DREAMERS.ID - Ketua Setara Institute, Hendardi menyebut jika fenomena penolakan hasil Pemilihan Umum atau Pemilu 2019 bisa saja membangitkan sel-sel teroris yang kini disebut tengah hibernasi atau tertidur.
Karena bagaimana pun, teroris diprediksi akan memanfaatkan situasi yang tidak kondusif. Ia juga menyebut jika narasi yang dibangun melaui hoax dan misinformasi atau informasi yang salah akan dimanfaatkan teroris untuk melancarkan aksinya.
Karena pada umumnya juga, teroris akan menggunakan situasi panik dan chaos untuk mengalihkan perhatian publik. Karena itu lah Hendardi mengajak elit politik memelihara stabilitas sosial-politik salah satunya dengan cara menahan diri untuk tidak melakukan tindakan yang dapat meningkatkan kerawanan keamanan dan ketertiban masyarakat.
"Hentikan produksi hoaks, ujaran kebencian, dan provokasi sebelum, saat, dan pascapengumuman resmi hasil Pemilu 2019 oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum)," tegas dia.
Baca juga: Keputusan Sidang: Dalil Kecurangan dari Prabowo-Sandi yang Dipatahkan Mahkamah Konstitusi
Perlu diketahui jika Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan teroris terbagi menjadi dua tipe yaitu terstruktur dan tidak terstruktur. Melansir Medcom.id, contoh kelompok teroris terstruktur adalah Jamaah Ansharut DauDaulah (JAD).Sementara teroris yang tidak terstruktur yang disebut lone wolf biasa menyendiri dan menjadi agian sel tidur teroris. Mereka yang tidak terstruktur biasanya terpapar paham radikalisme lewat media sosial dan aktif mengikuti alur komunikasi di dunia digital.
"Mereka bisa melakukan tindakan-tindakan amaliah dan serangan langsung pada aparat keamanan," kata Dedi.
Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 juga terus bekerja keras untuk mengantisipasi serangan teroris dengan me-monitoring secara intensif pergerakan mereka. "Kami juga mewaspadai lone wolf dan sel terpisah yang tidak terstruktur yang akan melakukan aksi-aksi terorisme," ucap dia.
(rei)