CHAPTER 1 : Cherry Blossom
"Halo para pendengar setia Dreamers! Bertemu lagi dengan Sunny di sini. Hmm... Hari ini adalah hari Valentine kan, pasti kalian masing-masing sudah punya janji dengan orang yang istimewa dong?! Tentunya...! Hari kasih sayang seperti ini sangat disayangkan jika dilewati begitu saja tanpa kesan bersama sang terkasih. Mungkin gak ya, masih ada yang sendirian di rumah hanya sibuk dengan pekerjaan rumahnya? Sepertinya tidak mungkin, ya?! Tapi jika memang mungkin, pasti orang itu sungguh malang nasibnya. Ckckck... Semoga Dreamers di rumah tidak mengalami hal yang buruk seperti itu, ya?!
Oh... Maaf, maaf jika perkataanku barusan menyinggung perasaan kalian. Jadi jangan mengganti channel kalian ya! Sebagai permintaan maafku, akan kuputarkan lagu spesial untuk kalian. Lagu ini khusus aku putarkan untuk menemani malam valentine kalian. Karena Dreamers yang mendengarkanku malam ini pasti yang tidak punya janji, ya! Kalau punya janji, pasti tidak akan sempat mendengarkan ocehanku. Karena kalian sudah setia bersamaku malam ini, akan kuputarkan lagu dari Got 7 yang berjudul Maid. Cocok banget buat kamu yang punya jiwa muda. Tapi jangan Maid juga ya... Kekeke! Selamat mendengarkan, dan stay tune terus di Dreamers Radio, ya."
"Apa-apaan sih, penyiar radio itu? Mengatakan hal yang tidak-tidak saja. Memangnya kenapa kalau hari Valentine hanya dihabiskan rumah saja? Memangnya kalau Valentine harus di luar rumah, jalan-jalan dengan pacar? Kan tidak mesti begitu, dong. Bukannya dia sendiri malah mengisi hari valentinnya dengan jadwal siaran?!"
Adalah Kim So Hyun, seorang gadis yang kini tengah beranjak dewasa dan mulai memasuki masa pubernya. Sangat wajar jika gadis SMA menghabiskan malam valentinenya dengan didampingi orang yang tersayang. Dalam hal ini bisa dibilang 'Pacar'. Warna-warni pelangi kehidupan SMA akan menjadi sempurna jika pengalaman menjalin hubungan dengan seseorang yang disukai turut hadir di dalamnya.
Berbeda dengan So Hyun. Tak pernah sekali pun ia tertarik dengan lawan jenisnya. Setampan apapun, sekaya apapun laki-laki itu, ia tak pernah mempedulikannya. Ia hanya fokus dengan sekolahnya. Tak heran jika ia unggul dalam bidang akademik maupun non akademik di sekolahnya. Karenanya banyak dari teman-teman perempuannya yang iri padanya. Sebab dengan berbagai prestasi yang diraihnya, banyak dari teman laki-lakinya yang naksir dengannya. Cantik, cerdas, berkarakter kuat, berjiwa mandiri, laki-laki mana yang akan berpaling darinya. Namun ia tak pernah menganggap serius sikap teman-temannya itu.
Sejak SD, SMP hingga SMA, So Hyun selalu mendapatkan bea siswa. Dengan bea siswa yang mampu ia pertahankan tersebut, ia sering dimintai wawancara oleh wartawan dan memintannya agar bersedia menjadi cover majalah gadis sampul. Hampir tiap tiga bulan sekali ia diminta datang oleh para jurnalis dari kantor-kantor koran, majalah, dan radio. Namun dari berbagai kelebihannya, So Hyun tetaplah manusia yang pastinya memiliki kekurangan. Prestasi OK, percintaan LOSER. Hihihi...
"Kriiing..........." Suara bel pertanda berakhirnya kegiatan belajar mengajar di SMA Nuri telah berbunyi. Setiap murid pun bergegas meninggalkan kelas. Namun tak semuanya langsung pergi meninggalkan sekolah. Mereka yang masih memiliki kepentingan di sekolah, terutama bagi mereka yang aktif dalam organisasi maupun klub ekstrakulikulernya harus melakukan kebiasaan mereka masing-masing layaknya kewajiban yang sudah seharusnya mereka lakukan. Karena itu merupakan suatu komitmen yang harus dipegang teguh oleh para anggota tiap klub. Dan apapun konsekuensinya, mereka harus mampu melaksanakannya dengan semaksimal mungkin dan siap menerima resikonya.
Seperti halnya So Hyun, seorang siswi yang mengambil salah satu program ekskul di sekolahnya, yaitu bela diri Taekwondo. Ia selalu datang menghadiri latihan di GOR milik sekolah yang berada di seberang gedung utama SMA Nuri. Ia tak pernah sekalipun absen dari latihan. Ia sangat bersemangat dan bercita-cita mendapatkan bea siswa dari hasil prestasinya sebagai atlet Taekwondo. Tidak sedikit juara yang mampu di raihnya. Bahkan saat ini ia tengah mempersiapkan diri untuk mengikuti pertandingan tingkat Provinsi.
"Siang, Sunbaenim!" Sapa Sohyun yang baru saja datang dan memasuki ruang latihan. Ia melihat ke sekeliling ruangan yang ternyata belum ada seorangpun yang datang. Ya tentu saja pengecualian untuk Lee Jin Ki. Karena ia adalah pelatihnya.
Lee Jin Ki merupakan alulmni SMA Nuri. Ia tiga tahun di atas So Hyun. Ia pun sempat mengatakan kepada So Hyun bahwa ia menyayangkan karena telah terlebih dahulu lulus dari sekolah tersebut dan baru bertemu dengan So Hyun setelah ia tak lagi sekolah di sana. So Hyun pernah menanyakan alasan kenapa ia menyayangkannya. Namun ia tak menjawab pertanyaan So Hyun itu. Ia hanya tersenyum dan segera mengalihkan pembicaraannya.
"Hmm... Seperti biasa ya, selalu kamu yang datang lebih awal. Berhubung tidak ada siapa-siapa, aku akan memanfaatkanmu, boleh?" kata Jin Ki pada So Hyun sambil menggoda.
"Apa?! Sunbae mau apa? Aku tidak akan segan-segan kalau kakak mau macam-macam! Aku tidak akan takut meskipun kakak senior sekaligus pelaltihku!" Jawab So Hyun dengan tergagap sambil menarik diri dan mengambil sikap waspada dan mengeluarkan kuda-kudanya.
Jin Ki yang merasa telah berhasil menggoda So Hyun pun tertawa dengan terpingkal-pingkal. Apalagi setelah melihat respon dari Sohyun akibat ulahnya.
"Hahahahahaha......! Kamu lucu sekali, Hyunie-ah! Memangnya siapa yang... Hahahaha.....!!!" katanya sambil memegangi perutnya yang terasa semakin tergelitik kegelian. Melihat reaksi pelatihnya tersebut, Sohyun hanya bisa berdiri kebingungan. Ia pun terheran-heran dengan sikap seniornya itu.
"Sunbae apa-apaan sih? Sunbae mempermainkan aku, ya?" kesal So Hyun.
"Aku hanya menggodamu saja, Hyun-ah. Tapi tidak kusangka, reaksimu akan seperti itu. Kamu benar-benar serius menanggapi kata-kataku? Hahahhaha..... Kamu lucu sekali, So Hyun."
Akhirnya So Hyun pun kesal dengan ulah Lee Jin Ki. Sebenarnya, yang membuatnya kesal bukan karena Jin Ki sudah mengerjainya, tapi ia malu karena sudah termakan kejahilan seniornya itu. Tanpa berpikir lagi, akhirnya So Hyun pergi meninggalkan ruang latihan dengan membawa tasnya. So Hyun pun melesat pergi dengan cepatnya. Ia berjalan sambil merunduk untuk menyembunyikan rona merah di pipinya.
Di pintu ruang latihan klub Taekwondo, So Hyun berpapasan dengan Lee Taemin dan pacarnya, Naeun yang juga akan menuju ruang latihan tim basket. Karena letaknya paling ujung, Temin pun harus melewati ruang latihan klub pencak silat. Karena berjalan sambil merunduk, tanpa sadar So Hyun pun menabrak Taemin.
"Hei...! Apa-apaan ini? Kenapa kamu menyentuh Pacarku? Kamu sengaja, ya?" Seru Naeun yang nampak sangat sebal dan tak terima kalau pacar tersayangnya disentuh perempuan lain. Apalagi kalau orang itu adalah So Hyun. Sementara Taemin malah nampak senang melihat sikap pacarnya itu.
"Lho, So Hyun? Kamu mau kemana? Bukannya kamu ada jadwal latihan hari ini?! Hei...!!" teriak Lee Jin Ki memanggil So Hyun. Namun So Hyun sama sekali tak menghiraukannya. Ia terus saja berlalu dengan tergesa-gesa.
"Ah! Aduh... Mianhae, Taemin-ah! Aku tidak sengaja. Aku pergi dulu, ya!"
Merasa tidak enak dengan ulah jahilnya barusan, Jin Ki merasa bersalah. Ia pun berharap semoga saja So Hyun tidak marah padanya karena ulahnya barusan.
"Dasar cewek aneh! Kenapa dengannya, Oppa?" tanya Naeun terheran. Taemin yang tak tahu-menahu dengan kejadian yang menimpa sahabat karibnya itu hanya bisa diam dan menjawab pertanyaan pacarnya dengan gelengan kepala.
***
Tik... Tok... Tik... Tok...
Waktu telah menunjukkan pukul tiga sore. Ny. Ahn dengan tenang menunggu karena sudah hafal dengan jadwal keseharian yang biasa dilakukan So Hyun. Pada mulanya Ny. Ahn hanyalah pengasuh So Hyun. Namun sejak peristiwa kecelakaan yang menimpa keluarga So Hyun hingga menyebabkannya kehilangan kedua orang tuanya, kini Nyonya Ahn menggantikkan posisi Ibu kandungnya di hati dan kehidupan So Hyun. Sudah selama 10 tahun Ny. Ahn menjaga dan membesarkan So Hyun seorang diri. Ia sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi di dunia ini selain Ny. Ahn. Ia pun menganggap Nyonya Ahn seperti Ibu kandungnya sendiri.
Dulu Ny. Ahn sempat menikah dengan seorang laki-laki dan belum sempat dikaruniai seorang anak. Namun karena sifat buruknya yang hobi berjudi dan kerap kali memukulnya, Ny. Ahn pun memutuskan untuk berpisah. Hingga akhirnya ia diterima oleh kedua orang tua So Hyun dan dipercaya untuk menjaga dan merawat So Hyun. Karena kesibukan kedua orang tuanya yang sibuk bekerja, So Hyun sudah dianggap sebagai anaknya sendiri oleh Ny. Ahn.
Dilihatnya bingkai foto So Hyun kecil bersama Ayah dan Ibu kandungnya yang mulai berdebu itu. Bingkai itu lalu dibersihkan dan dilap dengan kain oleh Nyonya Ahn. Bingkai foto itu terus diratapinya.
"Kini kamu telah tumbuh menjadi seorang gadis dewasa yang cantik, putriku. Andai saja Nyonya dan Tuan masih hidup, kalian pasti akan sangat bahagia karena memiliki seorang putri yang sangat cantik. Karena tak ada senyum yang paling indah dan tak ada wajah yang cantik seperti yang dimiliki putri kalian. Dia sangat mirip sekali dengan Anda, Nyonya. Cantik dan anggun. Sedangkan sifat mandiri dan percaya dirinya sama seperti Tuan. Maafkan aku Nyonya, Tuan, karena aku tidak bisa memberikan apapun untuk putri kalian sebagaimana yang sepantasnya kalian berikan untuknya."
Tanpa disadari Nyonya Ahn pun menitikkan air mata. Sesaat lamunannya buyar karena terkejut dengan kedatangan So Hyun yang tak disangka ternyata hari itu pulang lebih awal dari jadwal biasanya.
"Eomma, aku pulang!" Sapa So Hyun kemudian mendatangi Nyonya Ahn dan memeluknya. Melihat matanya yang berkaca-kaca, So Hyun merasa curiga, pasti barusaja Nyonya Ahn menangis. "Eomma, waegure? Gwaenchana yo? Kenapa menangis?"
"Kok kamu sudah pulang, sayang? Bukankah hari ini ada jadwal latihan bela diri?" tanya Ny. Ahn mengalihkan perhatian sambil membelai rambut panjang putri kesayangannya itu.
Melihat Ibunya memegangi bingkai foto kedua orang tua kandungnya, So Hyun pun berhasil menebaknya. "Ibu pasti kepikiran mereka lagi, kan?"
"Ah... Aniyo. Ibu tidak apa-apa. Jeongmal, gwaenchana! Kamu pasti lapar, kan? Ayo makan dulu. Ibu sudah memasakkan makanan kesukaanmu. Semur Ayam."
So Hyun pun sejenak terdiam. Namun ia tak ingin membuat hati ibunya itu tambah sedih. Ia pun segera melakukan apa yang diminta Ny. Ahn. So Hyun pun makan dengan lahapnya. Tidak hanya rasa semurnya yang enak, tapi juga karena perhatian yang didapatkannya dari Ny. Ahn lah yang membuatnya bernafsu makan. Untuk sekali lagi ia meminta Ny. Ahn untuk mengambilkannya nasi.
"Ibu, terima kasih makanannya, ya. Seperti biasa, masakan Ibu selalu enak!" Pelukan hangat yang diberikan So Hyun untuknya membuat Ny Ahn merasa nyaman dan bahagia.
Dalam hatinya Ny. Ahn bergeming, "Entah kenapa, semakin sering kau memelukku, aku malah semakin takut kehilanganmu. Aku tak ingin kehilanganmu. Aku sangat menyayangimu, Putriku."
Percakapan dramatis antara anak dan ibu itu pun dijeda oleh kedatangan seseorang ke rumah mereka. Seorang anak laki-laki yang tampak tak dikenali dan asing bagi mereka datang mengetuk pintu.
Tok...tok...tok...
"Annyeong haseyo, Ahjuma?" sapa orang itu.
Ny. Ahn pun beranjak menemuinya. Setelah ditanyai berbagai macam pertanyaan, ternyata ia adalah salah seorang anak dari pemilik rumah yang berada tepat di samping rumah Ny. Ahn. Tujuannya datang ke rumah yang sudah lama ditinggalkannya itu beralasan karena ingin menyelesaikan skripsi. Karena tak ingin merasa terganggu, ia memutuskan untuk cuti dari kegiatan sekolah dan berkonsentrasi untuk menyelesaikan skripsinya di rumahnya tersebut.
"Saya mendengar dari orang tua saya kalau kunci rumah saya dititipkan pada Ahn Ahjuma yang juga bertugas membersihkan rumah itu. Karena itu saya ingin mengambilnya. Saya akan menempati rumah itu minggu depan. Jadi saya ingin mengambil kuncinya, Ahjuma." tutur orang itu menjelaskan.
So Hyun yang hanya bisa menguping dari balik tirai pembatas antara ruang tamu dengan dapurnya itu sibuk berkutat dengan pikirannya sendiri. "Jadi dia si empunya rumah itu. Kalau tadi dia bilang mau menyelesaikan skripsi, berarti dia anak kuliahan dong, ya?"
So Hyun berbisik sendiri di dalam hatinya. Ia pun mengambil berbagai kesimpulan berdasarkan percakapan yang intipnya dari balik tirai. Namun sayang, ia tidak bisa melihat wajah orang itu karena terhalang oleh tubuh Ny. Ahn. Tak lama setelah orang itu pergi, So Hyun bergegas mendatangi Ibunya yang baru saja mengantar tamunya ke rumahnya.
"Eomma, tadi itu siapa?" tanyanya dengan dipenuhi penasaran.
"Hmm... Jangan pura-pura tidak tahu. Bukannya tadi kamu mendengarnya sendiri?"
"Ah...Eomma... Tidak asyik, ah! Ayolah, Bu. Aku kan tidak sepenuhnya mendengarkan." rengeknya seraya menggelayuti lengan Ibunya.
Tak ingin membuat puteri kesayangannya itu dihantui dengan rasa penasaran, akhirnya Ny. Ahn pun menceritakan seluruh percakapannya barusan dengan orang yang bernama Junior itu. Namun entah kenapa setelah mendengar cerita dari Ny. Ahn, So Hyun tiba-tiba saja menjadi berbunga-bunga. Berbagai imajinasi dibayangkannya tentang orang itu. Bahkan nama orang itu pun berulang kali disebutkannya, seolah tak ingin sampai terlupakan olehnya.
"Junior! Namanya Junior, ya! Seperti nama tokoh drama Jepang yang pernah kutonton saja. Hmm... Entah kenapa dadaku agak sulit bernafas. Perasaan apa ini, ya? Tiba-tiba saja aku jadi deg-degan."
Bbuuukk...!!!
So Hyun membanting tubuhnya ke atas tempat tidurnya, dan masih sibuk dengan berbagai kesimpulan yang dirangkainya sendiri. Sesaat ia merasakan suasana yang tak asing baginya. Sebuah feeling sekaligus firasat yang mungkin tanpa sadar pernah dirasakannya sebelumnya.
"Tapi... Sepertinya aku pernah merasakan perasaan seperti ini. Tapi kapan ya? Perasaan apa ini?"
Berulang kali ia memegangi dadanya dan merasakan denyut jantungnya yang berdebar-debar. Sesekali ia tersenyum lalu tersipu malu seorang diri tiap membayangkan orang yang bernama Junior itu. Tapi di saat yang bersamaan rasa sesak dan sakit tiba-tiba mengikuti di tiap selah nafasnya. Hingga ia harus meremas dadanya.
Hari pun berakhir dengan debaran. Perlahan namun pasti So Hyun menutup matanya dan mulai memasuki alam mimpinya. Tapi kali ini ia melupakan sesuatu. Ia lupa mengerjakan PR Bahasa Inggrisnya. Apa yang akan dikatakannya pada Miss. Rossa besok, ya?
***
Jam pelajaran Bahasa Inggris telah di mulai. Sohyun yang tak biasanya lupa mengerjakan PR itu pun terpaksa harus menerima hukuman dari Miss Rossa. Terpaksa Ia harus berdiri di depan tiang bendera bersama dengan dua anak lainnya yang kebetulan juniornya yang baru saja masuk pada tahun ajaran baru. Dengan dalih bernasib sama dengannya dan mendapatkan hukuman dari guru yang mengajar di kelas mereka.
"Ya ampun...Tengah hari bolong begini bisa-bisanya mereka menghukum kita seperti ini? Bukannya guru itu tugasnya mengajar dan mendidik, ya?! Tapi kenapa mereka bersikap kejam seperti ini pada kita?" keluh salah seorang dari mereka.
"Iya. Kalaupun memang kita dihukum, aku sih masih bisa terima. Tapi kenapa dia juga dihukum, ya? Bukannya dia siswi paling teladan di sini, ya?!" bisik anak yang lainnya sambil melirik ke arah Sohyun nyaris bersamaan.
Sohyun yang merasa dirinya sedang dibicarakan itu merasa sangat malu sekali saat itu. Mungkin kali ini reputasinya pun hancur karena keteledorannya yang tidak mengerjakan PR Bahasa Inggris. Bisikan yang lumayan terdengar olehnya itu membuat moodnya menjadi cloudy.
"Maaf sudah mengecewakan. Aku lupa mengerjakan pekerjaan rumahku. Hehe..." jawab Sohyun dengan cengiran terpaksa.
"Hari ini aku-benar-benar kena sial sepertinya. Hufth...." keluhnya dalam hati dengan penuh rasa sesal. Terlihat jelas di wajah yang berusaha di tutupinya dari pandangan juniornya itu, menunduk ke bawah.
Di saat yang bersamaan, dari arah lorong sekolah yang berada tepat di seberang mereka, terlihat sosok seorang anak laki-laki yang berjalan menghampiri mereka. Sambil mengunyah permen karet, menggemblok tas di sebelah punggung lengannya serta tangannya yang satu lagi berada di saku celananya, menggambarkan sosok pelajar yang urakan namun tanpa mengurangi sedikit pun pesona yang dimilikinya. Paras tampan dan bertubuh proporsional yang didukung dengan kulit wajah yang putih bersih walau tanpa make up itu selalu saja mampu menghipnotis mata setiap gadis yang bertemu dengannya.
Perlahan namun pasti, anak laki-laki itu berjalan mendekati tiga orang siswi yang tengah menikmati hukuman di tengah lapangan berpayung terik matahari siang hari itu. Perbuatannya itu menarik perhatian mereka. Begitu pula Sohyun tanpa terkecuali.
"Mau apa anak itu?" Begitulah yang ada dipikiran Sohyun saat ini.
"Wow...! A handsome boy is coming here. Oh my God...! What should I do now?" seru salah seorang teman yang bernasib sama dengan Sohyun .
"Ya ampun. Baru pertama kali aku lihat cowok yang sempurna begitu. Aduh...Bagaimana ini, aku deg-degan banget! Apa dia salah satu kakak kelas kita juga? Dari kelas mana, ya?" tambah anak yang satunya lagi tak mau ketinggalan.
"Iya. Aku juga penasaran. Aku akan mencari tahunya besok."
"Umm! Aku juga akan melakukannya!"
Tepat di hadapan Sohyun , anak laki-laki itu menghadapkan wajahnya. Dengan sesekali terkekeh sambil mengeluarkan cengiran mautnya yang melihat pemandangan siang hari itu, ia mulai mengeluarkan kata-kata yang berhasil menyambar hati Sohyun . Tanpa basa-basi, anak laki-laki itu langsung menampar Sohyun dan dua siswi yang lain dengan sikap yang tak ramah.
"Jadi seperti ini ya sikap murid-murid di sini? Mungkin hal seperti ini sudah menjadi hal yang biasa ya di sekolah ini?! ... P-A-R-A-S-I-T!"
Sohyun mulai mengerutkan wajahnya. Matanya menyeringai tajam mendengar cibiran anak itu, emosi Sohyun pun terpancing. Tanpa ragu ia pun lekas membalasnya.
"Hei...! Terserah deh kamu mau bilang apa. Setidaknya kamu tidak berhak ikut campur dengan urusan kami. Aku belum pernah melihatmu sebelumnya. Kamu anak baru kan di sekolah ini?! Kelasmu di mana? Hei...!"
Tanpa menghiraukan ucapan Sohyun yang meluap-luap, anak laki-laki itu pergi meninggalkan Sohyun dan yang lainnya begitu saja dengan bonus senyum sinisnya. Tak di sangka ia malah senang dengan ulahnya barusan. Ia terkekeh dengan bangga melarikan diri dari amukan Sohyun .
Bagai tersambar petir di siang hari, ia pun semakin menyesali nasib sialnya hari ini. Berulang kali ia menginjak-injakkan kaki sambil sesekali menendang-nendang beton tiang bendera.
"Sial, sial, sial....! Ada apa denganku hari ini? Kenapa nasibku buruk sekali, sih?! Aaaarrgghhh.....!" geram Sohyun . Karena sikapnya itu tanpa disadarinya ia pun berhasil membuat kedua temann senasibnya terpaku dan kebingungan.
"Tak kusangka dia menyeramkan." bisik salah satu siswi itu.
"Ho-oh! Mungkin ini salah satu caranya mendepak saingannya, ya?! Menakutkan..."
Tak tahan mendengar kedua juniornya yang tengah asyik menggosipkan dirinya di belakangnya itu, Sohyun memberikan tatapan yang menakutkan kepada mereka. Kedua matanya membulat seraya melotot dengan aura seram terpancar. Mereka pun terdiam seketika.
Bel berakhirnya pelajaran teakhir pun berbunyi. Maka berakhir pulalah masa hukuman yang diterima Sohyun . Tak terasa ia dan dua siswi lainnya sudah berdiri di sana selama dua jam. Cuaca cerah dengan terik matahari yang menyengat seakan tak bersahabat dengannya. Namun kedua sahabat karibnya pun akhirnya datang menghampirinya. Yoojung, dan Saeron datang dengan membawakan tas miliknya beserta minuman isotonik dingin untuknya. Betapa bahagianya hati Sohyun saat itu. Ia pun terharu dengan perhatian ketiga sahabatnya kepadanya. Seperti pahlawan kesiangan yang datang menolong walau tak banyak yang bisa diupayakan.
Seraya memasrahkan kakinya yang telah berjuang sepanjang dua jam mata pelajaran itu, Sohyun duduk berselonjor kaki di tepi lorong kelasnya. Angin sepoi-sepoi tampak cukup membantu menyegarkannya di teduhan pohon mangga yang tepat berdiri kokoh di hadapannya.
"Aaahh... Teman-teman, terima kasih ya... Kalian baik sekali padaku... Huhuhu..." kata Sohyun merengek manja menyandarkan diri di lengan Yoojung.
"Lebay, deh...! Lagian, kenapa kamu tidak bilang kalau kamu belum mengerjakan PR-nya? Kamu tahu sendiri sifat Miss Rossa kan, Hyunie-ah?! Cari-cari masalah aja, sih." tandas Saeron.
"Iya, bener banget tuh! Cari penyakit sih kamu, Hyunie-ah." tambah Yoojung.
"Sudah, sudah, teman-teman. Kasihan kan Uri Hyunie, dia pasti kepanasan gara-gara di jemur. Ayo minum dulu, Hyunie-ah!" kata Saeron sambil menyodorkan minuman isotoniknya.
"Iya, iya, maaf. Aku juga tidak ingat sama sekali. Hari ini aku benar-benar sial. Huah ~ Aku sudah seperti ikan asin saja. Coba lihat kulitku, langsung gosong!" sahut Sohyun menarik perhatian teman-temannya sambil menunjukkan lengannya yang berlumuran keringat.
"Sudah, tidak apa-apa, Hyunie-ah. Kalau memang hari ini kamu kena sial, kamu pasti akan mendapatkan kebahagian besok. Siapa tahu bakal ada cowok yang mneyatakan perasaannya padamu." tutur Yoojung yang berniat menghibur namun tak mendapatkan respon baik dari Sohyun karena ia terlihat tak sependapat dengannya.
"Itu sama sekali tidak menghiburku, Yoojung-ah. Tidak sama sekali!"
"Hah... Yang nembak sih memang banyak. Tapi kalau Nyonya Kim yang satu selalu menolak, toh percuma!" tukas Yoojung sukses menusuk tajam ke dada Sohyun .
"Iya, betul itu." tambah Saeron.
"Dasar naif! Kapan kamu bisa move on, Hyunie? Hidup tuh harus realistis, jangan mau terbelenggu dengan cinta di masa lalu terus-menerus, dong! Cinta monyet ya Cuma cinta monyet saja. Jangan terlalu berharap lebih. Kalau memang orang itu peduli denganmu, maka dia akan datang dan menepati janjinya padamu. Tapi apa, nggak kan? Mungkin saja dia sudah melupakanmu. Bisa saja kan?!" tandas Yoojung yang berbicara tanpa kontrol dan pergi berlalu begitu saja tanpa memikirkan perasaan sahabatnya.
Ucapan Yoojung kali ini sepertinya benar-benar menyentuh perasaan Sohyun. Tak ada yang bisa dikatakannya untuk membalas perkataan sahabatnya itu. Ia hanya terdiam dan tertunduk merenung. Namun masih ada Saeron yang menenangkan hatinya saat itu. Dirangkulnya sahabatnya yang sedang gundah itu.
"Jungie tidak bermaksud berkata kasar padamu, Hyunie-ah. Dia bermaksud baik. Itu hanya masa lalu. Kami hanya tidak mau kamu terikat dan terbelenggu dengan kenangan-kenangan indahmu. Kenangan hanya untuk dikenang, Hyunie. Sedangkan hidupmu ada di sini, sekarang, bukan di masa lalu."
Mereka pun berjalan beriringan hingga ke tempat kerja paruh waktu Sohyun. Sebuah cafe yang berada di ujung jalan Pajajaran dan letaknya tak begitu jauh dari sekolahnya. Cafe itu ramai dikunjungi oleh para mahasiswa. Mereka mengisi waktu luang mereka untuk mengerjakan tugas kuliahnya sambil ditemani secangkir kopi.
"Sohyun-ah, kamu yakin mau bekerja hari ini?" tanya Saeron yang melihat Sohyun tampak tak bersemangat hari ini.
"Gwaenchana yo. Pekerjaan ini sangat penting untukku. Kalian tahu itu, kan?!" jawabnya.
"Ya sudah kalau begitu. Ayo kita pulang. Ingat, jangan lupa makan dan jangan pulang terlambat ya, Hyunie-ah!" kata Yoojung dengan nada sengit namun perhatian sambil menepuk pundak temannya sebagai salam perpisahan untuk hari ini.
Kim Yoojung dan Kim saeron pun kemudian pergi. Sementara Sohyun mulai melakukan pekerkjaan paruh waktunya. Meski kata-katanya terdengar agak kasar dan bernada tinggi, namun begitulah kepribadian yang dimiliki Yoojung. Sohyun pun sudah memahaminya dan bisa menerimanya. Selain karena terbiasa, alasan lainnya adalah adanya perhatian dari tiap kata-katanya itu. Terkadang Sohyun merasa bahwa kedewasaannya selama ini karena bantuan Yoojung. Karenanya ia mulai mengerti bahwa air mata yang dimilikinya sangat mahal. Ia pun selalu mengingat pesan Yoojung untuk tidak sering mengeluarkan air mata dalam kondisi apapun. Karena dengan begitu, kau akan mengetahui, seberapa berharganya air mata yang kau miliki.
Di pandanginya langkah ketiga temannya itu yang semakin jauh meninggalkannya. Hingga mereka benar-benar hilang dari pandangannya. Selama itu pula ia mengembangkan senyum harunya. Senyum bahagia atas perhatian yang didapkannya dari sahabatnya.
***
Bersambung dulu ya chingu... Aku mau tunggu love dari kalian yang suka dengan FF ku kali ini. Semoga banyak yang suka. Kalau lovenya banyak aku bakal lanjutin.. Kalau enggak juga tetap aku lanjutin kok. Siapa tahu viewersnya dan love nya jadi tambah banyak. Salam kenal ya...^^