DREAMERS.ID - Seorang dokter bernama Helmi tega memberondong tembakan terhadap istrinya yang juga berprofesi sebagai dokter di klinik Azzahra Medical Centre, Jalan Dewi Sartika, Kamis (9/11). Dokter cantik itu bernama dokter Letty Sultri tewas mengenaskan.
Dari kronologi menurut laman Detik, peristiwa itu terjadi sekitar pukul 14.30 ketika korban dr Letty tengah duduk di klinik. Tiba-tiba pelaku datang menghampiri korban dan melepaskan 6 tembakan setelah terjadi percekcokan.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Argo Yuwono menyatakan jika dr Helmi berjalan kaki sekitar pukul 16.00 WIB. Ketika ditanya, Helmi menjawab jika dirinya adalah pelaku penembakan istrinya. Ketika tasnya digeledah, polisi menemukan 2 pucuk senjata.
Mengenai motif penembakan, kepolisian mengaku masih menyelidikinya. Kapolres Metro Jakarta Timur Andry Wibowo mengatakan jika pelaku menembak korban karena tak ingin diceraikan oleh istrinya.
Baca juga: Empat Orang Resmi Didakwa Jadi Pelaku Serangan Concert Hall Moskow, Siapa Mereka Sebenarnya?
"Dugaan sementara, sang suami tidak mau cerai, karena istrinya menggugat (cerai)," kata Andry melansir laman Detik.Namun ahli psikologi mempertanyakan rasionalitas dan pikiran Helmi yang melakukan penembakan hingga beberapa kali, apalagi hal itu dilakukan di depan banyak saksi. Karena menurut Ahli Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel, pelaku umumnya membunuh dengan cara yang efisien dan aman lalu menghindari proses hukum.
"Itu kita jadikan sebagai dasar untuk menakar rasionalitas pelaku penembakan di Cawang. Untuk apa dia sampai keluarkan sekian banyak peluru, padahal satu saja sudah cukup, malah (jadi) banyak barang bukti. Untuk apa pula dilakukan di hadapan orang banyak, malah banyak saksi," ujarnya.
"Karena sepertinya rasionalitas pelaku saat beraksi tidak sedang optimal, maka spekulatif dia berada dalam kondisi sangat emosional. Amarah, kebencian, sakit hati, frustrasi, semacam itulah," sebut Reza. "Kita kesampingkan kemungkinan pelaku tidak waras, kesurupan, atau pun mengonsumsi zat-zat kimia yang mengganggu kesadaran,"
(rei)