CHAPTER 1 : PROMISE
Semua orang bilang kami memiliki setengah keberuntungan dari kesuksesan kami dan sisanya kerja keras kami sendiri. Keberuntungan itu disebut-sebut karena kami hadir saat sejarah sudah mengakui kesuksesan agensi kami, keberuntungn itu juga disebut-sebut karena kami terbentuk secara apik dan dikemas bagaikan manusia super yang turun dari planet lain.
Kami memikul beban itu, beban keberuntungan itu. Sebagian orang menganggumi dan menanti pertunjukan kami sebagian merasa iri dan enggan menoleh kearah kami. Sekali lagi, kami memikul beban itu.
Sebelum hari dimana lagu kami pertama kali akan didengarkan langsung dari mulut kami, kakiku tidak berhenti bergetar. Aku menyenderkan punggungku pada dinding dan memijitnya sebentar. Padahal, sudah sangat lama kami berlatih lagu dan tarian yang sama, padahal sudah beberapa tahun yang lalu aku tahu bahwa hal ini akan terjadi.
"Hyung" panggil seorang pria yang yang jauh lebih tinggi dariku.
"Aku tidak tahu apa aku bisa" wajahnya terlihat cemas dan memandangiku seperti anak kecil yang baru pertama kali akan memasuki sekolah.
Aku juga sama takutnya dengan Sehun, rekan kerjaku saat menjadi trainee dan temanku saat menjadi bintang nanti.
"Kau pasti bisa" aku meyakinkan dengan senyuman. Meski aku saja belum yakin apa kakiku akan terlihat baik saat dipanggung. Beberapa dari kami masih duduk sambil termenung dan membiarkan para stylis membentuk rambut kami. Bagianku sudah selesai jadi aku berdiri disudut ruangan. Aku melihat salah satu temanku mengembungkan pipinya kemudian menghembuskan napas panjang. Melihat itu membuatku makin gugup jadi aku memilih melihat yang lain. Disana ada temanku yang lain, ia sibuk menelepon seseorang tapi sepertinya orang yang ia hubungi tidak kunjung menjawab. Ia terus memastikan layar ponselnya kemudian kembali menekankan benda itu ditelinganya, ia juga tampak gugup. Namanya Chen.
Tidak ada yang bisa aku lakukan selain menunduk dan mengingat apa yang harus aku lakukan di panggung. Melepaskan bebanku itulah salah satu yang harus aku lakukan, dan kami semua lakukan.
Setelah pertunjukan itu selesai, beberapa rekan kerjaku memeluk orangtuanya dan menangis didalam pelukan mereka. Aku hanya melihat ternyata beban itu malah bertambah, karena saat itu beban keberuntungan kami tidak berkurang. Kami kembali mendapat pujian, kami kembali dapat cacian.
Hari berlalu, waktu itu saat beberapa diantara kami berada di dorm. Ada yang tertidur di sofa, ada yang makan dengan lahap di dapur dan ada yang sibuk bermain piano di kamarnya. Saat itu kami telah merampungkan Music Video kedua kami dan menunggu pihak agensi untuk meng-upload full video kami. Kami sama seperti penggemar, menunggu lalu merasa terkejut kemudian. Kami sama seperti penggemar, merasa marah dan lelah kemudian dan kami masih sama seperti penggemar yang mendoakan dan menangis bersama kemudian. Kami memiliki beban yang sama bukan? Kami memiliki kesenangan yang sama bukan?
Rekan kerjaku, pernah bertanya saat kami masih menjadi seorang trainee "Hyung, nanti jika hyung sudah terkenal apa yang akan hyung lakukan lebih dulu?" Tanyanya.
Aku tidak pernah berpikir itu sebelumnya, dan berkat pertanyaan itu aku mencoba menempatkan diriku menjadi seniorku yang sudah terkenal lebih dulu melihat apa yang mereka lakukan setelah mereka terkenal. Mungkin aku akan mengirimkan uang untuk kedua orangtuaku itupun jika mereka benar-benar ingin menerimanya, atau pergi ketempat ibadah, bisa juga hanya mengangumi diriku yang sudah menjadi bintang. Tapi untuk diriku nanti? Aku masih belum tahu. Jadi aku hanya mengangkat kedua bahuku karena tidak tahu jawabannya. Namun sejak kami tampil kedepan publik aku tahu apa yang harus aku lakukan setelah itu. Yaitu memikirkan komentar publik.
Saat Music Vidoe kami muncul selalu ada rasa takut, saat kami kembali ke panggung selalu ada rasa gugup, semua itu bukan karena belum terbiasa tapi karena beban keberuntungan kami itu.
Berapa kali aku mendengar kelompok kami tidak akan sesukses ini tanpa agensi raksasa kami, memang benar. Berapa kali aku mendengar kelompok kami tidak akan sesukses ini tanpa senior yang melambungkan nama agensi kami, dan itu juga benar. Lalu kami memikul semua beban itu. Sekali lagi kami sama seperti penggemar, kami sama-sama berjuang mematahkan hal itu, kami sama-sama membuktikan itu.
Sama seperti semua kelompk penyanyi lain, kami berjuang, kami menanggung beban, lalu mengapa orang-orang itu tidak berhenti menutup mata saat kami tersenyum dan tidak berhenti menutup telinga sangat kami bersuara?
Saat aku merasa hampir semua yang kami inginkan sudah tercapai keraguan atas beban itu muncul. Masihkah beban itu sama? Atau kami sudah benar-benar membuktikan kalau kami memang sudah meraih kesuksesan dengan kerja keras kami. Aku ingin mencaritahunya lewat salah satu temanku yang duduk disofa dengan kaku, namun tidak sekaku gerakannya saat dipanggung.
"Kai" seruku dan duduk disampingnya. Waktu itu kami sedang menunggu giliran tampil disalah satu acara musik. Dia hanya mengangkat alisnya dan tersenyum sedikit.
"kenapa melamun?" Tanyaku pura-pura tidak tahu tentang rasa kantuknya. Dia menggeleng dan mengusap halus wajahnya. Kai salah satu anggota dengan tinggkat kelelahan cukup tinggi, tentu saja ia mengerahkan seluruh gerak tubuhnya dipanggung, dan mengerahkan seluruh tenaganya saat berlatih.
"Aku ingin bertanya beberapa hal sebenarnya" ucapku santai. Dia mulai menaruh perhatian pada ucapanku.
"Aku selalu merasa memiliki beban sejak kita debut" ucapku jujur. Ia sedikit terlihat terkejut dan melirik kearah teman-teman kami yang tidak sedang mendengarkan.
Kai terlihat berpikir "Emm mungkin karena gugup, aku juga sering begitu" jawabnya. Sepertinya Kai mengetahui maksudku, namun ia mencoba untuk bersikap seolah aku hanya merasa gugup seperti baru pertama kali bernyayi dipanggung. Aku tidak meneruskan pertanyaanku karena aku rasa Kai bukan orang yang tepat untuk membicarakan hal ini. Dia adalah rekan kerjaku yang baik, dia pekerja keras dan sepertinya enggan memikirkan hal-hal yang aneh sepertiku.
Hari berganti lagi, dorm kami kembali penuh dengan makanan, pakaian, boneka dan semacamnya dari penggemar. Biasanya kami akan merasa senang dan berhamburan melihat hadiah apa saja yang kami dapat. Namun, kali ini kami tidak melakukannya. Kami terlalu lelah dan memilih istirahat, bahkan salah satu dari kami harus dilarikan ke rumah sakit.
Aku masuk kedalam kamar, berganti pakaian dan meluruskan kakiku saat aku sudah berada diatas tempat tidur. Rasanya seluruh badanku terasa ngilu. Aku berusaha menahannya agar teman sekamarku tidak begitu terganggu dengan suara keluhanku. Aku membuka ponselku dan mendapat beberapa pesan dari saudara dan teman-temanku. Mereka bilang merindukanku. Begitu pun juga aku. Aku sangat merindukan mereka dan kedua orangtuaku pastinya, aku rindu kembali kesana.
Rasa rindu ini semakin terasa ketika aku benar-benar sedang melawan sesuatu. Melawan sesuatu dalam hatiku yang menginginkan beban ini terlepas. Tapi aku tidak tahu bagaimana caranya.
Sebenarnya, kami semua sudah menunjukan yang terbaik dengan talenta kami. Bahkan jika aku ukur kami hanya memiliki beban keberuntungan sangat sedikit dan sisanya kami benar-benar sukses karena kerja keras kami sendiri. Tapi saat itulah ternyata kami diuji. Saat puncak semua anggota kami dikenal masyrakat, saat puncak semua anggota kami dikagumi. Ada yang memilih pergi.
Rekan kerjaku itu pergi ke negara asalnya dan tidak pernah kembali lagi ke panggung bersama kami. Ia tidak akan bekerja lagi bersama kami, tidak akan menghabiskan waktu bersama kami lagi.
Aku tidak menyalahkannya dan mulai berpikir rasional. Bayangkan saja bekerja tanpa ada orangtua yang bisa dikunjungi, tanpa ada saudara yang menjeguk dan tanpa ada teman lama yang diajak bertemu karena berbeda negara. Banyak dari rekan kerjaku yang menyalahkannya yang memilih pergi, menyalahkan ketidak sempurnaan kelompok dan mungkin menyalahkan diri mereka sendiri. Beban keberuntungan itu kini merubah warnanya. Dahulu, orang-orang dapat menyinggung ketenaran kami yang bukan semata-mata hasil kerja keras sekarang orang-orang dapat menyinggung karena hanya bermodal keberuntunganlah sebab anggota kami berkurang. Siapa yang tidak sedih? Lalu kami kembali bersikap sama seperti penggemar, marah.
Seperti yang aku bilang beban keberuntungan itu berubah warna, menjadi hitam pekat. Tidak ada dari kami yang berpikiran jernih, tidak ada dari kami yang membuka hati. Kami kembali berlatih dengan keras karena setelah itu semua berubah, tempat kami berdiri dipanggung maupun waktu kami bernyanyi. Harus ada yang menggantikan satu tempat yang kosong bukan?
Kesedihan bercampur rasa lelah, rekan kerjaku mengeluhkan kekosongan tarian mereka, mereka seperti tidak bergairah, seperti tidak memiliki semangat. Ketika mereka sibuk bersedih memikirkan keutuhan anggota, aku menelan rasa rindu pada Negaraku, ingin aku juga ikut mengeluh tentang semuanya ke Ibuku, ingin aku pergi bersama teman-teman sekolahku untuk menghilangkan penat. Rasanya aku ingin mengambil langkah yang sama, yaitu pergi dan menambah kekosongan itu. Dan besikap egois dengan membuat latihan mereka selama ini sia-sia.
Tapi apa aku tega? Ada yang menyiapkan ini semua kita umur mereka masih sangat muda, ada yang mendamba-dambakan semua ini ketika mereka masih belia. Lalu apakah itu akan sepadan dengan perginya aku dari kelompok? Membayar kebersamaan kami selama ini dengan aku yang mengaku menyerah.
Memang, semua itu tidak sepadan. Tapi aku akan menjadi beban mereka ketika aku terus menginginkan kembali ke rumah dan terus mengeluh menahan lelah tanpa dukungan keluarga. Kini aku yang bersedih, bayangan Sehun yang selalu menganggapku kakak laki-lakinya, Kai yang selalu memberiku alasan untuk tidak ragu dan anggota lain yang selalu memberiku kekuatan dan menggantikan keluargaku selama di Korea. Tapi apa itu cukup? Kami akan jadi bintang yang sangat bersinar dan aku tidak ingin hanya karena aku yang memiliki banyak keinginan untuk pulang ke rumah menjadi sesuatu yang membebankan bagi mereka. Aku hanya ingin mereka melepasku. Membiarkan kekosongan makin melebar sehingga mereka tidak perlu repot-repot mengulang semuanya dari awal ketika mereka sudah siap meraih impian mereka.
Aku sadar, ketika kami bersiap untuk naik keatas panggung untuk pertama kalinya, ini yang aku inginkan. Menjadi bagian dari ini semua, aku siap menanggung resikonya. Tapi sungguh, perjalanan ini sudah membuatku tidak dapat memikul bebab ini, aku rasa punggungku akan retak jika terus aku pikul semua ini. Haruskah aku melakukan hal yang sama?
Ketika itu kami berkesempatan tampil di Negaraku. Hal itu membuatku tidak berani keluar kamar seharian, memikirkan apakah aku harus bisa kembali bersama mereka.
Aku merebahkan tubuhku di tempat tidur. Menyeka sudut mataku. Merasakan semua sakit ditubuhku. Tidak lama aku dengar seseorang mengetuk pintu kamarku kemudian membukanya.
"Hyung sudah tidur?" Ucapnya sedikit berbisik. Aku tidak menjawab "ayo makan, Manager Hyung sedang membawa makanan yang banyak" ucapnya antusias.
"Nanti aku menyusul" ucapku masih memalingkan wajah. Aku mendengar pintu tertutup. Chanyeol pasti sudah keluar dari kamarku. Chanyeol adalah salah satu anggota yang gemar mengaransemen musik sepertiku.
Aku duduk diatas tempat tidurku dan mengusap sudut mataku lagi, aku berusaha menormalkan suaraku dan berjalan keluar kamar dengan sedikit tertatih. Sebenarnya cidera, demam, dan kelelahan sudah menjadi sahabat kami sejak debut tapi hal itu tidak ada bandingannya dengan rasa sakit ditinggal salah satu anggota kelompok.
Semua sudah berkumpul di meja ruang tengah, beberapa diantara mereka tengah mengobrol dan tertawa lalu menatapku.
"Ayo kita makan!" Seru Xiumin rekan kerjaku yang mengajarkanku untuk berbuat tulus. Aku belajar ketulusan darinya. Kepolosan hatinya sering membuatku luluh. Dia adalah anggota yang paling berani diantar kami namun memiliki kelembutan hati.
Ada sesuatu yang tercekat ditenggorokanku ketika kami mulai makan bersama. Jika aku benar-benar memutuskan akan pergi, apa aku siap meninggalkan semua ini? Semua kebersamaan ini? Apa rasa rinduku sepadan dengan kerja keras mereka selama ini?
Sehun adalah orang yang pertama kali menyadari lamunanku dan dia menyumpitkan daging di mangkukku dan berseru "Hyung makanlah yang banyak!" Aku hanya bisa tersenyum sambil menahan air mata dan membuat tenggorokanku sakit.
"Semua harus makan yang banyak, kita harus bersiap untuk konser di Beijing nanti" Manager kami menambahan.
Entah mengapa kata-kata itu menjadi sesuatu yang membuat mata rekan-rekan kerjaku memerah. Mereka mulai terlihat tidak napsu makan. Mungkin sesuatu di hati mereka sedang memberi firasat. Dan mereka harus bersiap pada hal besar yang akan mereka hadapi untuk yang kedua kalinya.
Hari itu tiba, kami bersiap untuk pergi ke Beijing dan kami mulai berjalan ke Bandara dalam diam. Seperti biasa juga, setelah kami sampai di Bandara tujuan para penggemar sudah menunggu kami. Aku sempat mendengar beberapa penggemar yang memanggil namaku. Rasanya aku ingin memeluk mereka satu persatu, semua orang di kota ini yang paling aku rindukan. Mendengar mereka meneriakiku dengan bahasa Negaraku.
Aku merasa sangat senang kembali. Aku ingin sekali mengunjungi kedua orangtuaku dan melakukan banyak hal disini. Tapi sayang, tujuanku adalah untuk bekerja apalagi kesehatanku sepertinya makin memburuk akhir-akhir ini, jadi aku tidak mungkin sempat keluar hotel untuk mengunjungi orangtuaku. Bahkan aku harus berhenti berjalan sebentar untuk mengurangi rasa pening di kepalaku.
"Hyung baik-baik saja?" Tegur Baekhyun salah satu rekan kerjaku. Aku mengangguk yakin dan kembali berjalan. Apa aku dapat bertahan? Rasanya aku tidak ingin pergi ke hotel, melainkan pergi ke rumah orangtuaku dan tertidur diatas pangkuan Ibuku.
Aku masih menahannya, rasa rindu ini, rasa sakit di tubuhku ini. Semua anggota tahu keadaanku, mereka mengkhawatirkanku dan aku hanya berusaha sebisaku untuk tidak mengacaukan semuanya. Itulah yang biasa kami lakukan, saling mengkhawatirkan dan saling bekerja keras mensukseskan konser kami.
Konser berlangsung dengan aku yang menahan keseimbangan tubuhku. Bayanganku hanya ada konser yang harus berjalan dengan lancar. Namun, salah satu rekan kerjaku ternyata memiliki kesehatan yang lebih tidak baik dariku, ia terjatuh beberapa kali. Kami seperti sama-sama menahan sakit bersamanya.
Setelah konser selesai hal yang aku takutkan mulai membayangi dipikiranku. Saat kami mulai bersiap kembali ke Korea seseorang staf memberitahu kalau salah satu dari kami memilih untuk tinggal di Beijing dan tidak ikut kami kembali ke Korea. Ia adalah anggota yang sama-sama berasal dari China, yang kesehatannya lebih buruk dariku dan anggota yang lain.
Semua rekan kerjaku terlihat tidak curiga tapi aku tahu apa artinya bahwa salah satu dari kami benar-benar tidak akan kembali ke Korea maupun ke agensi. Aku kembali bersikap rasional lagi, dan aku kembali mengambil kesimpulan, ia lebih membutuhkan keluarganya dibanding kami semua, ia lebih merindukan kampung halamannya dibandingkan kami semua.
Dan aku... memilih kembali ke Korea bersama semua rekan kerjaku.
☆
Beberapa hari kemudian semua berita itu mencuat dipermukaan. Berita mengenai gugatan kontrak salah satu anggota kami terdengar. Saat-saat sulit itu kembali datang. Akhirnya dua anggota kami yang berbeda kampung halaman itu mengundurkan diri. Seluruh anggota merasa kesedih yang mendalam. Langkah yang tadinya ingin aku ambil didahului oleh rekanku yang lain. Harusnya aku tidak pernah memikirkan itu sebelumnya, untuk meninggalkan mereka. Aku tidak akan membuat hati mereka hancur lagi, aku tidak bisa membuat mereka tersakiti lagi.
Semua yang kami terima mungkin sebagai salah satu alasan untuk menghapus sebagian tanda keberuntungan pada kelompok kami. Bahwa kami dapat melewati ini semua. Bahwa kami dapat berdiri dan berkarya lagi. Kami sama seperti penggemar, saling mendoakan.
Salah satu rekan kerjaku pernah menghampiriku waktu itu. Dengan ragu-ragu ia bertanya padaku "Hyung, apakah hyung akan meninggalkan kami juga?" Aku tercekat mendengar pertanyan itu. Aku tidak terkejut, itu adalah pertanyaan wajar saat seseorang merasa sangat takut dengan hal yang akan terjadi nanti. Aku hanya takut jika pikiran itu suatu saat nanti datang, tapi apa aku serapuh itu? Dan meninggalkan semua berantakan lagi? Aku rasa tidak. Dan untuk menghapus semua keraguan itu aku menjawab dengan yakin.
"Tidak, aku tidak akan meningalkan EXO" jawabku. EXO, adalah nama kami saat diatas panggung, dibelakang panggung dan nama kami dimana pun kami berada.
Mendengar jawaban itu dia hanya bisa menangis. Aku mengusap punggungnya dan ikut menyeka ujung mataku. Sesuatu terlintas dipikiranku, untuk sedikit membuktikan janjiku. Ada sebuah lagu yang aku persembahkan untuk rekan kerjaku yang kini aku anggap sebagai keluarga baruku, lagu itu aku persiapkan bersama beberapa anggota lain. Kini, seluruh anggota aku anggap sebagai sahabatku, tidak ada keraguan dalam hatiku untuk menetap dan bekerja bersama mereka. Kami akan membangunnya kembali. Aku tidak keberatan mengulang semuanya kembali, biarkan beban keberuntungan itu berubah menjadi beban kerja keras yang akan kami tanggung bersama.
Lagu 'Promise' yang aku bersembahkan untuk sahabat-sahabatku mengutarakan bahwa aku akan tetap tinggal, memberitahu semua orang bahwa kami sedang melepas kesedihan dan menjanjikan kepada diri kami sendiri bahwa kami akan terus berusaha semudah dan seberat apapun rintangan untuk tetap menjadi bagian dari sejarah. Dan sekali lagi kami sama seperti penggemar, menangis bersama.
Meski sampai kapanpun beban keberuntungan membayangi kerja keras kami, rasa kehilangan mengganggu perasaan kami. Aku berjanji untuk tetap disini bersama mereka, menjadi keluarga bagi mereka seperti bagaimana mereka menjadikanku sebagai keluarga mereka. Tidak ada satu carapun yang dapat membuatku mengakhiri kontrak. Aku akan terus bekerja keras. Aku berjanji. Dan, walaupun mereka tidak mengatakannya secara jelas tapi aku tahu mereka pun memiliki janji yang sama untuk tetap bersama.
☆
Meskipun ini mungkin sulit dan melelahkan,
Aku akan pergi ke atas panggung lagi
Sekali lagi, aku akan mendorong diriku untuk melakukannya.
Untuk kalian yang telah menungguku.
Aku akan memeluk dan menggenggam tangan kalian.
Jika aku bisa mengungkapkan isi hatiku,
Aku akan mencurahkannya pada kalian
Hari yang riang-gembira itu
Panggung di hari ulang tahunku, aku akan menghabiskannya bersama kalian.
Satu demi satu kata dari kalian yang menyorakiku
Aku tahu
Aku akan berjanji, aku tidak akan mengecewakan kalian
Janjilah padaku, hanya bertahan disini seperti sekarang.
Ketika perasaan hati kalian sangat sakit, aku dengan pasti akan merangkul kalian
Meskipun waktu berlalu, ada suatu kata yang tak bisa aku ungkapkan,
Hampir tenggelam di hatiku “Aku minta maaf” “Aku mencintai kalian”
Meminta kalian untuk percaya padaku seperti saat ini
Aku akan memeluk dan menggenggam tangan kalian
Jika kita akan tetap bersama sampai akhir,
Aku akan mencurahkan isi hatiku pada kalian
Aku berjanji padamu - PROMISE
☆
Waktu akan terus berjalan, dan tangan kami akan terus saling menggengam - Suho
☆
Aku ingin semua orang melihat bakat kami - D.O
☆
Saranghaeyo - Xiumin
☆
Kami akan terus berjuang - Chen
☆
Jangan menoleh, kami berada disini, tepat dihadapan kalian - Baekhyun
☆
Tidak perduli siapapun kalian, jika kalian mencintai EXO maka aku juga mencintai kalian, dari hatiku yang paling dalam - Chanyeol
☆
We are one! - Sehun
☆
Lay Hyung, tetaplah bersama kami!! - Kai
☆
Dan akhirnya, aku punya alasa untuk tetap tinggal - Lay
-
*Fanfiction ini dibuat untuk mengikuti #FREETIXEXOluXion, jangan lupa untuk memberikan love dan komentar kalian, don't be silent readers! Terima kasih banyaaak :*