CHAPTER 2 : Part 1
“Ketika anak lelaki yang tidak suka disentuh harus menikah dengan gadis yang gila sentuhan.”
***
Pilihan hidup itu ada dua, katanya. Mau menikah sampai maut memisahkan atau tidak menikah sama sekali. Tapi keluarga besar ayah termasuk yang percaya kalau menikah bisa menghapuskan setengah dosa dosa manusia. Seperti halnya Hawa yang diciptakan untuk Adam, Ayah sering mengatakan kalau aku juga diciptakan khusus untuk laki laki, yang entah siapa.
Masalahnya, hingga umurku menginjak 19 Tahun, aku tidak pernah membahas laki laki sama sekali pun tidak pernah memperkenalkan keluargaku tentang Pacarku, karena aku tidak punya. Sementara sepupu sepupuku yang masih SMA tidak jarang membawa teman kencan mereka ke acara keluarga besar. Kupikir, tidak ada yang salah dengan status single tersebut. Sampai suatu ketika gossip laknat itu sampai ke telinga Ayah. Yeah, gossip tentang status seksualku yang mereka sebut suka sesama jenis.
“Aku bukan lesbian, Ayah! Apa salahnya kalau belum punya pacar? AKu masih kecil, tahu.”
“Ayah menikah dengan Ibumu ketika berumur 19 tahun. Kau sudah dewasa, Nayeon. Tapi diumurmu yang segini, kau tidak menunjukkan ketertarikan sama sekali dengan lelaki. Lagipula, foto itu…astaga foto itu sudah lebih dari cukup untuk alat bukti!” Ayah histeris diakhir kalimatnya.
AKu hanya bisa memegang pelipis kepalaku yang terasa pening bukan main waktu itu, tapi Ayah yang duduk disebelahku terlihat jauh lebih frustasi. Itu adalah foto sialan dimana temanku tiduran di atas pahaku sementara aku mengelus kepalanya, kami berdua hanya memakai bikini, jelas itu karena dipantai. Tidak mungkin aku memakai mantel musim dingin ketika musim panas, kan? Kalau dilihat sekali, foto itu memang terlihat seperti sebuah foto mesrah, tapi itu biasa saja. Ayolah, kenapa tidak satu orangpun mau mempercayaiku? Karena demi apapun, aku tidak pernah berpacaran dengan perempuan seperti yang mereka tuduhkan. Aku normal. Aku yakin kalau aku gadis normal.
“Aku masih tertarik dengan laki laki, Ayah!” Aku menunjukkan raut memelas sekali lagi, berusaha meyakinkan Ayah yang perasaannya pasti sedang kecewa dan hancur sekali.
“Buktikan kepadaku kalau begitu. Bawa pacar sungguhanmu kepadaku…dan harus laki laki! Kalau tidak, aku akan menikahkanmu segera dengan Sehun.” Ancam ayah dengan suara intimidasinya.
“Sehun? Siapa?”
“Anak temanku. Dia lelaki yang baik, kau pasti akan menyukainya.”
“Jadi, aku mau dijodohkan?”
“Iya, kalau kau tidak segera punya lelaki pilihan sendiri. AKu tidak mau menanggung dosa besar di akhirat nanti jika ternyata benar anak gadisku penyuka sesama jenis.”
Rasanya aku ingin menangis saja karena itu satu satunya yang bisa aku lakukan. Kenapa Ayah tiba tiba menjadi kejam? Apakah dia tidak kasihan kepadaku? Menikah? Diiumur segini? Apa Ayah gila? Kenapa pikiran Ayah pendek sekali?
“Ayah tidak bermaksud menjualku, kan? Apakah Ayah terlilit hutang?” Pikiran sempitku membuatku bertanya begitu pada Ayah. Beliau hanya mengeluarkan helaan napas kecil kemudian membawaku kedalam pelukannya yang hangat.
“AKu ingin menyelamatkan anak gadisku dari pikiran jahat orang orang.” gumamnya pelan. Dan sebisa mungkin, aku berusaha untuk tidak menangis. Aku begitu menyayangi Ayah. That’s why I would do anything to not make him sad. Termasuk menikah.
***
Karena aku tidak bisa melaksanakan tantangan tak masuk akal dari Ayah, maka disinilah aku berada, dikediaman keluarga Oh. Well, tentu saja aku tidak membiarkan Ayah menang semudah itu. Aku sudah membawa teman kampusku kerumah, mengatakan kalau anak laki laki yang bernama Kwanghee itu adalah kekasihku. Tapi, tentu aku langsung mengaku ketika Ayah menyuruh kami menikah secepatnya. Kwanghee dengan bodohnya setuju, sementara aku tidak mau. Well, Kwanghee itu bau badan, jarang mandi dan jarang ganti baju, asal kau tahu. Makanya aku pasrah terhadap tawaran konyol Ayah dengan beberapa syarat. Lagipula kurasa, menikah atau tidak hidupku akan tetap sama saja. Karena bahagia atau tidaknya aku, itu urusanku, bukan pasanganku, bukan siapapun. Beliau menjamin kalau Sehun merupakan anak baik dan dia tidak mungkin menyakitiku.
“Sehun itu tampan sekali. Kau pasti akan menyakainya sejak pandangan pertama, seperti ketika ayah melihatnya pertama kali.” Itu merupakan bisikkan Ayah sebelum beliau mengajakku masuk ke rumah mewah keluarga Oh, bersama Ibu dan Jaehyun (adik laki lakiku) yang berjalan dibelakang kami.
“Kalau begitu, kenapa tidak ayah saja yang menikah dengannya?” balasku putus asa. Jika ayah yang suka kepada Sehun, kenapa harus aku yang menikah dengannya? Ini tidak adil, kan?
Ternyata omongan ayah ada benarnya juga. Tepat disebrang kursiku, duduk seorang lelaki yang disebut Ayah sebagai calon suamiku. Namanya Oh Sehun, umurnya 20 tahun. Aku kenal dia, bukan ketika kecil, tapi ketika baru masuk Universitas. Dia si senior tampan (kalau tidak salah jurusan Teknik, tidak tahu Teknik apa. Yang jelas teknik. Mungkin aku harus menanyakannya lebih lanjut tentangnya pada Hyeri, temanku yang stalker handal itu) yang disukai banyak Mahasiswi Baru. Auranya dingin, badannya tinggi tegap, garis rahangnya tajam, kulitnya seputih susu, alisnya tebal dan bibirnya sexy, anak anak seangkatanku menjulukinya ‘Ice Prince’ . Dia merupakan anggota badan eksekutif mahasiswa dan merupakan perwakilan yang menyampaikan pidato penyambutan disaat acara Pengenalan Kampus terhadap mahasiswa baru. Pesonanha memang luar biasa.Tapi ayah salah tentang aku yang akan jatuh cinta padanya sejak pandangan pertama. Karena sampai sekarang, aku masih belum tertarik padanya.
“Apakah Nayeon siap jika menikah diumur segini?” Nyonya Oh bertanya padaku ketika makan malam selesai. Aku yang mau menjawab di potong lebih dulu oleh Ayah. Aku belum siap, semua juga bisa tahu hanya dari melihat wajah memelasku yang sedih. Baiklah, tidak sedikit temanku yang sudah menikah diumur yang menurutku masih kecil ini. Tapi mereka saling mencintai, itu yang paling penting. Yeah, ayah tentu sudah mengiming imingkan kalau aku dan Sehun akan saling mencintai setelah menikah. Tapi tidak ada jaminan apa apa tentang itu, kan?
“Anak ini bahkan bercita cita menikah ketika berumur 17 tahun.” Ayah membalas dengan nada bercandanya. Aku tahu kalau Jaehyun yang duduk disebelah Ibu tengah mati matian menahan tawa. Kurasa, mukaku sudah memerah karena ingin segera mengklarifikasi ketidakbenaran perkataan Ayah tersebut. Beruntung, mataku menangkap Sehun yang beberapa kali menyemprotkan tangannya dengan antiseptic setelah makan, yang membuatku tertarik memperhatikan seluruh gerak geriknya. Ia juga merendam peralatan makannya ke dalam air panas yang baru saja disiapkan pelayan. Well, dia juga melakukan hal tersebut sebelum makan. Dia sebegitu pembersihnya, kah?
“Sehun, kau ajak Nayeon ke taman belakang. Kalian harus mengenal satu sama lain lebih dekat.” Anjuran Nyonya Oh tersebut segera diangguki oleh anak laki laki semata wayangnya. Sehun berdiri dengan sopan, dia memberi kode kepadaku untuk mengikutinya. Karena Ayah yang menyenggol pinggangku dengan sengaja, aku dengan terpaksa segera berdiri dan mengikuti langkah Sehun.
Dia berjalan cepat sekali, mungkin karena kakinya yang jauh lebih panjang dariku. “Bisakah kau berjalan pelan sedikit? AKu sedang mengenakan high heels.” Keluhku karena sejak tadi tidak berhasil menyamai langkahnya yang selalu berjarak beberapa meter didepanku. Tapi dia belagak seperti tidak mempedulikan ucapabki.
Sehun berhenti tiba tiba diatas jembatan batu kolam ikan. Dia menatap kearahku sekilas, kemudian langsung berkata dingin ketika aku berniat berdiri disebelahnya, “jangan mendekat!” perintahnya. Aku yakin itu sebuah perintah, bukan permintaan. Satu alisku terangkat bingung. Apa apaan? Apakah aku terlihat seperti mau memperkosanya? “Kau harus berada dalam jarak minimal 1 meter dariku.”
Mulutku terbuka, ingin protest. Memangnya aku ini hal yang menjijikan? Dia tidak sopan dan menyebalkan sekali untuk ukuran orang yang harus saling mengenal. Tapi kata kata selanjutnya berhasil membuatku terdiam, “kau anak Komunikasi yang penyuka sesama jenis itu, kan?” tanyanya santai, matanya seperti menelanjangiku dari atas sampai bawah.
Oh, sebegitu terkenalkah aku? “Kau menyuruhku tidak boleh dekat dekat denganmu karena aku lesbi?” tanyaku bodoh. Suaraku meninggi karena aku sakit hati.
Dia menggeleng. “Aku malah menjadi suka padamu karena kau lesbi.” Balasnya datar. Ucapannya barusan tentu semakin membuatku terlihat bodoh karena tidak bisa menebak apa maksudnya. “ Itu artinya kau tidak akan menyentuhku.” Jika aku tidak salah, ada nada senang dalam suaranya yang berat. Dia senang karena aku tidak akan dekat dekat dengannya? Laki laki aneh jenis apa dia?
“Tapi aku bukan lesbian.” Jelasku. Yeah, dia tidak akan percaya jika aku hanya mengucapkan itu, seperti ayah yang memaksaku memberi bukti kalau aku normal, apakah dia ingin bukti juga? “Aku bisa membuktikan padamu kalau aku bukan Lesbi.” Ucapku kesal. Aku berjalan mendekatinya sekali lagu, tapi Sehun reflek mundur kebelakang. Wajah tampannya memperlihatkan bahwa dia tengah waspada. Semakin dia mundur, semakin aku maju. Memangnya aku kenapa sampai tidak boleh dekat dekat dengannya? Seingatku, aku sudah menggunakan parfum Victoria Sexret, sabun mandiku juga wangi. Akubaru saja manicure and padicure kemarin sore. Kulitku juga tidak dekil. Tapi kenapa dia sangat takut bila ku dekati?
Aku menahan tawa karena menikmati wajah absurdnya yang terlihat menggemaskan. Tepat ketika aku nyaris menyentuh wajahnya, dia langsung berlari sejauh mungkin dariku. Anak ini aneh sekali!
“Sudah kubilang…jangan mendekat!” teriaknya kesal.
“Kenapa?”
“Kau bisa saja tiba tiba menyentuhku.” Dia berkata cukup keras dijarak kami yang cukup jauh. Aku diam beberapa saat, berpikir. Sampai akhirnya senyum licik terpampang disudut bibirku. “Kau takut disentuh perempuan? Jangan jangan kau homo!” otak pintarku baru saja memberikan informasi paling masuk akal.
Senjata makan tuan. Biar dia rasakan juga bagaimana tidak enaknya difitnah lesbi. Pria itu membelalakkan mata tajamnya atas ucapan sindiranku. “Aku normal tahu!” tekannya.
“Lantas, kenapa kau takut disentuh perempuan? Itu sudah cukup menjadi bukti kalau kau Homo.” Aku mengeluarkan tawa kemenanganku. Aku bisa menyebarkan gossip ini kepada teman temanku. Pangeran Es batu kesayangan mereka ternyata homo. Bukankah ini akan menjadi cerita seru? “Oh my God. Oh Sehun ternyata homo!” Aku berteriak mengejek. Semoga saja Nyonya Oh ataupun siapapun itu yang tengah asik mengobrol didalam tidak mendengar ucapan penghinaanku terhadap Oh Sehun.
“Ya! AKu tidak homo.” Dia berkata marah, tapi tidak menunjukkan tanda tanda bahwa dia akan berjalan mendekatiku untuk memukulku. Jadi, aku yang berjalan mendekatinya. Dia masih berdiri ditempat, sejak kapan aku seberani ini untuk menantang laki laki yang dari segi fisik tentu akan menang dariku jika berkelahi? Tapi sungguh, hal ini memacu adrenalinku. Ada kesenangan sendiri ketika aku mengganggunya seperti ini.
Sehun pelan pelan mundur kebelakang ketika aku semakin dekat dengannya. Matanya tidak menyiratkan ketakutan, lebih ke kewaspadaan tingkat tinggi. “Aku hanya tidak suka disentuh.” Dia mengatakan pembelaan yang sama seperti sebelumnya.
Aku tersenyum mereng sekali lagi, “kita akan menikah dan tentu saja…saling bersentuhan.” Dia sontak mengelak ketika tanganku nyaris menyentuh wajahnya yang putih bersih. Tidak ada satu jerawatpun disana.
“AKu akan membunuhmu jika kau menyentuhku!” ancamnya sadis. Tapi siapapun juga tahu kalau itu hanyalah ancaman omong kosong. Well, dia bisa dipenjara seumur hidup apabila membunuh orang hanya karena disentuh.
“Semakin kau tidak mau kusentuh. Semakin aku ingin menyentuhmu.” Aku mencari gara gara dengan mengatakan itu. “Kecuali jika kau mau mengaku kalau kau homo, aku akan berhenti dan mengatakan pada Ayah bahwa calon suamiku ternyata penyuka sesama jenis.”
Ini tawaran yang menarik, bukan? Pernikahan ini bisa batal tanpa aku harus melakukan usaha sulit.
“Kau ini benar benar…” dia mengatakannya dengan desisan kesal. Saat itu juga aku menghentikan tawaku. Apakah dia semarah itu dan akan melaksanakan ucapannya tadi, membunuhku? “Aku mysophobia. Puas?”
Aku masih diam. Berpikir apa itu mysophobia. Tapi hal itu sepertinya tidak ada dalam kamus diotakku. “Jadi, jangan coba coba menyentuhku. Tanganmu pasti penuh kuman.”
“Apa kau bilang? Kuman?!” Aku merasa ingin mencekiknya pada detik ini juga. Dia menyamakanku dengan kuman? Apakah dia gila, huh? Percuma tampan dan keren kalau tingkah lakunya menyebalkan dan tidak sopan. Kalau begini, lebih baik aku menikah dengan Kwanghee saja daripada Oh Sehun yang pasti membuatku makan hati tiap hari!
Dia berjalan kearah pintu masuk rumah megahnya. Sebelum benar benar menjauh, dia berkata tanpa berbalik. “Kau juga harus masuk. Udara sedingin ini bisa menyebabkan Flu.”
Well, aku tidak akan sudi menjalankan ajakkannya tersebut. Masih ditaman, aku duduk di kursi panjang dekat kolam renang lalu mengeluarkan handphone dari tas kecilku. Setelah menyentuh applikasi Naver, aku mengetik ‘Mysophobia’ pada kotak pencarian.
Kelainan psikologi jenis apakah Myso itu? Takut perempuan kah?
Aku membuka beberapa tab yang bertuliskan artikel Mysophobia. Disana rata rata dijelaskan kalau Mysophobia itu merupakan ketakutan yang tidak sehat mengenai kontaminasi bakteri atau kuman.
“Pantas saja dia terlihat pembersih sekali dan suka menggunakan Antiseptic. Dasar lelaki aneh.” Aku bergumam sendirian. Karena kurasa cukup dan mulai kedinginan, aku memasuki rumah besar bertingkat dua itu. Aku menemui Sehun tengah berada di Westafel didekat dapur. Dia mencuci tangannya dan mengosok gosok beberapa kali.
“Ya, aku kan belum menyentuhmu!” ucapku kesal dibelakangnya. Dia terlihat terkejut dengan kehadiranku yang tiba tiba. “Aku bukan kuman, tahu! AKu sudah mandi sebelum kemari.” Jelasku tidak terima. Walaupun aku jarang sekali membersihkan kamarku sendiri, aku tidak sejorok itu hingga tubuhku dipenuhi kuman seperti yang ditakutkan olehnya.
“Ya! Menjauh dariku!” Hardiknya, sekali lagi waspada.
“Aku jadi ingin semakin mendekat kepadamu, calon suami.” Godaku untuknya. Aku maju selangkah. Jika aku mengulurkan tangan sedikit saja, aku bisa langsung menyentuh lehernya.
“Kalau kau begini. Pernikahan kita tidak akan pernah terjadi.”
“Lebih baik begitu.” Balasku setuju. “Katakan pada Ayahku kalau kau Homo. Kita tidak akan menikah.” Tantangku.
Aku dapat melihat dari pantulan cermin westafel kalau Sehun sedang menutup matanya rapat rapat. Mungkin dia menahan diri untuk tidak marah. Meskipun wajahnya terlihat dingin dan mengintimidasi, tapi dia lucu disaat yang bersamaan.
“Aku akan mengatakan pada ayahmu kalau kau Lesbian.”
“Aku bisa menciummu sekarang untuk membuktikan pada Ayah bahwa aku normal. Atau kalau perlu, aku tidak masalah jika kau ajak ke kamar. Aku sangat suka disentuh, omong omong” Aku mengatakannya disertai senyum yang manis sembari memainkan ujung rambutku dengan jari telunjuk. Kalau dilihat lihat wajahku sama sekali tidak buruk. Tubuhku juga lumayan. Tidak jarang anak lelaki sefakultasku frontal mengajakku tidur bersama. Tapi aku menolak, itu salah satu alasan kenapa mereka mengira aku tidak suka lelaki.
“Dasar murahan!” Sindirnya tajam. Yeah, aku tahu memang aku yang bertingkah murahan dihadapannya sekarang. Tapi sumpah, demi apapun, mengganggu dan menggodanya seperti ini benar benar menghadiahi kesenangan sendiri dalam hatiku yang masih belum bisa terima kalau aku akan segera menikah. Yang terpenting, sejahat apapun yang kukatakan padanya, dia tidak akan menyentuhku. Itu hal yang bagus, kan? Aku bagaikan tengah mengganggu Singa yang berada didalam kandang listrik besi.
“Tidak apa apa kan murahan kepada calon suami sendiri?”
“Berhenti menggangguku Jung Nayeon!” dia menyemprotkanku dengan banyak percikkan air, membuat tubuhku reflek mundur kebelakang sehingga memberikannya jalan untuk melarikan diri.
Aku tersenyum kecil melihat langkahnya yang menjauh. Tubuhnya yang dibalut kemeja putih rapi tegap sekali, terlihat lebih menggiurkan dari belakang. Satu lagi perkataan ayah yang terbukti benar, Oh Sehun tidak akan menyakitiku. Aku tidak tahu kenapa aku sangat yakin ini setelah mengobrol dengannya sekali.
***
“Kenapa kau tiba tiba bertanya soal Oh Sehun?” Hyeri bertanya curiga ketika mata kuliah Dasar dasar Jurnalistik tengah berlangsung. Untung kami berdua duduk dibangku paling belakang, tidak terlalu menarik perhatian apabila mencuri kesempatan untuk mengobrol. Lagipula dosennya adalah Park Geunhyung, beliau sedikit tuli karena waktunya pensiun tahun depan.
“Sepupuku menanyakan tentangnya.”
“Sepupumu yang mana?”
“Kenapa kau banyak tanya sekali, sih? Beritahu saja aku apa yang kau ketahui tentangnya. Nanti aku traktir waktu makan siang.”
Hyeri menghela napas panjang, “aku akan menceritakannya. Tapi tolong, jaga jarak denganku. Kau terlalu dekat.” Aku menggeser bangkuku sedikit ke kanan. Uh, ini pasti gara gara gossip sialan itu. Makanya sekarang tidak sedikit mahasiswi yang menjauhiku dan menjaga jarak denganku. Siapapun yang menyebarkan gossip tidak sedap itu, kudoakan dia lajang seumur hidup!
Gadis berambut merah sebahu itu berdehem beberapa kali sebelum memulai, “Oh Sehun Oppa itu jurusan Teknik Arsitektur semester 5. Dia merupakan atlit renang ketika SMA dan kalau tidak salah, dia juga sabuk hitam Taekwondo. Sehun Oppa itu antisocial sekali. Dia tidak suka bersosialisasi ataupun berteman dengan banyak orang, makanya tidak sedikit yang menilainya sombong. Tapi, manusia yang punya segalanya itu berhak sombong, kan? Meskipun Antisosial, dia merupakan salah satu petinggi BEM dan aktif di organisasi. Sayangnya, aku jarang lihat dia berada dillapangan.”
“Lalu?”
“Ayahnya baru meninggal dua bulan yang lalu.”
Kalau informasi yang terakhir, aku juga tahu.
“Lalu?”
“Dia belum punya pacar. Ini merupakan informasi paling menyenangkan yang kutahu. Tapi, banyak mahasiswi cantik dan eksis kampus yang menyukainya, termasuk Han Jisoo. Kau juga mau ikut bertarung untuk mendapatkannya?”
Aku tentu menggeleng. Senyumku pasti tengah merekah sekarang. well, untuk apa aku bertarung kalau aku sudah menang? Yang paling penting, aku akan menang dari Han Jisoo! Yeah aku akan menang karena Oh Sehun yang diinginkan banyak gadis gadis kampus akan menjadi milikku sebentar lagi.
Ah, tunggu sebentar…kenapa aku jadi excited begini untuk menikah dengannya? Bukankah semalam aku masih berharap kalau pernikahan kami akan batal?
“Kau pasti punya rencana busuk!” Hyeri mengganggu bayangan indahku ketika mengatakan itu, karena mau tidak mau membuatku kembali bertemu kenyataan.
“Tidak ada.” Aku kemudian tersenyum untuknya. “Habis ini main ke Fakultas Teknik, yuk?” Ajakku. Hyeri terlihat tidak tertarik. “Kan ada Jongin Oppa. Kau tidak mau melihatnya?”
Aku tentu tahu apa kelemahan Hyeri. Dia sudah menjadi temanku sejak hari pertama masuk kuliah dan sejak saat itu pula, aku selalu menangkap pandangannya tertuju pada Kim Jongin. Dia anak Teknik Sipil semester 5, kakak sepupuku yang tampan dan akan selalu menjadi idola Shin Hyeri.
Mata Hyeri berbinar setelah mendengar nama itu kusebutkan. Dengan senang hati, akhirnya dia mengangguk. Yeah, aku bisa mengganggu Oh Sehun lagi. Semoga saja dia ada di kampusnya setelah mata kuliahku yang satu ini selesai.
***
Aku menggerutu kesal karena Hyeri yang menghilang entah kemana. Berdiri sendirian di lantai satu gedung jurusan Teknik Arsitektur seperti ini tentu membuatku merasa tidak nyaman. Aku benar benar merasa asing dan kikuk, tidak tahu harus berbuat apa. Pasti tampangku sudah mirip orang teler.
Seseorang menyentuh bahuku dari belakang, sontak membuatku berbalik arah. Kupikir dia Oh Sehun. Tapi ternyata bukan. Dahiku pasti berkerut karena berusaha mengingatnya. Tapi demi apapun, sepertinya aku tidak kenal?
“Kau sendirian saja disini? Cari siapa?” tanyanya ramah.
AKu mengangguk untuk menjawab pertanyaan pertama, “cari temanku.” Aku berkata pelan menjawab pertanyaan yang kedua.
“Siapa? Mau kubantu cari?”
AKu menggeleng singkat, “tidak perlu. Terimakasih.”
Dia mengeluarkan handphonenya dan menyerahkan kearahku, “boleh minta ID Kakaotalk?” tanyanya merayu. Well, aku sudah tahu niatnya seperti ini dari awal. Tampangnya saja sudah mirip penjahat kelamin. Dasar lelaki!
“Maaf, aku baru saja menghapus Kakaotalku seminggu yang lalu.”
“Kalau begitu ID Line?”
Aku menggeleng sekali lagi, sebisa mungkin menunjukkan raut tidak enak. Bisakah Tuhan menolongku untuk segera menampilkan sosok Hyeri dalam pandanganku?
“Aku juga tidak memakai Line.”
Dia terlihat mulai sebal. “Ah kau pelit sekali. Dasar gadis sok jual mahal.” Sindirnya untukku. Dia berjalan melewatiku tanpa berkata apapun lagi dan menemui teman temannya yang mengatakan kalau dia payah.
Dengan jarak yang tidak sejauh itu, aku masih bisa mendengar bisik bisik cekikikan mereka.
“Bukankah dia si Lesbi Jung Nayeon? Wajar kau tidak mendapatkan nomornya.”
“Sayang sekali ya, cantik cantik lesbi.”
“Padahal sepertinya dia menarik untuk diajak bertarung diajar kasur.”
“Temanku di Jurusan Komunikasi mengatakan kalau dia murahan.”
Rasanya, aku benar benar ingin melempar mereka dengan sepatuku. Kenapa kurang ajar sekali? Bukan hanya mulut mereka yang kurang ajar, tapi juga pandangan mereka. Memangnya aku barang dikatakan murah atau mahal? Kenapa lelaki zaman sekarang tidak ada yang bisa menghargai perempuan, sih? Uh, aku tidak akan sudi menginjakkan kaki ke Fakultas menyebalkan ini lagi!
“Ucapan mereka tidak usah didengar.” Suara itu berkata pelan, membuat fokusku berubah kearahnya. Berdiri Oh Sehun sekitar setengah meter disebelahku, tas sandang hitamnya terselip dibahu kanan, kedua tangannya ia letakkan di saku celana. Aku memandangnya insten untuk mencari tahu apa yang membuatnya terlihat jauh lebih keren dari dua malam yang lalu. “Apa yang kau lakukan sendirian disini?” tanyanya datar, seperti tak suka.
“A..aku..” tidak mungkin aku mengaku karena ingin mencarinya. “Aku menemani temanku yang ingin bertemu anak fakultas ini.”
Maafkan aku karena telah menjadikanmu kambing hitam, Hyeri.
“Dimana dia? Kau sendirian.” Tatapan Sehun yang tajam dan dingin jelas sedang menuduhku berbohong.
“Aku juga tidak tahu dia menghilang kemana.” Balasku kikuk.
“Cepat pergi dari sini. Kau bisa membuat polusi udara.” Dia berkata dengan nada suara khasnya yang dingin sembari berjalan pergi meninggalkanku begitu saja. Dasar tidak gentleman! Seharusnya dia memukul orang orang yang tengah menginjak injak harga diri calon istrinya, kana tau setidaknya memperingatkan mereka, kan?
“Tunggu.” Panggilku. Sehun menghentikan langkahnya, dia tidak berbalik menghadapku. Maka dari itu aku berjalan mendekatinya. Setelah berada pada jarak yang cukup dekat tapi tidak terlalu dekat untuk menyentuhnya. Aku berkata pelan dengan suara yang kubuat sedih. “Lelaki macam apa kau yang tidak membela calon istrinya?”
Bahu Sehun naik sedikit. Dia sepertinya baru smengeluarkan napas berat secara kasar. Dia berbalik badan kearahku dan memberikanku tatapan tajam yang sudah biasa kulihat, seperti itu merupakan cara tersopannya ketika memandang orang. “Siapa yang bilang kau calon istriku? Apakah kau belum mendengar kabar kalau kita tidak jadi menikah?”
APA DIA BILANG? Aku begitu yakin kalau mataku sudah terbelalak sempurna karena ucapannya barusan. Ayah belum memberiku kabar apa apa soal pembatalan pernikahan yang seharusnya terjadi 2 minggu lagi. Bukankah Sehun harus segera menikah untuk mendapat status ‘dewasa’ sehingga dia bisa menjadi ahli waris ayahnya? Apakah dia punya calon istri yang lain? Astaga, kenapa aku harus panic? Bukankah ini hal yang paling kuinginkan, batalnya pernikahan gila ini? Kenapa aku sekarang jadi tidak terima? Jangan jangan aku yang mulai gila.
“Kau terlalu agresif untuk menjadi istriku. Aku tidak suka perempuan agresif!” ucapnya santai, dia memberikanku senyumannya, senyuman kemenangan yang membuatku ingin segera mencakar wajahnya. Yeah, kuakui dia memang menang. Tapi ini yang malah membuatku tidak mau mengalah.
Oh, jadi dia membuangku karena ucapan muarahanku padanya tempo hari? Astaga, apakah dia menganggap hal itu serius? Aku ingin tertawa sekencang kencangnya, mentertawakan lelaki tinggi berkulit putih dihadapanku.
Tapi ide licik tiba tiba melintas dikepalaku. Aku menangis. Tetes demi tetes airmata melintas serabutan diwajahku. Sehun menatapku ngeri ketika tangisku mulai sesunggukkan.
“Apa yang kau tangiskan?” tanyanya pelan, berbisik kearahku.
AKu tidak menjawab, sengaja membuat tangisku semakin jadi hingga berhasil mengambil beberapa perhatian orang orang.
“Setelah meniduriku dan membuatku mengandung anakmu, kau mau mencampakkanku begitu saja? Kau bilang kau akan bertanggung jawab, kau bilang kau akan menikahiku. Kenapa kau malah menyuruhku pergi dan meninggalkanku. Kau jahat Oh Sehun!”
Mata Sehun terbelalak setelah mendengar ucapanku. Masih dengan dibanjiri airmata, aku tersenyum sinis karena sepertinya drama yang kubuat berhasil membuat beberapa orang menatap menuduh kearahnya. Aku tahu kata kataku barusan begitu esktrim, berdampak padaku juga. Tapi, kalau dia bisa mencampakkanku semudah itu, kenapa aku tidak melakukan hal yang sama? Lagipula, ini bisa membuat mereka mencabut dugaan kalau aku lesbi. Uh, bukankah tuduhanku yang ini lebih baik daripada membuka aibnya kalau dia tidak bisa disentuh perempuan, yang artinya dia punya kelainan dan homo?
Kau tidak jadi menang, Oh Sehun! Kau harus tahu kalau Jung Nayeon yang sedang kau hadapi adalah gadis yang pintar.
***
Ini tidak terinspirasi dari Webtoon Untouchable, karena i got the idea when i read Taeyeong;s fact, it said that he has Mysophobia. And it was originally casted by Taeyong. Tq