DREAMERS.ID - Meski status kehalanan vaksinnya masih dalam masa perdebatan, Kementrian Kesehatan menyatakan akan tetap melaksanakan proses imunisasi Measle-Rubella (MR). mereka menyatakan jika masih ada pemerintah daerah yang melarang proses imunasasi MR maka mereka akan berhadapan dengan Kementrian Dalam Negeri (Mendagri).
"Kalau ada penolakan Pemda, yang berikan sanksinya dari Mendagri. Bukan Kemenkes," kata Dirjen P2P Kemenkes RI, Anung Sugihartono, di Jakarta, Kamis (24/8).
Nila Djuwita Moeloek selaku Menteri Kesehatan dan Tjahjo Kumolo sekalu Mendagri telah mengeluarkan tiga surat edaran pada 8,9,dan 20 Agustus 2018 mengenai dukungan pelaksaan vaksinasi MR fase II. Mendagri juga akan memberikan hukuman jika masih terjadi penolakan Pemda mengenai program vaksin tersebut.
Dilansir dari CNN Indonesia, Majelis Ulama Indonesia pun memperbolehkan sementara penggunaan vaksin MR racikan Serum Institute of India (SII), karena sampai saat ini belum mendapat sertifikasi halal. Anung mengatakan Tjahjo juga telah menerbitkan Surat Edaran agar program vaksin MR tersebut tak lagi ditunda-tunda.
"Sinergi dalam semangat melindungi generasi penerus negara dan menyehatkan masyarakat, bertepatan dengan keluarnya Fatwa MUI tersebut Mendagri Tjahjo juga sudah menerbitkan surat dukungan pelaksanaan imunisasi MR fase kedua kepada seluruh Gubernur, Bupati, dan Walikota di 28 provinsi di luar Jawa," ujar Anung.
Anung juga menyatakan jika pemerintah telah mendorong Bio Farma untuk membuat vaksin di Indonesia (vaksin MR) dan juga proses kehalalan vaksin tersebut.
"Pemerintah tentu mendorong untuk pembuatan vaksin di Indonesia dan menggunakan keahlian di Indonesia. Satu satunya industri vaksin di Indonesia hanya Bio Farma. Sebagai BUMN, sudah diminta untuk melakukan langkah langkah berkaitan dengan yang nantinya ujungnya ada proses kehalalan," kata Anung.
Dilansir dari CNN Indonesia, Anung menjelaskan Bio Farma selama ini memang sudah didampingi oleh LPPOM MUI dalam memperoleh semua sertifikasi halal dari produk vaksin yang diproduksinya, atau yang dipergunakan perusahaan untuk nantinya memperoleh sertifikat halal.
"Namun perkembangannya seperti apa, karena menurut UU 33 tahun 2014 pasal 29 huruf b itu disebutkan bahwa produsen lah yang memiliki kewajiban untuk mengajukan sertifikasi halal," katanya.
(fdc)