DREAMERS.ID - Terkait dengan kasus korupsi e-KTP yang melibatkan sejumlah nama penting yang tengah menjadi topik hangat, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat justru mengeluarkan surat keputusan pelarangan penyiaran sidang secara langsung. Tetapi, larangan ini menuai banyak protes dari berbagai kalangan.
Karena itu, Juru bicara Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Yohanes Priana pun memberikan penjelasan mengenai pertimbangan hakim untuk menetapkan larangan tersebut. Yaitu ada tiga alasan, pertama adalah majelis ingin mengembalikan marwah pengadilan, yaitu memastikan sebuah peristiwa kejahatan benar-benar terjadi.
Yohanes khawatir jika siaran langsung bisa membuat asumsi publik berkembang sebelum hakim menjatuhkan putusan. Lalu yang kedua adalah, pengadilan tidak ingin menghancurkan konten persidangan.
Baca juga: Syahrul Yasin Limpo Ungkap ‘Semua Menteri Lakukan Hal Yang Sama’ Untuk Biayai Keluarga
Karena jika konten sidang diumbar, juga dikhawatirkan akan berpotensi membuat aktor-aktor yang terlibat melakukan rekayasa dalam keterangannya. "Pihak-pihak yang berperkara ini kan mengajukan saksi dan data. Jangan sampai ini terkontaminasi. Ini yang dijaga hakim," ujar Yohanes.Pertimbangan yang terakhir adalah, peradilan merupakan ranah personal. Dengan tidak diberitakannya kepada publik, orang yang diajukan ke pengadilan sudah pasti menjadi beban keluarga, kerabat, maupun almamaternya.
Yohanes pun mengibaratkan jika seorang ayah ingin melerai anak-anaknya yang sedang berkelahi, pasti akan dibawa masuk ke rumah dan tidak justru dipertontonkan ke halayak banyak. Lebih lanjut lagi, Yohanes menegaskan pengadilan tidak melarang media untuk meliput dan diperbolehkan merekam jalannya pengadilan seperlunya.
(tys/tempo)