CHAPTER 1 : Automatic
Minggu kedua musim semi, gadis itu masih saja menghabiskan hari liburnya dengan berjalan seorang diri. Baginya, tidak ada yang lebih baik selain berjalan di sekitar taman, mendengarkan musik ballad favoritnya sambil sesekali menyeruput secangkir cappuccino ice yang ada di tangan kanan nya.
Sejak lulus dari sekolah menengah pertama, ia memutuskan melanjutkan pendidikannya di Seoul, berharap akan mendapatkan pendidikan yang lebih baik dan tentunya pekerjaan yang mampu memberikan bayaran yang ia inginkan. Tiga minggu pertama sejak kepindahannya ke Seoul, gadis itu merasa bahwa keputusan yang ia ambil adalah tepat, sekolah elite dan apartemen mewah yang ia tempati semua persis seperti yang ia harapkan. Namun siapa sangka? Tidak lama setelah itu perusahaan ayahnya mengalami kebangkrutan karena suatu hal, ia terpaksa harus pindah kedalam rumah sewa kecil disebuah tempat dengan gang-gang sempit yang tak sedikit. Impiannya mendapatkan pekerjaan memang terwujud, tapi terlalu cepat. Bahkan saat dia sedang menjalani semester terakhir di tingkat pertama, gadis itu terpaksa menjalankan dua profesi sekaligus dalam hidupnya sebagai pelajar dan pengantar surat.
Ya, pengantar surat. Hanya itu pekerjaan yang mampu menerima seorang pelajar di tingkat pertama SMA, setahun sudah gadis itu bekerja disana dengan bayaran tak seberapa yang hanya cukup membiayai makan dan keperluan pribadinya saja tapi setidaknya itu meringankan beban ayahnya bukan? Seorang gadis yang bermimpi dapat hidup dalam gemerlap kemewahan, tumbuh menjadi seorang gadis tangguh dan mandiri. Itu sisi positifnya.
Terik matahari memaksanya untuk duduk di bangku taman, bersandar menikmati semilir angin yang menyapu halus wajahnya. Ia mengalihkan pandangannya pada sekitar, tidak ada banyak orang disana taman ini begitu sepi sehingga ia dapat mendengar suara angin walau itu berhembus dengan sangat lembut. Keheningan ini membuat gadis itu merasa nyaman, dedaunan yang tertiup angin sehingga bergerak seolah sedang melambaikan tangan membuatnya terlena. Perlahan, mata gadis itu terpejam.
drrtttt…. drrttt…
Nevi terkejut saat ponselnya bergetar, cepat-cepat ia memandang layar ponselnya. “hft… untuk apa orang ini menghubungiku” ucapnya memutar bola mata.
“ada perlu apa pak Hwan?”
“Tapi… tapi ini kan hari minggu!”
“tetap saja perjanjian awalnya jika hari minggu aku tidak bekerja, ini waktu istirahatku tolonglah pak Hwan beri aku pengertian”
“Nona Nevi aku paham benar jika anda butuh waktu istirahat, tapi sekarang ini kantor sedang memiliki masalah dan kaulah penyebabnya, jadi aku tunggu kau 10 menit dari sekarang!”
“1 jam pak Hwan, jarak dari tempatku sekarang menuju kantor tidaklah dekat”
“Kau benar-benar gila Nona Nevi, kantor hampir saja bangkrut karenamu!”
“Baiklah 30 menit!”
“20 menit atau kau kupecat!” hening, sambungan telepon benar-benar telah diputus seseorang disebrang sana.
“Arghhh!!!” Nevi mengacak rambutnya gemas, dilepasnya earphone yang sejak tadi menggantung di telinganya itu dengan kasar. Nevi berdiri dengan sekali hentakan, melempar gelas cappuccinonya pada tempat sampah, lalu berjalan dengan cepat.
Sepanjang perjalanan, ia hanya sibuk dengan umpatannya sesekali Nevi menendang bebatuan yang menghalagi langkahnya. “benar-benar tidak punya perasaan, apa menurutnya aku ini budak? Memintaku datang dan pergi sesukannya, melakukan semua perintahnya. Aku sudah tidak tahan lagi! Mengapa aku harus bekerja dengan orang menyebalkan sepertinya, jika aku tidak membutuhkan uangnya aku tak sudi bahkan hanya untuk sekedar melihat wajahnya!”
Ponselnya bergetar kembali, sebuah pesan baru saja masuk.
“Nona Nevi, waktumu 10 menit lagi. Apa kau benar-benar ingin kupecat?” Nevi tidak berkata apapun,dia hanya mengusap wajahnya kasar kemudian mempercepat langkahnya.
“ Kau benar-benar ingin membuat kantorku bangkrut ya?!”
Baru saja Nevi tiba di ambang pintu kantor pos, Pak Hwan sudah berteriak dari arah ruangannya. “Aku baru saja tiba” gumam Nevi lalu masuk dengan malas.
Sekarang ini Nevi berada di ruang pribadi milik Pak Hwan, ia berdiri di depan Pak Hwan yang duduk sambil melipat kedua tangannya di dada. “Kau tahu, pagi ini seseorang menghubungi kantor dan mengatakan bahwa sudah dua bulan ini suratnya tidak pernah datang. Dia sudah menghubungi kepada pengirimnya dan mengatakan bahwa surat itu selalu dikirim setiap minggunya, siapa lagi yang mengantar surat setiap pagi selain kau Nona Nevi?”
“Jadi maksudmu aku mengirim surat ke alamat yang salah? Aku selalu mengirimnya sesuai alamat yang ada, dan bagaimana mungkin orang itu bisa langsung mengetahui bahwa kantor pos ini yang mengirimya?” ucap Nevi beracak pinggang.
“Ada tiga hal yang harus kau ketahui Nona Nevi, pertama sikapmu itu kepadaku sangatlah tidak sopan. Beraninya kau beracak pinggang didepanku yang jelas lebih tua darimu”
Ucapan Pak Hwan tadi sontak membuat Nevi menurunkan tangannya. “Kedua, kantor pos di Seoul hanya ini Nona Nevi dan kau yang bertanggung jawab atas pengiriman surat di pagi hari. Ketiga, kau mengirim surat ke alamat yang benar tetapi pada orang yang salah”
“Maksudmu Pak Hwan?” .“Pemilik rumah itu, sudah pindah beberapa hari setelah surat pertama dikirimkan, dia mengatakan bahwa pengirim surat sudah menulis alamat yang baru tapi kau masih saja mengirim ke alamat yang lama dan kau tahu akibatnya? Orang itu hampir saja menuntut kantor ini karena surat itu merupakan berkas penting perusahaannya yang di kelola di luar kota Seoul!” Pak Hwan menekankan kata-kata akhirnya.
“Mana mungkin,memang alamat itu yang tertera. Kau jangan mempermainkanku Pak Hwan” Nevi menghembuskan nafasnya kencang.
“kau selalu terburu-buru jika mengantar surat karena kau akan bergegas ke sekolah. Mungkin saja kau tida memeriksanya kembali karena tahu akan mengantar surat yang sama. Aku tidak mau tahu,kau harus mengembalikan surat-surat itu pada penerima aslinya!”
“Baiklah, berikan alamatnya padaku kalau begitu” . “Mana aku tahu, aku tidak menyimpannya. Kau, pergilah kerumah itu dan minta kembali surat-suratnya kemudian lihat alamatnya lalu kembalikan kesana” . “Mengapa kau selalu berfikir hal yang kau ucapkan itu mudah,Pak Hwan?” kali ini Nevi benar-benar sudah kehilangan kesabarannya.
“Secepatnya Nona Nevi, aku masih berbaik hati karena tidak memecatmu” ucapnya meninggalkan Nevi dalam ruangan itu.
“Oh Tuhan… mengapa kau lakukan ini kepadaku” ucap Nevi melangkahkan kakinya dengan berat keluar ruangan.
Sudah lebih dari 10 menit Nevi berdiri menatap pagar hitam menjulang di hadapannya. Sesekali dirinya mendekat memeriksa tempat masuknya surat yang dibuat menyatu dengan dinding. “Ini sudah benar-benar gila..” gumamnya menggelengkan kepala.
Sekali lagi Nevi melangkahkan kakinya mendekat kearah pagar, dilihatnya susana rumah melalui celah diantara masing-masing batangan besi tersebut. ”Sepi, sepertinya tidak ada orang disana lalu bagaimana caranya aku masuk kedalam?” Tanya Nevi pada dirinya sendiri.
Perlahan diletakkannya ransel dipunggungnya itu ke tanah, tangannya menggenggam erat besi-besi yang ada dihadapannya itu sementara satu kakinya bertumpu pada besi lain yang dipasang secara horizontal. “Tunggu.. ini gila” ucapnya cepat-cepat meraih kembali ranselnya.
“tapi akan memakan waktu yang lama jika aku menunggu, masalah ini harus segera selesai”
Setelah berfikir sejenak, Nevi memutar badannya. Langkah kakinya menjauhi rumah itu.
Ditengah perjalannya pulang, Nevi menghentikan langkahnya. Entah pengaruh apa yang membuatnya begitu yakin untuk kembali ke rumah itu. Begitu sampai, cepat-cepat ia melempar ranselnya itu ketanah setelah sebelumnya Nevi mengencangkan ikatan di rambutnya.
“baiklah, aku hanya ingin semuanya cepat selesai” ucapnya mulai menginjakkan kakinya itu pada besi horizontal pertama.
Nevi sudah tiba di puncak pagar, salah satu kakinya ia angkat untuk menyebrangi pagar itu. “hampIr sampai” ucapnya dengan senyum yang mengembang.
“Hei kau!”
Seseorang berjalan mendekati rumah itu, menghentikan Nevi yang sedang menuruni pagar.
“Berhenti kau, pencuri!” ucapnya semakin mendekat ke arah pagar. Nevi tidak bisa mengendalikan pandangannya, ia memandang jarak dirinya dengan tanah dan jarak orang tersebut yang semakin mendekat secara bergantian.
“bagaimana ini…” gumamnya semakin resah. Tinggal beberapa langkah lagi orang itu sampai dihadapan Nevi, sepertinya itu sang pemilik rumah yang baru. Bagaimana jika ia benar-benar dituduh sebagai seorang pencuri?
Tiba-tiba saja cengkraman kuat tangannya pada pagar kian mengendur, kakinya tidak dapat meraih pijakan yang lain. Nevi merasa jantungnya berdegup begitu kencang,keringat dingin menjalar di seluruh tubuhnya. Perlahan pandangannya memudar, Nevi kehilangan keseimbangannya.
“BRAKKK!!!”
Setelah itu, Nevi tak mengetahui apa yang terjadi.
Kedua mata Navi terbuka secara perlahan. Dinding dan lantai, keduanya putih. Tirai biru… dan selang infus? Matanya mengikuti arah selang tersebut. “dimana aku sekarang?” fikirnya. Selang itu berhenti tepat di tangannya, dengan jarum yang melekat di nadinya. Lengannya menyentuh sesuatu yang sejak tadi terasa mengikat kepalanya. “perban? Apa yang terjadi sebenarnya?” tanyanya lagi. Nevi berusaha untuk bangkit namun seseorang menahan tubuhnya.
“Jangan memaksakan dirimu,Nona” ucapnya dingin.
“siapa kau?” Nevi terkejut mendapati seseorang tak dikenal duduk disampingnya.
“sebenarnya itulah hal yang ingin kutanyakan padamu sejak tadi, siapa kau? Untuk apa kau datang kerumahku dengan memanjat pagar?” ucap pemuda itu tanpa ekspresi
“memanjat pagar?” Nevi berusaha mengingat semua kejadian yang ia alami hari ini.
Seingatnya tadi dia sedang menikmati secangkir cappuccino di taman, lalu kemudian Pak Hwan menghubunginya,berbicara soal surat dan memintanya pergi kesebuah rumah. Rumah? Ah, memang benar dia memanjat pagar rumahnya lalu kemudian dia terjatuh. Sekarang,Nevi ingat semuanya.
“Untuk apa kau datang kerumahku dengan memanjat pagar?” ulang pemuda itu.
“Oh,itu…” ucap Nevi kemudian menjelaskan maksud kedatangannya.
“Ternyata kau yang mengirimkan surat itu, aku sama sekali tidak tertarik untuk membukanya tapi semua suratnya masih aku simpan di gudang” jawab pemuda itu.
“Benarkah? Terimakasih karena telah menyimpannya, kalau begitu aku harus cepat-cepat mengembalikan surat itu” ucap Nevi mengibaskan selimut yang menutupi tubuhnya itu.
“Tapi Nona…” ucapan Pemudia itu terputus ketika tiba-tiba Nevi memekik kaget. “Apa yang terjadi dengan kakiku?”
“Waktu terjatuh tadi, kakimu patah” jawab pemuda itu dengan raut wajah penuh penyesalan.
“apa? Lalu bagaimana aku mengembalikan semua surat itu” erangnya.
“Kau! Ini semua karenamu!” Ucap Nevi menunjuk tepat di wajah pemuda itu.
“Mengapa kau menyalahkanku? Harusnya aku ini sudah menuntutmu karena menyelinap kerumah orang” ucapnya mengibaskan tangan dan tertawa yang dipaksakan.
“Kau harus bertanggung jawab”
“untuk apa aku melakukannya?”
“atau kau akan kulaporkan pada polisi karena telah membuat seseorang terluka” ancam Nevi menatap lekat-lekat pemuda di sampingnya itu.
“kau tidak bisa melakukan hal itu semaumu!” pemuda itu mulai kesal.
“aku ada sebuah permintaan, kau lakukan hal itu atau kulaporkan pada polisi.”
“baiklah… apa itu?” pemuda itu menghembuskan nafasnya dengan kasar.
“kau memiliki kendaraan?” “ya” ” Kau bisa mengendarainya?” “tentu saja..” pemuda itu memiringkan kepalanya, mulai merasa curiga dengan pertanyaan yang dilontarkan Nevi.
“kau harus mengantarku pada alamat yang tertera di surat itu” ucap Nevi yakin. “hanya itu?”
“hm”
“Tapi,kapan aku bisa pulang?”
“sebenarnya hari ini pun kau sudah diperbolehkan pulang”
“Baiklah, antar aku”
“kemana aku harus mengantarmu?”
“tentu saja kerumahmu!”
……..
“Apa maksudnya ini,mengapa setiap surat memiliki alamat yang berbeda?” kini,keduanya sedang berada di dalam gudang, berhadapan dengan kardus berisi tumpukkan surat. Taejoon berlutut sementara Nevi duduk di kursi rodanya.
“Nona, kau tidak mempermainkanku kan?”
“yang benar saja, akupun tidak tahu mengapa ini bisa terjadi”
Taejoon hanya diam memperhatikan tumpukkan surat dihadapannya itu. “Sekarang apa yang harus kita lakukan? Surat ini berisi dokumen penting perusahaan” gumam Nevi. “Kita? Aku tidak memiliki kepentingan dengan semua ini” ucap Taejoon. “Hei, bukannya kau bilang akan mengantarku pada pemilik surat ini” Nevi mengalihkan pandangannya pada Taejoon.
“Tapi jika seperti ini kita tidak tahu alamat mana yang benar, aku tidak mau terlibat. Itu urusanmu!” ucap Taejoon bangkit dari posisinya semula.
“Kau akan pergi kemana? Jika memang itu yang harus dilakukan, antarkan aku mencoba semua alamat yang tertera” ucap Nevi menahan lengan Taejoon.
“Apa kau bilang? Kau ini gila,ya? Aku tidak mau!” ucap Taejoon melepaskan genggaman Nevi.
“Kalau begitu, aku akan benar-benar melaporkanmu pada polisi”
untuk kesekian kalinya Taejoon menghembuskan nafasnya dengan kasar. “Baiklah,baiklah… kau ini memang menyusahkan” ucapnya.
“ini tidak akan terjadi jika kau tak datang dan membuatku kehilangan keseimbangan”
“aku tidak akan melakukannya jika kau tidak masuk kerumahku dengan cara seperti itu”
“sudahlah, sekarang katakana siapa namamu?” Tanya Nevi. “untuk apa aku mengatakannya?”
“untuk memastikan agar kau tidak kabur”
“Taejoon,Park Taejoon” jawabnya sambil berlalu.
…..
15 menit lagi jam pelajaran terakhir usai, Nevi masih saja menopang dagunya dengan sebelah tangan sementara tangan lainnya mengetuk-ngetukan bolpoin di atas meja. Bukannya tidak menghargai guru yang sedang berdiri di depan, tapi sekarang ini fikiran Nevi terlalu sibuk memikirkan surat-surat yang belum juga sampai pada penerima aslinya. Ini sudah hari ke lima, dan sudah 4 alamat pada surat yang mereka coba kunjungi. Responnya beragam bukan itu rumah yang mereka maksudkan , sampai dengan alamat yang benar-benar tidak ada di Seoul. Nevi sempat berfikir apakah orang itu bukan tinggal di kota Seoul? “arghhhh!” Nevi tidak menyadari bahwa kekesalannya itu benar-benar keluar dari mulutnya.
“Ada masalah,Nevi?” Mr.Kim mengembalikan Nevi dari lamunannya.
“Ah,tidak Mr.Kim maafkan saya” ucapnya membungkukkan badan.
“Mengapa kau lama sekali?” Taejoon melepas kacamata hitamnya dan menggantungnya di antara kerah kemeja yang ia kenakan.
Nevi tidak menjawab, ia hanya menunjuk tongkat yang menopang sebelah kakinya dengan dagu. “baiklah aku mengerti” ucap Taejoon membukakan pintu mobil dan membantu Nevi masuk kedalam.
“kemana tujuan kita selanjutnya?” Tanya Taejoon seolah tidak ingin membuang waktu. “Mengapa kau terlihat begitu bersemangat?” ucap Navi mendengus geli.
“aku hanya ingin semua ini cepat selesai. Kau hampir membuatku gila dengan semua masalah ini” ucapnya menatap tajam Nevi yang duduk di bangku belakang melalui kaca spion.
Nevi hanya memalingkan wajahnya dan menatap keluar jendela. “Ishh..” desah Taejoon kemudian menyalakan mesin mobilnya.
“kita sudah sampai” Taejoon membukakan pintu belakang mobil. Tanpa sadar Nevi melangkah keluar tanpa tongkat yang menopang tubuhnya karena masih berada dalam bagasi.
Cepat-cepat Taejoon menyondongkan tubuhnya untuk meraih tubuh Nevi, “Hei kau berhati-hati lah, kau ingin kakimu itu semakin …” ucapan Taejoon terputus ketika matanya bertemu dengan milik Nevi.
Entah mengapa jantung Taejoon berdegup kencang, “gadis ini tidak terlalu buruk” ucapnya dalam hati. “manis sekali..” tambahnya.
“Hei, Taejoon. Berhenti menatap wajahku seperti itu, aku memang memiliki wajah yang cantik tapi tidak usah memandangku dengan tatapan seperti itu” ucap Nevi menyunggingkan senyum di salah satu sudut bibirnya. Taejoon tersadar dari lamunannya, ia memundurkan tubuhnya dengan cepat sehingga tubuh Navi benar-benar terjatuh ketanah.
“Aaaa!! Paboya!” pekik Nevi kesakitan. Taejoon sama terkejutnya dengan Nevi, dengan segera ia berlari kearah bagasi untuk membawa tongkat dan memberikannya pada Nevi. “Maafkan aku” ucap Taejoon mengusap tengkuk lehernya. “ini bukan kali pertama kau memandangi wajahku seperti itu, apa kau menyukaiku?” ucap Nevi yang berhasil membuat Taejoon membuka matanya lebar. “Apa? Hmmm… yang benar saja” jawab Taejoon mengalihkan pandangannya.
“Aku hanya bergurau, mengapa kau menjadi begitu gugup” ucap Nevi menahan tawanya.
“sudahlah, ayo kita cari rumahnya” Taejoon berjalan meninggalkan Nevi.
Nevi menekan bel rumah tersebut, beberapa saat setelah mereka menunggu barulah seseorang membukakan pintunya. “annyeonhassaeyo ahjumma…” keduanya membungkukkan badan dan tersenyum ramah. “Ada perlu apa kalian datang kesini?” Tanya ahjumma itu dengan senyumnya. Setelah Nevi menjelaskan semuanya, barulah ahjumma itu mengerti. “dokumen-dokumen penting…” gumamnya. “Tapi kami tidak memiliki saham, jadi tidak ada alasan untuk kami menerima dokumen-dokumen perusahaan apalagi yang dikirim melalui pos” jelas ahjumma tersebut. “begitu,ya. Tapi alamat yang tertera di amplop ini…” “ah, maafkan kami ahjumma mungkin kita datang ke alamat yang salah” potong Taejoon kemudian menarik lengan Nevi.
“aku benar-benar lelah dengan semua ini…. “ gerutu Nevi di sepanjang perjalanan. Taejoon yang sejak tadi hanya memperhatikan jalanan, mengalihkan pandangannya pada Nevi. “bisakah kau sedikit lebih tenang? Aku sedang mengemudi dan kau menghilangkan konsentrasiku” ucap Taejoon menatap tajam Nevi.
“baiklah, aku akan diam”
Sekarang ini Nevi sedang duduk di ruang tamu rumah Taejoon, matanya dengan jeli memeriksa semua data alamat yang tertera pada amplop yang sudah dipindahkannya pada buku catatan kecil. Sesekali ia juga memeriksa alamat tersebut dengan maps digital pada ponselnya. “di Seoul tidak ada tempat dengan nama seperti ini…” gumamnya.
“alamat ini, yang benar saja? Ini bukanlah perumahan, ini sebuah restaurant” tambahnya lagi. “aku benar-benar gila! Apa Pak Hwan benar-benar tidak mempermainkanku?”
“pak Hwan?” Tiba-tiba Taejoon muncul dari arah kamar mandi, dirinya berjalan dan berhenti tepat di hadapan Nevi sambil mengusap rambut basahnya dengan handuk yang digantungkan dilehernya. “aaaa!!!” Nevi berteriak dan memalingkan wajahnya. “ada apa?” Tanya Taejoon tanpa ekspresi. “kau gila! Mengapa kau bisa muncul dihadapanku dengan keadaan seperti itu?” ucap Nevi masih dengan posisinya menyembungikan wajah pada sandaran sofa.
“keadaan seperti apa?” Tanya Taejoon kemudian melihat dirinya sendiri. Taejoon tersenyum,” jangan berfikir macam-macam aku tidak akan melakukan hal buruk padamu hanya karena aku tidak memakai kaosku” ucap Taejoon mendengus geli.
“tapi tetap saja….”
“bukankah wanita senang melihat lelaki dengan tubuh perfeksionis sepertiku? Anggap saja ini hadiah” goda Taejoon
“benar-benar gila!cepat pakai bajumu atau aku akan berteriak lebih kencang agar orang-orang menghampiriku disini!” ancam Nevi.
“kau ini selalu menganggapi semua hal dengan serius” ucap Taejoon kemudian menaiki tangga menuju kamarnya.
“fyuhh…” Nevi mengembalikkan posisi duduknya, dan bernafas lega. “lelaki itu memang sudah tidak waras…” gumamnya menggelengkan kepalanya. Bagaimanapun ia sempat melihat tubuh lelaki itu tadi. Nevi menyandarkan tubuhnya dan menutup matanya berharap bisa mengendalikan detak jantungnya. Bukannya membaik, otaknya seakan memutar sebuah film kejadian tadi terulang jelas di fikirannya. Entah mengapa kali ini Nevi merasa bahwa Taejoon benar-benar tampan dengan rambut yang basah dan badan yang bagus…
“ya! Nevi, apa-apaan kau ini? Lupakan semua itu!!” ucapnya menegakkan badannya dalam sekali hentakan. Nevi memegang dadanya bagian kiri… jantungnya.. berdegup dengan kencang. Bukan, ini berbeda dengan rasa terkejutnya tadi. Nevi teringat kembali akan kejadian tadi siang saat kedua matanya bertemu dengan milik Taejoon, bukan kali pertama hal itu terjadi. Saat dokumen-dokumen itu terjatuh dari lengan Nevi dan Taejoon mencoba meraihnya, dan saat Nevi tertidur di mobilnya kemudian saat Nevi menemukan Taejoon yang hendak membangunkannya mata mereka bertemu. Saat itu juga, jantung Nevi selalu berdegup tidak normal.
“kemana tujuan kita besok?” Tanya Taejoon yang kini sudah mekai kaosnya. “entahlah, semua alamat disini sangat tidak masuk akal” jawab Nevi menunjukkan catatan kecilnya.
“apa kau sama sekali tidak curiga jika seseorang telah mempermainkamu?” Taejoon berjalan dan duduk tepat disamping Nevi. “aku juga berfikiran hal yang sama tapi tidak ada salahnya kita mencoba alamat terakhir besok. Dan aku sudah memeriksa alamat terakhir, itu adalah sebuah restaurant. Apa mungkin itu alamatnya? Menurutku mustahil” “menurutku mungkin saja pemilik asli memberi alamat restaurant miliknya, mungkin saja yang dimaksud saham di luar Seoul itu adalah cabang restaurant” ucap Taejoon mengusap dagu dengan telunjuk dan ibu jarinya. “kuharap memang begitu.. aku sudah lelah, kau bisa mengantarku pulang?” “tinggal lah disini untuk satu hari lagi” pinta Taejoon menatap lekat Nevi. “tapi.. aku sudah disini sejak lima hari yang lalu, aku bahkan sudah pergi kesekolah. Aku sudah baik-baik saja”
“tolonglah…” “Lagipula anak SMA sepertiku berlama-lama tinggal dirumah seorang pria tua sepertimu.. apa itu tidak mencurigakan?”
“siapa yang kau maksud dengan pria tua? Kau hanya lebih muda 3 tahun denganku! Dan akupun tidak akan berbuat macam-macam denganmu! Kau ini sungguh tidak sopan pada seseorang yang lebih tua darimu, kau bahkan tidak memanggilku oppa” gerutu Taejoon membuat Nevi tidak bisa menahan tawa karena ekspresinya yang lucu.
“aku tidak mau memanggilmu oppa.. dan untuk apa kau memintaku untuk tetap berada disini?” . “lupakan, aku hanya kesepian. Sejak kau tinggal disini, rumah selalu ramai dan kau selalu membuatku tertawa. Tapi jika kau keberatan, aku akan mengantarmu pulang” ucap Taejoon bangkit dari duduknya.
“Taejoon Oppa…” ucapan itu membuat Taejoon menghentikan langkahnya. “Aku akan disini, untuk satu hari lagi. Gomawo…” masih dengan posisi memunggungi Nevi, Taejoon tersenyum.
…..
“Ini tempatnya..” ucap Nevi. Mereka baru saja sampai di depan restaurant yang terletak di alamat yang mereka miliki. Taejoon dengan cepat melepas belt yang terpasang di tubuhnya kemudian keluar dan membukakan pintu untuk Nevi.
“Tolong ambilkan tongkatku dulu”
“aku kira kau ingin terjatuh lagi” ucap Taejoon dengan nada mengejek. “Sudah cepat!” Nevi memalingkan wajahnya.
Keduanya memasuki restaurant itu, dilihatnya tidak ada seorangpun yang menempati meja disana. “apa restaurant ini sudah tutup?” Tanya Nevi. “entahlah, tapi aku bisa mencium aroma masakan dari sini” Taejoon mendengus dan mencari sumber aroma itu.
“apa yang kau lakukan? Ayo kita cari pemilik restaurantnya” Nevi melangkah mendahului Taejoon dengan tongkatnya.
Seorang wanita yang tidak terlalu tua muncul dari arah dapur. “Selamat datang nona dan tuan, ada yang bisa saya bantu?” “kami ingin bertemu dengan pemilik restaurant” ucap Nevi tanpa basa-basi. “Oh baiklah, akan kupanggilkan tapi sebaiknya kalian duduk di salah satu meja disana” ucap Wanita itu menunjuk sebuah meja dengan kain merah muda yang menutupinya. Kedua orang itu memanggut dan berjalan menghampiri meja yang dimaksud.
“Aku merasa ada hal aneh disini..” bisik Nevi pada Taejoon yang duduk berhadapan dengannya.
“Apa?” Tanya Taejoon acuh. “Menurutmu apakah restaurant yang sudah tutup memasak persediaan untuk besok? Dan lihat mengapa para pegawai masih terlihat sangat sibuk?” ucap Nevi memandangi para pegawai yang masih sibuk berlalu-lalang.
“mungkin saja restaurant ini baru akan dibuka” “mana mungkin restaurant dibuka sore hari?” ucap Nevi mengerucutkan bibirnya.
Keduanya lebih banyak terdiam selama menunggu wanita itu kembali bersama pemilik restaurant. Sesekali Taejoon memperhatikan Nevi tak jarang juga keempat pasang mata itu saling bertemu mengakibatkan mereka terdiam di posisi itu selama beberapa saat.
Tiba-tiba saja lampu restaurant itu padam, Nevi sempat meraih lengan Taejoon karena terkejut. Tak lama kemudian, segelintir cahaya muncul mengantikan yang sebelumnya. Cahaya yang redup itu hanya mampu mengerangi Taejoon dan Nevi. “apa yang terjadi?” bisik Taejoon “Entahlah.. sebaiknya kita pergi dari sini” belum sempat Nevi meraih tongkatnya untuk pergi, pelayan yang lain datang mengantar makanan. Keduanya semakin dibuat kebingungan, apalagi ditambah dengan alunan music classic yang diputarkan. “aku merasa kita sedang berkencan” ucap Nevi berhasil membuat Taejoon yang sedang menikmati minumannya tersedak, segera Nevi meraih tissue dihadapannya dan memberikannya pada Taejoon. “menurutku ini tidak terlalu buruk, mungkin ini pelayanan khusus untuk tamu istimewa” Taejoon memulai suapan pertamanya.
“kau tidak makan?” “Uh? Hmm,ne baiklah Oppa” Nevi pun melakukan hal yang sama.
Entah mengapa disaat seperti ini Taejoon senang menatap wajah Nevi.”Berhenti menatapku seperti itu” ucap Nevi meletakkan garpu. Taejoon tidak menanggapi perkataan Nevi tadi, matanya masih terpusat pada wajah gadis itu. “Ekhmm..” Nevi berdeham berharap Taejoon tak menatapnya seperti itu. Tanpa sadar Taejoon meraih tangan kanan gadis itu,mengusapnya lembut. Sementara matanya masih tetap terfokus pada hal yang sama. Kali ini kedua mata Nevi bertemu dengan milik Taejoon, dirinya terkejut karena Taejoon tiba-tiba meraih tangannya,dia dapat merasakan bahwa jantungnya berdegup kencang sekarang ini.
Nevi menarik tangannya,memalingkan wajahnya. “sepertinya sudah cukup lama kita menunggu, mungkin mereka hanya mempermainkanku. Aku akan pergi dari sini” ucapnya meraih tongkat dan melangkah pergi. Taejoon yang sadar akan perbuatannya tadi, terdiam. “apa yang terjadi denganku?” gumamnya.
“Nevi! Tunggu!” Taejoon mempercepat langkahnya menyusul Nevi. “aku sudah benar-benar menyerah dengan semua ini, aku akan meminta Pak Hwan untuk menghentikannya. Aku tidak peduli jika pada akhirnya dia harus memecatku” ucap Nevi tidak bisa menahan amarahnya.
“Pak Hwan?”
“Tunggu, kalau aku tak salah dengar kemarin jugakau menyebut nama itu. Sebenarnya siapa Pak Hwan?”
“tentu saja kepala kantor” jawab Nevi ketus. “Apa? Tunggu, selama ini aku masih belum mengetahui diamana kau bekerja” “aku bekerja di kantor pos pusat Seoul” “Kantor pos pusat Seoul?!” Taejoon tampak terkejut mendengar pernyataan Nevi tadi. “ada apa memang?” “Hyungku, kepala kantor pusat Seoul”. “kepala kantor? Maksudmu pimpinannya? Pak Hwan?” Navi sama terkejutnya dengan Taejoon. “ kakak sepupuku, Yun Hwan” “Yun Hwan? Jadi dia benar-benar kakakmu? Jadi kau sepupunya?!” Tanya Navi bertubi-tubi. “mengapa kau tidak pernah mengatakan jika bekerja di kantor pusat Seoul?” “sudahlah, itu semua tidaklah penting yang terpenting sekarang karena kau adalah sepupunya maka kau bisa meminta Pak Hwan untuk menghentikan semua ini karena aku benar-benar sudah lelah”
“tidak semudah itu berbicara dengan Hyung..” “jika kita tidak mencoba, kita tidak akan mengetahui hasilnya. Ayo cepat kita pergi ke kantor!” Nevi mendahului Taejoon masuk kedalam mobil.
….
Pak Hwan terkejut begitu mendapati kondisi kaki Nevi saat tiba di kantornya, setelah Nevi menjelaskan barulah ia mengerti . itupun dia sempat memarahi Nevi karena terlihat seperti seseorang yang ingin mencuri barang berharga dirumah orang lain. “Jadi bagaimana Pak Hwan, aku sudah benar-benar lelah dengan semua ini. Jika memang kau ingin aku berhenti, akan ku lakukan” ucap Nevi langsung pada intinya.
“oh ya, aku datang bersama seseorang yang mungkin bisa membuatmu memenuhi keinginanku” Pak Hwan hanya menaikkan bahunya menunggu seseorang yang dimaksud Nevi itu muncul.
“Taejoon?” Pak Hwan tidak terlihat terkejut sama sekali. “Hyung tolonglah, kasihan gadis ini harus mengalami cedera di kakinya dan aku jadi terlibat dalam semua ini. Bahkan sudah lebih dari lima hari ini dia tinggal dirumahku karena aku harus mengurusnya, aku pulang pergi kerumahnya hanya untuk mengambil barang-barang milikinya” jelas Taejoon sambil meluruskan kakinya di sofa.
“apa? Jadi selama ini kalian tinggal bersama? Ini lebih baik dari aku kira” ucap Pak Hwan membuat Nevi dan Taejoon saling bertukar pandang.
“maksudmu lebih baik dari yang kau kira?” Tanya Nevi. “baiklah, sudah saatnya aku mengatakan yang sebenarnya. Selama ini, memang aku lah yang menulis alamat-alamat tak masuk akal di amplop itu. Tidak ada seseorang yang dirugikan, aku lah yang membuat surat-surat itu. Buka saja amplopnya, itu hanya kertas tak bertuliskan apapun” Nevi semakin terkejut mendengar pernyataan Pak Hwan. “aku merencanakan semuanya. Taejoon, kau ini adik sepupuku. Dalam usiamu ini sudah saatnya kau memiliki seseorang yang bisa mengisi hatimu, dan aku lihat Nevi adalah gadis yang baik meskipun usianya lebih muda 3 tahun darimu. Tapi usia bukan masalah kan?”
“katakan sebenarnya apa maksudmu Pak Hwan?” Nevi mulai meninggikan nada suaranya. “Aku memang sengaja mengatur semuanya agar kalian bertemu kemudian saling jatuh cinta satu sama lain. Bagaimana? Sepertinya rencanaku berhasil”
Nevi bangkit dari posisi duduknya. “Kau benar-benar keterlaluan. Kau fikir ini lucu? Membuatku harus bersusah payah menemukan surat-surat itu sampai tulang kakiku harus patah. Kau kira ini sebuah lelucon? Aku memang menaruh kecurigaan sejak awal, tapi seharusnya aku percaya firasatku itu. Aku sudah tidak bisa lebih sabar lagi sekarang, aku berhenti!” ucap Nevi penuh penekanan pada kalimat terakhir. Ia berjalan keluar tanpa menatap siapapun di ruangan itu.
“Hyung.. kau benar-benar…”
……
Setelah kejadian itu, Taejoon tak pernah bertemu dengan Nevi. Tak jarang Taejoon menunggu Nevi di pintu keluar sekolahnya seperti saat mereka mencari alamat surat, tapi yang terjadi adalah ketika Nevi muncul di pintu masuk dan menangkap Taejoon berdiri disana, Nevi memutar badannya. Berjalan kearah yang berlawanan dengan tempat Taejoon berdiri.
Nevi bukan tak mau menemui Taejoon, jujur saja gadis itu merindukan Taejoon tapi kejadian itu benar-benar telah membuatnya marah. Nevi berfikir jika Taejoon sudah mengetahui permainan itu sejak awal, Taejoon terlibat di dalamnya.
Tejoon menatap pantulan dirinya di cermin. Ia merapikan blazer coklat berpadu dengan kaos putih yang ia kenakan serta balutan syal berwarna senada dengan blazer di lehernya. Taejoon mengambil sedikit cream rambut lalu memakainya.Tidak terlalu buruk,fikirnya.
Dengan segera Taejoon memakai sneakersnya dan menuruni tangga, baru saja tida di ambang pintu Taejoon membalik badannya dan kembali kedalam, “mengapa aku bisa melupakannya?” gumamnya meraih kotak biru muda kecil berhiaskan pita putih di atasnya, di masukkannya kotak itu kedalam saku blazernya. Kemudian Taejoon mempercepat langkahnya untuk mencapai mobil, dan mengemudikannya dengan cepat.
“sudah sampai, fyuhhh… Taejoon kau harus melakukannya dengan benar” Taejoon menarik nafasnya panjang, menggosokkan kedua telapak tangannya kemudian melangkah keluar.
“sial! Mengapa hujan tiba-tiba turun dengan deras” umpatnya mengangkat tangan tepat di atas kepalanya. Taejoon mengusap pakaian basahnya itu, sekarang ini Taejoon tengah berdiri di depan pintu rumah Nevi. Karena jalan disini tidak memungkinkan untuk memasukkan mobil, terpaksa Taejoon harus berlari di tengah derasnya hujan.
Taejoon menekan bell yang terpasang di dinding selama berkali-kali. Setalah beberapa saat, baru lah seseorang terdengar mendekati pintu dan akhirnya membuka pintu.
“Taejoon Oppa!” ucap Nevi begitu menemukan Taejoon yang basah kuyup berdiri di depan pintu. “Masuklah..” Nevi menuntun lengan Taejoon memasukki rumahnya.
“Apa yang kau lakukan disini? Mengapa kau keluar ketika hujan turun?” seperti biasa Nevi melontarkan pertanyaan yang bertubi-tubi pada Taejoon. Taejoon tidak menjawabnya, dia hanya menatap gadis itu lekat-lekat kemudian memeluknya.
“Oppa..” ucap Nevi berusaha menghindarinya. “Sebentar saja” gumam Taejoon..
Nevi hanya mematung,menahan nafasnya karena gugup. Dia berharap Taejoon tidak akan mendengar degup kencang jantungnya.
Taejoon melepas dekapannya pada Nevi. “Maaf atas kejadian itu..” ucap Taejoon. Nevi terdiam, dia memang masih kesal dengan hal itu. “Tapi aku benar-benar tidak terlibat didalamnya” Taejoon menatap lekat mata gadis yang duduk di sampingnya itu.
“Percayalah padaku…”lirih nya. Nevi bisa melihat jika sorot mata Taejoon mrngungkapkan kejujuran, mau tak mau Nevi akhirnya percaya pada pemuda itu. “Aku…. Aku percaya padamu”ucap Nevi pada akhirnya.
Hujan pun mereda, Taejoon menuntun Nevi untuk ikut bersamanya keluar. Tanpa banyak berbicara Taejoon membawa Nevi ke sebuah pantai dengan pasir putih membentang disana. Keduanya sengaja berjalan tanpa alas kaki agar bisa merasakan lembutnya pasir putih. Taejoon menuntun Nevi yang berjalan masih dengan tongkatnya. Keduanya berdiri di tepi pantai, dibawah pohon kelapa yang besar. Beberapa saat keempat pasang mata itu tidak berani untuk saling bertemu, sebelum akhirnya Taejoon memutar badannya dan berdiri tepat di hadapan Nevi dan memunggungi sinar matahari yang hampir saja tenggelam. Gadis itu menundukkan wajahnya saat mengetahui Taejoon berdiri di hadapannya dan menatapnya.
Taejoon meraih lengan gadis itu, Nevi memberanikan diri untuk membalas tatapan mata Taejoon.
“Aku menyukaimu..” ucap Taejoon membuat Nevi membelalakkan matanya. “Aku menyukaimu bukan karena permainan Hwan Hyung. Aku menyukaimu dengan sendirinya, karena hatiku, karenamu. Bahkan saat kau memanjar pagar rumahku, aku sudah menyukaimu” Nevi tidak mampu berkata-kata, penglihatannya kabur, air mata menggenang disana.
Taejoon mengeluarkan kotak biru muda itu dari sakunya, diperlihatkannya sebuah kalung perak dengan gantungan berbentuk hati di dalamnya. Dipakaikannya kalung itu pada leher Nevi.
“aku… aku juga memiliki perasaan yang sama padamu” ucap Nevi, tangisnya pecah dalam dekapan Taejoon. “Hei kau anak kecil! Jangan menangis seperti bayi” ucap Taejoon mengusap punggung Nevi, dia tidak bisa menahan tawanya kala itu. Tangisan Nevi semakin jelas terdengar, “aku tidak pernah mengalami seperti ini sebelumnya… tidak ada orang yang berkata seperti itu padaku…” ucapnya di sela tangisan. Tawa Taejoon pecah saat itu juga, Nevi melepas dekapannya dan menatap Taejoon dengan kesal. “Aigoo… kau ini menggemaskan sekali. Kau memang terlalu muda untuk mengalaminya” Taejoon meraih dagu Nevi namun Nevi menepisnya.
“Ya! Pabo! Aku ini memang masih sangat muda, dan tak ada yang memintamu untuk menyukaiku!” Nevi melipat kedua tangannya di dada.
“Aish! Kau memang tak pernah berperilaku sopan. Sudahlah lupakan, mulai sekarang kau milikku”
“apa-apaan itu? Aku bahkan belum menyetujuinya” “tadi kau bilang kau punya perasaan yang sama denganku, mana mungkin kau menolaknya?” Nevi hanya tersipu malu.
“Kau ini…” ucap Taejoon mengusap puncak kepala Nevi.
Taejoon kembali pada posisinya berdiri di samping Nevi, ia menggenggam erat tangan Nevi.
“Jadi menurutmu, sel cinta milik Pak Hwan itu tidak berguna sama sekali?” Nevi bertanya dalam pandangan lurus kedepan menikmati deburan ombak yang tenang.
“tentu saja tidak, buktinya aku menyukaimu jauh sebelum aku mengetahui rencana Hwan Hyung. Karena sel cinta tidak perlu siapapun untuk menggerakkannya. Dia akan bekerja dengan sendirinya” Jawab Taejoon tenang.
“Kau benar. Sel cinta itu otomatis”
Langit yang hampir menjadi gelap, semilir angin yang tenang begitu sempurna untuk melengkapi suasana hati keduanya. Dengan cahaya seminim itu, keduanya masih dalam posisi berdiri bersampingan dan saling menggenggam tangan satu sama lain.
It just come so natural,it just come automatic.