tatapan tidak percaya. Ia lalu tersenyum tulus kepada Kai, membuat jantung Kai kembali berdetak tak karuan.
"Pergilah ke kamar 012 tempat dimana aku dirawat. Lalu kemudian cabut semua alat rumah sakit yang menempel di tubuhku. Itu akan meringankan beban eomma ku." Ucap Minkyung dengan wajah tertunduk. Kai membelalakkan matanya.
"Mwo? Jadi kau menyuruhku untuk membunuhmu begitu? Andwae, kalau itu aku tidak akan mau membantumu!" Kata Kai kembali menolak.
"Ayolah aku mohon. Jika aku mati, eomma ku tidak perlu susah susah mencari uang untuk biaya pengobatanku. Dan juga ia tidak perlu meminjam kemanapun termasuk kepada rentenir." Kata Minkyung memohon.
"Kai, jebal.. bantu aku" kata Minkyung lagi sambil memasang pose memohon.
"Andwae. Aku tidak akan melakukannya. Kau lakukan saja itu sendiri, aku tidak mau menjadi seorang pembunuh." Ucap Kai dengan nada sinis. Ia pun pergi meninggalkan Minkyung tanpa menghiraukan Minkyung yang terus menerus memanggilnya. . . . .
"Yang benar saja, masa aku disuruh melepaskan peralatan rumah sakit yang menempel di tubuh orang sembarangan? Membantu dia sih, tapi apa bedanya aku dengan pembunuh? Hff dasar makhluk aneh." Gumam Kai pada dirinya sendiri.
Saat ini dia sudah berada di rumahnya. Rumahnya sepi, tidak ada siapapun kecuali dirinya. Kai pun mendudukkan dirinya di sofa yang ada di ruang tamu. Ia menyandarkan tubuhnya di sofa, mencoba menenangkan dirinya sejenak. Ia memijat-mijat keningnya saat mengingat kejadian-kejadian yang menimpa dirinya akhir-akhir ini. Banyak sekali pikiran yang mengganggunya, mulai dari Yebin yang lebih mementingkan televisi dibandingkan dirinya sampai kejadian saat ia bertemu dengan Minkyung jiwa yang terpisah sementara dari tubuhnya.
Saat masih terduduk di sofa, Kai merasakan ada seseorang yang mengamatinya dari belakang. Ia juga merasakan ada angin yang berhembus di belakang lehernya, membuat bulu kuduknya berdiri. Ia mencoba tidak memperdulikannya, tetapi perasaan tidak enak malah semakin menghantui pikirannya. Akhirnya ia memutuskan untuk melihat ke arah belakang. Dan betapa terkejutnya ia saat mendapati seorang yeoja sedang berdiri di belakangnya dengan wajah yang tertunduk.
"HUWAAAAAA!" jerit Kai yang kaget dengan kehadiran Minkyung yang tiba-tiba. Refleks ia pun berdiri dari posisi duduknya tadi.
"K-ke..kenapa ka kau bisa sa sampai ke mari?" tanya Kai dengan badan yang gemetaran saat melihat Minkyung sudah ada di rumahnya.
"Aku mengikutimu, tolong aku." Pinta Minkyung dengan tatapan yang sayu. Ia jadi terlihat mirip hantu sungguhan jika seperti itu.
"Tidak mau, aku tidak mau jadi pembunuh!" Ucap Kai menolak. "Cari saja orang lain! Jangan ganggu aku!" kata Kai lagi.
"Aku tidak akan mengganggumu lagi jika kau mau membantuku. Aku berjanji, hanya untuk kali ini saja. Aku mohon." Pinta Minkyung lagi.
"Tidak. Kalau aku bilang tidak ya tidak! Sekarang kau pergi dari sini, cepat!" kata Kai yang mulai emosi. Minkyung pun menunduk dan berjalan menuju pintu rumah Kai.
Sebelum benar-benar keluar dari rumah itu, Minkyung berbalik menatap Kai lagi dan berkata.
"Aku tidak akan berhenti mengikutimu sampai kau mau membantuku. Apapun yang terjadi kau harus membantuku Kai. Kau satu-satunya harapanku. Aku tidak akan melepaskanmu, Kim Jongin.." ucap Minkyung sambil tersenyum lembut ke arah Kai. Setelah itu, Minkyung pun menghilang entah kemana.
"Apa-apaan dia? Mengancamku sambil tersenyum malaikat seperti itu. Tunggu dulu, kenapa aku malah memujinya? Haisshh.." Kai terlihat mengacak-ngacak rambutnya frustasi.
"Kenapa aku? Kenapa aku yang harus bertemu dengannya?" kata Kai lemah. Ia sudah lelah dengan berbagai hal yang menimpa dirinya belakangan ini. Ia pun kembali merebahkan dirinya di sofa dan tak lama kemudian ia pun tertidur.
"Thatu thatu, aku thayang eomma. Dua dua, juga thayang appa. Tiga tiga, thayang Minyoungie juga. Thatu dua tiga thayang themuanya~" Terdengar suara seseorang yang sedang menyanyi lagu anak-anak. Suaranya terdengar lucu karena ia cadel mengucapkan S menjadi TH. Ya, orang yang sedang bernyanyi itu adalah Minkyung.
"Thatu thatu, aku thayang eomma.. Dua dua, juga thayang appa.. Tiga tiga, thayang Minyoungie juga.. Thatu dua tiga thayang themuanya.." suara nyanyian Minkyung kembali terdengar. Tetapi kali ini suaranya terdengar agak lirih.
"Thatu thatu, hiks aku thayang eomma hiks.. dua dua, juga thayang hiks appa.. tiga tiga, hiks thayang Minyoungie hiks juga… Thatu hiks dua hiks tiga thayang hiks themuanya hiks hiks…" kali ini Minkyung menyanyikannya sambil terisak.
"Eomma, appa, Minyoungie.. aku merindukan kalian.. aku ingin memeluk kalian lagi dan berkumpul bersama kalian.. Ah andai saja aku masih diberi kesempatan, aku pasti tidak akan menyianyiakan kesempatan itu. Eomma, appa, Minyoungie… jeongmal bogoshippeoyo, hiks hiks.." ucap Minkyung lirih sambil menghapus air mata yang mengalir di pipinya dengan kasar.
Ternyata diam-diam Kai yang sedang tertidur di ranjangnya mendengarkan Minkyung yang bernyanyi serta bergumam sendiri itu. Ia merasa tidak tega membiarkan Minkyung menangis dan ingin memeluknya. Tetapi ia urungkan niatnya itu saat mendengar ucapan Minkyung.
"Kalau masih mau berkumpul, kenapa dia minta di bunuh?"
Malam pun berganti menjadi siang. Posisi matahari saat ini sudah hampir mencapai puncaknya. Saat ini jam menunjukkan pukul 11.00 waktu Korea Selatan. Kai sudah bersiap untuk pergi ke rumah Yebin untuk mengambil sepeda motornya yang sempat tertinggal sewaktu ia ke rumah Yebin 3 minggu lalu. Ia juga ingin berkunjung sebentar untuk melihat keadaan yeojachingunya itu. Dalam hatinya Kai sangat merindukan Yebin.
"Kau mau kemana Kai?" sebuah suara menginterupsi Kai yang baru saja ingin pergi meninggalkan rumahnya itu.
"Bukan urusanmu." Kata Kai sinis lalu pergi meninggalkan rumahnya dan orang itu, Minkyung.
"Huh, aku kan cuma bertanya." Kata Minkyung sambil mengerucutkan bibirnya sebal.
Kai sudah sampai di depan gerbang rumah Yebin. Saat hendak masuk ke dalamnya, tanpa sengaja ia melihat Yebin yang sedang duduk di bangku teras bersama seorang namja. Ia pun memperhatikan mereka berdua yang sedang berbincang-bincang. Hatinya sangat sakit saat melihat wajah Yebin yang berseri-seri saat memandang namja itu. Dan yang lebih membuatnya sakit, dengan tiba-tiba namja itu mendekatkan wajahnya ke wajah Yebin lalu mencium pipi chubby milik Yebin. Namja itu mencium pipi Yebin agak lama dan Yebin juga terlihat sangat menikmatinya, membuat Kai yang melihat hal itu tidak bisa lagi menahan amarahnya. Ia segera menghampiri Yebin dan namja itu, membuat ritual cipika cipiki mereka terhenti.
"Jo-jongin, kau sudah keluar dari rumah sakit?" tanya Yebin dengan gugup. Kai hanya tersenyum meremehkan.
"Memangnya kenapa kalau aku sudah keluar dari rumah sakit? Kau takut aku mengganggu kegiatanmu dengan namjachingu baru mu ini?" ucap Kai dingin.
"A..apa maksudmu Jonginnie? Dia bukan namjachinguku. Dia hanya tukang service tv yang memperbaiki televisiku kemarin." Kata Yebin.
"Tukang service tv yang merangkap jadi tukang service hati ya? ha ha lucu sekali." Ucap Kai datar.
"Apa maksudmu? Aku benar-benar tidak ada apa-apa dengannya Jongin. Sungguh.." kata Yebin memelas.
"Ya ya ya, aku tidak mau bertengkar di sini. Aku datang ke sini hanya untuk mengambil sepeda motorku yang tertinggal kemarin. Kau taruh dimana motorku?" tanya Kai masih dengan nada datar.
"Motormu ada di garasi, dan kuncinya masih menempel di motornya. Jadi aku tidak berani mengambilnya." Kata Yebin sambil menunduk.
"Baiklah. Gomawo sudah menjaga motorku noona." ucap Kai sambil tersenyum. Yebin menatap Kai dengan tatapan aneh, karena Kai tidak pernah memanggilnya noona selama ini. "Dan, gomawo karena sudah mau menjadi yeojachinguku." Lanjut Kai, lalu ia pun berjalan meninggalkan Yebin dengan namja itu. Yebin membelalakkan matanya saat medengar ucapan Kai.
"Jongin apa maksudnya? Aku tidak mengerti." Tanya Yebin yang matanya sudah mulai berkaca-kaca. Kai membalikkan badannya, menatap Yebin sekilas dan berkata.
"Hubungan kita, cukup sampai di sini." Kata Kai lalu ia benar-benar pergi meninggalkan Yebin. Ia tidak tahu apa yang terjadi pada Yebin setelah itu. Yang ia tahu saat ia memacu motornya keluar dari rumah Yebin, Yebin memanggil manggil namanya sambil terisak. Setelah itu ia tidak perduli lagi dengan Yebin.
Kai memacu motornya dengan kecepatan sedang. Matanya tetap fokus ke arah jalan meskipun pikirannya sedang melayang entah kemana.
"Sekarang kau mau kemana, Kai?" sebuah suara membuyarkan lamunan Kai. Yap, ternyata Minkyung sudah duduk di belakang motor Kai.
"Aku tidak tahu, yang jelas aku tidak akan menemuinya lagi." ucap Kai datar sambil terus memacu motornya. Ia tidak terlalu perduli bagaimana cara Minkyung yang bisa dengan tiba-tiba berada di atas motornya. Mungkin ia sudah sedikit terbiasa dengan Minkyung yang sering muncul tiba-tiba.
"Kai apa kau tau, yeoja itu bukan cuma dia. Masih banyak yeoja lain yang pasti lebih baik darinya." Kata Minkyung. Kai hanya terdiam, tidak menjawab perkataan Minkyung.
"Kau itu namja yang baik, aku yakin suatu saat nanti kau akan menemukan pengganti yang lebih baik dari dia. Percayalah." Kata Minkyung lagi. Entah kenapa setelah mendengarkan ucapan Minkyung hati, Kai merasa agak lega. Tanpa sadar ia pun tersenyum tipis. . . . .
"Thatu thatu, aku thayang eomma. Dua dua, juga thayang appa. Tiga tiga, thayang Minyoungie juga. Thatu dua tiga thayang themuanya~" suara nyanyian itu kembali terdengar lagi.
Sudah tiga hari berlalu setelah insiden putusnya hubungan Kai dengan Yebin, Minkyung masih juga mengikuti Kai kemanapun Kai pergi. Dan setiap malam Minkyung selalu menyanyikan lagu anak-anak dengan aksen cadelnya yang sangat kentara.
"Yak! Apa kau tidak bisa menyanyikan lagu lain selain lagu itu, eoh? Aku tidak bisa tidur karena harus menahan tawa mendengar suara mu itu tau." Kata Kai sambil sedikit tertawa. Minkyung hanya bisa mengerucutkan bibirnya imut.
"Memangnya kenapa? Itu lagu kesukaan ku dan eonni-ku." Minkyung pouting.
"Iya aku mengerti itu lagu kesukaanmu. Tapi bisakah kau menyanyikannya dengan benar? Satu satu, bukan thatu thatu. Ahahaha" kata Kai sambil tertawa.
"Itu ciri khas ku. Kalau tidak mau dengar yasudah, tutup saja telingamu itu." kata Minkyung agak jengkel.
"Hahaha kau marah, eoh? aku hanya bercanda." Kata Kai sambil menahan tawanya. Minkyung hanya diam dan memalingkan wajahnya, berpura-pura marah.
"Yak! Jangan marah Minkyung-ah. Bbuing bbuing~" Ucap Kai meminta maaf sambil melakukan bbuing bbuing di hadapan Minkyung. Minkyung yang melihat hal itu langsung tertawa.
"HAHAHAHAHA apa-apaan itu? Wajahmu sama sekali tidak pantas untuk melakukan bbuing bbuing! Ahahahaha " Minkyung tertawa senang. Sekarang gantian Kai yang pouting.
"Yak! Kim Jongin jangan pouting seperti itu, tidak pantas tahu. Wahahahaha" Minkyung masih belum bisa mengendalikan tawanya.
"Yak! Jangan tertawai aku seperti itu. Sudahlah berhenti tertawa, aku lelah ingin istirahat." Kata Kai. Minkyung pun menghentikan tawanya.
"Haha baiklah, selamat beristirahat." Ucap Minkyung.
"Kau tidak tidur?" tanya Kai pada Minkyung.
"Hmm? Mau tidur dimana?" kata Minkyung bingung. Kai lalu menepuk nepuk bagian kasur di sebelahnya yang kosong.
"Tidur saja di sebelahku." Kata Kai sambil tersenyum.
DEG!
"Bolehkah?" tanya Minkyung ragu-ragu.
"Tentu saja." Jawab Kai. Minkyung pun tersenyum lalu mulai berbaring di sebelah Kai.
"Gomawo Kai." Kata Minkyung sambil tersenyum. Mereka berdua pun terlelap dalam tidurnya. Dan tanpa mereka sadari mereka tidur dengan posisi berpelukan.
Sudah berjalan 5 hari sejak pertemuan antara Minkyung dan Kai di rumah sakit. Mereka semakin hari semakin dekat, dan Kai lama-kelamaan mulai menyimpan perasaan pada Minkyung. Hari ini ia berencana untuk menyatakan perasaannya pada Minkyung. Tetapi ia urungkan niatnya saat Kai melihat Minkyung menangis di pojok kamarnya.
"Minkyung-ah? Gwaenchana? Apa yang terjadi?" tanya Kai pada Minkyung yang masih menangis. Minkyung hanya diam tidak menjawab pertanyaan Kai. "Apa yang terjadi? Jawab aku Minkyung-ah, jebal.." tanya Kai sekali lagi sambil memohon agar Minkyung menjawab pertanyaannya.
"Eomma ku.. tadi pagi aku mengunjunginya di rumah sakit. Aku… dia bilang dia mau meminjam uang ke rentenir besok, hiks. Aku harus bagaimana? Aku takut terjadi sesuatu pada eomma. Hiks hiks" ucap Minkyung lirih. Kai juga merasa sedih melihat orang yang ia cintai menangis seperti ini. Tetapi apa yang bisa ia perbuat untuk membantunya?
"Sudahlah, kau harus yakin kalau eomma mu akan baik-baik saja." Kata Kai mencoba menenangkan Minkyung. Minkyung menatap manik hitam milik Kai dalam.
"Kai, aku mohon cabut semua alat di tubuhku sekarang. Aku mohon Kai, tolong aku. Tolong eomma ku Kai, jebal.." ucap Minkyung memohon pada Kai. Sungguh saat ini Kai dihadapkan dengan pilihan yang berat. Jika ia tidak mengabulkan permohonan Minkyung ia tetap bisa bersama-sama dengan Minkyung sampai Minkyung sadar, tetapi eomma Minkyung akan kewalahan menghadapi rentenir. Sedangkan jika ia mengabulkan permohonannya maka ia dan Minkyung tidak akan bertemu lagi, tetapi eomma Minkyung tidak akan kesusahan lagi dan Minkyung akan bahagia di alamnya.
"Bagaimana Kai, kau mau kan membantuku? Tolong aku Kai, jebal.." ucap Minkyung kembali memohon, membuyarkan lamunan Kai. Kai terdiam sejenak sebelum menjawab permintaan Minkyung.
"Baiklah aku akan membantumu. Tetapi dengan satu syarat." Kata Kai akhirnya.
"Syarat apa? Apapun itu akan aku lakukan." Kata Minkyung mulai kembali semangat. Kai tidak menjawab pertanyaan Minkyung. Ia terdiam sampai akhirnya ia mulai membuka suara.
"Katakan kalau kau mencintaiku." Kata Kai dengan wajah yang memerah menahan malu. Minkyung sempat terkejut dengan syarat yang diberikan oleh Kai, tapi sesaat kemudian ia pun tersenyum penuh arti.
"Aku mencintaimu Kai. Jeongmal saranghaeyo Kim Jongin." Ucap Minkyung tulus. Ia pun mengecup pipi Kai sekilas, membuat sang empunya pipi hampir meleleh di tempat.
"Ba, baiklah.. gomawo Minkyung-ah." Kata Kai malu-malu membuat Minkyung ingin tertawa melihatnya.
"Haha, ne. Ayo kita segera ke rumah sakit!" kata Minkyung semangat sambil menarik tangan Kai menuju rumah sakit. Walaupun sebenarnya ia tidak ingin melakukan hal itu, tetapi ia harus melakukannya demi kebahagiaan Minkyung.
"Jadi, itu kau Minkyung?" tanya Kai sambil terus memandang tubuh seorang yeoja yang diyakini adalah tubuh dari Minkyung. Minkyung yang ditanya pun hanya bisa mengangguk merespon pertanyaan Kai.
Saat ini mereka sedang berada di depan kamar 012 tempat dimana tubuh Minkyung terbaring koma. Tubuh Minkyung benar-benar pucat dengan berbagai peralatan medis yang menempel di sekujur tubuhnya. Kai hanya bisa memandang tubuh itu prihatin. Minkyung yang sedang koma benar-benar terlihat sangat lemah.
"Kau sudah lihat kan? Keadaanku saat ini benar-benar sangat memprihatinkan. Tidak ada tanda-tanda bahwa aku akan segera bangun dari koma. Dan jika terus seperti ini eomma ku pasti akan sangat kesusahan." Ucap Minkyung lirih. Matanya mulai berkaca-kaca menahan tangisnya.
"Tapi Minkyung, jika kau mati apa itu tidak akan menyakiti hati eomma mu? Dia pasti akan sangat merasa kehilangan bukan?" tanya Kai. Minkyung terdiam sejenak.
"Ya, mungkin ibuku akan sangat merasa kehilangan. Tetapi hal itu hanya akan berlangsung sementara. Aku hanya tidak mau membebani eomma ku lebih dari ini." kata Minkyung.
"Hhh~ baiklah. Lalu bagaimana caranya agar aku bisa melepas alat-alat itu? Tidak mungkin kan dengan tiba-tiba aku langsung menerobos masuk ke dalam lalu melepas semua alat yang menempel di tubuhmu? Kalau ada yang tiba-tiba melihatnya aku bisa langsung di lempar ke penjara." Kata Kai.
'Ada benarnya juga perkataan Kai.' Batin Minkyung. Ia nampak berfikir sejenak, sampai akhirnya ia mendapatkan sebuah ide.
"Ah, aku tahu! Kau harus menyamar Kai." Ucap Minkyung kelihatan sumringah. Kai mengerutkan keningnya bingung.
"Menyamar? Menyamar jadi apa?" tanya Kai bingung dengan ide yang diberikan oleh Minkyung.
"Apa harus menyamar seperti ini? Nanti kalau ternyata ada OB sungguhannya bagaimana?" tanya Kai sambil melihat keadaan tubuhnya yang berbalut seragam tukang bersih bersih rumah sakit itu. Ya, Minkyung menyuruh Kai mencuri seragam OB untuk melakukan penyamaran.
"Tenang saja, wajahmu sangat mendukung untuk menjadi cleaning service kok. Tidak akan ada yang curiga kalau kau adalah penyusup jika kau berpakaian seperti ini." kata Minkyung meyakinkan. Kai hanya bisa sweatdrop mendengar pernyataan dari Minkyung tadi. Apa tadi, dia bilang wajahnya mendukung jadi cleaning service?
"Sudahlah ayo cepat masuk, sebelum orang-orang di luar sini mencurigai mu." Kata Minkyung lagi. Kai hanya bisa menuruti perkataan Minkyung. Kai dan Minkyung kemudian masuk ke dalam ruang 012, tempat dimana tubuh Minkyung terbaring koma. Kai sebenarnya tidak tega jika harus 'membunuh' anak orang seperti ini. Tapi apa daya, ini sudah kemauan dari sang empunya tubuh –Minkyung–.
Tetapi ada yang aneh dengan Minkyung. Kai samar-samar mendengar Minkyung bergumam 'mianhae' beberapa kali. Ia semakin ragu untuk melepaskan alat alat medis yang menempel pada tubuh Minkyung.
"Kenapa diam saja? Cepat lakukan sebelum ada yang datang Kai." Kata Minkyung.
"Apa kau yakin ingin mengakhiri hidupmu sekarang? Jika kau mati, nanti kita tidak akan bisa bertemu lagi." ucap Kai sambil menatap Minkyung penuh arti. Minkyung yang merasakan betapa dalam tatapan Kai padanya hanya bisa memalingkan wajahnya.
"Mianhae Kai, tapi ini untuk eomma ku." Ucap Minkyung pelan, nyaris tidak terdengar.
"Hmm, yah, baiklah. Aku akan melakukannya untuk kebaikanmu." Jujur saja Kai sangat kecewa dengan keputusan Minkyung. Tapi ia tidak bisa memaksanya bukan? Toh ia bukanlah siapa-siapa.
Kai pun perlahan mulai mendekati tubuh Minkyung yang sedang terbaring di ranjang pasien. Dan dengan perlahan pula tangannya mulai bergerak untuk menggapai masker oksigen yang bertengger/? di wajah cantik Minkyung. Saat tangannya sudah hampir berhasil menggapai masker tersebut, tiba-tiba pintu ruangan terbuka. Kai yang menyadari hal itu sontak langsung menarik kembali tangannya yang sudah hampir berhasil meraih masker oksigen tersebut.
Di depan pintu ruangan sudah berdiri seorang namja yang mengenakan pakaian yang sama dengan yang digunakan Kai. Namja itu menatap Kai dengan tatapan yang sulit diartikan, begitu pula dengan Kai. Sedangkan Minkyung yang melihatnya hanya bisa menepuk keningnya sendiri.
"Yak! Apa yang sedang kau lakukan di sini, eoh?" tanya namja tadi kepada Kai.
"A-aku? tentu saja membersihkan ruangan ini." kata Kai agak sedikit tergagap.
"Apa kau tidak lihat jadwal di ruang kebersihan, sekarang aku lah yang bertugas di ruangan ini. Kau tidak boleh masuk sembarangan ke ruangan ini tau." Kata namja tadi menceramahi Kai.
"Ah, mianhae tadi saya lupa melihat jadwalnya. Baiklah, sebaiknya saya segera pergi dari sini saja ya. Mianhae, Kris." Ucap Kai sambil berlalu meninggalkan namja tadi di ruangan itu.
"Darimana dia tahu namaku?" gumam namja itu sambil menggaruk tenguknya yang tidak gatal.
"Tentu saja tahu, dia kan membaca nama di bajumu, pabo!" kata Minkyung jengkel. Walaupun begitu tentu saja namja bernama Kris itu tidak akan bisa mendengar suara Minkyung. Kris memilih untuk mengabaikan Kai lalu mulai mengerjakan pekerjaannya. Sedangkan Minkyung? Dia memilih untuk berjalan menyusul Kai yan sudah berlari entah kemana.
Kai dan Minkyung kembali memasuki ruangan tempat Minkyung dirawat. Mereka –atau lebih tepatnya Minkyung– masih belum menyerah untuk melepaskan peralatan medis dari tubuh Minkyung. Kali ini Minkyung mempunyai ide yang lebih gila lagi untuk penyamaran Kai. Awalnya Kai sudah bersikeras untuk menolak ide Minkyung tersebut. Tetapi entah kenapa ia selalu bisa luluh dan akhirnya menuruti kemauan Minkyung.
"Apa tidak ada penyamaran yang jauh lebih baik dari ini, eoh? Kau membuat harga diriku sebagai namja tampan jatuh, Kim Minkyung!" kata Kai sambil menatap horror ke arah Minkyung. Minkyung yang di tatap oleh Kai malah terlihat menahan tawanya. Sungguh penampilan Kai saat ini benar-benar membuatnya ingin tertawa.
"Hmpp, sudahlah tidak usah banyak bicara. Lebih baik segera kau lakukan saja sebelum ada orang yang masuk lagi seperti bule jadi-jadian tadi." Suruh Minkyung sambil menahan tawanya.
"Ck, sudah menjatuhkan harga diriku, berani memerintahku pula. Dasar yeoja cantik yang aneh." Kai berdecak sebal. Tanpa ia sadari decakannya /? itu membuat rona merah dipipi Minkyung muncul.
Kai kemudian kembali melakukan aksinya. Ia berusaha menggapai masker oksigen yang digunakan Minkyung. Kai sudah berhasil menyentuh masker tersebut, dan tinggal dilepaskan saja maka tugasnya untuk membantu Minkyung selesai. Tetapi saat akan menarik masker tersebut pintu ruangan kembali terbuka dan kembali menampakkan sosok seorang tukang bersih-bersih k.a Kris. Kris kembali menatap Kai dengan tatapan yang lebih sulit diartikan dari yang tadi. Setelah berhasil mencerna apa yang sedang terjadi, Kris pun kembali membuka suara.
"Nyo.. nyonya, apa yang anda lakukan?" tanya Kris hati-hati. Tunggu, kenapa Kris memanggil Kai dengan sebutan 'nyonya'? Mari kita lihat keadaannya.
Saat ini Kai sudah mengenakan baju ala ibu-ibu lengkap dengan rambut palsu yang dikonde rapi, serta bedak tebal dan lipstick merah menyala yang dipoleskan pada bibir tebalnya. Tak lupa aksesoris seperti cincin dengan batu yang besar dan juga anting bulat-bulat yang panjang dipakai oleh Kai. Benar-benar terlihat seperti ibu-ibu sungguhan.
Kai yang menyadari tatapan kecurigaan dari Kris pun dengan sigap langsung memulai sandiwaranya. Tangannya yang semula memegang masker oksigen, kini mulai beralih untuk memegang kepala Minkyung. Ia pun –berpura-pura– menangis tersedu-sedu layaknya seorang ibu yang tidak sanggup melihat keadaan anaknya yang lemah.
"Huhuhuh anakku, kenapa kau tak kunjung terbangun dari tidurmu nak? Eomma benar-benar sangat merindukan keceriaan mu dulu. Ireona chagiya, ireona.. jebal.." ucap Kai sambil mengelus rambut Minkyung lembut. Tak lupa ia membuat suaranya agar mirip seperti suara perempuan.
Aneh? Itu sudah pasti.
Kris masih menatap Kai dengan tatapan curiga.
'Setahuku wajah nyonya Kim tidak seburuk ini. Dan nyonya Kim itu sangat cantik. Kenapa nyonya Kim berubah jadi mirip bencong seperti ini?' batin Kris.
"Maaf nyonya, bukannya saya lancang. Tapi, apakah nyonya itu nyonya Kim? Setahu saya wajah anda tidak seperti ini kemarin." Tanya Kris dengan nada yang sopan, tapi benar-benar tepat sasaran.
"Aku? Aku ini nyonya Han. Memangnya siapa itu nyonya Kim?" Kai balik bertanya kepada Kris. Tetapi sesaat kemudian Kai mulai menyadari betapa bodohnya pertanyaannya itu.
"Nyonya Kim itu ibu dari pasien ini. Kalau anda bukan nyonya Kim, lalu untuk apa anda berada di sini? Apa jangan-jangan anda ini..." ucapan Kris terputus karena Kai sudah langsung berbicara memotong ucapan Kris.
"Ah, sepertinya aku salah masuk kamar ya? Haha mungkin anakku ada di kamar sebelah. Kalau begitu aku permisi dulu, tuan Kris." Ucap Kai sambil buru-buru pergi meninggalkan ruangan itu dan Kris yang masih tercengang.
"Kenapa orang itu juga tahu namaku? Apa aku sebegitu terkenal di sini? Hah, memang sulit ya jadi orang tampan." Kata Kris bernarsis ria. Minkyung yang masih berada di ruangan itupun hanya bisa sweatdrop mendengar perkataan Kris.
"Dasar bule jadi-jadian." Ucap Minkyung. Kemudian ia pun keluar dari ruangan itu untuk menyusul Kai.
"Apa kau yakin kali ini akan berhasil? Kita sudah dua kali mencoba dan hasilnya selalu gagal." Kata Kai sudah mulai putus asa.
"Aku sangat yakin kali ini pasti berhasil. Si bule jadi-jadian itu tidak akan berani mengusir dokter dari ruangan pasien. Yang ada dokter lah yang akan mengusirnya keluar dari ruangan itu." ucap Minkyung meyakinkan Kai.
Ya, sekarang Kai sudah memakai jas seorang dokter yang entah ia dapatkan darimana. Mereka masih belum menyerah untuk melakukan aksi mereka. Sebenarnya Kai sudah tidak mau, tetapi Minkyung selalu memaksanya sehingga Kai tidak bisa menolak.
"Baiklah. Kalau sampai yang sekarang gagal lagi, itu artinya kau memang belum diizinkan untuk mati Minkyung." Ucap Kai. Lalu ia kembali melakukan aksinya.
Tangannya mulai bergerak menggapai masker oksigen yang digunakan Minkyung. Tetapi belum sempat Kai menyentuh masker tersebut sebuah suara sudah menginterupsinya, membuat jantungnya hampir meloncat keluar dari tempatnya.
"DOKTER! APA YANG ANDA LAKUKAN?!" teriak seorang yeoja paruh baya membuat Kai menghentikan aksinya. Kai terdiam tidak menjawab yeoja tersebut. Yeoja itu menghampiri Kai dan menatapnya dalam. Kemudian ia mulai berbicara.
"Apa yang mau anda lakukan terhadap putriku tadi? Apa anda ingin membunuhnya? Membiarkan nyawanya melayang begitu saja?" tanya yeoja yang ternyata adalah ibu dari Minkyung dengan nada sedikit geram.
"Bukankah dokter bilang akan memberi saya waktu seminggu lagi untuk melunasi biaya perawatan anak saya? Ini baru satu hari dok, tapi kenapa dokter tega mau melepas masker oksigen anak saya?" tanya nyonya Kim –ibu Minkyung– dengan mata yang sudah mulai berkaca-kaca. Kai masih terdiam. Ia benar-benar bingung mau menjawab apa. Akhirnya ia pun melepas jas dokter yang ia kenakan, membuat yeoja di hadapannya menatapnya tidak mengerti.
"Maafkan saya ahjuma, sebenarnya saya bukanlah seorang dokter." Aku Kai kepada nyonya Kim, membuat yeoja peruh baya itu sedikit tercengang.
"Lalu kau itu siapa? Mahasiswa kedokteran?" tanya nyonya Kim. Kai menggeleng.
"Aku Kai, temannya Minkyung." Ucap Kai. Nyonya Kim menatap Kai tidak percaya.
"T-teman Minkyung? Lalu, apa yang kau lakukan di sini?" tanya nyonya Kim lagi.
"Mungkin ini terdengar tidak masuk akal, tapi aku bersumpah jiwa Minkyung yang sedang koma datang menghampiri ku. Ia memintaku untuk melepas semua peralatan medis di tubuhnya. Ia bilang tidak mau menyusahkan ahjuma terus. Ia tidak mau ahjuma sampai meminjam uang ke rentenir hanya untuk membayar semua biaya perawatannya." Ucap Kai menceritakan semuanya. Nyonya Kim terdiam sesaat, seakan masih belum percaya dengan perkataan Kai.
"Tapi Kai, yang sedang koma saat ini bukanlah Minkyung. Minkyung sudah meninggal 6 tahun yang lalu." Ucap nyonya Kim agak lirih.
JELEGERRRR
'Apa? Jadi Minkyung yang aku lihat selama ini benar-benar… Hantu?' batin Kai. Ia membelalakkan matanya tidak percaya. Jadi selama ini dia bisa berinteraksi dengan hantu? Ah, benar-benar tidak bisa dipercaya.
Kai kemudian mengarahkan pandangannya ke arah Minkyung. Minkyung hanya bisa menundukan wajahnya, sama sekali tidak berani untuk menatap Kai.
"Yang sedang koma ini adalah Minyoung. Dia adalah kakak dari Minkyung. Wajah mereka memang terlihat sangat mirip sehingga sering dikira anak kembar." Kata nyonya Kim sambil mengelus lembut pipi mulus milik anaknya itu. Kai hanya terdiam membiarkan nyonya Kim bercerita.
"Minkyung sangat dekat dengan Minyoung, begitupun sebaliknya. Mereka hampir tidak pernah berpisah, selalu bersama-sama dimanapun dan kapanpun. Minkyung selalu minta ditemani oleh Minyoung kemanapun ia pergi, karena Minkyung itu paling takut sendirian." Ucap nyonya Kim lirih sambil mengelus pelan pipi mulus milik Minyoung.
"Dan pada suatu hari Minkyung jatuh sakit. Minyoung benar-benar sangat khawatir. Ia rela menjaga Minkyung semalaman, karena ia tahu kalau Minkyung takut sendirian." Nyonya Kim masih mengelus pipi Minyoung lembut.
"Tetapi takdir berkata lain. Penyakit Minkyung lama kelamaan semakin parah, dan akhirnya Minkyung meninggal." Lanjut nyonya Kim lagi. Kali ini ia sudah tidak kuat untuk menahan tangisnya. Kai yang melihat hal itu hanya bisa terdiam ikut merasakan apa yang dirasakan oleh nyonya Kim.
"Saat itu aku merasa sangat gagal menjadi seorang ibu. Aku tidak bisa menjaga Minkyung-ku. Aku merasa sangat kehilangan, tapi Minyoung jauh lebih kehilangan. Semenjak Minkyung meninggal Minyoung jarang makan dan akhirnya dia pun jatuh sakit. Ternyata Minyoung mengidap penyakit yang jauh lebih mematikan dari yang Minkyung alami. Dan sekarang Minyoung terbaring koma, membuatku takut kalau aku akan kehilangan putriku lagi. Aku rela banting tulang siang malam hanya untuk membiayai pengobatannya. Dan aku sama sekali tidak merasa kesusahan. Aku akan melakukan apapun asalkan putriku tetap hidup. Aku benar-benar tidak ingin kehilangan putriku untuk yang kedua kalinya." cerita nyonya Kim dengan sangat lirih. Kai hanya bisa menatap prihatin nyonya Kim yang menangis sambil menciumi tangan anaknya itu. Ia pun melirik sebentar ke arah Minkyung yang ternyata juga sudah menangis.
"Kau lihat kan Minkyung, ibumu rela melakukan apapun untuk melindungi satu-satunya harta yang ia miliki saat ini. Apa kau tega membunuh saudaramu sendiri dan membiarkan ibumu merasakan kehilangan untuk yang kedua kalinya?" tanya Kai. Minkyung terdiam, masih terisak. Ia benar-benar merasa bersalah terhadap ibunya dan juga Minyoung hyung nya.
"Kau benar Kai, tidak seharusnya aku memintamu untuk membunuh Minyoung eonni. Mianhae, jeongmal mianhae." Ucap Minkyung sambil tersenyum pedih melihat ibunya yang masih terisak menggenggam tangan Minyoung.
"Kalau begitu urusanku di sini sudah selesai. Terimakasih Kai, kau sudah mau membantuku." Ucap Minkyung, kali ini ia tersenyum tulus.
"Kau mau kemana? Tidak bisakah kau tetap di sini bersamaku?" tanya Kai. Ia benar-benar tidak ingin Minkyung pergi dari hidupnya.
"Mianhae Kai, tapi tempatku bukan di sini. Aku harus kembali ke tempat di mana seharusnya aku berada. Ah, dan tolong sampaikan pada eomma ku, bilang kalau aku sangat mencintainya." Ucap Minkyung lagi. Lalu ia pun berjalan pergi meninggalkan ruangan itu. Wujudnya lama kelamaan memudar. Dan Sebelum wujudnya benar-benar hilang, Minkyung berbalik menatap Kai kemudian tersenyum penuh arti.
"Kai, jangan lupakan aku ya." ucap Minkyung untuk yang terakhir kalinya. Kemudian sosok Minkyung pun menghilang dari pandangan Kai. "Tidak akan Minkyung-ah, tidak akan." Gumam Kai lirih sambil tersenyum pahit melihat kepergian Minkyung.
*1 Minggu kemudian*
Seorang namja berkulit tan sedang terduduk di sebuah kursi yang berada di belakang ruang kelas sendirian. Pandangan matanya memandang ke luar jendela dengan tatapan kosong.
Ya, hari ini adalah hari pertama Kai masuk kembali ke sekolahnya. Sudah seminggu berlalu, tetapi Kai masih belum bisa melupakan kejadian yang ia alami waktu itu. Kejadian saat ia bertemu dengan seorang yeoja yang ternyata adalah arwah penasaran yang bisa membuatnya terpesona.
"Kim Minkyung, aku ingin bertemu lagi dengan mu." Gumam Kai pelan, bahkan sangat pelan.
TEEETTTTT… TEEETTTT…
Bel masuk pun berbunyi membuat Kai tesadar dari lamunannya tentang Kim Minkyung. Murid-murid teman sekelas Kai pun mulai memasuki ruang kelas, menunggu seongsaengnim mata pelajaran pertama datang. Saat Park seongsaengnim datang semua murid pun terdiam di tempatnya.
"Annyeong. Hmm pagi ini kita kedatangan seorang murid baru. Semoga kalian dapat berteman baik dengannya." Ucap Park seongsaengnim sambil tersenyum. "Nah, nak silahkan masuk." Ucap Park seongsaengnim mempersilahkan orang di luar sana untuk masuk. Seluruh murid yang ada di kelas pun sontak langsung mengalihkan pandangan mereka ke depan kelas, tak terkecuali Kai.
Betapa terkejutnya Kai saat melihat wajah murid baru tersebut.
'Jangan jangan dia….' batin Kai.
"Annyeong chingudeul. Joneun Oh Minkyung imnida. Aku adalah murid pindahan dari Mokpo. Aku harap kita semua dapat berteman baik." Ucap murid baru itu sambil membungkukkan badannya sopan. Tak lupa senyum manis ia sunggingkan, membuat orang-orang yang melihatnya terpesona.
"Baiklah Oh Minkyung, sekarang kau bisa duduk di sebelah… ah, kau silahkan duduk di bangku yang ada di sebelah Kim Jongin. Kim Jongin silahkan angkat tanganmu." Perintah Park seongsaengnim kepada Kai. Kai pun segera mengangkat tangannya agar Minkyung bisa melihatnya. Setelah itu Minkyung langsung berjalan menghampiri Kai, lalu duduk di bangku sebelah Kai.
"Annyeong, Oh Minkyung imnida." Sapa Minkyung kepada Kai. Kai hanya terdiam kemudian berkata.
"Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Kai sambil menatap Minkyung intens. Minkyung hanya membalas tatapan Kai dengan senyum yang sangat sulit untuk diartikan.
"Mungkin… kita memang pernah bertemu."
FIN.
Semoga ff ini bisa mengantar aku untuk bertemu idolaku amiin.. #FreeTixEXOLUXION
bantu like dan comment juseyo ^^