CHAPTER 1 : First Meeting
"Aku Hyun Woo. Kim Hyun Woo..."
Author's POV-
Gadis cantik dengan balutan cardigan soft-pink itu sedang berjalan menyusuri jalan Somchangyeong, sebuah kawasan elit yang merupakan kawasan perpaduan budaya dari berbagai belahan dunia di Korea. Interesting!
Dengan bangunan ala budaya negara itu sendiri, dan juga pemandangannya, semuanya begitu cantik dan menarik sekali.
"Woah~ Daebak!" hanya itu kata-kata yang keluar dari mulut gadis bernama Seoyeon itu, mengagumi keindahan yang sebelumnya tidak pernah di dapatnya ketika di Daegu.
Setelah cukup lama berjalan di cuaca cerah itu, Seoyeon memutuskan singgah di sebuah cafe bagian Amerika dan memesan Caffelatte hangat.
"Cukup cocok untuk cuaca seperti ini." ujarnya sambil menyeruput coffe yang dipesannya. Ia duduk di sebelah jendela besar dengan kaca bening, memilih tempat itu sehingga tetap bisa memandang keadaan luar yang selalu menarik perhatiannya.
Setelah selesai dengan Caffelatte hangatnya tadi, ia kembali berjalan mengitari jalan Somchangyeong. Ia juga sempat mengambil beberapa selca di tempat-tempat yang menurutnya perlu diabadikan. Saat kembali berjalan, matanya tertuju pada sebuah kedai kecil sederhana namun elegan.
"Woah~ Ice cream!" dia berlari kecil ke kedai itu dan memesan rasa mix coklat-vanila. Ahjumma penjaga kedai itu pun menyodorkan pesanan Seoyeon.
"Hmm.. Yummy~" Seoyeon pun melanjutkan penjelajahannya sambil sesekali menjilati ice cream di genggamannya itu. Dan lagi, mata Seoyeon pun terpana oleh salah satu toko pernak-pernik bergaya girly itu. Tadinya ia akan melewati tempat itu, tetapi ketika ia melihat salah satu benda girly dengan warna soft-pink di etalase toko itu, ia pun berjalan mundur dan "Brukkg!!" ia tiba-tiba tertabrak dengan seseorang di belakangnya.
Seoyeon berbalik dengan maksud ingin melihat siapa yang bertabrakan dengannya, tetapi ia begitu shock ketika melihat jarak orang itu sangat dekat dengannya, dan yang ditabraknya adalah seorang namja! Membuat ice cream di genggamannya pun tumpah ke baju namja itu.
"Eoh! Mianhaeyo~" Seoyeon meminta maaf sambil membungkuk setengah di hadapan orang itu. Namja itu tidak menjawab apapun. Mengira dia sudah pergi, Seoyeon pun bangkit tapi ternyata, namja itu masih berdiri di hadapannya dengan tatapan datar plus sedikit kesal pada Seoyeon.
"Jeongmal mianhae.." Seoyeon kembali mengucap maaf pada namja yang kelihatannya sebaya dengannya.
"Heol! Bagaimana mungkin gadis cantik sepertimu begitu ceroboh?" kata namja tadi.
Seoyeon's POV-
Seorang namja dengan rambut coklat-blonde dan bibir-lowernya yang tebal sedang menggerutu di depanku, sambil sibuk membersihkan noda ice cream yang tak sengaja ku tumpahkan di pakaiannya.
"Kau akan diam saja? Tak membantuku?" pertanyaannya kemudian menyadarkanku. Aku mengambil beberapa lembar tisu dari dalam tas kecil yang ku bawa.
"Maafkan aku. Aku betul-betul tak sengaja, aku hanya kaget tadi." jelasku sambil sibuk membersihkan noda ice cream. Aku dapat merasakan bahwa sekarang dia sedang terdiam heran melihatku membersihkan noda di pakaiannya.
"Daripada repot begini..." dia menggenggam tanganku yang tadinya membersihkan noda itu, "..lebih baik ikut aku saja, kajja!" dia menarik tanganku dan membawaku ke suatu tempat. Mataku terbelalak melihat ulahnya. Siapa sih dia? Kok tiba-tiba memegang tanganku seperti ini? Dan ngomong-ngomong, ke mana dia membawaku pergi?
Setelah berlari kecil beberapa saat, kami berhenti di depan sebuah toko, sepertinya toko baju.
"Ini tempatnya." ucapnya datar sambil menatap toko itu.
"Tempat apa ini?" tanyaku sambil memperhatikan tempat itu lebih teliti.
"Paboya! Kau tidak lihat apa kalau ini toko baju?" jawabnya sedikit ngotot. Dan kalau tidak salah, apa dia baru saja memanggilku 'pabo'?!
"Kenapa kita ke sini? Maksudku, kenapa kau membawaku ke sini?" aku bertanya kembali padanya.
Dia kembali menarik tanganku, dan kali ini memasuki toko baju yang dimaksudnya. Ia berhenti di depan jejeran sweater di dalam toko itu.
"Belikan aku yang ini!" tangannya menunjuk sebuah sweater berwarna navy.
Aku menatapnya heran. Bagaimana mungkin dia menyuruhku membelikannya sebuah.. sweater?!
"Yah! Apa maksudmu? Membelikanmu sweater ini?!" aku bertanya dengan wajah keheranan tak mengerti.
"Kau tidak mungkin lupa dengan ini kan?" ia mengarahkan tatapannya pada pakaiannya yang kini nodanya semakin jelas saja karena ice cream yang tumpah tadi sudah mengering di atasnya.
"Mian. Tapi, kenapa aku harus membelikanmu yang baru? Pakaianmu itu masih bisa dicuci kan?" tanyaku memastikan permintaannya tadi.
"Bukannya kau harus bertanggung jawab? Kau lah yang sudah mengotori sweaterku ini."
"Tapi.. apa harus dengan membeli? Kan masih bisa dicuci." kataku lagi.
"Arasseo." dia pun melepaskan sweater yang bernoda itu, dan tinggallah V-neck shirt putih polos membalut tubuhnya.
"Yah! Kenapa kau membuka sweatermu, hah?" aku kaget melihat dia tanpa ragu membuka sweaternya di tempat ramai seperti ini. Bukan apanya, karena V-neck shirt yang dipakainya sekarang itu kan dalaman, jadi tidak enak dilihat.
"Kau bilang akan mencucinya kan? Kalau begitu, cucilah sekarang!" dia menyodorkan sweater bernoda itu padaku.
"Mwo?! Kau ini.. Miccheosseo?! Bagaimana mungkin aku mencuci di tempat seperti ini?!" aku sedikit mengeraskan suaraku padanya -teriak- yang membuat beberapa orang dalam toko itu memperhatikan kami dengan tatapan aneh dan kebingungan.
"Kau bilang ini bisa dicuci kan?" dia bertanya seakan tidak tahu tempat apa yang sedang kami datangi sekarang. Ini kan toko baju, bagaimana mungkin mencuci baju disini? Dasar bodoh!
Aku menarik tangannya keluar dari toko itu untuk menghindari tatapan aneh orang di dalam toko.
"Yah! Kau ini benar-benar! Kau gila apa? Sudah membuka pakaianmu di tempat umum, sekarang kau menyuruhku mencuci bajumu di dalam sana?" aku berteriak dengan suara yang cukup melengking padanya.
"Kau sendiri yang bilang ini bisa dicuci. Aku tidak mungkin memakai ini dengan keadaan berantakan seperti ini." sambil memperlihatkan noda coklat-vanila yang memang sih terlihat berantakan di sweaternya itu.
"Tapi itu kan toko baju!" geramku lagi.
"Makanya aku bilang belikan saja aku yang baru, karena kau tidak mungkin mencuci di toko baju itu kan?" tanyanya tanpa menyesali perkataannya sedikitpun. Heol!
Oke, cukup sudah! Kemarahanku sudah lewat titik puncaknya! Ingin rasanya ku jambak saja rambut coklat-blonde itu dan mengacak-acak wajahnya.
Daripada melanjutkan perdebatan tidak berguna itu dengannya, lebih baik ku tinggalkan saja. Daripada terus-terusan meladeni ocehannya yang tak masuk akal.
Aku meninggalkannya tanpa rasa ragu. Aku mempercepat langkahku, berharap segera menjauh darinya.
"Ini gila! Gila! Siapa sih namja itu?! Dia gak tahu malu, atau apa sih? Bicaranya juga gak masuk akal!" aku menggerutu meratapi kesialanku bertemu dengan namja aneh tadi.
Ditengah-tengah gerutuanku, tiba-tiba aku merasa seseorang menggenggam tanganku dari belakang, yang kemudian menghentikan langkahku. Sekarang apa?!
Aku berbalik untuk melihat siapa yang menahanku, dan kulihat, "Neoo?!!" aku memberikan tatapan mematikan padanya, pada siapa lagi kalau bukan namja tadi?
"Kau masih berani menahanku?" aku menentangnya.
"Yah! Mestinya aku yang bilang begitu, bukan kau!" dia balas membentakku.
Aku pun mencoba meredam amarahku. Kutarik nafas dalam-dalam dan ku keluarkan. "Sebenarnya kau ini mau apa dariku? Tidak bisakah kau mengganggu yang lain saja?" ujarku meminta belas kasihan darinya, berharap dia akan melepaskanku.
"Apa kau melihat orang lain yang akan senang hati jika ku ganggu di sini selain kau?" tanyanya sambil menaikkan satu alisnya. Baiklah, ku sadari dia mulai bermain denganku. Dasar!
"Lalu apa maumu? Kalau kau masih mengharapkan sweater di toko tadi, maka kembalilah ke sana dan beli dengan uangmu sendiri." jelasku datar.
"Tidak, aku tidak mau sweater." jawabnya.
Apa aku salah dengar? Bukannya tadi dia ngotot dibelikan sweater?
"Lalu apa? Heoh?!" tanyaku lagi, aku mulai penasaran apa yang diinginkannya sebagai ganti sweater.
"Aku ingin ice cream. Aku haus." katanya sambil menyentuh halus lehernya memberi signal haus. Tanpa pikir panjang, aku pun memenuhi keinginannya dan segera membelikan ice cream pesanannya.
"Ini, ice cream yang kau minta." kataku menyodorkan ice cream kepadanya.
"Gomawo~" katanya dengan senyum kecil.
"Sudah 'kan? Kalau begitu, aku pergi sekarang. Annyeong~" ucapku sambil melambai kecil padanya.
"Yah! Apa begitu caramu meninggalkan korban kejahatanmu?" perkataannya menyentakku. Aku berbalik ke arahnya.
"Apa maksudmu dengan kejahatan? Itu cuma ice cream yang tumpah, tidak lebih!"
"Lalu apa kau akan meninggalkanku begitu saja?" tanyanya lagi.
"Lalu apa lagi?" tanyaku kembali. "Oh~ Ku mohon, kau jangan membicarakan sweater di toko itu lagi. Aku kan sudah membelikanmu ice cream dan itu sudah sesuai permintaanmu kan?" aku bertanya dengan lesu.
"Duduklah sebentar." dia menepuk bangku panjang yang didudukinya. Aku memang lumayan lelah sih dengan perdebatan tadi. Aku pun duduk di sebelahnya.
"Kau, orang baru yah?" tanyanya memulai pembicaraan.
"Yah, begitulah." jawabku datar. Tapi aku tiba-tiba menyadari sesuatu. "Yah! Bagaimana kau tahu aku orang baru? Jangan-jangan.. Kau orang yang sengaja menguntitku yah?" aku mengarahkan telunjukku padanya, lebih seperti menginvestigasi tersangka.
"Yang benar saja. Untuk apa aku membuang waktu untuk pekerjaan tidak bermutu seperti itu?" jelasnya datar. Itu artinya dia memang bukan penguntit.
"Lalu bagaimana kau tahu? Memangnya kau tinggal di sekitar sini?" tanyaku lagi.
"Tidak, aku tinggal di tempat lain. Aku hanya kebetulan jalan di sini." jelasnya lagi. "Oh.. Geurae.." jawabku sambil mangut-mangut mengerti.
"Oh ya, kau sekolah kan?" dia kembali bertanya dan aku hanya mengangguk menjawabnya.
"Kau sekolah di mana?" tanyanya lagi. Kenapa cowok ini tiba-tiba jadi banyak tanya yah?
"Aku baru saja diterima di Seoul High School." jawabku.
"Eoh? Jinjja?!" matanya tiba-tiba berbinar, seakan ada sesuatu yang menghinggapi otaknya -ide apa lagi sekarang-
"Kalau begitu, ambil ini." dia lalu menyodorkan sweater bernoda tadi. "Untuk apa?" tanyaku.
"Sudah jelas kan jawabannya, C-U-C-I!" jawabnya menegaskan kata cuci.
"Tapi..." aku baru mau menolak, tapi dia sudah memotong duluan. "Tapi apa lagi sih?" tanyanya.
"Bagaimana aku mencucinya? Engg.. Maksudku, kalau aku mencucinya.. bagaimana aku mengembalikan ini padamu?" tanyaku.
"Kembalikan nanti saja." jawabnya santai.
"Tapi kan..." aku mencoba mencari alasan untuk menolaknya, "Aku.. tidak tau siapa kau.. kita tidak saling kenal kan? Lalu.. Engg.. Ohya! Alamat! Aku juga tidak tahu alamatmu. Ini akan susah untuk dikembalikan, iya kan?" kataku berharap ia akan mengambil kembali sweternya.
"Namaku Hyun Woo. Kim Hyun Woo. Alamatku di Pyeongchang-dong, cari rumahku di sana. OK?"
Apa dia baru saja memberikannya alamatnya? Padahal aku cuma mencari alasan, tapi..
Dia sudah beranjak dari duduknya dan berjalan. "Yah! Kau mau ke mana? Bagaimana dengan sweater ini?"
Tanpa ragu, dia hanya melambaikan tangannya seakan memberi -annyeong- padaku.
"Lalu bagaimana dengan nasib sweater ini?" aku hanya memandangi sweater berwarna navy yang ditinggalkannya padaku. Aku benar-benar bingung sekarang.
------
Bagaimana reader-nim? Suka gak? Hehe ^^
Maaf yah, kalo belum dapat feel-nya, next chapter aku bikin lebih menarik deh!
Gomawoyo!