DREAMERS.ID - Pasca pernyataan Presiden Jokowi soal anggaran pemerintah, Kementerian Pertahanan melakukan pembelian ataupun rencana belanja alat utama sistem senjata (alutsista) selama beberapa pekan terakhir yang justru dianggap aneh.
Melansir CNN Indonesia, hal ini dianggap janggal karena seolah tanpa visi tentang pertahanan RI. Selain itu, memang ada dorongan dari Presiden Jokowi untuk belanja besar. Hal ini disampaikan presiden sebelumnya untuk mempercepat belanja pemerintah.
"Dalam situasi seperti ini siapa yang bisa menggerakkan ekonomi? Enggak ada yang lain selain belanja pemerintah. Maka pada kesempatan yang baik ini, saya minta semua dipercepat, terutama yang anggarannya gede-gede," ujar dia, Rabu (8/7).
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto pn merespon dengna menjajal kendaraan taktis buatan PT Pindad yang dinamakan ‘Maung’ pada Minggu (12/7) yang ia kendarai sendiri. Perlu diketahui jika ‘Maung’ ini adalah produk dalam negeri.
Tak lama dan tak tanggung-tanggung, Prabowo mengakui dirinya memesan 500 unit Maung, sekaligus meminta agar kendaraan yang dia pesan bisa tersedia Oktober, bertepatan dengan hari ulang tahun TNI. Tak berapa lama pula muncul surat permintaan yang ditulis langsung oleh Prabowo kepada Menteri Pertahanan Austria Klaudia Tanner terkait pembelian 15 unit Jet Tempur bekas Eurofighter Thypoon.
Hal ini menuai kritik lntaran alutsista tersebut bekas dan berpotensi memicu kecelakaan arrmada di kemudian hari. Serta inefiiensi akibat perbedaan jenis pesawat tempur dari yang sudah dimiliki TNI sebelumnya.
"Menurut saya proposal Menhan Prabowo ini aneh juga. pertama, yang akan dibeli ini pesawat bekas dengan usia lebih dari 15 tahun kalau enggak salah," kata Pengamat Militer dari ISESS Khairul Fahmi, saat dihubungi melalui pesan singkat, Jumat (24/7).
"Ini kita belum mengkalkulasi biaya tambahan yang mungkin dikeluarkan untuk upgrade dan modifikasi Eurofighter bekas itu agar sesuai kebutuhan Indonesia," lanjutnya.
Terlepas dari pembelian dua produk di atas, Fahmi menilai Kemenhan tidak pernah memperlihatkan perencanaan matang alias peta jalan dalam pembelian alat tempu, baik dari dalam maupun liar negeri.
Menurut Fahmi, harusnya proses belanja Kemenhan melibatkan para stakeholderyang mempertemukanmisalnya TNI, AU, AL dan AD sebagai pengguna dan para pelaku industri pertahanan terutama BUMN sebagai penyedia. Termasuk elemen lain sebagai fasilitator.
“Keterlibatan para stakeholder mestinya terbangun sejak tahap perencanaan kebutuhan dan litbang, pengadaan, penggunaan, hingga tahap purna pakai (disposal)," kata Fahmi.
"Hal itu penting untuk menyelaraskan kebijakan dalam pengembangan sumber daya, pembangunan industri pendukung, upaya penyehatan industri pertahanan nasional, harmonisasi regulasi, dan lain-lain," lanjutnya.
Anggota Komisi I DPR RI Willy Aditya juga menilai rencana penambahan alutsista harusnya menyeuaikan sistem pertahanan komprehensif yang jadi kebijakan umum pertahanan negara. Belanja alutsista memang sah saja, jika didahulu dengan kajian komprehensif sistem pertahanan yang akan dibangun.
"Belanja alutsista semacam pesawat tempur ini bukan seperti belanja rutin lainnya. Ini adalah belanja strategis karenanya harus sangat hati-hati, disesuaikan dengan doktrin pertahanan dan politik luar negeri Indonesia. Tidak bisa cuma dengan alasan peremajaan atau alasan pembinaan trimatra," kata dia.
"Kalau Amerika punya Network Centric Warfare (NCF) sebagai doktrin perangnya agar dapat menyesuaikan dengan kondisi dan perkembangan teknologi informasi. Lantas bagaimana dengan kita menghadapi perang asimetris?" cetusnya.
(rei)